Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS

“ DZIKIR SEBAGAI TERAPI PENYEMBUHAN GANGGUAN JIWA”

Dosen Pengampu :

Dr. Sugeng Mashudi, S.Kep.,Ns., M.kes

Disusun Oleh :

Erma Puspa Mardalina (20631925)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak
lupa sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammmad saw. Karena
atas rahmat dan karunianya tugas kami dengan mata kuliah Keperawatan Komunitas
dengan judul “ DZIKIR SEBAGAI TERAPI PENYEMBUHAN GANGGUAN JIWA”

ini dapat saya selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Demikianlah makalah ini saya susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, semua kritik dan saran senantiasa kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Ponorogo, 01 Juni 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya manusia memiliki masalah dalam kehidupan yang berujung pada
gangguan jiwa, dan bahkan dengan kemajuan zaman yang semakin canggih ini, serta
kebutuhan manusia yang semakin meningkat tanpa batas, timbul hasrat yang ingin
memperoleh hasil sebanyak-banyaknya yang terkadang tanpa memperhatikan sama sekali
norma-norma yang ada, baik hukum maupun agama, banyak masyarakat yang mengalami
kegoncangan jiwa ataupun gangguan jiwa.
Disisi lain, tentunya tidak semua kehendak dan keinginan yang bergejolak itu dapat
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan dan konflik dalam diri seseorang. Tidak jarang
konflik-konflik dan ketegangan-ketegangan yang menjadi sumber penyebab dari timbulnya
gangguan emosional pada seseorang yang jika tidak mendapatkan penyelesaian yang baik
dari segi kejiwaan akan membawa efek-efek atau resiko yang lebih jauh.

Dalam hal pengobatan penyakit jiwa Kh.S.S. Djam’an mengatakan sebagai berikut:
“Bahan pengobatan dalam Psikosomatik atau penyakit jiwa yang ditimbulkan oleh
ketegangan jiwa, hanya dapat diobati oleh agama (agama Islam)”. Dalam keyakinan umat
Islam terhadap Al-Qur’an yaitu sebagai kitab suci juga sebagai pedoman dasar untuk segala
aspek termasuk salah satu diantaranya mengenai kesehatan dan pengobatan.

Orang selalu berdzikir (mengingat Allah) dapat mengontrol anggota badannya untuk
tetap disiplin, ucapannya sesuai dengan perbuatannya, lahiriyah sesuai dengan batinnya,
karena Allah Swt selalu dekat dan ingat kepada-Nya. Dengan selalu ingat kepada Allah Swt
dan melaksanakan ajaran agama dengan khusyu’ dan ikhlas, maka didalam diri manusia tidak
akan terjadi konflik batin, kesedihan yang berlarut-larut, rasa putus asa dan sifat-sifat lain
yang merugikan bagi diri sendiri.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dan
mengkajinya lebih mendalam. maka peneliti tertarik untuk melakuakan penelitian dengan
judul “Dzikir Sebagai Terapi Penyembuhan Gangguan Jiwa”, yaitu untuk mengetahui dan
menjelaskan dzikir.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Makna, hakikat dan manfaat dzikir pada pasien gangguan jiwa?

2. Mengapa Dzikir dapat menjadi Terapi Gangguan Jiwa?

1.3. Tujuan

1. Tujuan Umum :

Untuk mengetahui Makna dan Hakikat Dzikir serta manfaat dzikir menjadi terapi
gangguan jiwa

2. Tujuam Khusus :

Mampu menjelaskan makna, hakikat, dan hubungan dzikir menjadi terapi gangguan
jiwa
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Gangguan Jiwa


A. Pengertian
Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan menyimpangnya proses pikir, alam
perasaan serta perilaku seseorang. Menurut Stuart & Sundeen 1998 gangguan jiwa
merupakan suatu masalah kesehatan yang menyebabkan ketidakmampuan psikologis atau
perilaku yang ditimbulkan akibat gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetik,
fisik/kimiawi, serta biologis (Thong, 2011).

Gangguan jiwa menurut Aula (2019) merupakan suatu keadaan dimana individu
mengalami kesulitan dengan persepsinya terhadap kehidupan, kesulitan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain, serta kesulitan dalam menentukan sikap bagi dirinya
sendiri. Menurut UU Nomor 18 (2014) orang dengan gangguan jiwa atau sering disingkat
dengan ODGJ adalah individu yang mengalami gangguan dengan pikiran, perasaan dan
perilakunya yang dimanifestasikan dengan bentuk gejala dan atau perubahan perilaku
yang bermakna, serta dapat menyebabkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan
fungsi sebagai manusia.

