Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PSIKOSOSIAL BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

Konsep Diri, Kesehatan Spiritual, dan Konsep Seksualitas

Dosen Pengampu: Dr. Ns. Rika Sarfika, S.Kep

Kelompok 5 :

1. Nita Amalia Ramadhani 2111311014


2. Melinda Ulfa Aina 2111311029
3. Cindy Dewi Kinanti 2111319001
4. Nisrina Alifah Fauziah 2111311047
5. Fitriana Rovi Auliarahmi 2111312014
6. Rendi Hidayat 2111312032
7. Revi Rahmadani 2111312050
8. Nurul maduri Kusumawardhani 2111312056
9. Atikah Fatin 2111313011
10. Madihah Indah Zaharatil Hayah 2111313032
11. Mutia Yunelda 2111313044

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Konsep Diri, Kesehatan Spiritual, Konsep Seksualitas. Meskipun banyak kesulitan
dalam membuat makalah ini, namun berkat hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ns. Rika Sarfika, S.Kep.,
M.Kep, selaku dosen pengampu pada mata kuliah Psikososial Budaya dalam
Keperawatan A2 2021 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan dan pengetahuan kami sebagai mahasiswa keperawatan.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan tentang sejarah keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 28 Agustus 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................2
1.4 Manfaat ...............................................................................................2

BAB II KERANGKA TEORI .......................................................................3

2.1 Konsep Diri ........................................................................................3


2.2 Kesehatan Spiritual .............................................................................4
2.3 Konsep Seksualitas .............................................................................5

BAB III ANALISIS KASUS .........................................................................9

3.1 Konsep Diri .........................................................................................9


3.2 Kesehatan Spiritual............................................................................. 11
3.3 Konsep Seksualitas ............................................................................ 13

BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 16

4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 16


4.2 Saran ................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berpikir mengenai dirinya sendiri adalah aktivitas manusia yang tidak
dapat dihindari. Secara harfiah orang akan berpusat pada dirinya sendiri.
Sehingga self (diri) adalah pusat dunia sosial setiap orang. William D Brooks
mendefenisikan kosep diri sebagai “Those Psychical, social and psychological
perceptions of our selves that we have derived from experiences and our
interacions with others” artinya konsep diri adalah pandangan dan perasaan
tentang diri. Persepsi ini boleh bersifat psikologis, sosial dan fisik. Konsep diri
bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian tentang diri. Jadi konsep
diri merupakan meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri
sendiri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, apa dang
bagaimana diri kita. Pandangan tersebut dimulai dari identitas diri, citra diri,
harga diri, ideal diri, gambaran diri serta peran diri kita, yang diperoleh melalui
interaksi diri sendiri maupun diri dengan orang lain (lingkungan sosialnya).
Setiap manusia yang ada di dunia memiliki keyakinan yang dianut.
Spiritual adalah dasar dari kehidupan manusia dalam aktivitas kehidupan di
dunia. Salah satu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan adalah hubungan sosial
antar manusia. Perkembangan manusia dimulai dari bayi, balita, anak-anak,
remaja, dewasa sampai lanjut usia. Masa remaja adalah fase transisi yang berada
diantara fase anak - anakmenuju fase dewasa. Setiap fase perkembangan
manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor
lingkungankeluarga dan spiritual. Peran tingkat pengetahuan dan aplikasi nilai
spiritual oleh orang tua dan lingkungan remaja tinggal mampu memberikan
dampak bagi perilaku sosial remaja.
Meningkatnya pemahaman nilai spiritual akan mampu mengontrol
perilaku yang dilakukan oleh remaja untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.
Spiritualitas merupakan bentuk perilaku yang muncul dari konsep beragama
yang diyakini oleh setiap individu atau manusia.Seksualitas adalah bagaimana
seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka

1
mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang
dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku yang lebih halus
seperti isyarat gerak tubuh, cara pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi.
Kategori respon seksualitas adalah tradisional, relasional, rekreasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi, komponen, dimensi, dan jenis dari konsep diri?
2. Bagaimana respon dari konsep diri?
3. Apa peran spiritual dalam kesehatan jiwa kita?
4. Apa saja kerangka dalam membangun kesehatan spiritual?
5. Apa saja edukasi dari konsep seksualitas?
6. Apa defenisi dari konsep seksualitas?
7. Apa tujuan dari konsep seksualitas?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi, komponen, dimensi, jenis dari konsep diri
2. Mengetahui bagaimana respon yang diberikan dari konsep diri
3. Mengetahui peran spiritual dalam kesehatan jiwa
4. Mengetahui kerangka dalam membangun kesehatan spiritual
5. Adanya edukasi tentang konsep seksualitas
6. Mengetahui pengertian dari konsep seksualitas
7. Mengetahui manfaat dan tujuan dari konsep seksualitas

1.4 Manfaat
1. Mebuat kita lebih tahu tentang konsep diri, kesehatan spiritual, dan
konsep seksualitas
2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai materi tersebut
3. Kedepannya kita lebih siaga menanggapi tentang kesehatan spiritual
4. Menganggap bahwa edukasi tentang konsep seksualitas penting bagi kita
5. Membuat pikiran kita lebih terbuka terhadap hal-hal sekitar

2
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Konsep Diri


Berzonsky (1981) mendefinisikan konsep diri sebagai sebuah personal
theory yang mencakup seluruh konsep, asumsi, dan prinsip yang dipercayai oleh
individu tentang dirinya sepanjang kehidupan. Konsep diri terdiri dari
pengetahuan individu tentang diri sendiri di masa sekarang, pengharapan
individu tentang diri sendiri di masa depan, serta penilaian individu terhadap
diri sendiri yang menentukan tingkat harga diri (Calhoun & Acocella, 1990).
Menurut Hurlock (1999) konsep diri memegang peranan penting dalam
mengatur perilaku serta penyesuaian seseorang dalam hidupnya, maka dari itu
konsep diri menyediakan kerangka kerja yang terus menerus untuk memahami
masa lalu dan masa mendatang serta mengarahkan tingkah laku selanjutnya
(Ifdil,2010). Konsep diri merupakan pendapat individu tentang dirinya dan
bagaimana individu mempersepsikan pandangan orang lain terhadap dirinya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Epstein (dalam Mudjiran dkk, 2007:152)
menyatakan bahwa konsep diri sebagai pendapat atau perasaan atau gambaran
seseorang tentang dirinya sendiri baik yang menyangkut fisik maupun psikis
(sosial, emosi, moral, dan kognitif).
Konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan
interpretasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan perilaku diri.
Pengembangan konsep diri berpengaruh terhadap perilaku yang ditampilkan,
sehingga bagaimana orang lain memperlakukan dan apa yang dikatakan
orang lain tentang individu akan dijadikan acuan untuk menilai diri sendiri
(Shavelson & Roger, 1982). Dalam prosesnya konsep diri terbentuk tidak
dalam kurun waktu yang singkat, konsep diri terbentuk karena adanya interaksi
individu dengan orang-orang di sekitarnya. Saat masih kecil, orang penting
disekitar kita sepertiorang tua dan saudara-saudara kita adalah merupakan factor
yang menentukan pembentukan konsep diri kita. Ketika anak memasuki jenjang
remaja, maka dengan sendirinya ia akan mengalami hal-hal baru terkait dengan
konsep diri mereka. Dalam fase remaja masih belum menemukan konsep diri

3
mereka yang sebenarnya mereka masih dalam kebimbangan namun seiring
dengan berjalannya waktu dan pengalaman-pengalaman yang di alami oleh
remaja maka dengan sendirinya remaja akan memiliki konsep diri yang tetap.
Konsep diri psikis adalah gambaran remaja tentang kemampuan
dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang
lain. Konsep diri sosial adalah gambaran remaja tentang hubungannya
dengan orang lain, dengan teman sebaya, dengan keluarga, dan lain-lain.
Konsep diri emosional adalah gambaran remaja tentang emosi diri,
seperti kemampuan menahan emosi, pemarah, sedih, atau riang-gembira,
pendendam, pemaaf, dan lain-lain. Konsep diri aspirasi adalah
gambaran remaja tentang pendapat dan gagasan, kreativitas, dan cita-
cita. Konsep diri prestasi adalah gambaran remaja tentang kemajuan dan
keberhasilan yang akan diraih, baik dalam masalah belajar maupun kesuksesan
hidup (Hurlock, 1996).

