Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM

KEPERAWATAN
“KESEHATAN SPIRITUAL”

Dosen Pengampu: WENI MAILITA M.Kep

Kelompok 5:

1.Fatmawarni (2114201124)

2.Adzra Maizal Hafifah (2114201107)

3.Ayu Tania Putri (2114201115)

4.Shelly Yonira Agustin (21114201151)

5.Narlis Maharani (2114201135)

6.Sri Rahayu (2114201154)

7.Vania Arianti (2114201157)

8.Riska Amelia Putri (2114201146)

9.Veronica Olivia(2214201244)

10.Shara Septiola Yesa (2114201150)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah


Tahun Ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulisan
makalah “Konsep Psikososial” dapat kami selesaikan. Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan
kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya
hingga akhir zaman. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Psikososial dan
Budaya dalam Keperawatan.Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berkaitan dengan
judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber dan hasil kegiatan yang
telah dilakukan.Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran dalam penyelesaian makalah ini.Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Dan kami menyadari masih
banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini.Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan
dalam pemberian saran dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Padang,18 september2022
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................................ i

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

a) Latar Belakang ...................................................................................................................................


b) Rumusan Masalah ..............................................................................................................................
c) Tujuan ................................................................................................................................................
d) Manfaat ..............................................................................................................................................
e) Sistematika Penulisan ........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

a) Konsep Psikososial ............................................................................................................................


b) Konsep Diri ........................................................................................................................................
c) Kesehatan Spiritual ............................................................................................................................
d) Konsep Seksualitas ............................................................................................................................
e) Konsep Stres ......................................................................................................................................
f) F. Konsep Kehilangan, Kematian dan Berduka .................................................................................

BAB III PENUTUP

a) Kesimpulan ........................................................................................................................................
b) Saran ..................................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta
saling berinteraksi.Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan
hidupnya.Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat.Sedangkan seseorang dikatakan sakit
apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.Sebagai makhluk
social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan
interpersonal positif.Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang
bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.masalah kejiwaan dan
kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan
sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa
(Depkes, 2011). UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Jiwa menyebutkan bahwa salah satu upaya preventif kesehatan jiwa yakni mencegah timbulnya
dampak psikososial.