B. Gejala Gangguan Jiwa


Gejala-gejala dari gangguan jiwa merupakan hubungan yang kompleks antara
unsur somatic, psikologi, dan sosial budaya. Gejala gangguan jiwa dapat berupaka gejala
primer dan gejala sekunder, serta gejala pada setiap gangguan jiwa akan berbeda beda
(Maramis & A, 2009). Menurut Kusumawati & Hartono (2010) adapun gejala-gejala
gangguan jiwa yaitu :
a. Gangguan kognisi

Kognisi adalah keadaan mental individu yang mana individu tersebut dapat menyadari
dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya. Gangguan kognisi terdiri dari
beberapa macam yaitu :

1) Gangguan sensasi, yang merupakan individu tidak dapat merasakan suatu


rangsangan.

2) Gangguan persepsi, yang merupakan individu merasakan berbagai macam


rangsangan yang masuk yang didapat dari proses interaksi.

b. Gangguan asosiasi

Asosiasi merupakan keadaan mental individu dimana perasaan, kesan atau


gambaran ingatan akan menimbulkan gambaran ingatan atau konsep lain yang berkaitan
dengan individu tersebut sebelumnya.

c. Gangguan perhatian

Gangguan perhatian yaitu gangguan pada proses kognitif yang meliputi pemusatan
pikiran atau konsentrasi.

d. Gangguan ingatan

Gangguan ingatan adalah gangguan kognitif yang berkaitan dengan mencatat,


menyimpan serta memproduksi data-data yang pernah dialami oleh individu.

e. Gangguan psikomotor

Gangguan psikomotor adalah gangguan pada aspek motoric individu, dimana biasanya
berupa peningkatan aktifitas, penurunan aktifitas, aktifitas yang dilakukan tidak sesuai,
aktivitas yang diulang-ulang, sikap agresif dan lain sebagainya.

f. Gangguan kemauan

Gangguan kemauan adalah keadaan dimana individu tidak dapat mempertimbangkan dan
memutuskan keinginan-keinginan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

g. Gangguan emosi dan afek


Gangguan emosi dan afek adalah gangguan yang terjadi pada emosional individu, dimana
akan terjadi perubahan suasana hati dan perasaan yang signifikan dan cepat.

C. Penyebab
Gangguan jiwa dapat disebabkan karena ketidak mampuan indivdu melaksanakan
tugas dalam proses perkembangannya. Dalam proses perkembangan individu akan
menemukan berbagai macam permasalahan dan perubahan yang harus dihadapi, dan
apabila individu tidak dapat mengatasi permasalahan dan perubahan yang terjadi serta
tidak dapat beradaptasi dalam proses perkembangannya maka dapat memicu terjadinya
gangguan jiwa (Nyumirah, 2012).

Selain hal diatas menurut Rinawati & Alimansur (2016) gangguan jiwa juga
diakibatkan karena beberapa factor yaitu sebagai berikut:

a. Usia
Gangguan jiwa dapat dialami oleh individu dengan berbagai usia. Usia Dewasa
merupakan masa-masa produktif individu dimana individu harus dapat
menyesuaikan diri dan menjadi mandiri. Semakin dewasa seseorang maka semakin
bertambah pula tanggung jawab yang dipikul oleh individu. Individu dengan usia
dewasa akan membentuk sebuah keluarga yang mana akan ada pertambahan
tanggung jawab dan masalah yang dihadapi individu akan semakin kompleks, karena
masalah-masalah yang terjadi juga dapat berasal dari keluarga individu. Oleh karena
itu usia dewasa merupakan usia yang lebih beresiko untuk mengalami gangguan
jiwa.
b. Pekerjaan
Orang yang tidak bekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
gangguan jiwa dibandingkan orang yang bekerja. Individu yang tidak bekerja akan
cenderung tidak memiliki penghasilan serta tanggung jawab beban serta tuntutan
yang ditanggung semakin hari akan semakin besar. Individu yang tidak bekerja juga
tidak dapat melakukan aktualisasi diri pada kesehariannya. Individu yang tidak
bekerja lebih berisiko mengalami gangguan pada harga dirinya serta dapat memicu
terjadinya gangguan jiwa.
c. Factor predisposisi biologis
Individu yang sudah pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan jiwa di masa depan. Individu yang
pernah mengalami gangguan jiwa walaupun sudah sembuh akan tetapi masih akan
banyak stigma-stigma negatif di masyarakat tentang individu tersebut, sehingga
masyarakat akan melakukan penolakan kepada individu. Penolakan dari masyarakat
inilah yang dapat memicu terjadinya atau kambuhnya gangguan jiwa yang dialami
oleh individu, oleh sebab itu orang yang pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya lebih rentan untuk mengalami gangguan jiwa di masa depan
dibandingkan individu yang tidak pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
d. Kepribadian yang tertutup.
Individu yang memiliki kepribadian tertutup cenderung menghadapi dan menyimpan
permasalahannya sendiri tanpa ingin diketahui oleh orang lain. Sehingga lama
kelamaan masalah yang disimpan sendiri akan menumpuk, ketika permasalahan
menumpuk sedangkan individu tidak mendapatkan solusi untuk masalah tersebut
individu akan mengalami kebingungan dan dapat mengakibatkan depresi, oleh
karena itu kepribadian tertutup merupakan salah satu factor pencetus gangguan jiwa.

e. Putus obat

Sebagian besar orang dengan gangguan jiwa haruslah mengkonsumsi obat seumur
hidupnya, jika individu tidak mengkonsumsi obatnya ataupun putus mengkonsumsi
obat akan memicu terjadinya kekambuhan pada gangguan jiwa.

e. Pengalaman tidak menyenangkan


Pengalaman yang dialami individu khsususnya pengalaman yang tidak mengenakan
akan menimbulkan trauma pada individu. Pengalamanpengalaman yang tidak
menyenangkan tersebut dapat berupa penganiayaan fisik, pemerkosaan, dikucilkan
oleh masyarakat serta pengalaman pengalaman traumatis yang dapat memicu
gangguan jiwa pada individu. Individu yang memiliki koping yang maladaptive akan
lebih mudah mengalami gangguan jiwa.
f. Konflik
Konflik yang terjadi dan tidak dapat terselesaikan dengan baik, baik itu dengan
keluarga, teman ataupun orang-orang terdekat akan memberikan stressor yang
berlebihan kepada individu, ketika individu tidak memiliki mekanisme koping yang
baik maka akan dapat menyebabkan individu mengalami gangguan jiwa.

2.2 Dzikir
A. Pengertian
Secara etimologi dzikir berasal dari kata dzakara artinya mengingat,
memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti dan
mengingat (Afif Anshori, Dzikir dan Kedamaian Jiwa 2003, h.166). Dzikir berasal dari
berasal kata dzakara yang berati mengingat, mengisi atau menuangi, artinya, bagi orang
yang berdzikir berarti mencoba mengisi dan menuangi pikiran dan hatinya dengan kata-
kata suci.

Dalam kamus tasawuf yang ditulis oleh Solihin dan Rosihin Anwar menjelaskan
dzikir merupakan kata yang digunakan untuk menunjuk setiap bentuk pemusatan pikiran
kepada tuhan, dzikir pun merupakan prinsip awal untuk seseorang yang berjalan menuju
tuhan (suluk).

Secara terminologi dzikir adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri pada
Allah dengan cara mengingat Allah dengan cara mengingat keagungan-Nya. Adapun
realisasi untuk mengingat Allah dengan cara memuji-Nya, membaca firman-Nya,
menuntut ilmu-Nya dan memohon kepada-Nya (Al-Islam, Muamalah dan Akhlak,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.187).

