Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

“KONSEP PSIKOSOSIAL”

Disusun oleh:
Kelompok 1

Dosen Pembimbing:
Ns.Tini., M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019
MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN
“KONSEP PSIKOSOSIAL”

Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Didit Aditya Dimas Monit
2. Dyan Nitarahayu
3. Eko Prasetya Budi
4. Mariana Oktaviane Ngula
5. Mere Rahman
6. Siti Chaerunisyah
7. Tata Maulita

Dosen Pembimbing:
Ns. Tini., M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisanmakalah “Konsep Psikososial” dapat kami selesaikan.

Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah


SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan. Selain itu, agar pembaca dapat
memperluas ilmu yang berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah
dilakukan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama


kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Samarinda, 27 Agustus 2019

Kelompok 1

iii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ....................................... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan ......................................................... Error! Bookmark not defined.
D. Manfaat ....................................................... Error! Bookmark not defined.
E. Sistematika Penulisan ................................. Error! Bookmark not defined.
BAB IITELAAH PUSTAKA
A. Konsep Psikososial ....................................... Error! Bookmark not defined.
B. Konsep Diri ................................................... Error! Bookmark not defined.
C. Kesehatan Spiritual ..................................................................................... 12
D. Konsep Seksualitas ....................................... Error! Bookmark not defined.
E. Konsep Stres ................................................. Error! Bookmark not defined.
F. Konsep Kehilangan, Kematian dan Berduka ............................................... 34
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 42
B. Saran ......................................................................................................... 443
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan
system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk
mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan
oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit
apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka
harus membina hubungan interpersonal positif.
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang
bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.
masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal
balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam
masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011). Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
menyebutkan bahwa salah satu upaya preventif kesehatan jiwa yakni
mencegah timbulnya dampak psikososial.
Sementara itu, menurut Undang-undang tersebut yang dimaksud dengan
“masalah psikososial” adalah masalah sosial yang mempunyai dampak negatif
dan berpengaruh terhadap munculnya gangguan jiwa atau masalah sosial yang
muncul sebagai dampak dari gangguan jiwa. Permasalahan psikososial yang
terjadi antara lain:
1. Psikotik gelandangan dan pemasungan, penderita gangguan jiwa.
2. Masalah anak: anak jalanan dan penganiayaan anak.
3. Masalah anak remaja: tawuran dan kenakalan, penyalahgunaan narkotika
dan psikotropika.

1
4. Masalah seksual: penyimpangan seksual, pelecehan seksual dan
eksploitasi seksual, tindak kekerasan sosial, stress pasca trauma,
pengungsi/ migrasi, masalah usia lanjut yang terisolir.
5. Masalah kesehatan kerja: kesehatan jiwa di tempat kerja, penurunan
produktifitas dan stres di tempat kerja, dan lain-lain: HIV/AIDS (Depkes,
2011).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep psikososial, yang meliputi konsep diri, kesehatan
spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan,
kematian dan berduka?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir
berbagai konsep dalam konsep psikologis, meliputi konsep diri,
kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep
kehilangan, kematian dan berduka.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang:
a. Konsep Psikososial
b. Konsep diri
c. Konsep Spiritual
d. Konsep Seksualitas
e. Konsep Stress
f. Konsep Kehilangan, Kematian, dan Berduka

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis meningkatkan wawasan dan pengetahuan
tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual,

2
konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian
dan berduka.
2. Bagi Institusi Pelayanan
Menjadi acuan dalam memberikan wawasan tentang konsep
psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep
seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan
berduka dan mengetahui masalah psikososial yang terjadi di
masyarakat
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan tentang konsep psikologis, meliputi konsep
diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep
kehilangan, kematian dan berduka.
4. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan wawasan
dan pengetahauan tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri,
kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep
kehilangan, kematian dan berduka.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu:
BAB I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan sistematika penulisan.
BAB II : Berisi telaah pustaka yang terdiri dari konsep-konsep
psikososial.
BAB III : Berisi penutup yang terdri dari kesimpulan dan saran.

3
BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Konsep Psikososial
1. Definisi Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk
pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling
berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial berasal dari
kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari
individu (pikiran, perasaan dan perilaku), sedangkan sosial mengacu pada
hubungan eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya. Istilah
psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-
faktor psikologis (Chaplin, 2011).
Masalah-masalah psikososial dalam SDKI (Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia) tahun 2017, yaitu:
a. Ansietas (D.0080)
b. Berduka (D.0081)
c. Gangguan citra tubuh (D.0083)
d. Gangguan identitas diri (D.0084)
e. Harga diri rendah situasional (D.0087)
f. Keputusasaan (D.0088)
g. Kesiapan peningkatan konsep diri (D.0089)
h. Ketidakberdayaan (D.0092)
i. Koping tidak efektif (D.0096)
j. Risiko harga diri rendah situasional (D.0102)
k. Risiko ketidakberdayaan (D.0103)