B. Tujuan Penulisan

a. Mengetahui konsep kesehatan spiritual secara umum


b. Mampu menganalisa hal-hal yang mempengaruhi kesehatan spiritual individu
c. Mampu mengaplikasikan konsep kesehatan spiritual dilahan praktek
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis
dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor
psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial berasal
dari kata psiko dan sosial.Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran,
perasaan dan perilaku), sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan
orang-orang di sekitarnya.Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup
faktorfaktor psikologis (Chaplin, 2011). Masalah-masalah psikososial dalam SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia) tahun 2017, yaitu: a. Ansietas (D.0080) b. Berduka (D.0081)
c. Gangguan citra tubuh (D.0083) d. Gangguan identitas diri (D.0084) e. Harga diri rendah
situasional (D.0087) f. Keputusasaan (D.0088) g. Kesiapan peningkatan konsep diri (D.0089) h.
Ketidakberdayaan (D.0092) i. Koping tidak efektif (D.0096) j. Risiko harga diri rendah
situasional (D.0102) k. Risiko ketidakberdayaan (D.0103).
B. Konsep Diri
1. Diri Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Persepsi
tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisik. Konsep diri bukan hanya sekadar
gambaran desktiptif, tetapi juga penilaian seseorang tentang dirinya. Jadi konsep diri meliputi
apa yang seseorang pikirkan dan apa yang seseorang rasakan tentang dirinya. Konsep diri pada
dasarnya merupakan suatu skema, yaitu terorganisasimengenaisesuatuyangkitapengetahuan
gunakanyang untukmenginterpretasikan pengalaman. Konsep diri adalah kesadaran batin yang
tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang
bukan aku. Menurutnya, konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan
faktor yang dipelajar dan terbentuk dari pengalaman individu dengan hubungan `terhadap
individu lainnya. Konsep diri adalah keseluruhan aspek dalam keberadaan dan pengalaman
seseorang yang disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu tersebut. Menurut Sobur
(2016) konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik,
aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan
orang lain.
2. Komponen Konsep Diri
a. Citra tubuh (body image) Citra tubuh (body image) adalah sikap individu terhadap
dirinya, baik disadari maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-
pengalaman baru. Citra tubuh berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak
anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Citra
tubuh (body image) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan tergantung
pada stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi
(Potter & Perry, 2005).
b. Ideal diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya
bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan Asy’arie,
M. 2012. Spiritualitas dan Keberagamaan; Tahap Faith, Thought dan Discovery, disampaikan
pada Seminar Pemantapan Ekspresi Kecerdasan Spiritual melalui Pendekatan Agama dari
Filsafat dan Pendidikan, Komisi Imtak Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran & FMI, Fakultas
Kedokteran Unair, tidak dipublikasikan. Chandranita, Ida Ayu. 2009. Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Chaplin, J.P.. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada. Depkes. 2011. Kementerian kesehatan Indonesia sebagai Buku Pedoman,
Kesehatan Jiwa. Jakarta. Dossey, AM., Keegan L., Guzzetta C.E, 2005, Holistic Nursing a
Handbook for Practice, Fourth Edition, Jones and Bartlet Publisher Inc. Massachusetts. Feist, J
dan Feist, G.J. 2014. Teori Kepribadian: Theories of Personality. Jakarta:Salemba Humanika.
Glasier. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Keliat, Budi Anna,
dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC King & Koenig, 2009,
Conceptualising Spirituality for Medical Research and Health Service Provision, BMC Health
Services Reasearch, Vol 9
Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik
Geriatric RS Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun 2011. Skripsi.
Depok. FKM UI Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Sarwono, Sarlito W., & Meinarno, Eko A. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Sobur, A. (2016). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Zhdanov, R. K. and R. (2014). The
Eustress Concept: Problems and Outlooks. World Journal of Medical Sciences, 2, 179–
185.mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di
masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai
pengatur internal dan membantu Individu mempertahankan kemampuan menghadap ikonflik
atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan
keseimbangan mental.Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh
orang yang dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring
dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk
dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada
orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan
berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
c. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai
dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya
individu akan merasa dirinya negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak
dicintai atau tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005). Harga diri dibentuk sejak kecil
dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya
usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri
mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.
d. Peran Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial. Setiap orang
disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur
kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri.
e. Identitas diri Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh
individu dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan
orang lain. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang
dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Identitas berkembang sejak masa
kanak-kanak, Bersamaan dengan berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi
yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan
menerima diri.
C. Kesehatan Spiritual
1. Definisi Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan sufistik disebut
sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit ruhaniah, seperti syirik (polytheist), kufur
(atheist), nifaq atau munafik (hypocrite), dan fusuq (melanggar hukum). Kondisi spiritual yang
sehat terlihat dari hadirnya ikhlas (ridha dan senang menerima pengaturan Illahi), tauhid (meng-
Esa-kan Allah), tawakal (berserah diri sepenuhnya kepada Allah).Spiritualitas Adalah pandangan
pribadi dan perilaku yang mengekspresikan rasa keterkaitan ke dimensi transcendental atau
untuk sesuatu yang lebih besar dari diri (Asy’arie, 2012). Dubos memandang sehat sebagai suatu
proses kreatif dan menjelaskannya sebagai kualitas hidup, termasuk kesehatan sosial, emosional,
mental, spiritual, dan biologis dari individu, yang disebabkan oleh adaptasi terhadap lingkungan.
Kontinum sehat dan kesehatan mencakup enam dimensi sehat yang mempengaruhi gerakan di
sepanjang kontinum. Dimensi ini diuraikan sebagai berikut :
a. Sehat fisik ukuran tubuh, ketajaman sensorik, kerentanan terhadap penyakit,
fungsi tubuh, kebugaran fisik, dan kemampuan sembuh
b. Sehat intelektual kemampuan untuk berpikir dengan jernih dan menganalisis
secara kritis untuk memenuhi tantangan hidup.
c. Sehat sosial kemampuan untuk memiliki hubungan interpersonal dan interaksi