2.2 Kesehatan Spritual


1. Definisi Spiritualitas
Seseorang yang mengalami dan mengekspresikan jiwa dalam
proses yang unik dan dinamis yang mencerminkan iman kepada Tuhan
atau makhluk tertinggi itu keterhubungan dengan diri sendiri orang lain
alam atau Tuhan dan integrasi dimensi pikiran tubuh dan jiwa individu.
Kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui hubungan
intrapersonal interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi berbagai
masalah kehidupan dengan berpikir dan bertindak secara tepat.
Merupakan kesatuan tema dalam kehidupan kita dan keadaan hidup titik
jika diambil dari definisi fungsionalnya, merupakan komitmen tertinggi
individu atau prinsip hidup yang komprehensif dari Suatu argumen
sebagai pilihan yang dibuat dalam hidup kita. Merupakan sesuatu yang
penting (inti) dalam memahami keberadaan diri sendiri untuk menjalani
kehidupan, hubungan dengan orang lain, ketebukaan terkait jati diri
(tentang siapa dan apa kita, dan tujuan yang dikehendaki), serta
keyakinan batin dan membentuk perjalanan hidup sesorang.

4
2. Spritualitas dan Keperawatan
Sejak tahun 2005, perawat diseluruh dunia telah diamanatkan
oleh organisasi professional keperawatan untuk menerapkan nilai
spiritual untuk intervensi ke dalam praktik pelayanan keperawatan.
Selain itu, terdapat persepsi bahwa gagal dalam mengimplementasikan
spiritualitas dalam asuhan keperawatan atau dengan kata lain adalah
tidak memperhatikan kebutuhan spiritual pasien merupakan hal yang
tidak etis. Namun, terdapat banyak perawat telah mengungkapkan
kesulitan dalam memahami defenisi sekaligus pengimplementasian
spiritualitas serta menilai tolak ukur keberhasilan dalam
pengimplemntasiannya. Selain itu, spiritualitas dapat berkontribust untuk
meningkatkan pendekatan keperawatan holistik, dan mengembangkan
individu dalam menghadapi suatu permasalahan. Spiritualitas secara
harfiah memiliki arti jiwa, keberanian, kekuatan, nafas, kekuatan hidup
dan tidak hanya memotivasi orang tetapi juga mempengaruhi kehidupan,
kesehatan, dan perilaku.
Istilah terkait spiritualitas. Identifikasi konsep yang dimiliki
beberapa koneksi ke konsep minat, tetapi tidak selalu memiliki atribut
yang sama. Agama adalah istilah pertama yang muncul dalam literatur
yang ditinjau dan kadang-kadang dipertukarkan dengan spiritualitas.
Mereka memiliki definisi yang berbeda, meskipun keduanya melibatkan
fokus pada apa yang dianggap sakral bagi setiap individu. Istilah sebagai
religiusitas, mistisisme dan sakral sering digunakan untuk
mengungkapkan hal yang sama atau proses serupa dalam spritualitas
(Murgia et al., 2020).

2.3 Konsep Seksualitas


1. Pengertian
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi
kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999).
Sedangkan menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah
suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks,

5
identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan,
kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang
tidak terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang
kehidupan individu. Seksualitas tidak sama dengan seks. Seksualitas
ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan.
Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu untuk memberi dan
menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi. Identitas dan konsep diri
seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri individu
tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita,
dan pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan
sosio budaya membantu dalam membentuk individu berhubungan
dengan dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan seksual
dengan orang lain. (Bobak: 2004). Ada 2 aspek seksualitas:
a. Seksualitas dalam arti sempit. Dalam arti sempit seks berarti
kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut:
1) Alat kelamin itu sendiri
2) Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang
mempengaruhi bekerjanya alat kelamin
3) Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang
membedakan laki-laki dan perempuan
4) Hubungan kelamin
b. Seksualitas dalam arti luas. Segala hal yang terjadi akibat dari
adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
1) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll
2) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
3) Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
2. Fungsi Seksualitas
a. Kesuburan
b. Kenikmatan
c. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
d. Menegaskan maskulinitas atau feminitas

