Anda di halaman 1dari 10

[1]

MAKALAH
“GANGGUAN JIWA PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN ISLAM”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikoterapi Islam

Dosen Pembimbing:

A. Maujuhan, S.Psi., M.Psi.

Disusun Oleh:

Thisya ‘Athiyyatul Muwaffaqoh

Umu Tasyaroh

Khusnul Sabithah

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT PESANTREN SUNAN DRAJAT

LAMONGAN JAWA TIMUR

2022
[2]

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Gangguan Jiwa Perspektif Psikologi dan
Islam”.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah


Psikoterapi Islam di Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Dengan adanya
makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui tentang
Makna Iman kepada Allah SWT dan Jihad di Jalan Allah SWT.

Tidak lupa ucapan terima kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang turut
mendukung proses penyelesaian makalah ini antara lain:

1. Bpk A. Maujuhan, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pengampu mata kuliah


Psikoterapi Islam.
2. Teman-teman anggota kelompok makalah ini yang telah bekerja sama
menyelesaikan makalah ini.
3. Semua pihak yang membantu proses terselesaikannya makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam
belajar untuk meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen
pembimbing dan juga teman-teman sangat saya harapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan dalam belajar pada masa mendatang.

Lamongan, 22 Oktober 2022

Penulis
[3]

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah2

C. Tujuan Pembahasan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Gangguan Jiwa 4

B. Gangguan Jiwa menurut Prespektif Psikologi dan Islam

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 16

B. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 24
[4]

PENDAHULUAN

BAB I
A. Latar Belakang

Kemajuan zaman yang sedemikian cepat menuntut manusia untuk bisa


menyesuaikan ritmenya. Mereka yang menang adalah orang-orang yang mampu
berjalan selaras dengan kemajuan dan bertahan dalam persaingan hidup.
Sementara siapa saja yang tidak mampu menyesuaikan diri maka akan segera
tersingkir dan mati. Demikianlah realita hidup masa kini, manusia dihadapkan
pada tekanan hidup yang berat yang tentu saja sangat memengaruhi kondisi psikis
mereka, sehingga tidak jarang mereka yang tidak kuat menghadapi tekanan-
tekanan hidup akan stress yang berujung pada gangguan kejiwaan.

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat


manusia secara beramai-ramai memburu kemewahan hidup, membuat aktifitas
sehari-hari penuh dengan kehidupan duniawi. Tersedianya media elektronik
seperti jejaring sosial, handphone, internet serta fasilitas lainnya, jadwal pekerjaan
yang padat untuk memenangkan persaingan global, pergaulan yang hanya
mementingkan nafsu duniawi seperti ke pub, kehidupan dunia malam, update
dengan kehidupan terkini, dan aneka kesenangan lainnya. Semua ini karena ada
ambil alih dari pengaruh pola kehidupan barat yang mencakup Fun, Fashion dan
Food. Sehingga manusia terlena oleh waktu, komunikasi dengan keluarga pun
semakin berkurang. Semua kesenangan ini berdampak pada moral masyarakat,
memicu manusia bersifat individualis, matrealistis, konsumerisme dan hedonisme.
Munculah perasaan-perasaan gelisah, sedih, marah, tidak senang, kehampaan
yang membuat manusia berputus asa, mengurungkan diri dan sebagainya hingga
melampiaskannya dengan perilaku menyimpang. Seseorang yang depresi akan
membatasi kemampuan mereka untuk mempertimbangkan solusi lain untuk
memecahkan masalah-masalahnya dengan segera. Penggunaan alkohol dan obat-
obatan sebagai penghambat dan antisipasi agar kenali implus tidak memburuk
yang akan mengarahkan pada bunuh diri.
[5]

Dalam bukunya The Heart of Sufism, Hazrat Inayat Khan mendefinisikan sakit
sebagai sebuah keadaan yang tidak harmonis, baik secara fisik maupun mental
yang saling bereaksi satu sama lain. Sedangkan dalam ilmu kesehatan jiwa,
kondisi sakit adalah apabila seseorang 2 tidak lagi mampu memfungsikan dirinya
secara wajar dalam kehidupan sehari-harinya baik di rumah, di sekolah, di tempat
kerja atau di lingkungan sosialnya. Gangguan jiwa sering tidak dianggap sebagai
gangguan yang dapat menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya
gangguan yang dialami seseorang menyebabkan ketidakmampuan dirinya untuk
melakukan berbagai aktifitas, sehingga apa yang ia kerjakan tidak lagi produktif
dan efisien.