dengan orang lain yang memuaskan.
d. Sehat emosional ekspresi yang sesuai dan control emosi; harga diri, rasa percaya
dan cinta.
e. Sehat lingkungan penghargaan terhadap lingkungan eksternal dan peran yang
dimainkan seseorang dalam mempertahankan, melindungi, dan memperbaiki
kondisi lingkungan.
f. Sehat spiritual keyakinan terhadap Tuhan atau cara hidup yang ditentukan oleh
agama; rasa terbimbing akan makna atau nilai kehidupan. Banyak orang meyakini
kesehatan optimum paling baik dicapai dengan pendekatan holistik saat terdapat
keseimbangan antara dimensidimensi.Manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus dipenui
kebutuhannya.Seringkali permasalahan yang muncul pada klien ketika mengalami
suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik) mengakibatkan
terjadinya masalah psikososial dan spiritual.Ketika klien mengalami penyakit,
kehilangan dan stress, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut
menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan
kebutuhan spiritual.
2. Spiritualitas dan Penyembuhan Spiritualitas adalah pencarian pribadi untuk memahami
jawaban sebagai tujuan akhir dalam hidup, tentang makna, dan tentang hubungan suci atau
transenden, yang mana (atau mungkin juga tidak) memimpin pada atau bangun dari
perkembangan ritual keagamaan dan bentukan komunitas (King and Koenig, 2009). Menurut
Florence Nightingale, Spirituality adalah proses kesadaran menanamkan kebaikan secara alami,
yang mana menemukan kondisi terbaik bagi kualitas perkembangan yang lebih tinggi.
Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong
yang menyatukan berbagai aspek individual. Spiritualitas dalam keperawatan, adalah konsep
yang luas meliputi nilai, makna dan tujuan, menuju inti manusia seperti kejujuran, cinta, peduli,
bijaksana, penguasaan diri dan rasa kasih sadar akan adanya kualitas otoritas yang lebih tinggi,
membimbing spirit atau transenden yang penuh dengan kebatinan, mengalir dinamis seimbang
dan menimbulkan kesehatan tubuh-pikiran-spirit. Keterkaitan spiritualitas dengan proses
penyembuhan dapat dijelaskan dengan konsep holistik dalam keperawatan. Konsep holistik
merupakan sarana petugas kesehatan dalam membantu proses penyembuhan klien secara
keseluruhan. Pelayanan holistik yang dimaksud adalah, dalam memberikan pelayanan kesehatan
semua petugas harus memperhatikan klien dari semua komponen seperti biologis, psikologis,
sosial, kultural bahkan spiritual (Dossey, 2005). Paradigma dalam keperawatan holistik, body-
mind-spirit adalah sesuatu yang saling ketergantungan dan saling memperkuat satu sama
lain.Setiap Manusia mempunyai komponen body-mind-spirit,keberadaannya sangat diperlukan
dalam proses penyembuhan (healing). Kata healing itu sendiri berasal dari kata; whole dan holy,
keduanya berasal dari asal kata yang sama hol, yang berarti whole = menyeluruh. Paradigma
inilah yang memberikan sugesti secara alamiah bahwa proses penyembuhan merupakan proses
spiritual yang mencerminkan totalitas manusia. Totalitas spiritual manusia tampak pada domain
spiritual, berupa; mystery, love, suffering, hope, forgiveness, peace and peace making, grace, and
prayer.
a. Mystery Mystery adalah pengalaman manusia yang melekat dalam kehidupannya, dan
ini merupakan nilai spiritual yang melekat dalam dirinya. Mystery adalah sesuatu yang
dimengerti dan dapat menjelaskan yang akan terjadi setelah kehidupan ini. Kepercayaan terhadap
apa yang terjadi setelah kehidupan inilah yang memberi nilai spiritualitas manusia, sehingga dia
bisa menilai kualitas perilaku dalam kehidupan untuk kehidupan akhirat. Kepercayaan terhadap
nilai kehidupan akhirat akan memberikan spirit khusus, menjadi motivator persepsi dalam
memaknai sehat sakit, menjadi sumber kekuatan dalam proses penyembuhan yang dapat
mengalahkan semua kesakitan dan penderitaan di dunia. Hidup di dunia hanyalah sementara,
kehidupan akhirat akan kekal selamanya, dan semua bekal kehidupan kekal di akhirat harus di
bangun dan diciptakan selama hidup di dunia.
b. Love Cinta merupakan sumber dari segala kehidupan, menjadi bahan bakar dari nilai
spiritual, karena perasaan cinta berasal dari hati, pusat dari penampilan ego seseorang. Ego
adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia sesuai dengan tahap pertumbuhan dan
perkembangannya. Cinta, seperti sebuah spirit, tidak jelas tempatnya, waktu, dan situasi dimana
perasaan tersebut dirasakan, tetapi ini merupakan sumber energi dalam proses penyembuhan.
Hubungan antara cinta dan proses penyembuhan meneruskan berbagai sumber untuk eksplorasi
sesuatu adalah yang menakjubkan dalam proses penyembuhan. Cinta termasuk suatu yang
misterius, terkait dengan pilihan dan perasaan, antara memberi dan menerima. Cinta termasuk
dimensi cinta pada diri sendiri, devine love, cinta untuk orang lain, cinta kepada Rasulullah,
dengan kehidupan rohaniah, dan cinta untuk seluruh aspek kehidupan. Adanya perasaan cinta
merupakan kunci dari domain spiritualitas seseorang.
c. Suffering Keberadaan dan arti penderitaan adalah merupakan domain spiritual.
Penderitaan adalah salah satu issueinti dari misteri kehidupan, dapat terjadi karena masalah fisik,
mental, emosional dan spiritual. Meskipun demikian, tidak semua orang merasakan penderitaan
yang sama untuk suatu keadaan yang sama. Perasaan dipengaruhi oleh konsep sakit dan nilai
spiritual tentang makna penderitaan, budaya, latar belakang keluarga, amalan keagamaan, dan
kepribadian seseorang.Perawat perlu memperhatikan respon penderitaan seseorang karena akan
mempengaruhi konsep sehat sakit dan upaya mencari penyembuhan. Penderitaan atau
kesengsaraan adalah sesuatu yang relatif, tergantung fokus dan makna spiritual yang
dikembangkan.
d. Hope Harapan terkait dengan keinginan di masa yang akan datang, berorientasi pada
masa yang akan datang. Ini adalah merupakan energi spirit untuk mengantisipasi apa yang akan
terjadi kemudian, bagaimana caranya bisa menjadi lebih baik. Disinilah makna spiritualitas dari
sebuah harapan.Dia merupakan hubungan yang positif antara harapan, spiritual well-being, nilai
keagamaan, dan perasaan positif lainnya. Menanamkan harapan dalam kehidupan spiritual yang
sesungguhnya akan menjadi fondasi utama dalam menemukan makna kehidupan seseorang,
menjadi penentu arah dalam pilihan kehidupan, menjadi dasar dalam berfikir dan berperilaku
seseorang. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai spiritual orang tua kepada anak menjadi hal
penting dalam membangun masadepan anak, menjadi penentu arah kemana mereka akan
berkembang.
e. Forgiveness Pemaaf adalah komponen utama dari self-healing. Sikap mau memaafkan
adalah kebutuhan yang mendalam dan pengalaman yang sangat diharapkan dapat dilaksanakan
seseorang.Keadaan ini memerlukan keyakinan kuat bahwa Tuhan Maha Pemaaf. Memaafkan
adalah suatu sifat, sikap dan perilaku yang sulit dilaksanakan, apalagi ketika kita merasa pernah
disakiti, semua akan tetap membekas. Memerlukan kesadaran mendasar bahwa kita ini bukan
siapa-siapa, semua terjadi atas kehendak-Nya.Kita lahir tidak membawa apa-apa, matipun tidak
membawa apa-apa.Apa yang harus kita sombongkan, kenapa tidak bisa memaafkan seseorang.
Tuhan saja maha pengampun.Kita memang bukan tuhan, kita bukan malaikat, tetapi kesadaran
untuk bisa memaafkan terhadap perilaku yang kurang bisa terima adalah sesuatu yang harus kita
latih dengan mengedepankan makna spiritual bahwa kitapun belum tentu lebih benar dan lebih
baik dari mereka. Dengan demikian forgiveness akan menjadi komponen utama dalam proses
penyembuhan diri dan mengurangi makna penderitaan.