Dzikir menurut tuntunan syariat Islam dan Al-Qur’an adalah menyebut nama, dan
mengingat Allah dalam setiap keadaan. Tujuan nya adalah untuk menjalin ikantan batin
(kejiwaan) antara hamba dengan Sang Pencipta (Khalik) sehingga timbul rasa cinta
hormat dan jiwa muroqobah (merasa dekat dan diawasi oleh Allah). Maka dengan zikir
iman seseorang jadi hidup, terjalin rasa kedekatan dengan Allah . Adapun menyebut dan
mengucapkan nama Allah atau ungkapan “laa ilaha illa„llah” adalah untuk meneguhkan
ingatan hamba pada Allah. Dzikir bisa diucapkan keras ataupun diam-diam (dalam hati);
akan tetapi yang terlebih baik menurut kebanyakan pendapat mereka lisan dan hati
seharusnya dipadukan
B. Macam – Macam Dzikir
a) Dzikir lisany (dzikir lidah): menyebut nama Allah dengan lidah,bunyinya berupa
kalimat Subhanallah, Alhamdulillah Shalawat dan Istigfar, Asma’ul Husna, dzikir ini
poin pahalanya paling rendah dibandingkan dengan macam dzikir yang lainnya. Dan
dzikir ini ada yang menyebutnya zikir Syari’at.
b) Dzikir Qalbi (dzikir hati): menyebut nama Allah dengan hati kalimat tasbih
(Subhanallah), tahlil (Lailahaillallah), takbir (Allah Akbar), tahmid (Alhamdulillah),
taqdis, hauqolah, tarji’, Istigfar. Dzikir ini pahalanya bisa mencapai 70 kali lipat atau
lebih dibandingkan dengan dzikir lisan, karena zikir qalbi tidak diketahui orang lain
sehingga keikhlasan dapat lebih terjaga.
c) Dzikir Aqli (pikiran): memikirkan makna, arti, maksud yang terkandung dalam
kalimat-kalimat dzikir. Dzikir ini disebut juga tafakkur (memikirkan) dan tadabur
(merenungkan) yaitu merenungkan keesaan Allah dan kekuasaan Allah sebagaimana
mungkin yang tersurat dalam kalimat dzikir yang diucapkan.
d) Dzikir Ruhy (zikir roh): kembalinya fitrah atau asal kejadiannya saat berada dalam
arwah, menyaksikan dan membuktikan wujud makrifah, dan ini tingkatan dzikir
tertinggi.6 firman Allah dalam Al-Qur’an (QS Al-Baqarah [2]: 152) yang dapat
dijadikan sebagai dalil disyari’atkannya dzikir, yang artinya “Karena itu, ingatkah
kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS Al-Baqarah [2]: 152).
Sedangkan pembagian dzikir secara garis besar meliputi :
1) Dzikir lisan dan hati, yakni dengan mengucapkan kalimat-kalimat dzikir, dan
merenungkan serta mengingat Allah dengan hati.
2) Dzikir perbuatan, yakni dengan berbuat kebaikan dan beramal sholeh dengan
mengingat kebesaran Allah. Beberapa ahli memberikan penjelasan tentang bentuk-
bentuk dzikir yang diterapkan dalam kehidupan tashawuf, para ahli tersebut
diantaranya, Sukamto dalam Afif Anshori membagi dzikir kedalam empat jenis
yaitu sebagai berikut :
a) Dzikir membangkitkan daya ingat,
b) Dzikir kepada hukum Ilahi,
c) Dzikir-dzikir mengambil pelajaran atau peringatan
d) Dzikir meneliti proses alam.
C. Tujuan Dzikir
Dzikir merupakan kunci latihan untuk selalu mengenal diri kepada Allah sehingga
bila seseorang semakin mengenal Allah (ma’rifat) maka akan semakin kuat keimanan dan
kecintaannya kepada Allah. Tujuan dzikir antara lain yaitu akan membuahkan
ketenangan batin, kemantapan jiwa, dan dapat memberi semangat untuk selalu berkarya
(amal Shaleh), menimbulkan ketenangan, kemantapan dan semangat. Tujuan tersebut
terdapat dalam Al-Qur’an QS. Ar-Ra’d [13]: 28, yang memiliki arti :“(yaitu) orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat nama Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28).
Sedangkan menurut M. Zain Abdullah, dzikir bertujuan untuk mendekatkan diri kepada
Allah, agar selalu mengingatNya dan untuk memperoleh keridloanNya.

D. Manfaat Dzikir :
Seseorang yang berdzikir akan merasakan beberapa manfaat, selain merasakan
ketenagan batin, juga terdapat manfaat-manfaat yang lain yaitu :

a. Dzikir merupakan ketetapan dan syarat kewalian. Artinya siapa yang senangtiasa
berdzikir kepada Allah maka akan bisa mencapai derajat kekasih Tuhan.

b. Dzikir merupakan kunci ibadah-ibadah yang lain

c. Dzkir akan membuat hijat dan menciptakan keikhlasan hati yang sempurna.

d. Dzikir akan menurunkan rahmad.

e. Menghilangkan kesusahan hati.

f. Meluangkan hati.

g. memutuskan kehendak setan.

h. Dzikir menolak bencana.