4
B. Konsep Diri
1. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya.
Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisik. Konsep
diri bukan hanya sekadar gambaran desktiptif, tetapi juga penilaian
seseorang tentang dirinya. Jadi konsep diri meliputi apa yang seseorang
pikirkan dan apa yang seseorang rasakan tentang dirinya. Konsep diri
pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang
terorganisasi mengenai sesuatu yang kita gunakan untuk
menginterpretasikan pengalaman (Sarwono, 2009).
Menurut Rogers (dalam Sobur, 2016) konsep diri adalah kesadaran
batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku
dan membedakan aku dari yang bukan aku. Menurutnya, konsep diri
bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang
dipelajar dan terbentuk dari pengalaman individu dengan hubungan
`terhadap individu lainnya.
Sedangkan menurut Feist J dan Feist G.J (2014) konsep diri adalah
keseluruhan aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang
disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu tersebut. Menurut
Sobur (2016) konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri
yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang
didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain.

2. Komponen Konsep Diri


a. Citra tubuh (body image)
Citra tubuh (body image) adalah sikap individu terhadap
dirinya, baik disadari maupun tidak disadari meliputi persepsi masa
lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena secara
konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman
baru.

5
Citra tubuh berkembang secara bertahap selama beberapa
tahun dimulai sejak anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi,
kemampuan dan keterbatasan mereka. Citra tubuh (body image) dapat
berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan tergantung
pada stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam
penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).
b. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia
seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat
berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau
sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-
norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan
penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan
membantu individu mempertahankan kemampuan menghadapi
konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak
dipengaruhi oleh orang yang dekat dengan dirinya yang memberikan
harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu
individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk
dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk
melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia
yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan
berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung
jawab.
c. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan
ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu
: dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif

6
cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri,
sebaliknya individu akan merasa dirinya negative, relatif tidak sehat,
cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di
lingkungannya (Keliat BA, 2005).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan
perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya
usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena
pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak
keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.
d. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan
yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi
individu di dalam kelompok sosial. Setiap orang disibukkan oleh
beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu
sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil
dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.
e. Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari
bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain. Seseorang yang
mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya
berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Identitas
berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan
berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu
mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai
diri, mengatur diri dan menerima diri.

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Seks Manusia


Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri
dari beberapa tahap yaitu:

7
a. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat
kepuasan seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol,
menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui
ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh
karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
b. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat
buang air besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet,
sehingga kepuasannya tercapai.
c. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan
mempermainkan alat kelaminnya.
d. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual
seolah-olah terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai
masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga
anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan
pergi ke sekolah.
e. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder
mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia
tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara
mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian
dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat
berbahaya, sehingga memerlukan perhatian orang tua. Pada wanita
telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah
sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani
belum mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang
tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat
menyedihkan (Chandranita, 2009).

4. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi
berturut-turut. “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus

8
masing-masing fase, dan hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan
siklus respon seksual :
a. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase
kegembiraan meliputi:
1) Peningkatan ketegangan otot
2) Peningkatan denyut jantung
3) Perubahan warna kulit
4) Aliran darah ke daerah genital
5) Mulainya pelumasan Vagina
6) Testis membengkak dan skrotum mengencang
b. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa
perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:
1) Fase kegembiraan meningkat
2) Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
3) Klitoris menjadi sangat sensitive
4) Testis naik ke dalam skrotum
5) Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung,
dan tekanan darah
6) Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
c. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan
merupakan fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini
memiliki karakteristik seperti berikut:
1) Kontraksi otot tak sadar
2) Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat
pernapasan
3) Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim
berirama
4) Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan
kekuatan ejakulasi
5) Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh

9
6) Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh
secara perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase
resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman, dan seringkali
kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi
sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian orgasme,
sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum
orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang
dari fase refraktori akan sering meningkat.

5. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
a. Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak
klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi
tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap
seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya
pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak
memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks
itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena
mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga
formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya
dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan
pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya
dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah
berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki.
Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi
bersama keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks.
Jawaban-jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan
sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut
membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks.

10
Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia
13-15 tahun pada pria dan 12-14 tahun pada wanita. Saat itulah yang
dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak
menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada
lawan jenisnya.
b. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada
jaman ini dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan
meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar
rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri
pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang
sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat.
Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan
lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya
bisa memadamkan gairah seks.
c. Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang
berwujud sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali
satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan emosional mereka.
Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat
mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau
mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang
lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan
kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah
masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja
menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan
lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah
dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau
perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.

11
d. Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa
dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum
tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik yang
membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang
disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi.
Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup
bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup
bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran
kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan
pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego,
dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.