6
e. Meningkatkan harga diri
f. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
g. Mengungkapkan permusuhan
h. Mengurangi ansietas atau ketegangan
i. Pengambilan resiko
j. Keuntungan materi
3. Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai
kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal
ini tercermin dari ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam
kehidupan pribadi dan sosialnya misalnya dalam menjaga hubungan
dengan teman atau pacar dalam batasan yang diperbolehkan oleh norma
dalam masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak adanya kecacatan,
penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai bila hak
seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN,
2006).
4. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido.
Terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat
kepuasan seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol,
menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur setelah
disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya.
Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
b. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus
saat buang air besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama
ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai.
c. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan
mempermainkan alat kelaminnya.
d. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku
seksual seolah-olah terbenam, karena mungkin lebih banyak
bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari

7
sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk
siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
e. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks
sekunder mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk
libido mulia tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia
lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai
muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak.
Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan
perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan
(menstruasi) dan pria mulai mimpi basah sehingga dapat
menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka melakukan
hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum
mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang
tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat
menyedihkan.

8
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Konsep Diri

1. Judul Jurnal: Gambaran Konsep Diri Pada Siswa SMA Ditinjau


Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Rangkuman Jurnal: Konsep diri merupakan cara seseorang melihat dan
melakukan penilaian kepada dirinya sendiri. Konsep diri penting untuk
menentukan seseorang memandang dirinya (Rahmat, 2012). Konsep diri
positif memiliki arti bahwa semakin banyak seseorang tersebut
memahami kelebihan dan kekurangannya. Konsep diri positif akan
membuat seseorang senang karena akan secara suka cita menerima
kondisinya. Konsep diri yaitu meliputi harga diri, dan gambaran diri
seseorang.Memiliki konsep diri yang baik penting dimiliki oleh setiap
siswa SMA. Siswa SMA yang biasanya berada pada usia remaja
memiliki tugas perkembangan untuk mencapai kematangan intelektual
(Jahja, 2011). Salah satu cara untuk mencapai kematangan tersebut
adalah dengan memiliki konsep diri yang baik (Setiadi, 2018). Konsep
diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Mengetahui
konsep diri seseorang maka akan memabantu untuk mengetahui
perilakunya sehari-hari. Jika seseorang tersebut memandang dirinya
sebagai orang yang baik atau positif maka halitu terbentuk dari cara

9
pandang seseorang tersebut terhadap dirinya dan cara pandang orang lain
terhadapdirinya yang positif. Apabila seseorang memandang dirinya
sebagai orang yang inferior walaupun sebenernya hal tersebut belum
tentu benar maka orang tersebut akan mempersepsikan dirinya yang
penuh dengan kekurangan sesuai yang dipersesikannya tersebut
(Hendriati Agustiani, 2009). Pandangan seseorang mengenai dirinya
sendiri merupakan wuju dari konsep diri seseorang. Untuk mengetahui
tingkat konsep diri seseorang menurut Rakhmat (2017) dapat dilihat
melalui empat aspek yaitu fisiologis, psikologis, psiko-sosial, serta
psiko-spritual. Aspek fisiologis berkaitan dengan penerimaan
penampilan fisik seseorang yang meliputi warna kulit, bentuk badan,
berat atau tinggi badan, dan lain-lain yang merupakan keadaan fisiknya.
Aspek psikologis meliputi kognitif seperti kecerdasan, kreativitas, bakat,
dan minat, ketekunan, motivasi berprestasi, resilliensi, dll. Psiko-sosial,
perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap sosial, meliputi persepsi
pikiran, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia
di luar dirinya. Aspek psiko-spiritual meliputi, ketaatan beribadah,
kesetiaan berdoa. Pada masa remaja seseorang akan banyak dihadapi
permasalahan, salah satunya pada aspek fisik. Keadaan fisik dapat
membuat seorang remaja menjadi insecure dalam hubungan sosialnya.
Selain permasalahan pada fisiknya,remaja juga akan memiliki persoalan
tentang cara beradaptasi dengan lingkungan sosial, seperti teman
sebayanya dan lain-lain
3. Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil penelitian, maka diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri pada laki-laki
dengan perempuan. Hal ini menentang hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ahmad, Ghazali, dan Hasan (2011) yang menyatakan bahwa tidak
ada perbedaan konsep diri yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan.
Sedangkan hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Dai
(2001) yang berfokus pada penelitian konsep diri di bidang akademik
menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki pada fase remaja memiliki
perbedaan konsep diri.