Menurut Anshori dzikir bermanfaat mengontrol prilaku. Pengaruh yang


ditimbulkan secara konstan, akan mampu mengontrol prilaku seseorang dalam kehidupan
sehari-hari. Seseorang yang melupakan dzikir atau lupa kepada Allah, terkadang tanpa
sadar dapat berbuat maksiat, namun mana kala ingat kepada Tuhan kesadaran akan
dirinya sebagai hamba Tuhan akan muncul kembali.

Al-Khomeini memberikan penjelasan dengan berdzikir akan mendapatkan


ampunan. Siapapun yang berdzikir kepada Allah SWT ditengah-tengah orang yang lalai
maka dia seperti orang yang berperang melawan kaum muharibin (para aggressor yang
melawan Allah dan Islam).

Dzikir juga bermanfaat sebagai pembersih hati. Dzikir merupakan lawan kelalaian
(nisyan), jika manusia mengingat Allah dalam keadaan apapun dan menyadari dirinya
ada dihadapan dzat suci, tentu akan menahan diri dari masalah – masalah yang tidak
sesuai dengan keridhaan-Nya, dan mengendalikan diri agar tidak bersikap durhaka.
Semua malapetaka dan penderitaan yang timbulkan oleh hawa nafsu dan setan,
disebabkan oleh kelupaan akan Allah. Ingat Allah dapat mebersihkan hati dan
mensucikan jiwa.

Menurut Zuhri, dzikir dapat menjernihkan dan menghidupkan kalbu. Kalbu dapat
menjadikan kotoran disebabkan dosa dan lalai, maka dengan dzikir dan istigfar akan
menjernihkan sekaligus menghidupkan kalbu, kalbu yang lupa bagaikan kalbu yang mati.

Al-Ghazali memberikan penjelasan tentang manfaat dzikir, yaitu “dzikir sebagai


ibadah social. Ayat-ayat Al-Quran sering kali ditutup dengan bermacam asmaul husna
yang artinya relevan dengan tindakan hamba, hal ini memberitahukan kepada manusia
betapapun banyaknya tindakan manusia tidak luput dari pengetahuan Allah”

2.3. Hubungan Terapi Dzikir dengan Gangguan Jiwa


1. Kesehatan Dan Dzikir

Membahas tentang dzikir pada tinjauan kesehatan mental atau Psikologi berasal
dari dua bahan pertimbangan. Pertama, dzikir adalah mempunyai dua makna yang dalam
bagi pembangunan pribadi. Dengan kata lain pembangunan pribadi menyumbang
kemantapan psikologis yang besar dalam kesehatan psikologis. Kedua, dzikir untuk
berbagai tujuan tertentu, seperti : mencapai puncak kesadaran, pembangunan konsentrasi,
kejelasan dari pengamatan, kebebasan dari dogma, yaitu kejelasan dari pikiran, tidur
tenang, kebebasan dari kekacauan yang disebabkan Dari sekitar kita, menaklukan dari
syahwat, dan kontrol dari sakit. Dzikir tidak terbatas di dalamnya, sebagai peran satu
praktik religius, tetapi dapat kita pahami lebih spesifik pada tujuan dari pembangunan
pribadi, memimpin pada status “sesuatu yang pintas akan menjadi pantas”.

2. Psikologi dan Dzikir

Orang awam yang tidak terlatih atau tidak memahami makna dari berdzikir, ketika
disentuh oleh pedihnya kehidupan akan mudah menangis, mendapat sesuatu yang
menyakitkan hati akan meratap. Berbeda dengan meraka yang terlatih dari suatu laku
dzikir, ketika disentuh oleh pedihnya kehidupan tidak ada yang ditangisi, atau sesuatu
yang menyakitkan hati ia tidak mudah meratap, karena mereka para pelaku dzikir
mengalami dua macam perasaan yakni adanya sesuatu yang hidup dan suatu kehidupan.