C. Kesehatan Spiritual
1. Definisi
Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan sufistik
disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit ruhaniah, seperti
syirik (polytheist), kufur (atheist), nifaq atau munafik (hypocrite), dan
fusuq (melanggar hukum). Kondisi spiritual yang sehat terlihat dari
hadirnya ikhlas (ridha dan senang menerima pengaturan Illahi), tauhid
(meng-Esa-kan Allah), tawakal (berserah diri sepenuhnya kepada Allah).
Spiritualitas adalah pandangan pribadi dan perilaku yang
mengekspresikan rasa keterkaitan ke dimensi transcendental atau untuk
sesuatu yang lebih besar dari diri (Asy’arie, 2012).
Dubos memandang sehat sebagai suatu proses kreatif dan
menjelaskannya sebagai kualitas hidup, termasuk kesehatan sosial,
emosional, mental, spiritual, dan biologis dari individu, yang disebabkan
oleh adaptasi terhadap lingkungan. Kontinum sehat dan kesehatan
mencakup enam dimensi sehat yang mempengaruhi gerakan di sepanjang
kontinum. Dimensi ini diuraikan sebagai berikut :

12
a. Sehat fisik ukuran tubuh, ketajaman sensorik, kerentanan terhadap
penyakit, fungsi tubuh, kebugaran fisik, dan kemampuan sembuh
b. Sehat intelektual kemampuan untuk berpikir dengan jernih dan
menganalisis secara kritis untuk memenuhi tantangan hidup.
c. Sehat sosial kemampuan untuk memiliki hubungan interpersonal dan
interaksi dengan orang lain yang memuaskan.
d. Sehat emosional ekspresi yang sesuai dan control emosi; harga diri,
rasa percaya dan cinta.
e. Sehat lingkungan penghargaan terhadap lingkungan eksternal dan
peran yang dimainkan seseorang dalam mempertahankan, melindungi,
dan memperbaiki kondisi lingkungan.
f. Sehat spiritual keyakinan terhadap Tuhan atau cara hidup yang
ditentukan oleh agama; rasa terbimbing akan makna atau nilai
kehidupan.
Banyak orang meyakini kesehatan optimum paling baik dicapai
dengan pendekatan holistik saat terdapat keseimbangan antara dimensi-
dimensi.
Manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan
spiritual dimana setiap dimensi harus dipenui kebutuhannya. Seringkali
permasalahan yang muncul pada klien ketika mengalami suatu kondisi
dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik) mengakibatkan
terjadinya masalah psikososial dan spiritual. Ketika klien mengalami
penyakit, kehilangan dan stress, kekuatan spiritual dapat membantu
individu tersebut menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan
atau melalui pemenuhan kebutuhan spiritual.

2. Spiritualitas dan Penyembuhan


Spiritualitas adalah pencarian pribadi untuk memahami jawaban
sebagai tujuan akhir dalam hidup, tentang makna, dan tentang hubungan
suci atau transenden, yang mana (atau mungkin juga tidak) memimpin
pada atau bangun dari perkembangan ritual keagamaan dan bentukan

13
komunitas (King and Koenig, 2009). Menurut Florence Nightingale,
Spirituality adalah proses kesadaran menanamkan kebaikan secara alami,
yang mana menemukan kondisi terbaik bagi kualitas perkembangan yang
lebih tinggi. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan
berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek
individual.
Spiritualitas dalam keperawatan, adalah konsep yang luas meliputi
nilai, makna dan tujuan, menuju inti manusia seperti kejujuran, cinta,
peduli, bijaksana, penguasaan diri dan rasa kasih; sadar akan adanya
kualitas otoritas yang lebih tinggi, membimbing spirit atau transenden
yang penuh dengan kebatinan, mengalir dinamis seimbang dan
menimbulkan kesehatan tubuh-pikiran-spirit.
Keterkaitan spiritualitas dengan proses penyembuhan dapat dijelaskan
dengan konsep holistik dalam keperawatan. Konsep holistik merupakan
sarana petugas kesehatan dalam membantu proses penyembuhan klien
secara keseluruhan. Pelayanan holistik yang dimaksud adalah, dalam
memberikan pelayanan kesehatan semua petugas harus memperhatikan
klien dari semua komponen seperti biologis, psikologis, sosial, kultural
bahkan spiritual (Dossey, 2005).
Paradigma dalam keperawatan holistik, body-mind-spirit adalah
sesuatu yang saling ketergantungan dan saling memperkuat satu sama
lain. Setiap manusia mempunyai komponen body-mind-spirit,
keberadaannya sangat diperlukan dalam proses penyembuhan (healing).
Kata healing itu sendiri berasal dari kata; whole dan holy, keduanya
berasal dari asal kata yang sama hol, yang berarti whole = menyeluruh.
Paradigma inilah yang memberikan sugesti secara alamiah bahwa proses
penyembuhan merupakan proses spiritual yang mencerminkan totalitas
manusia. Totalitas spiritual manusia tampak pada domain spiritual,
berupa; mystery, love, suffering, hope, forgiveness, peace and peace
making, grace, and prayer.