f. Peace and Peacemaking Damai dan pembentukan perdamaian bagi sebagian orang
tidak bisa dipisahkan dari keadilan yang melekat pada diri seseorang, dimana seseorang bisa
hidup dan berada dalam langkungan alamiah dan menyembuhkan. Kedamaian ini tidak
tergantung dari lingkungan eksternal, banyak orang datang dari sisi kelam kehidupan atau brutal
menjadi pejuang perdamaian.Keadaan ini mengalir dari hubungan yang membuat kita bertahan
dalam kehidupan yang damai.Ini adalah pencapaian spiritualitas yang besar.Perdamaian adalah
suatu cita-cita hidup yang luhur dan indah, tetapi kenapa masih saja ada perang. Mereka
berusaha mendapatkan perdamaian tetapi dengan cara merusak, menyakiti dan membunuh yang
lain. Apa yang salah dalam kehidupan ini. Menurut Asy’ari, 2012 tahap spiritual keagamaan
seseorang terdiri dari 3 tahap; faith, though, dan discovery. Apabila keyakinan spiritualitas
keagamaan berhenti pada tahap faith, seseorang akan berpendapat bahwa hanya ajarannya yang
benar. Ini berbahaya, karena menganggap keyakinan yang lain menjadi salah. Apabila keyakinan
keagamaan berhenti pada tahap thought juga berbahaya, karena seseorang akan menganggap
hanya pemikiran dan rasional ajarannya saja yang benar, sementara yang lain salah. Tahap
spiritualitas keagaamaan harusnya sampai pada tahap discovery, diamana setiap manusia dapat
memberi manfaat bagi yang lain, apapun keyakinannya dapat hidup saling menghargai, saling
berdampingan,memperjuangkan kehidupan spiritual sesuai keyakinannya dan ternyata muaranya
sama, Tuhan.
g. Grace Anggun, lemah lembut adalah pengalaman yang mengandung elemen surprise
atau kejutan, perasaan terpesona, kagum, misteri dan perasaan bersyukur akan keadaan kita.
Grace merupakan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi sesuatu yang tidak menyenangkan
atau tidak diharapkan. Grace dalam kehidupan nyata lebih tampak pada rasa bersyukur atas apa
yang telah diberikan oleh Tuhan. Bersyukur adalah berterimakasih, pengakuan kepada Tuhan
bahwa semua kenikmatan adalah pemberian Tuhan.Kita awalnya tidak ada, lahir, tumbuh,
berkembang, sehat, cantik, tampan, pandai, bahagia, semua adalah pemberian Tuhan yang tidak
ternilai harganya. Tidak ada alasan manusia untuk tidak bersyukur sampai kita nanti kembali
menghadap Tuhan untuk mempertanggung jawabkan semua apa yang telah diberikan. Bersyukur
merupakan indikator keimanan dan pengakuan atas kekuasaan Tuhan.h. Prayer Berdoa
merupakan ekspresi dari spiritualitas seseorang. Berdoa adalah insting terdalam dari manusia,
keluar dari suatu kesadaran yang tinggi bahwa Tuhan adalah maha mengatur semua
kehidupan.Berdoa meliputi pencarian terhadap hubungan erat dan komunikasi dengan Tuhan
atau sumber yang misterius.Berdoa adalah usaha keras memohon kepada Tuhan agar diberikan
kebaikan, keberkahan, kemudahan, kesehatan, jalan keluar dari segala kesulitan dan lain-lain.
D. Konsep Seksualitas
1. Definisi Menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti
manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi
seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Aspek seksualitas, yaitu:
a. Seksualitas dalam arti sempit Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yang termasuk
dalam kelamin adalah sebagai berikut:
1) Alat kelamin itu sendiri
2) Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat
kelamin
3) Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan
perempuan
4) Hubungan kelamin
b. Seksualitas dalam arti luas Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis
kelamin antara lain:
1) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dan lainnya
2) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dan lainnya
3) Perbedaan peran (Mardiana: 2012).
2. Fungsi Seksualitas
a. Kesuburan Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan
adanya keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia sebenarnya
belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang
secara tradisional wanita hanya dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup membuktikan
kesuburannya.
b. Kenikmatan Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah
kenikmatan atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan
kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme.
c. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan Dalam suatu pertalian
seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-sama hal-hal yang tidak ingin
mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi dari keintiman seksual.Efektivitas seks
dalam memperkuat keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara khusus,
resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau kehilangan kendali
dapat memadamkan gairah pasangan.
d. Menegaskan maskulinitas atau feminitas Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat
identitas gender terancam karena sebab lain (mis.; saat menghadapi perasaan tidak diperlukan
atau efek penuaan), kita mungkin menggunakan seksualitas untuk tujuan ini.
e. Meningkatkan harga diri Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam
upaya seksual, secara umum dapat meningkatkan harga diri.
f. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan Kekuasaan (power) seksualitas
cenderung dianggap sebagai salah satu aspek maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial
maupun fisik, biasanya berada dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk
mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering merupakan aspek
penting dalam dinamika hubungan.Kekuasaan Tersebut mungkin dilakukan
denganmengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk pertalian seksual yang
dilakukan, dan apakah proses menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara
dapat terus menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga merupakan
aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa “berpacaran”.
g. Mengungkapkan permusuhan Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi
seksual priawanita adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini
paling relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual.Banyak kasus penyerangan
atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari dominasi atau kekuasaan,
biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat keadaankeadaan dengan penyerangan seksual
dapat dipahami sebagai suatu ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap
wanita itu sebagai pengganti wanita lain.
h. Mengurangi ansietas atau ketegangan Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah
orgasme dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.
i. Pengambilan resiko Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang
relatif ringan, misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual.
Adanya resiko tersebut menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan terjadinya epidemi
HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya resiko akanmemadamkan respon
seksual sehingga mereka mudah menghindari resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu,
gairah yang berkaitan dengan persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual.Untuk
individu yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan yang dicari.
j. Keuntungan materi Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk
memperoleh keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan,
sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu bentuk
perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional komitmen untuk hidup bersama (Glasier,
2005).
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Seks Manusia Pertumbuhan dan perkembangan seks
manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks dengan
menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat
tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh
karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
b. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar,
antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai.
c. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat
kelaminnya.
d. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah
terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya
pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk
siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
e. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai
berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus berlangsung
sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai
muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak.Saat ini masa yang sangat
berbahaya, sehingga memerlukan perhatian orang tua.Pada wanita telah mulai dating
bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan
atau hamil bila mereka melakukan hubungan seksual.Karena kematangan jiwa dan
jasmani belum mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak
dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan (Chandranita, 2009).
4. Respon Seksualitas Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi
berturut-turut.“Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan
hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual :
a. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit
sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi:
i. Peningkatan ketegangan otot
ii. Peningkatan denyut jantung
iii. Perubahan warna kulit
iv. Aliran darah ke daerah genital
v. Mulainya pelumasan Vagina
vi. Testis membengkak dan skrotum mengencang
b. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang
terjadi dalam fase ini meliputi:
i.Fase kegembiraan meningkat
ii.Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
iii.Klitoris menjadi sangat sensitive
iv. Testis naik ke dalam skrotum
v. Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah
vi. Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
c. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase
terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut:
i.Kontraksi otot tak sadar
ii.Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
iii.Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama
iv. Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan
ejakulasi
v. Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
vi. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara
perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai
dengan relaksasi, keintiman, dan seringkali kelelahan.Sering kali
perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas
seksual dan kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu
pemulihan sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-
laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.
5. Permasalahan Seksualitas Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara
lain:
a. Ketidaktahuan mengenai seks Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui
dimana letak klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak
diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul
merakyat.Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara
masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu
hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan
pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya.Akibatnya, keingintahuan soal seks
didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal
seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur
dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki.
Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama keluarga atau juga
teman-temannya. Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-
jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena
itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks.
Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13-15 tahun pada pria dan
12-14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari
masa anak-anak menjadi remaja.Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.
b. Kelelahan Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini
dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita
harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri
pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan
bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa
menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks.
c. Konflik Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai
perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala
hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat
mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan
negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya.
Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual
antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta.
Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk.Jadi haruslah
dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu
menghambat gairah seks.
d. Kebosanan Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa
dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi
berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah
kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini
diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian
pasangan yang sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran
kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang
demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.
E. Konsep Stress
1. Definisi Stres merupakan masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat
manusia.Kupriyanov dan Zhdanov (2014) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah
sebuah atribut kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stress sudah menjadi bagian hidup yang
tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau dimanapun, stres bisa
dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa,
atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres pasti terjadi pada siapapun dan dimanapun.
Yang menjadi masalah adalah apabila jumlah stress itu begitu banyak dialami seseorang.
Dampaknya adalah stress itu membahayakan kondisi fisik dan mentalnya. Terdapat banyak
sumber stres, yang secara luas dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal atau eksternal, atau
stressor perkembangan atau situasional.
a.Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh, demam, kondisi
seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah, kanker atau
perasaan depresi.
b.Stressor eksternal berasal dari luar individu, sebagai contoh perpindahan ke kota lain,
kematian anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya, perubahan bermakna dalam suhu
lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan.
c.Stressor perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan sepanjang hidup
individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu harus dicapai untuk mencegah atau
mengurangi stres.
d.Stressor situasional tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun sepanjang
hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif. Contoh:
1) Kematian anggota keluarga
2) Pernikahan atau perceraian
3) Kelahiran anak
4) Pekerjaan baru
5) Penyakit Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini bergantung pada tahap
perkembangan individu. Sebagai contoh, kematian orang tua dapat lebih menimbulkan