Orang yang istiqomah melakukan dzikir ketika disentuh dengan kehidupan yang
pedih dia tidak akan pernah menangis karena ia merasakan hanya satu macam rasa pada
metalnya yang telah menyatu dengan kesadaran tertinggi. Kini para ahli terapi atau
konsultan psikologis/ psikiater mulai menganjurkan, sedang berusaha mencapai pada
usaha peningkatan manajemen psikologis dari pasiennya. Antara lain, mengutip laporan
sebenarnya penggunaan kesadaran sebagai psikoterapi untuk pasien yang dianggap kronis
( Kabat Zin, Lipworth, dan Burney, 1985).

Dasar pemikiran ini memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan di mana tentang
berdzikir ini bila dihubungkan pada kenyataan yang telah tersirat dari kebenaran manfaat
dzikir, yang juga dijelaskan bahwa berdzikir dapat diperbolehkan untuk penyembuhan
atau terapi mental yang berguna untuk memfokuskan pada kekacauan mental yang
timbul.

3. Dzikir Mengurangi kebencian

Maksud dari “Dzikir Mengurangi Kebencian” adalah suatu nilai usaha untuk
memusatkan pada rasa tidak nyaman. Atau perasaan yang menimbulkan benci atau tidak
enak dari berbagai stimuli sehingga kita dapat menyesuaikan diri (empati) dari suatu
keadaan.
Prinsip dari mengurangi kebencian adalah memunculkan bentuk pengenalan yang
kuat. Syahwat dan keserakahan tidak dipimpin oleh psikologis kita dan dapat mengatasi
segala kesulitan hidup. Beberapa contoh menunjukan bahwa pada bentuk badan manusia
menjadi bagian sebagai upaya untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada tubuh, yaitu
meliputi syahwat. Satu contoh disini dapat digambarkan pada orang yang sering berdzikir
melakukan kontrol pada makan nya. Misalnya, satu kali makan dalam satu harinya dan
cara mengunyah yang lembut, hal ini bukan untuk melatih sesuatu untuk dimanjakan,
melainkan suatu metode membuka jalan pada suatu keadaan yang seimbang, sikap sehat
dalam makan, dan kegiatan ini sangatlah jelas seperti halnya berpuasa, dan banyak
literatur kesehatan menjalani tentang berpuasa itu sehat. Manfaat ini digambarkan pula
saat kita berdzikir, yang dalam prakteknya berpengaruh pula pada kesehatan dan dapat
menjadi suatu usaha dan proses terapi dan perlindungan dari penyakit dari diri.

Pada usaha pengobatan terkadang berdzikir telah digunakan sebagai kebutuhan


untuk menolong seorang klien untuk mengurangi maladaptif (tidak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan baik badan maupun ucapan) dan kemanjaan. Bentuk kebencian
yang dimaksud pada psikologi dzkir menjelaskan dampak “clinicall” yang sangat baik
untuk kebutuhan ini.

4. Dzikir Membentuk Mental Positip

Salah satu aspek kesehatan psikologis pembangunan suatu sikap yang positip ke arah
lain. Misalnya, mental dengki akan berkurang akan menghapus marah dan kebencian.
Penanaman mental positip adalah satu fitur utama pada praktek meditasi.

Usaha dalam pembentukan mental positip pada diri ini merupakan suatu sistem
pendekatan yang tersusun dan diperlukan suatu usaha kesadaran diri untuk meraihnya
dengan ikhtiar. Pada spesifik yang dimaksud, dzikir yang mengarahkan pada penggunaan
suatu yang dianjurkan adalah dengan niat yang baik hati dan pikiran yang bersih, serta
diarahkan dengan segala aspek yang disenangi orang dan dikagumi. Lebih efektif nya
kita juga harus manjalani perintah agama dan menjauhi larangan agama. Dzikir
merupakan suatu pengembangan berpikir untuk menciptakan mental yang positip dan
perilaku yang baik pada semua makhluk hidup.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sesuai dengan rumusan masalah mengenai “Dzikir Sebagai Terapi Penyembuhan Gangguan
Jiwa”, ada beberapa hal yang dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Orang yang mengenal Allah adalah orang yang senantiasa tekun berdzikir dan memalingkan
hatinya dari kesenangan-kesenangan dunia yang fana, sehingga Allah menjaga dan
melindunginya dalam semua urusannya. Hal ini tidak mengherankan. Sebab, barang siapa
bersabar, dia pasti akan berhasil. dan barangsiapa terus mengetuk pintu, maka pintu itu akan
dibukakan baginya.

1. Makna dan hakikat dzikir


menjauhkan diri / hati dari segala hal yang tidak berkaitan kepada Allah, dan selalu
menyendiri serta berkonsentrasi seraya mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil, istighfar, dan
lain sebagainya.
2. Dzikir dapat menjadi terapi gangguan jiwa
karena dalam QS. Ar-Rad: 28 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tentram.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak akan pernah luput dari suatu masalah baik
lahir maupun batin, hingga terkadang membuat manusia lemah tak berdayaketika ia
menghadapi suatu masalah hidup, tekanan hidup,dan bahaya hidup lainnya yang
dianggap masalah besar dan begitu sulit untuk dihadapi. Bahkan terkadang ada
seseorang yang sampai mengakhiri hidupnya sendiri dikarenakan frustasi.
Manusia akan lemah tak berdaya dalam menghadapi masalah hidupnya karena ia
merasa tidak ada tempat besandar dan penolong. Oleh karena itu hati pasti merasa
gelisah, gundah, sedih, dan tidak tenang.
Dengan berdzikir/mengingat Allah, mengingat segala kebesaran-Nya, rahmat-
Nya, dan mengingat hakikat penciptaan manusia, maka hati akan menjadi tenang karena
kita bersandar kepada Allah dan senantiasa bersyukur serta berserah diri kepada Allah.

3.2. Saran :
Kehidupan modern menuntut manusia untuk dapat secara maksimal mengembangkan
kemampuan dan potensi yang dimilikinya, untuk berpartisipasi aktif dalam kemajuan yang
berorientasi penuh pada teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini
beberapa saran yang dapat peneliti kemukakan, yaitu:

1. Kepada masyarakat hendaknya tidak terlalu mengikuti perkembangan zaman yang


semakin maju dan menuntut kita untuk bisa mendapatkannya dengan menggunakan
segala macam cara.
2. Kepada para remaja dan generasi muda saat ini, untuk lebih selektif dalam bergaul,
memilih teman, dan menyaring kemajuan teknologi.
3. Agar kita terhindar dari gangguan jiwa, hindari keinginan-keinginan yang tidak terlalu
penting, selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, hadapi setiap masalah yang
menimpa kitadengan sabar dan berserah diri kepada Allah, serta selalu mendekatkan diri
kepada Allah yaitu dengan cara berdzikir.
DAFTAR PUSTAKA

Kh.S.S.Djam’an, Islam dan Psikosomatik (Penyakit Jiwa) (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 7
Aulia, Agama Dan Kesehatan Badan/Jiwa (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 12.
Abdul Qayyum. Surat-Surat Al-Ghazali Terj. Haidar Bakir. Bandung: Mizan, 1989
Terapi Relaksasi Dzikir untuk Mengurangi Depresi. Indonesian Journal of Islamic Couseling
Prodi BKI IAIN Parepare Volume 3 Nomor 1, (2021) 1-9
Rizki Joko Sukmono, Psikologi zikir, ( Jakarta: Sriguntig 2008), h. 133
Afif Anshori. Dzikir Demi Kedamaian Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Al-Khomeini. Syarh Arbain Haditsan Terjemah Zaenal Abidin. Hadits Telaah atas Hadits Mistik
dan Akhlak. Bandung: Mizan Pustaka, 2004.
Kartini Kartono dan Jenny Andri. Hygine Mental Dan Kesehatan Mental dalam Islam. Bandung:
Mandar Maju, 1989.
Heath C, Sommerfield A, von Ungern-Sternberg BS. Resilience strategies to manage
psychological distress among healthcare workers during the COVID-19 pandemic: a narrative
review. Anaesthesia. 2020; 75(10):1364–71. https://doi.org/10.1111/anae.15180 PMID:
32534465
Sulistyawati RA, Probosuseno, Setiyarini S. Dhikr Therapy for Reducing Anxiety in Cancer
Patients. Asia Pac J Oncol Nurs 2019;6:411-6
Thong, Liberzon I. Stress and anxiety disorder. In: Hormone, brain, and Behavior. Vol. 5. USA:
Elsevier Science; 2011.

Anda mungkin juga menyukai