14
a. Mystery
Mystery adalah pengalaman manusia yang melekat dalam
kehidupannya, dan ini merupakan nilai spiritual yang melekat dalam
dirinya. Mystery adalah sesuatu yang dimengerti dan dapat
menjelaskan yang akan terjadi setelah kehidupan ini. Kepercayaan
terhadap apa yang terjadi setelah kehidupan inilah yang memberi nilai
spiritualitas manusia, sehingga dia bisa menilai kualitas perilaku
dalam kehidupan untuk kehidupan akhirat. Kepercayaan terhadap nilai
kehidupan akhirat akan memberikan spirit khusus, menjadi motivator
persepsi dalam memaknai sehat sakit, menjadi sumber kekuatan dalam
proses penyembuhan yang dapat mengalahkan semua kesakitan dan
penderitaan di dunia. Hidup di dunia hanyalah sementara, kehidupan
akhirat akan kekal selamanya, dan semua bekal kehidupan kekal di
akhirat harus di bangun dan diciptakan selama hidup di dunia.
b. Love
Cinta merupakan sumber dari segala kehidupan, menjadi bahan
bakar dari nilai spiritual, karena perasaan cinta berasal dari hati, pusat
dari penampilan ego seseorang. Ego adalah pemenuhan kebutuhan
dasar manusia sesuai dengan tahap pertumbuhan dan
perkembangannya. Cinta, seperti sebuah spirit, tidak jelas tempatnya,
waktu, dan situasi dimana perasaan tersebut dirasakan, tetapi ini
merupakan sumber energi dalam proses penyembuhan.
Hubungan antara cinta dan proses penyembuhan adalah
meneruskan berbagai sumber untuk eksplorasi sesuatu yang
menakjubkan dalam proses penyembuhan. Cinta termasuk suatu yang
misterius, terkait dengan pilihan dan perasaan, antara memberi dan
menerima. Cinta termasuk dimensi cinta pada diri sendiri, devine love,
cinta untuk orang lain, cinta kepada Rasulullah, dengan kehidupan
rohaniah, dan cinta untuk seluruh aspek kehidupan. Adanya perasaan
cinta merupakan kunci dari domain spiritualitas seseorang.

15
c. Suffering
Keberadaan dan arti penderitaan adalah merupakan domain
spiritual. Penderitaan adalah salah satu issueinti dari misteri
kehidupan, dapat terjadi karena masalah fisik, mental, emosional dan
spiritual. Meskipun demikian, tidak semua orang merasakan
penderitaan yang sama untuk suatu keadaan yang sama. Perasaan
dipengaruhi oleh konsep sakit dan nilai spiritual tentang makna
penderitaan, budaya, latar belakang keluarga, amalan keagamaan, dan
kepribadian seseorang. Perawat perlu memperhatikan respon
penderitaan seseorang karena akan mempengaruhi konsep sehat sakit
dan upaya mencari penyembuhan. Penderitaan atau kesengsaraan
adalah sesuatu yang relatif, tergantung fokus dan makna spiritual yang
dikembangkan.
d. Hope
Harapan terkait dengan keinginan di masa yang akan datang,
berorientasi pada masa yang akan datang. Ini adalah merupakan energi
spirit untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian,
bagaimana caranya bisa menjadi lebih baik. Disinilah makna
spiritualitas dari sebuah harapan. Dia merupakan hubungan yang
positif antara harapan, spiritual well-being, nilai keagamaan, dan
perasaan positif lainnya. Menanamkan harapan dalam kehidupan
spiritual yang sesungguhnya akan menjadi fondasi utama dalam
menemukan makna kehidupan seseorang, menjadi penentu arah dalam
pilihan kehidupan, menjadi dasar dalam berfikir dan berperilaku
seseorang. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai spiritual orang tua
kepada anak menjadi hal penting dalam membangun masadepan anak,
menjadi penentu arah kemana mereka akan berkembang.
e. Forgiveness
Pemaaf adalah komponen utama dari self-healing. Sikap mau
memaafkan adalah kebutuhan yang mendalam dan pengalaman yang

