Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

A. PENGERTIAN
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna.  Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2010).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. ( agung hidayat, 2009 )
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2010).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat makanan dari yang
lebih besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap oleh
dinding usus halus. Proses pencernaan makanan dibantu oleh HCl, garam empedu dan
berbagai enzim pencernaan yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan. Selain kelenjar
pencernaan, proses ini juga memerlukan alat-alat pencernaan.
Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan dari mulut hingga usus
besar:
1. Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi. Pencernaan
mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi dan lidah. Gigi berfungsi untuk memotong
dan penghalus makanan. Lidah digunakan untuk mengatur letak makanan dalam
mulut, sebagai indra perasa dan mendorong makan masuk ke kerongkongan. Adanya
kelenjar ludah di sekitar mulut dapat membantu pencernaan secara kimiawi. Kelenjar
tersebut menghasilkan enzim ptialin yang berfungsi memecah amilum menjadi
disakarida.
2. Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung (panjang: sekitar 20 cm).
Selama di kerongkongan makanan tidak mengalami proses pencernaan, karena di
kerongkongan hanya terjadi gerak peristable.
3. Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus, kardiak dan pilorus. Di
organ ini makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan getah lambung. Sekresi
getah lambung dipacu oleh hormon Gastrin.
4. Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari duodenum (usus
dua belas jari),  jejunum (usus kosong) dan ileum (usus penyerapan). Dalam usus

1
duodenum bermuara dua saluran dari pankreas dan hepar. Hepar akan mengirimkan
getah empedu ke duodenum untuk mengemulsikan lemak. Usus halus juga bisa
mensekresi enzim antara lain erepsinogen dan enterokinase. Enterokinase adalah
enzim pengaktif, yang dapat mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan
erepsinogen menjadi erepsin.  Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot
usus (villi) yang ada di illeum dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sebelum
beredar, sari makanan dialirkan dulu ke hepar melalui vena porta hepatica. Khusus
untuk lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak diangkut melalui darah tapi
melalui pembuluh getah bening.
5. Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan adanya Escherichia coli,
sisa pencernaan akan dibusukkan dan diperoleh vitamin K dari proses tersebut.
Fungsi utama colon adalah mengatur keadaan air sisa makanan.
6. Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari pertengahan sakrum sampai
kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan os
koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
a) Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut ampula rekti, jika terisi
makanan akan timbul hasrat defekasi
b) Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos
(muskulus spingter ani  internus dan muskulus sfingter ani eksternus). Kedua
otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum mengandung
pembuluh darah, jaringan mukosa dan jaringan otot yang membentuk lipatan 
disebut kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat vene rektalis
(hemoroidalis superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran atau
varises yang disebut wasir (ambeyen)
c) Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan dunia luar
terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh spingter ani yang terdiri atas
:
1) Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja tidak menurut
kehendak
2) Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut kehendak
3) Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut kehendak
Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk kedalam rektum,
dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens disalurkan
melalui pleksus mesentrikus sehingga menimbulkan gelombang peristaltik
pada kolon desenden dan kolon sigmoid yang akan mendorong feses ke arah
anus. Apabila gelombang peristaltiik sampai di anus, spfingter ani internus

2
akan menghambat feses sementara dan sfingter ani eksternus melemas
sehingga terjadi defekasii.
C. ETIOLOGI
Faktor Ibu :
1. Fisik, keturunan
2. Penyakit kronis
3. Merokok, minum minuman alcohol, dan narkobatik
Penyebab Plasenta :
1. Abruption plasenta, infark plasenta (kematian sel pada plasenta), korioangioma,
dan plasenta previa.
2. Kehamilan kembar (dapat menyebabkan terjadinya resiko twin-to-twin
transfusion syndrome
Penyebab Janin :
1. Infeksi selama kehamilan (kelainan bawaan dan kelainan kromosom)
2. Pajanan teratogen
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon
antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena
abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus
imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju
ke urethra (rektourethralis). (Mediana,2011)

3
E.    PATHWAY
Faktor kongenital dan faktor lain
Yang tidak diketahui / Idiopatik

ATRESIA ANI

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Pre operasi Fekal menjadi menumpuk diatas Dilakukan tindakan operasi