10
4. Simpulan:
a. Terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri laki-laki
dengan perempuan, dimana konsep diri laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan.
b. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara aspek fisiologis,
psikologis, psiko-sosial, dan psiko-spiritual ditinjau dari segi
jenis kelamin
c. Mayoritas konsep diri pada siswa SMA X Yogyakarta berada
pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 62,5%.
5. Saran:
a. Kepada guru agar memperhatikan konsep diri peserta didiknya
dan mampu meningkatkan konsep diri peserta didik tersebut.
b. Kepada akademisi untuk mampu meneliti variabel konsep diri
yang dikorelasikan dengan variabel lainnya, seperti kematangan
usia, penyesuaian diri dan prokrastinasi

3.2 Kesehatan Spiritual

1. Judul jurnal: Pemenuhan Spiritual Care Oleh Perawat Di Rumah Sakit :


A Structured Review
2. Rangkuman isi jurnal: Spiritual care merupakan kegiatan perawat dalam
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien. Berpedoman pada nilai-nilai
perawatan spiritual yang dapat dilakukan perawat diantaranya
memeberikan peluang pada pasien agar terbuka dalam mengekspresikan

11
perasaannya, menguatkan pasien terkait penyakitnya, namun tidak
menjadikan agama sebagai alat promosi dalam meyakinkan pasien terkait
agamanya (Wibawa et al., 2020). Tujuan dari ulasan ini untuk
memberikan gambaran bagaimana pemenuhan spiritual care oleh
perawat di rumah sakit, pentingnya perawatan spiritual untuk
kesembuhan pasien dan hubungan spiritualitas dari perawat dengan
pemberian perawatan spiritual serta hambatan yang sering dihadapi
perawat saat memberikan perawatan spiritual pada pasien. Perawat
diminta untuk lebih sensitif dan peduli terhadap kebutuhan perawatan
spiritual pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan pelatihan, pengetahuan serta
keterampilan bagi perawat dalam pemenuhan aspek spiritual pasien dan
keluarga.
3. Hasil penelitian: didapatkan bahwa keseluruhan ada 10 artikel yaitu 7
penelitian kuantitatif, 2 penelitian kualitatif, dan 1 metode campuran.
Ulasan tidak hanya membahas mengenai peran perawat dalam memenuhi
kebutuhan spiritual pasien, terdapat penelitian yang melibatkan pasien
dan keluarga untuk menilai spiritualitas mereka. Perawatan spiritual
harus dipenuhi oleh perawat.
4. Kelebihan jurnal: hasil studi berdasarkan artikel 5 tahun terakhir yang
menunjukkan bahwa keakuratannya sangat baik dan kebutuhan
pemenuhan spiritual memang perlu dilakukan oleh perawat.
5. Kekurangan jurnal: hasil studi yang diambil hanya berdasarkan pada
artikel yang telah disaring dan diteliti tanpa dilakukan penelitian kembali
secara langsung.
6. Kesimpulan: Pemenuhan spiritual care oleh perawat di rumah sakit
merupakan suatu aspek yang penting ketika memberikan asuhan
keperawatan holistik. Perawatan yang baik yaitu yang berpusat pada
keseluruhan dampak dari kondisi pasien baik fisiologis, klinis, dan
spiritual. Perawatan spiritual yang dapat disediakan, menawarkan untuk
berdoa dan mendorong pasien untuk bercerita tentang tantangan spiritual
hidup dan penyakit, mengatur waktu kunjungan ahli agama. Perawat
yang memiliki kesehatan rohani yang lebih baik mungkin lebih sensitif