16
sangat diharapkan dapat dilaksanakan seseorang. Keadaan ini
memerlukan keyakinan kuat bahwa Tuhan Maha Pemaaf. Memaafkan
adalah suatu sifat, sikap dan perilaku yang sulit dilaksanakan, apalagi
ketika kita merasa pernah disakiti, semua akan tetap membekas.
Memerlukan kesadaran mendasar bahwa kita ini bukan siapa-siapa,
semua terjadi atas kehendak-Nya. Kita lahir tidak membawa apa-apa,
matipun tidak membawa apa-apa. Apa yang harus kita sombongkan,
kenapa tidak bisa memaafkan seseorang. Tuhan saja maha
pengampun. Kita memang bukan tuhan, kita bukan malaikat, tetapi
kesadaran untuk bisa memaafkan terhadap perilaku yang kurang bisa
terima adalah sesuatu yang harus kita latih dengan mengedepankan
makna spiritual bahwa kitapun belum tentu lebih benar dan lebih baik
dari mereka. Dengan demikian forgiveness akan menjadi komponen
utama dalam proses penyembuhan diri dan mengurangi makna
penderitaan.
f. Peace and Peacemaking
Damai dan pembentukan perdamaian bagi sebagian orang tidak
bisa dipisahkan dari keadilan yang melekat pada diri seseorang,
dimana seseorang bisa hidup dan berada dalam langkungan alamiah
dan menyembuhkan. Kedamaian ini tidak tergantung dari lingkungan
eksternal, banyak orang datang dari sisi kelam kehidupan atau brutal
menjadi pejuang perdamaian. Keadaan ini mengalir dari hubungan
yang membuat kita bertahan dalam kehidupan yang damai. Ini adalah
pencapaian spiritualitas yang besar. Perdamaian adalah suatu cita-cita
hidup yang luhur dan indah, tetapi kenapa masih saja ada perang.
Mereka berusaha mendapatkan perdamaian tetapi dengan cara
merusak, menyakiti dan membunuh yang lain. Apa yang salah dalam
kehidupan ini. Menurut Asy’ari, 2012 tahap spiritual keagamaan
seseorang terdiri dari 3 tahap; faith, though, dan discovery. Apabila
keyakinan spiritualitas keagamaan berhenti pada tahap faith,
seseorang akan berpendapat bahwa hanya ajarannya yang benar. Ini

17
berbahaya, karena menganggap keyakinan yang lain menjadi salah.
Apabila keyakinan keagamaan berhenti pada tahap thought juga
berbahaya, karena seseorang akan menganggap hanya pemikiran dan
rasional ajarannya saja yang benar, sementara yang lain salah. Tahap
spiritualitas keagaamaan harusnya sampai pada tahap discovery,
diamana setiap manusia dapat memberi manfaat bagi yang lain,
apapun keyakinannya dapat hidup saling menghargai, saling
berdampingan, memperjuangkan kehidupan spiritual sesuai
keyakinannya dan ternyata muaranya sama, Tuhan.
g. Grace
Anggun, lemah lembut adalah pengalaman yang mengandung
elemen surprise atau kejutan, perasaan terpesona, kagum, misteri dan
perasaan bersyukur akan keadaan kita. Grace merupakan dukungan
yang diperlukan untuk mengatasi sesuatu yang tidak menyenangkan
atau tidak diharapkan. Grace dalam kehidupan nyata lebih tampak
pada rasa bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan.
Bersyukur adalah berterimakasih, pengakuan kepada Tuhan bahwa
semua kenikmatan adalah pemberian Tuhan. Kita awalnya tidak ada,
lahir, tumbuh, berkembang, sehat, cantik, tampan, pandai, bahagia,
semua adalah pemberian Tuhan yang tidak ternilai harganya. Tidak
ada alasan manusia untuk tidak bersyukur sampai kita nanti kembali
menghadap Tuhan untuk mempertanggung jawabkan semua apa yang
telah diberikan. Bersyukur merupakan indikator keimanan dan
pengakuan atas kekuasaan Tuhan.
h. Prayer
Berdoa merupakan ekspresi dari spiritualitas seseorang. Berdoa
adalah insting terdalam dari manusia, keluar dari suatu kesadaran yang
tinggi bahwa Tuhan adalah maha mengatur semua kehidupan. Berdoa
meliputi pencarian terhadap hubungan erat dan komunikasi dengan
Tuhan atau sumber yang misterius. Berdoa adalah usaha keras untuk

18
memohon kepada Tuhan agar diberikan kebaikan, keberkahan,
kemudahan, kesehatan, jalan keluar dari segala kesulitan dan lain-lain.

D. Konsep Seksualitas
1. Definisi
Menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek
inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan
peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan
reproduksi.
Aspek seksualitas, yaitu:
a. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yang termasuk dalam
kelamin adalah sebagai berikut:
1) Alat kelamin itu sendiri
2) Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi
bekerjanya alat kelamin
3) Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan
laki-laki dan perempuan
4) Hubungan kelamin

b. Seksualitas dalam arti luas


Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin
antara lain:
1) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dan lainnya
2) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dan lainnya
3) Perbedaan peran
(Mardiana: 2012).