Kurang pengetahuan Obstruksi


Colostomy Terputusnya kontinuitas Pembuatan lubang anus
ttg tindakan Operasi
Distensi abdomen jaringan
Perubahan
Respon psikologis Waktu lama tidak terkontrol
Mendorong diafragma Merangsang peningkatan Konsep diri
Pot de entri Merangsang mediator Penutupan anus
Pasien dan keluarga Peristaltik usus mikroorganisme
Complience paru terganggu HDR kimia ( BHSP ) ujung-
cemas ujung saraf bebas Distensi abdomen
Memudahkan masuknya
Kebutuhan O2 tidak adekuat Penumpukan feses
Pergerakan makanan Mk : Body kuman kedalam tubuh Radix Dorsalis Penumpukan Feses
Mk : Ansietas Pernafasan tdk optimal lambat Image
Proses peradangan Infeksi Impuls / rangsangan
Sesak Rasa penuh diperut
Pengeluaran Medulla spinalis
Thalamus Mk: Gangguan Eliminasi
Peningkatan HCL inter Leukin I Mk : Resiko Alvi
(asam lambung) Korteks serebri
Infeksi
Mk: Ketidakefektifan Set point Temperature
Pola Nafas Anoreksia, mual , meningkat Persepsi nyeri Merangsang RAS
muntah
Febris Tidur terjaga
Mk: Nyeri Akut
Muntah berlebihan
Mk : Peningkatan Mk: Gangguan
Mk: Ketidakseimbangan
suhu tubuh / Istirahat Tidur
nutrisai kurang dari
Hipertermi
kebutuhan tubuh Mk : Deficit
Volume Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma , 2015
4
Cairan
E. KLASIFIKASI
Kondisi tidak terbentuknya anus dengan sempurna diklasifikasikan dalam 4 kondisi,
yaitu:
1. Anal stenosis, yaitu terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia, yaitu terdapat membrane atau selaput pada anus.
3. Anal agenesis, yaitu memiliki anus tetapi ada daging di antara rektum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum atau saluran pencernaan yang
menghubungkan usus dengan anus, sehingga feses tidak bisa dikeluarkan.
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung.
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a.  Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.
Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah
definitifnya yaitu anoplasti perineal ( prosedur penarikan perineum abdominal ). Untuk
lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada
kulit anal, fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan
pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau
scalpel.
b.  Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c.  Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada
pasca operasi.
d.  Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.

2.     Penatalaksanaan Keperawatan
a.  Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output ) dan ukur TTV
tiap 3 jam.
b.  Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit, bising usus,
jumlah asupan parental dan enteral.
c.  Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi, jaga kulit tetap
kering.
d.  Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.

5
e.  Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan cara
membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan daerah sekitar ostoma
diberi zing zalf, colostomybag diganti segera setiap ada produksi.

I.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1.  Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2.  Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3.  Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4.   CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5.  Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6.  Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7.   Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius. (Betz. Ed 7. 2012)

J.       KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1.  Obstruksi
2.  Perforasi
3.  Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4.  Komplikasi jangka panjang.
a.    Eversi mukosa anal
b.   Stenosis
5.  Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6.  Inkontinensia (akibat stenosis awal )
7.  Prolaps mukosa anorektal.
8.  Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
9.  Sepsis. (Wong, Whaley.2011)

6
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ATRESIA ANI

A. PENGKAJIAN
1.   Biodata klien
2.   Riwayat keperawatan
a.  Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b.  Riwayat kesehatan masa lalu
3.   Riwayat tumbuh kembang
a.  BB lahir abnormal
b.  Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami
trauma saat sakit
c.  Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d.  Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
4.   Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post
kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak
dari anestesi.
5.   Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan
dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada
atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan
dalam defekasi
6.  Pola Aktivitas dan Latihan

7
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
7.   Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
8.  Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
9.   Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi
perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
10.  Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola
biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
11.  Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
12.  Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi,
masalah keuangan

13.  Pola Keyakinan dan Nilai


Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan
motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
14.  Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah,
usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui
anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Mediana,2011)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


1. Pre Operasi
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
b. Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.
c. Peningkatan suhu tubuh / Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan, pengeluaran
inter Leukin I.
d. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan sesak, distensi abdomen.
e. Kecemasan / ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.