stress bagi anak usia 12 tahun dibandingkan pada orang yang berusia 40 tahun.
2. Macam-macam Stress Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam,
di antaranya: a. Stress fisik Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur
yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus
listrik. b. Stres kimiawi Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun
asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia. c. Stres
mikrobiologik Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit. d.
Stres fisiologik Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya
gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain. e. Stres proses pertumbuhan
dan perkembangan Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti
pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia. f. Stres psikis atau emosional Stres yang
disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk
menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul,
2008).
 Manifestasi Stress Stres sifatnya universality, yaitu umum semua orang sama dapat
merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan
karakteristik individu, maka responnya berbeda-beda untuk setiap orang. Seseorang yang
mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya,
antara lain :
 Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan
 Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat, sulit
tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (ticfacialis)
 Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma
 Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (constriksi) sehingga
mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung
jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan
 Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare
 Sering berkemih
 Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa linu atau kaku bila
digerakkan
 Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit (dysmenorhea)
 Libido menurun atau bisa juga meningkat
 Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan
 Tidak bisa tidur
l. Sakit mental-histeris.
a. Tahapan Stress
Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang
besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang
dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar dan
letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks,
lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkung dan
punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur
(kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur
kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia),
koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang
hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan
rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat
menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental
(physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan berat,
meningkatnya rasa takut dan cemas , bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tandatanda, seperti jantung
berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta
pingsan atau collaps.
5. Proses keperawatan managemen stress
Manajemen stres adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau
intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit.Fokusnya tergantung pada tujuan
dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada
implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.Untuk mencegah
dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan
cara : a. Pengaturan diet dan nutrisi Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif
dalam mengurangi dan mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak
berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi, hindari makan
dingin dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh. b. Istirahat dan tidur Istirahat
dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur
yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan
dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak. c. Olah raga atau latihan teratur Olah raga dan
latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik
maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali
seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi
dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran. d. Berhenti Merokok Berhenti merokok adalah
bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan ststus kesehatan dan
mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh. e. Tidak Mengkonsumsi Minuman
Keras,Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres.
Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin
baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol. f.
Pengaturan berat badan Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang
seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.g. Pengaturan waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres.
Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat
dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan
efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat. h. Terapi psikofarmaka Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam
mengalami stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan
imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif
atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan
biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.i. Terapi Somatik Terapi ini hanya
dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak
dapat mengganggu sistem tubuh yang lain. j.PsikoterapiTerapi ini dengan menggunakan teknik
psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi
suportif dan psikoterapi redukatif di mana psikoterapi suportif memberikan motivasi atau
dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan
dengan memberikan pendidikan secara berulang.Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif,
psikoterapi kognitif dan lain-lain. k. Terapi psikoreligius Terapi ini dengan menggunakan
pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi
permasalahn psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang
harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat
diatasi. l. Homeostatis Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh
mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan mekanisme
pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa
homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara stabilitas dan
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Homeostatis yang terdapat dalam tubuh
manusia dapat dikendalikan oleh suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah
proses homeostatis dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh
melakukan proses homeostatis ini dapat melalui empat cara, diantaranya:
1) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat seperti
dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
2) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan dalam
tubuh.
3) Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan dari
keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam
keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk
menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
4) Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.
F. Konsep Kehilangan, Kematian, dan Berduka
1. Definisi Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert, 1985). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari
sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
o Arti dari kehilangan
o Sosial budaya
o Kepercayaan/spiritual
o Peran seks
o Status social ekonomi
o Kondisi fisik dan psikologi individu