19
2. Fungsi Seksualitas
a. Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan
adanya keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya
bahkan walaupun ia sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap
kehidupannya saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang secara
tradisional wanita hanya dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup
membuktikan kesuburannya.
b. Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah
kenikmatan atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi
kenikmatan sensual dan kenikmatan khas seksual yang berkaitan
dengan orgasme.
c. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan
secara bersama-sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan
orang lain. Ini adalah esensi dari keintiman seksual. Efektivitas seks
dalam memperkuat keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis
yang terlibat; secara khusus, resiko ditolak, ditertawakan, mendapati
bahwa dirinya tidak menarik, atau kehilangan kendali dapat
memadamkan gairah pasangan.
d. Menegaskan maskulinitas atau feminitas
Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender
terancam karena sebab lain (mis.; saat menghadapi perasaan tidak
diperlukan atau efek penuaan), kita mungkin menggunakan seksualitas
untuk tujuan ini.
e. Meningkatkan harga diri
Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya
seksual, secara umum dapat meningkatkan harga diri.
f. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan

20
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu
aspek maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun
fisik, biasanya berada dalam posisi dominan. Namun, seks dapat
digunakan untuk mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita
dan karenanya sering merupakan aspek penting dalam dinamika
hubungan. Kekuasaan tersebut mungkin dilakukan dengan
mengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk
pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses menimbulkan
efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat terus menjadi
faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga
merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa
“berpacaran”.
g. Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-
wanita adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan
permusuhan. Hal ini paling relevan dalam masalah perkosaan dan
penyerangan seksual. Banyak kasus penyerangan atau pemaksaan
seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari dominasi atau
kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat keadaan-
keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu
ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap
wanita itu sebagai pengganti wanita lain.
h. Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat
digunakan sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.
i. Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang
relatif ringan, misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau
infeksi menular seksual. Adanya resiko tersebut menjadi semakin
bermakna dan mengganggu dengan terjadinya epidemi HIV dan
AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya resiko akan

21
memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah menghindari
resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang berkaitan
dengan persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk
individu yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk
kesenangan yang dicari.

j. Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk
memperoleh keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari
kemiskinan. Pernikahan, sampai masa ini masih sering dilandasi oleh
keinginan untuk memperoleh satu bentuk perlindungan dan bukan
semata mata ikatan emosional komitmen untuk hidup bersama
(Glasier, 2005).

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Seks Manusia


Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri
dari beberapa tahap yaitu:
a. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat
kepuasan seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol,
menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui
ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh
karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
b. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat
buang air besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet,
sehingga kepuasannya tercapai.
c. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan
mempermainkan alat kelaminnya.
d. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual
seolah-olah terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai
masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga

22
anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan
pergi ke sekolah.
e. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder
mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia
tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara
mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian
dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat
berbahaya, sehingga memerlukan perhatian orang tua. Pada wanita
telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah
sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani
belum mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang
tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat
menyedihkan (Chandranita, 2009).

4. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi
berturut-turut. “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus
masing-masing fase, dan hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan
siklus respon seksual :
a. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase
kegembiraan meliputi:
1) Peningkatan ketegangan otot
2) Peningkatan denyut jantung
3) Perubahan warna kulit
4) Aliran darah ke daerah genital
5) Mulainya pelumasan Vagina
6) Testis membengkak dan skrotum mengencang
b. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa
perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:

23
1) Fase kegembiraan meningkat
2) Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
3) Klitoris menjadi sangat sensitive
4) Testis naik ke dalam skrotum
5) Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung,
dan tekanan darah
6) Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
c. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan
merupakan fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini
memiliki karakteristik seperti berikut:
1) Kontraksi otot tak sadar
2) Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat
pernapasan
3) Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim
berirama
4) Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan
kekuatan ejakulasi
5) Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
6) Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh
secara perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase
resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman, dan seringkali
kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi
sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian orgasme,
sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum
orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang
dari fase refraktori akan sering meningkat.

5. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
a. Ketidaktahuan mengenai seks

24
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak
klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi
tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap
seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya
pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak
memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks
itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena
mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga
formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya
dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan
pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya
dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah
berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki.
Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi
bersama keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks.
Jawaban-jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan
sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut
membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks.
Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia
13-15 tahun pada pria dan 12-14 tahun pada wanita. Saat itulah yang
dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak
menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada
lawan jenisnya.
b. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan
pada jaman ini dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan
meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar
rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri
pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang
sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat.

25
Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan
lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya
bisa memadamkan gairah seks.
c. Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang
berwujud sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali
satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan emosional mereka.
Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat
mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau
mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang
lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan
kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah
masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja
menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan
lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah
dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau
perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
d. Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa
dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum
tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik yang
membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang
disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi.
Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup
bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup
bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran
kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan
pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego,
dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.

26
E. Konsep Stress
1. Definisi
Stres merupakan masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat
manusia. Kupriyanov dan Zhdanov (2014) menyatakan bahwa stres yang
ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan modern. Hal ini dikarenakan
stress sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa terelakkan. Baik di
lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau dimanapun, stres bisa dialami
oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-anak,
remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres pasti
terjadi pada siapapun dan dimanapun. Yang menjadi masalah adalah
apabila jumlah stress itu begitu banyak dialami seseorang. Dampaknya
adalah stress itu membahayakan kondisi fisik dan mentalnya.
Terdapat banyak sumber stres, yang secara luas dapat diklasifikasikan
sebagai stressor internal atau eksternal, atau stressor perkembangan atau
situasional.
a. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh,
demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu
keadaan emosi seperti rasa bersalah, kanker atau perasaan depresi.
b. Stressor eksternal berasal dari luar individu, sebagai contoh
perpindahan ke kota lain, kematian anggota keluarga, atau tekanan
dari teman sebaya, perubahan bermakna dalam suhu lingkungan,
perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari
pasangan.
c. Stressor perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan
sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas
tertentu harus dicapai untuk mencegah atau mengurangi stres.
d. Stressor situasional tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan
pun sepanjang hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif.
Contoh
1) Kematian anggota keluarga
2) Pernikahan atau perceraian

27
3) Kelahiran anak
4) Pekerjaan baru
5) Penyakit
Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini
bergantung pada tahap perkembangan individu. Sebagai contoh,
kematian orang tua dapat lebih menimbulkan stress bagi anak usia
12 tahun dibandingkan pada orang yang berusia 40 tahun.

2. Macam-macam Stress
Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di
antaranya:
a. Stress fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur
yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari
atau karena tegangan arus listrik.
b. Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat
beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena
pengaruh senyawa kimia.
c. Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau
parasit.
d. Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh
diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan
lain-lain.
e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan
seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
f. Stres psikis atau emosional

28
Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau
ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti
hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul,
2008).

3. Manifestasi Stress
Stres sifatnya universality, yaitu umum semua orang sama dapat
merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity.
Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda-beda untuk
setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, antara lain :
a. Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan
b. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai,
bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan
(ticfacialis)
c. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma
d. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit
(constriksi) sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh
darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung jari juga menyempit
sehingga terasa dingin dan kesemutan
e. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare
f. Sering berkemih
g. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa
linu atau kaku bila digerakkan
h. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit
(dysmenorhea)
i. Libido menurun atau bisa juga meningkat
j. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu
makan
k. Tidak bisa tidur
l. Sakit mental-histeris.

29
4. Tahapan Stress
a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan
nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan
pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan
penglihatan menjadi tajam.
b. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun
pagi tidak segar dan letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas
lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak
nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkung dan
punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti
defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang,
emosional,insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle
insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia),
koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak
mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit
dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu,
gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya
ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik
dan mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas ,
bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-
tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar,
dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.

5. Proses keperawatan managemen stres

30
Manajemen stres adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan
sebagai aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap
penyakit. Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan
berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada
implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah
perawatan.Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke
tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengaturan diet dan nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam
mengurangi dan mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal
dan tidak berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur,
menu bervariasi, hindari makan dingin dan monoton karena dapat
menurunkan kekebalan tubuh.
b. Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan
keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam
hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
c. Olah raga atau latihan teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk
meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah
raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua
kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan
keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan
kebugaran.
d. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena
dapat meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan
dan kekebalan tubuh.
e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras

31
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan
terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras,
kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit
dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
f. Pengaturan berat badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap
stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan
dan kekebalan tubuh terhadap stres.

g. Pengaturan waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan
yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan
waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif
dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti
menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan
waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
h. Terapi psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres
yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro
dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak
mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat
mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan
biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.
i. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres
yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem
tubuh yang lain.
j. Psikoterapi

32
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan
dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi
suportif dan psikoterapi redukatif di mana psikoterapi suportif
memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya
diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan
pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif,
psikoterapi kognitif dan lain-lain.
k. Terapi psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi
permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn
psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan
kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat
spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
l. Homeostatis
Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses
homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada
sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan mekanisme
pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat
dikatakan bahwa homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang
terus menerus untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi terhadap
kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan
oleh suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses
homeostatis dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari
cara tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat melalui empat
cara, diantaranya:
1) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada
orang yang sehat seperti dalam pengaturan proses sistem
fisiologis tubuh manusia.

33
2) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap
ketidak normalan dalam tubuh.
3) Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan
penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan
diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan
tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan
balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
4) Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan
fisiologis.

F. Konsep Kehilangan, Kematian, dan Berduka


1. Definisi
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total
dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert, 1985). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi
kehilangan, tergantung:

34
a. Arti dari kehilangan
b. Sosial budaya
c. Kepercayaan/spiritual
d. Peran seks
e. Status social ekonomi
f. Kondisi fisik dan psikologi individu

2. Tipe Kehilangan
Kehilangandibagi dalam 2 tipe yaitu:
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti/di cintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

3. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu:
a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan
atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak
biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak
dapat ditutupi.
b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

35
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada
arti dan kegunaan benda tersebut.
d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam
waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
e. Kehilangan kehidupan/meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yangsesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.

4. Kematian
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia.
Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku
seseorang terhadap kematian. Selain pengalaman, pemahaman konsep
kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan
sosial budaya.

36
Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep
tentang kematian. Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan
menghindari kematian dengan mempergunakan kemajuan iptek
kedokteran telah membawa masalah baru dalam euthanasia, terutama
berkenaan dengan penentuan kapan seseorang dinyatakan telah mati.
Berikut ini beberapa konsep tentang mati yaitu :
a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari kriteria mati berupa berhentinya jantung.
Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah
berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah
ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi
resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula
terhenti dapat dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan
resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan
seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.
c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep ini pun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-
sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan
transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak
dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi
meskipun tidak terpadu lagi.
d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan
melakukan interaksi sosial
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu
individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya,
kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka
penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah
karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia

37
itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini,
kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi,
DNR (do not resuscitation).Bila fungsi jantung dan paru berhenti,
kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam
beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang
menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang
belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian.

5. Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
a. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal.
b. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

6. Teori dari Proses Berduka

38
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
a. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase
yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka
maupun menjelang ajal.
1) Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin
menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi
secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
2) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3) Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/ damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4) Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan
terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal
tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
5) Fase V

39
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang
sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
b. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969)
adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu
sebagai berikut:
1) Penyangkalan (denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
2) Kemarahan (anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak
lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan
merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.
3) Penawaran (bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini,
klien sering kali mencari pendapat orang lain.
4) Depresi (depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
5) Penerimaan (acceptance)

40
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-
Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang
mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
c. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor
yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
d. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1) Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2) Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan
kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
3) Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut
dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia
sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan
kehidupan mereka.

41
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Istilah psikososial
sendiri menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis.
Psikososial meliputi, konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas,
konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka.
Konsep diri diartikan sebagai pandangan dan perasaan seseorang
tentang dirinya. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif,
tetapi juga penilaian seseorang tentang dirinya. Jadi konsep diri meliputi
apa yang seseorang pikirkan dan apa yang seseorang rasakan tentang
dirinya.
Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan sufistik
disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit. Kondisi spiritual
yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas.
Konsep seksualitas merupakan komponen identitas personal
individu yang tidak terpisahkan dan berkembang dan semakin matang
sepanjang kehidupan individu. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor
biologis, psikologi personal, dan lingkungan.
Konsep stres merupakan bagian dari individu secara fisiologis
maupun psikologis normal terjadi. Salah satu definisi stres adalah
gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan.

42
Konsep kehilangan, kematian dan berduka merupakan bagian
integral dari kehidupan. Kehilangan diartikan sebagai kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang
dulunya pernah ada atau dimiliki. Sementara kematian adalah peristiwa
alamiah yang dihadapi oleh manusia. Selain pengalaman, pemahaman
konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan
lingkungan sosial budaya.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi dapat memberikan tambahan literatur tentang
konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep
seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan
berduka. Sehingga dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa dan update
ilmu pengetahuan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Penatalaksanaan yang asuhan keperawatan yang efektif dan
efisien pada pasien dengan menekankan konsep psikososial.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui konsep psikologis,
meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep
stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka sehingga dapat
menerapkannya pada praktik klinik keperawatan di kemudian hari.

43
DAFTAR PUSTAKA

Asy’arie, M. 2012. Spiritualitas dan Keberagamaan; Tahap Faith, Thought dan


Discovery, disampaikan pada Seminar Pemantapan Ekspresi Kecerdasan
Spiritual melalui Pendekatan Agama dari Filsafat dan Pendidikan, Komisi
Imtak Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran & FMI, Fakultas Kedokteran
Unair, tidak dipublikasikan.

Chandranita, Ida Ayu. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:


EGC

Chaplin, J.P.. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Depkes. 2011. Kementerian kesehatan Indonesia sebagai Buku Pedoman,


Kesehatan Jiwa. Jakarta.

Dossey, AM., Keegan L., Guzzetta C.E, 2005, Holistic Nursing a Handbook for
Practice, Fourth Edition, Jones and Bartlet Publisher Inc. Massachusetts.

Feist, J dan Feist, G.J. 2014. Teori Kepribadian: Theories of Personality.


Jakarta:Salemba Humanika.

Glasier. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna, dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta:
EGC
King & Koenig, 2009, Conceptualising Spirituality for Medical Research and Health
Service Provision, BMC Health Services Reasearch, Vol 9

44
Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik
Geriatric RS Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur
tahun 2011. Skripsi. Depok. FKM UI

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Sarwono, Sarlito W., & Meinarno, Eko A. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika
Sobur, A. (2016). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Zhdanov, R. K. and R. (2014). The Eustress Concept: Problems and Outlooks.
World Journal of Medical Sciences, 2, 179–185.

45

Anda mungkin juga menyukai