B. Rumusan Masalah
a) Apa pengertian gangguan jiwa?
b) Bagaimana gangguan jiwa menurut perspektif psikologi dan Islam?
C. Tujuan Pembahasan
a) Untuk mengetahui pengertian gangguan jiwa
b) Untuk mengetahui gangguan jiwa menurut perspektif psikologi dan islam
[6]

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan menyimpangnya proses pikir, alam


perasaan serta perilaku seseorang. Menurut Stuart & Sundeen 1998 gangguan jiwa
merupakan suatu masalah kesehatan yang menyebabkan ketidakmampuan
psikologis atau perilaku yang ditimbulkan akibat gangguan pada fungsi sosial,
psikologis, genetik, fisik/kimiawi, serta biologis (Thong, 2011). Gangguan
mental adalah penyakit jiwa yang menyebabkan penderita tidak sanggup menilai
dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah
mengganggu orang lain atau merusak atau menyakiti dirinya sendiri.

Gangguan jiwa menurut Aula (2019) merupakan suatu keadaan dimana


individu mengalami kesulitan dengan persepsinya terhadap kehidupan, kesulitan
dalam menjalin hubungan dengan orang lain, serta kesulitan dalam menentukan
sikap bagi dirinya sendiri. Menurut UU Nomor 18 (2014) orang dengan gangguan
jiwa atau sering disingkat dengan ODGJ adalah individu yang mengalami
gangguan dengan pikiran, perasaan dan perilakunya yang dimanifestasikan
dengan bentuk gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menyebabkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai
manusia.

Gangguan mental atau penyakit kejiwaan yang disebut juga dengan mental
disorder adalah semacam ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan serius
sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan
ketidakmampuan atau kekacauan fungsi mental, disebabkan oleh kegagalan reaksi
mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan atau mental terhadap stimulan
ekstern dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan fungsional atau
gangguan struktural dari bagian satu orang atau sistem kejiwaan atau mental.8
Gangguan mental juga merupakan sejumlah kelainan yang terjadi bukan kelainan
jasmani, anggota tubuh atau kerusakan sistem otak (kendatipun gejalanya bersifat
badaniyah).

Seseorang yang mengalami gangguan mental atau mengalami kesehatan mental


yang buruk, perasaan-perasaan bersalah kadang-kadang menguasainya,
kecemasan-kecemasan tidak produktif dan sangat mengancamnya. Ia biasanya
tidak mampu menangani krisis-krisis dengan baik dan ketidakmampuan ini
mengurangi kepercayaan dan harga dirinya.
[7]

Dengan demikian gangguan mental adalah gangguan-gangguan jiwa yang


menyebabkan seseorang tidak normal, ia tidak mampu menilai diri, dan
lingkungannya dengan baik, bahkan ia sering menyalahkan dirinya sendiri, serta
tidak puas dengan dirinya sehingga ia sering menyiksa diri sendiri, karena
kehilangan tujuan hidup. Kondisi seperti itu tentu akan menghalangi
perkembangan seseorang dalam hidupnya serta ia tidak mampu memahami
potensi-potensi yang dia miliki serta tidak mampu berpegang teguh pada nilai-
nilai sosial dan agama.

B. Gangguan Jiwa menurut Perspektif Psikologi dan Islam

Sebelum perang dunia kedua, literatur dalam bidang agama dan psikoterapi
boleh dikatakan belum muncul. Pada tahun-tahun berikutnya mulai berkembang
keinginan untuk memadukan agama dan psikoterapi. Namun demikian pemaduan
tersebut belum berhasil dikarenakan perbedaan pendapat tentang fungsi
psikoterapis dan fungsi agamawan dalam usaha penanggulangan gangguan jiwa.

Pattison membuat lima kategori polarisasi pendapat di kalangan mereka yang


terlibat dalam psikoterapi. Diantaranya adalah kategori yang disebut “specialist”.
Di mata kelompok ini gangguan jiwa dapat bersifat psikologik dan keagamaan.
Siapa penyembuh gangguan tergantung dari sifatnya. Kalau bersifat psikologis
maka psikoterapislah yang menyembuhkan, sedangkan kalau bersifat konflik
agama maka agamawanlah yang harus menyembuhkan.

a) Gangguan Jiwa menurut Perspektif Psikologi

Basis pisikologi dari apnormalitas mental atau gangguan jiwa adalah


ketidakmampuan indifidu menghadapi realita, yang membuahkan banyak
konflik mental pada dirinya. Biasanya penderita yang tidak sehat mentalnya
adalah individu yang tidak mampu atau sengaja tidak mau memikul tanggung
jawab kedewasaan, misalnya disebabkan oleh tekanan ekonomis yang amat
berat ,dikecewakan dalam cintanya,katidaksamaan fisik dan oleh pengalaman
pengalam yang sangat tidak menyenangkan lainnya, sehingga orang menjadi
takut ,lalu mencoba mengingkari atau menolak tanggung jawab sendiri.

b) Gangguan Jiwa menurut Perspektif Islam

Secara konseptual, kesehatan mental sebagai gambaran kondisi normal-


sehat memiliki definisi yang beragam. Hal ini dikarenakan, setiap ahli
memiliki orientasi yang berbeda-beda dalam merumuskan kesehatan mental.
Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada
[8]

manusia melalui Nabi Muhamad Saw sangat sarat nilai dan bukan hanya
mengenai satu segi, namun mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia,
sebagaimana yang terkandung di dalam al-quran Islam mempunyai aturan-
aturan atau syariat yang melindungi agama, jiwa, keturunan, akal, jasmani dan
harta benda.