2. Tipe Kehilangan Kehilangandibagi dalam 2 tipe yaitu: a. Aktual atau nyata Mudah
dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat
berarti/di cintai. b. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.
3. Jenis-jenis Kehilangan Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu: a. Kehilangan seseorang
seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang
yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak
kehilangan bagi orang yang dicintai.Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan
atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak
emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi. b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss
of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik
dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh. c. Kehilangan
objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-
sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap
benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut. d. Kehilangan lingkungan
yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang
baru dan proses penyesuaian baru. e. Kehilangan kehidupan/meninggal Seseorang dapat
mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yangsesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
4. Kematian Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia.
Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian.
Selain pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif
dan lingkungan sosial budaya.
Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang
kematian.Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari Kematian dengan
mempergunakan kemajuan iptek kedokteran telah membawa masalah baru dalam euthanasia,
terutama berkenaan dengan penentuan kapan seseorang dinyatakan telah mati. Berikut ini
beberapa konsep tentang mati yaitu : a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir Konsep ini
bertolak dari kriteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan
bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru.Namun criteria ini sudah
ketinggalan zaman.Dalam pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan
jatung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali. b. Mati sebagai saat
terlepasnya nyawa dari tubuh Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada
tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa
dapat ditarik kembali. c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen Konsep ini pun
dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendirisendiri tanpa terkendali karena otak telah
mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan.Namun, secara moral tidak
dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi. d.
Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial Bila
dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu yang mempunyai
kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan
sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak.Olah karena itu, jika batang otak
telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan
seperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not
resuscitation).Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem
tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang
menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain
akan mati kemudian.
5. Berduka Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
a. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakanseseorang,hubungan/kedekatan,objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
b. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

6. Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya.Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati. a. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses
berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang
berduka maupun menjelang ajal. 1) Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak
kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan.
Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa
istirahat, insomnia dan kelelahan.2) Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai
merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.Kemarahan,
perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.3) Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/ damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang. 4) Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif
dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. 5) Fase V Kehilangan Yang tak dapat dihindari
harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat
menerima kondisinya.Kesadaran baru telah berkembang. b. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja
yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5
tahap, yaitu sebagai berikut: 1) Penyangkalan (denial) Individu bertindak seperti seolah tidak
terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!”
umum dilontarkan klien. 2) Kemarahan (anger) Individu mempertahankan kehilangan dan
mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan
marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. 3) Penawaran (bargaining) Individu
berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah
kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. 4) Depresi (depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah. 5) Penerimaan (acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.KublerRoss mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.c. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5
fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan.
Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan
itu sendiri.Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan
berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.d. Teori Rando Rando (1993)
mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: 1) Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock,
menyangkal dan tidak percaya. 2) Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat
tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka
paling dalam dan dirasakan paling akut.3) Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap
penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia
sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis
dan sosial atau sebaliknya.Istilah psikososial sendiri menyinggung relasi sosial yang mencakup
faktor-faktor psikologis.Psikososial meliputi, konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas,
konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka.Konsep diri diartikan sebagai
pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya.Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran
deskriptif, tetapi juga penilaian seseorang tentang dirinya. Jadi konsep diri meliputi apa yang
seseorang pikirkan dan apa yang seseorang rasakan tentang dirinya. Kesehatan spiritual adalah
kondisi yang dalam pandangan sufistik disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai
penyakit.Kondisi spiritual yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas.Konsep seksualitas merupakan
komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan berkembang dan semakin
matang sepanjang kehidupan individu.Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi
personal, dan lingkungan.Konsep stres merupakan bagian dari individu secara fisiologis maupun
psikologis normal terjadi.Salah satu definisi stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang
disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan.
Konsep kehilangan, kematian dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan.Kehilangan diartikan sebagai kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau dimiliki.Sementara kematian adalah
peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia.Selain pengalaman, pemahaman konsep kematian
juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan institusi dapat memberikan tambahan literatur
tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep
stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka. Sehingga dapat dijadikan referensi bagi
mahasiswa dan update ilmu pengetahuan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Penatalaksanaan yang asuhan keperawatan yang efektif dan
efisien pada pasien dengan menekankan konsep psikososial.
3. Bagi Mahasiswa Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui konsep psikologis,
meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep
kehilangan, kematian dan berduka sehingga dapat menerapkannya pada praktik klinik
keperawatan di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Asy’arie, M. 2012. Spiritualitas dan Keberagamaan; Tahap Faith, Thought dan Discovery,
disampaikan pada Seminar Pemantapan Ekspresi Kecerdasan Spiritual melalui Pendekatan
Agama dari Filsafat dan Pendidikan, Komisi Imtak Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran &
FMI, Fakultas Kedokteran Unair, tidak dipublikasikan. Chandranita, Ida Ayu. 2009. Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Chaplin, J.P.. 2011. Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada. Depkes. 2011. Kementerian kesehatan Indonesia sebagai Buku
Pedoman, Kesehatan Jiwa. Jakarta. Dossey, AM., Keegan L., Guzzetta C.E, 2005, Holistic
Nursing a Handbook for Practice, Fourth Edition, Jones and Bartlet Publisher Inc.
Massachusetts. Feist, J dan Feist, G.J. 2014. Teori Kepribadian: Theories of Personality.
Jakarta:Salemba Humanika. Glasier. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: EGC. Keliat, Budi Anna, dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC King & Koenig, 2009, Conceptualising Spirituality for Medical Research and
Health Service Provision, BMC Health Services Reasearch, Vol 9 Mardiana. Aktifitas Seksual
Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik Geriatric RS Pusat Angkatan Udara dr.
Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun 2011. Skripsi. Depok. FKM UI Potter & Perry. 2005.
Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC Sarwono, Sarlito W., & Meinarno, Eko A.
2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Sobur, A. (2016). Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia. Zhdanov, R. K. and R. (2014). The Eustress Concept: Problems and
Outlooks. World Journal of Medical Sciences, 2, 179–185.

Anda mungkin juga menyukai