12
terhadap masalah atau kebutuhan rohani pasien karena mereka
memahami makna spiritualitas dalam masalah yang dihadapi pasien.
Sehingga dibutuhkan pelatihan bagi perawat untuk meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan dalam pemenuhan aspek spiritual pasien
dan keluarga.
7. Solusi dan saran: Perawat perlu mengakui pentingnya memberikan
perawatan spiritual, mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, dan
menciptakan waktu untuk menambahkan kebutuhan spiritual bagi semua
pasien.

3.3 Konsep Seksualitas


1. Judul jurnal: Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Seksual Beresiko
pada Remaja
2. Tujuan dan metode penelitian: Berdasarkan jurnal ini, diketahui
permasalahan yang sering terjadi pada remaja yaitu perilaku seksual.
Konsep diri dapat mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku
seksual, karena remaja dengan konsep diri rendah rentan melakukan
perilaku seksual beresiko tinggi. Disebabkan hal tersebut, dilakukanlah
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri
dengan perilaku seksual beresiko pada remaja. Penelitian ini
menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional.
3. Pembahasan isi Jurnal: Remaja merupakan masa peralihan dari anak-
anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi berbagai perkembangan fisik
maupun non fisik yang dapat meningkatkan hasrat seksual pada remaja.
Trisiani (2011) menjelaskan bahwa remaja perlu mengontrol dorongan
seksualnya karena perubahan dalam tubuh, terutama sistem hormonal
yang sudah aktif. jika tidak diarahkan dengan baik maka penyaluran
seksual yang dipilih akan beresiko. Perubahan hormonal pada remaja
sangat wajar, dan seiring dengan proses tumbuh kembang manusia,
dorongan seksual juga muncul pada masa ini, selain itu terjadi perubahan
psikologis seperti rasa ingin tahu tentang hal baru dan keberanian yang
tinggi, membuat mereka lebih cenderung terlibat dalam perilaku berisiko.

13
Perilaku seksual beresiko adalah perilaku atau sikap yang rentan
terhadap perilaku yang menyimpang dari norma-norma dalam kehidupan
(Santrock, 2007). Perilaku seksual beresiko pada remaja erat kaitannya
dengan permasalahan seksualitas sebab pada masa remaja pola perilaku
seseorang termasuk kematangan seksualnya mulai dibentuk (Widyastuti,
2009). Dalam penelitian ini, perilaku seksual beresiko dinilai secara
bertahap mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba
bagian sensitif, petting, oral sex, dan intercourse, selanjutnya di
kategorikan kedalam dua kelompok yaitu risiko tinggi dan risiko rendah.
Menurut teori Fitts (1971, dalam Agustiani, 2009) Konsep diri sangat
berpengaruh terhadap perilaku seseorang karena merupakan kerangka
acuan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan yang terbentuk
berdasarkan dimensi internal dan eksternal. Moreira dan Eric (2006,
dalam Irmawaty, 2013) juga berpendapat bahawa semakin tinggi konsep
diri pada seseorang maka semakin berkurang perilaku seksual beresiko,
dan sebaliknya. Dalam penelitian ini, konsep diri memiliki definisi yaitu
gambaran mengenai diri responden yang diungkapkan sendiri oleh
responden yang meliputi dimensi internal dan eksternal yaitu mengenai
diri identitas, diri pelaku, diri penerima, diri fisik, diri moral-etik, diri
pribadi, diri keluarga, dan diri sosial.
4. Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% responden
memiliki konsep diri yang tinggi, kemudian sebanyak 50,5% responden
berperilaku seksual beresiko tinggi. Terdapat hubungan antara konsep
diri dengan perilaku seksual beresiko. Dilihat dari nilai koefisien
korelasi, tingkat hubungan antara konsep diri dengan perilaku seksual
beresiko memiliki hubungan yang lemah dan berdasarkan arah
hubungannya yaitu negatif artinya berlawanan arah.
5. Kelebihan Jurnal: Penelitian ini dapat menjelaskan hubungan antara
konsep diri dengan perilaku seksual beresiko pada remaja dengan baik
dan disertai konsep materi yang mendasari penelitian, serta data-data
yang digunakan cenderung lengkap dan jelas.

14
6. Kekurangan Jurnal: Terdapat beberapa kata yang kurang dipahami oleh
pembaca dan kurangnya penjelasan mengenai saran atau solusi dari
masalah yang diangkat dalam penelitian.
7. Solusi dan saran: Setelah mengerahui betapa pentingnya konsep diri dan
bahayanya perilkau seksual pada remaja, disarankan kepada institusi
pelayanan Kesehatan dan pihak sekolah untuk meningkatkan pendidikan
kesehatan mengenai perilaku seksual beresiko pada remaja, begitu juga
orang tua untuk mendampingi dan memberi arahan kepada anak saat
dirumah.

15
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Istilah psikososial sendiri
menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis. Psikososial
meliputi, konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan
konsep kehilangan, kematian dan berduka. Konsep diri diartikan sebagai
pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Konsep diri bukan hanya
sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian seseorang tentang dirinya.
Jadi konsep diri meliputi apa yang seseorang pikirkan dan apa yang seseorang
rasakan tentang dirinya. Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam
pandangan sufistik disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit.
Kondisi spiritual yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas. Konsep seksualitas
merupakan komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan
berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas
ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan.
Konsep stres merupakan bagian dari individu secara fisiologis maupun
psikologis normal terjadi. Salah satu definisi stres adalah gangguan pada tubuh
dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan.

4.2 Saran
Diharapkan Bagi Institusi Pendidikan dapat memberikan tambahan
literatur tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual,
konsep seksualitas. Sehingga dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa dan
update ilmu pengetahuan. Bagi Tenaga Kesehatan Penatalaksanaan yang asuhan
keperawatan yang efektif dan efisien pada pasien dengan menekankan konsep
psikososial. Serta bagi Mahasiswa Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas,
sehingga dapat menerapkannya pada praktik klinik keperawatan di kemudian
hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Winingsih, W., Solehati, T., & Hernawaty, T. (2019). Hubungan Konsep Diri dengan
Perilaku Seksual Beresiko pada Remaja. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal, 9(4), 343-352.

Bobak, L dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Chandranita, Ida Ayu dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:
EGC Glasier, Anna dan Ailsa Gebbie diterjemahkan oleh Brahm U. 2005.
Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi, E/4. Jakarta: EGC

Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik
Geriatric RS Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur
tahun 2011. Skripsi. Depok. FKM UI

Reeder, Sharon J dkk diterjemahkan oleh Yati Afiyanti dkk. 2011. Keperawatan
Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Jakarta: EGC

Rias, Yohanes Andi dkk. 2021. Psikososial dan budaya dalam keperawatan. Bandung:
CV. Media sains Indonesia

Yusuf, A., Nihayati, H. E., Iswari, M. F., & Okviansanti, F. (2016). Kebutuhan spiritual:
konsep dan aplikasi dalam asuhan keperawatan. Buku Referensi, 1-316.

Muflih, M., & Syafitri, E. N. (2018). Perilaku Seksual Remaja dan Pengukurannya
dengan Kuesioner. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(3), 438-443.

Arini, L., Yani, A., Fernandes, F., & Syarli, S. (2020). JURNAL KEPERAWATAN
SOEDIRMAN. Jurnal Keperawatan Soedirman, 15(3), 140-147.

Andayani, B., & Afiatin, T. (1996). Konsep diri, harga diri, dan kepercayaan diri
remaja. Jurnal Psikologi, 23(2), 23-30.

Marsela, R. D., & Supriatna, M. (2019). Konsep diri: Definisi dan faktor. Journal of
Innovative Counseling: Theory, Practice, and Research, 3(02), 65-69.

Anda mungkin juga menyukai