2. Post Operasi

8
a. Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan.
b. Gangguan eliminasi Alvi berhubungan dengan penumpukan feses.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan persepsi nyeri post pembedahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
e. Body image berhubungan dengan colostomy.
( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa INTERVENSI RASIONAL
Keperawatan
Pre Operasi
1. Ketidakseimbangan nutrisi 1. Kaji KU pasien 1. Mengetahui keadaan
kurang dari kebutuhan 2. Timbang berat badan pasien umum pasien
tubuh berhubungan dengan 3. Catat frekuensi mual, muntah 2.Mengantisipasi adanya
anoreksia, mual, muntah. pasien malnutrisi
4. Catat masukan nutrisi pasien 3.  Mengetahui output pasien
Tujuan : Setelah dilakukan 5. Beri motivasi pasien untuk 4. Mengetahui input pasien.
tindakan keperawatan selama meningkatkan asupan nutrisi 5. Untuk menambah nutrisi
3x24 jam diharapkan pasien 6. Kolaborasi dengan ahli gizi pasien
tidak terjadi kekurangan dalam pengaturan menu 6. Mengetahui diit yang
nutrisi. dibutuhkan

Kriteria Hasil :
1. Pasien tidak mengalami
penurunan berat badan
2. Turgor pasien baik
3. Pasien tidak mual, muntah
4. Nafsu makan bertambah
2. Deficit volume cairan .   1. Monitor intake – output cairan1. 1. Mengantisipasi adanya
berhubungan dengan 2. 2. Monitor status hidrasi dehidrasi.
muntah berlebihan. (kelembapan membran mukosa, 2. 2.Perubahan status hidrasi,
nadi adekuat) membran mukosa, turgor
Tujuan : Setelah dilakukan 2. 3. Lakukan pemasangan infus kulit menggambarkan berat
tindakan keperawatan selama dan berikan cairan IV ringannya kekurangan cairan.

9
3x24 jam diharapkan 4. Pantau TTV 2.  3. Mengetahui kehilangan
kebutuhan volume cairan 5. 5. Dorong keluarga untuk cairan melalui suhu tubuh
pasien terpenuhi membantu pasien makan. yang tinggi.
4. Mengetahui keadaan
Kriteria Hasil : umum pasien.
1. Output urin 1-2 5. Keluarga sebagai
ml/kg/jam,  pendorong pemenuhan
2. Capillary refill 3-5 kebutuhan cairan klien.
detik, 
3. Turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab
4. Pengeluaran feses
terkontrol
3. Peningkatan suhu tubuh / 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital
Hipertermi berhubungan terutama suhu merupakan aluan untuk
dengan proses peradangan, 2. air (1500-2000 cc/hari)Beri mengetahui keadaan
pengeluaran inter Leukin I. pasien banyak minum umum pasien terutama
3. Beri pasien kompres air suhu tubuhnya.
Tujuan : Setelah dilakukan hangat atau air dingin 2. Dengan minum banyak air
tindakan keperawatan selama 3 4. Beri selimut pendingin diharapkan cairan yang
jam diharapkan suhu tubuh 5. Pantau suhu lingkungan hilang dapat diganti.
tidak panas lagi 6. Kolaborasi dalam pemberian 3. Dengan kompres akan
obat antipiretik dan antibiotik terjadi perpindahan panas
Kriteria Hasil : secara konduksi dan
1. Suhu tubuh dalam rentang kompres hangat akan 
normal (36,5-37,50C) mendilatasi pembuluh
2. Nadi dan RR dalam rentang darah.
normal 4. Untuk mengurangi demam
3. Tidak ada perubahan warna umumnya lebih besar dari
kulit dan tidak pusing 39,5-400C dan untuk
mengurangi respon
hipertermi.
5. Suhu ruangan harus
dirubah agar dapat
membantu
mempertahankan suhu
pasien
6. Pemberian oabt antibiotik
unuk mencegah infeksi
pemberian obat antipiretik
untuk penurunan panas.
4. Ketidakefektifan Pola Nafas 1. Kaji frekuensi 1. Kecepatan biasanya