Dalam konsep kesehatan mental Islam, pandangan mengenai gangguan


jiwa tidak jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada
umumnya. Namun, yang ditekankan di dalam konsep kesehatan mental Islam
di sini adalah mengenai stigma gangguan jiwa yang timbul oleh asumsi bahwa
gangguan jiwa disebabkan oleh pengaruh kekuatan supranatural dan hal-hal
gaib. Mengenai hal ini, faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh manusia
seperti pengaruh supranatural dan hal-hal gaib adalah faktor eksternal yang
bisa menyebabkan gangguan jiwa, namun apabila kondisi seseorang secara
psikologis dan spiritual stabil dan seimbang, maka ia akan terhindar dari
pengaruh tersebut. Jadi, pengaruh supranatural dan hal-hal gaib bukan faktor
utama yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa.

Dari fenomena data tersebut, di tinjau dari presfektif psikologi Islam


merupakan kategori orang-orang yang mengalami gejala gangguan kesehatan
mental. Orang-orang yang mentalnya tidak sehat tanpa di landasi dengan
agama akan menjadikan stres dan frustasi, dan akhirnya memilih ke jalan
yang negatif. Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan
hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada
sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi.
Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap optimis pada diri
seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia,rasa senang,
puas, sukses, merasa dicintai atau atau rasa aman. Sikap emosi yang demkian
merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk yang ber-
Tuhan. Maka dalam kondisi yang serupa itu manusia berada dalam keadaan
tenang dan normal, berada dalam keseimbangan persenyawaan kimia dan
hormo tubuh. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada
kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani, dan
rohani.8 Agaknya cukup logis kalau setiap ajaran agama mewajibkan
penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk dan
pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut berpengaruh dalam
menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa
sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidak-tidaknya
akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Dan manusia
sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak
terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan keduanya.
[9]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah, penulis dapat menyimpulkan bahwa Kemajuan zaman yang


sedemikian cepat menuntut manusia untuk bisa menyesuaikan ritmenya. Mereka
yang menang adalah orang-orang yang mampu berjalan selaras dengan kemajuan
dan bertahan dalam persaingan hidup. Sementara siapa saja yang tidak mampu
menyesuaikan diri maka akan segera tersingkir dan mati. Demikianlah realita
hidup masa kini, manusia dihadapkan pada tekanan hidup yang berat yang tentu
saja sangat memengaruhi kondisi psikis mereka, sehingga tidak jarang mereka
yang tidak kuat menghadapi tekanan-tekanan hidup akan stress yang berujung
pada gangguan kejiwaan.

B. Saran
Terkait dengan hal tersebut, saya menyarankan beberapa hal untuk
diperhatikan, seperti:
 Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan menyimpangnya
proses pikir, alam perasaan serta perilaku seseorang.
 . Gangguan jiwa sering tidak dianggap sebagai gangguan yang
dapat menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya
gangguan yang dialami seseorang menyebabkan
ketidakmampuan dirinya untuk melakukan berbagai aktifitas,
sehingga apa yang ia kerjakan tidak lagi produktif dan efisien.
[10]

DAFTAR PUSTAKA

Cecep Ramli Bihar Anwar, “Relung-relung Tercerahkan: Perspektif Psikologi


Sufi,” dalam Menyinari Relung-Relung Ruhani; Mengembangkan EQ dan SQ
Cara Sufi, ed. Cecep Ramli Bihar Anwar, 7-14. (Jakarta: IIMAN dan HIKMAH,
2002)
Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yuliantoro, Psikologi Agama (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007), 182.
E. Mansell Pattison seperti dikutip Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso,
Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001), 94-95
MIF Baihaqi, dkk, Psikiatri (Konsep Dasar dan Gangguan-gangguan), (Bandung:
Refika Aditama, 2005), hlm. 2.

Kesehatan Mental, Op.Cit., hlm. 33.

Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam Solusi Islam atas
Problemproblem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 91.

Kartini Kartono, Hyglene Mental, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 80-82.

Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, terj.
Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hlm. 58.

Anda mungkin juga menyukai