10
berhubungan dengan sesak, kedalaman pernafasan dan mencapai kedalaman
distensi abdomen. ekspansi dada. Catat upaya pernafasan bervariasi
pernafasan termasuk tergantung derajat gagal
Tujuan : Setelah dilakukan penggunaan otot bantu nafas. Expansi dada
tindakan keperawatan selama pernafasan / pelebaran nasal. terbatas yang berhubungan
3x24 jam diharapkan pola nafas 2. Auskultasi bunyi dengan atelektasis dan
kembali efektif. nafas dan catat adanya bunyi atau nyeri dada.
nafas seperti krekels, 2. ronki
Kriteria Hasil : wheezing. dan wheezing menyertai
1. Pola nafas efektif, bunyi 3. Tinggikan kepala obstruksi jalan nafas /
nafas normal atau bersih. dan bantu mengubah posisi. kegagalan pernafasan.
2. TTV dalam batas normal 4. Observasi pola 3. duduk
3. batuk berkurang, ekspansi batuk dan karakter sekret. tinggi memungkinkan
paru mengembang. 5. Dorong/bantu ekspansi paru dan
pasien dalam nafas dan latihan memudahkan pernafasan.
batuk. 4. Konges
ti alveolar mengakibatkan
batuk sering/iritasi.
5. mening
katkan/banyaknya sputum
dimana gangguan ventilasi
dan ditambah ketidak
nyaman upaya bernafas.
4. Kecemasan / 1. 1. Jelaskan dg istilah yg 1. 1. Agar orang tua mengerti
ansietasberhubungan dimengerti tentang anatomi dan kondisi klien.
dengan kurang pengetahuan fisiologi saluran pencernaan 2. 2. Pengetahuan tersebut
tentang penyakit dan normal. diharapkan dapat membantu
prosedur perawatan. 2. 2. Gunakan alat, media dan menurunkan kecemasan.
gambar. 3. Membantu mengurangi
Tujuan : Setelah dilakukan 3.  Beri informasi pada orang tua kecemasan klien
tindakan keperawatan selama tentang operasi kolostomi
1x24 jam diharapkan
kecemasan orang tua dapat
berkurang.

Kriteria Hasil :
1. Pasien tidak lemas
2. Vital sign dalam batas
normal
3. Menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas
4. Postur tubuh, ekspresi

11
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan berkurang
nya kecemasan

Post Operasi
1. Nyeri Akut berhubungan 1. 1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Mengetahui tingkat nyeri
dengan insisi pembedahan. dirasakan pasien. pada pasien.
2. 2. Berikan penjelasan pada 2. Pasien mampu menerima
Tujuan : Setelah dilakukan pasien tentang nyeri yang apa yang terjadi pada pasien.
tindakan keperawatan selama terjadi. 3.Mengurangi rasa nyeri
1x24 jam diharapkan nyeri 3. 3. Ajarkan teknik relaksasi, 4.Agar tidak terjadi imobilitas
berkurang. distraksi. pada pasien.
4. 4. Bantu melakukan latihan 5.Mengurangi rasa nyeri pada
Kriteria Hasil : rentang gerak. luka post operasi.
1. Nyeri berkurang 5. 5. Kolaborasi pemberian
2. Pasien merasa tenang analgetik
3. Status lingkungan yang
nyaman
4. Mampu mengontrol nyeri
5. Status kenyamanan
meningkat
6. Tidak ada perubahan tanda
vital

2. Gangguan eliminasi alvi 1. Kaji tingkat nyeri yang 1.Mengetahui pola BAB
berhubungan dengan dirasakan pasien. pasien
penumpukan feses. 2. Ajarkan teknik relaksasi 2. Mengetahui input dan
distraksi. output cairan yang ada dalam
3. Berikan posisi yang nyaman tubuh klien
Tujuan : Setelah dilakukan pada pasien.  3.Mengetahui adanya
tindakan keperawatan selama 4. Kolaborasi pemberian obat komplikasi
1x24 jam diharapkan tidak sesuai indikasi. 4.Mengurangi  rasa sakit
terjadi perubahan pola
eliminasi BAB.

Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat BAB dengan
normal
2. Tidak ada perubahan pada
jumlah feses

3. Gangguan pola tidur 1.   Pantau keadaan umum 1.   Mengetahui kesadaran,

12
berhubungan dengan pasien dan TTV. dan kondisi tubuh dalam
persepsi nyeri post 2.   Kaji Pola Tidur. keadaan normal atau tidak.
pembedahan 3.   Kaji fungsi pernapasan: 2.   Untuk mengetahui
bunyi napas, kecepatan, kemudahan dalam tidur.
Tujuan : Setelah dilakukan irama. 3.   Untuk mengetahui
tindakan keperawatan 4.   Kaji faktor yang tingkat kegelisahan.
selama 1 x 24 jam diharapkan menyebabkan gangguan tidur 4.   Untuk mengidentifikasi
pasien dapat istirahat tidur (nyeri, takut, stress, ansietas, penyebab aktual dari
malam dengan optimal. imobilitas,gangguan gangguan tidur.
eliminasi sepertisering 5.   Untuk memantau
Kriteria Hasil : berkemih,gangguan seberapa jauh dapat
1. Melaporkan istirahat tidur metabolisme, gangguan bersikap tenang dan rilex.
malam yang optimal. transportasi,lingkungan yang 6.   Untuk membantu
2. Tidak menunjukan perilaku asing, temperature,aktivitas relaksasi saat tidur.
gelisah. yang tidak adekuat). 7.   Tidur akan sulit
3. Wajah tidak pucat dan 5.   Catat tindakan kemampuan dilakukan tanpa relaksasi,
konjungtiva mata tidak untuk
anemis karena kurang tidur mengurangikegelisahan.
malam. 6.   Ciptakan
4.  Mempertahankan (atau suasananyaman, Kurangi
membentuk) pola tidur yang atau hilangkan distraksi
memberikan energi lingkungan dan gangguan
yang cukup untuk tidur.
menjalani aktivitas sehari- 7.Batasi pengunjung selama
hari. periode istirahat yang
optimal (mis; setelahmakan).
4. Resiko infeksi berhubungan1. 1. Kaji KU pasien 1. Untuk mengetahui
dengan prosedur 2.    2. Observasi tanda-tanda infeksi keadsaan umum pasien
pembedahan. 3. Kolaborasi pemberian 2.Mengetahui adanya tanda-
Tujuan : Setelah dilakukan antibiotik tanda infeksi
tindakan keperawatan 3. Untuk meminimalkan
selama 2 x 24 jam diharapkan jumlah bakteri
tidak ada tanda-tanda infeksi.

Kriteria Hasil :
1. Pasien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
2. Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
5. Body image berhubungan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengidentifikasi luas
dengan colostomy. pasien ttg kondisi dan masalah dan perlunya

13
pengobatan. intervensi.
Tujuan : Setelah dilakukan 2. Diskusi arti dari perubahan 2. Beberapa pasien
tindakan keperawatan selama pasien. memandang situasi
1x24 jam diharapkan nyeri 3. Anjurkan orang terdekat sebagai tantangan.
berkurang. memperlakukan pasien 3. Menyampaikan harapan
secara normal dan bukan bahwa pasien mampu
Kriteria Hasil : sebagai orang cacat untuk mengatur situasi
1. Body image positif dan membantu untuk
2. Mampu mengidentifikasi mempertahankan perasaan
kekuatan personal harga diri dan tujuan
3. Mempertahankan interaksi hidup.
sosial.

4.  Pelaksanaan keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dengan
melaksanakann berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan
dalam rencana tindakan keperrawatan. Dalam tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal
di antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan
dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami
tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan,
yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2010: 122).

5.      Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap ini adalah
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan mengembalikan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan
pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu:
a.       Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi
dengan respon segera.
b.      Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status klien pada
waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Di samping itu,
evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan
apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.
1)      Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukan perubahan dan kemajuan yang sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2)      Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan
sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya, seperti klien dapat makan
sendiri tetapi masih merasa mual. Setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.

14
3)      Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya perubahan kearah kemajuan
sebagaimana kriteria yang diharapkan.

Adapun evaluasi akhir yang ingin dicapai dari tiap-tiap diagnosa adalah:


a.       Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
b.      Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
c.       Kecemasan orang tua dapat berkurang.
d.      Rasa nyeri teratasi/ berkurang.
e.       Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
f.       Tidak terjadi infeksi.
g.       Gangguan pola eliminasi teratasi.

DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Penerbit
Mediaction
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3.
Jakarta : EGC.
Hidayat,Agung . 2009. http//Askep Atresia Ani Pada Anak « Hidayat2's Blog.com  yang diakses
pada tanggal 12 April 2016 pada pukul 15.20
Hidayat, A. Azis Alimul . (2010) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana
Suriadi & Rita Yuliani, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 2. Jakarta : Penebar
swadaya.
Wong, Donna L. 2011. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Monica Ester (Alih Bahasa). Sri
Kurnianianingsih (ed),. edisi ke-4. Jakarta : EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai