Anda di halaman 1dari 21

TUGAS PSIKOLOGI

Tentang

Perkembangan Kepribadian

Disusun Oleh :

Nama : SUCI RAHMAYATI

Nim : P032014401037

Prodi : D3 Keperawatan

Tingkat : 1A

Dosen : IDAYANTI, S. Pd, M. Kes

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

KOTA PEKANBARU

TP. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
banyak nikmatnya kepada penulis, sehingga atas berkat dan rahmat serta
karunianya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Perkembangan Kepribadian”.

Terimakasih penulis sampaikan kepasa dosen pengajar ibu Idayanti, S. Pd,


M. Kes dalam mata kuliah psikologi. Terimakasih kami ucapkan kepada keluarga
yang telah mendukung penulis, serta terimakasih kepada teman-teman kelas IA
yang telah membantu penulis.

Dengan demikian penulis menulis makalah yang berjudul “ Perkembangan


kepribadian”. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca yang telah membaca
makalah ini, dan mendapat pembelajaran atas makalah yang di tulis.

Saya sebagai penuls, mengharapkan dan melapangkan dada bila ada kritik,
saran maupun masukan atas makalah ini. Dan penulis berharap semoga apa yang
telah di tulis ini dapat mencapai tujuan yang di harapkan.

Terimakasih

Wasalamualaikum wr. Wb

Pasaman Barat, 12 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I................................................................................................................1

PEMBAHASAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................2

BAB II .............................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................3

A. Pengertian kepribadian.........................................................................3
B. Pengertian Perkembangan kepribadian.................................................4
C. Teori Dasar Perkembangan Individu....................................................5
D. Perkembangan Kepribadian menurut Erikson......................................7
E. Hubungan kepribadian dengan Kesehatan............................................11

BAB III............................................................................................................16

PENUTUP.......................................................................................................16

A. Kesimpulan...........................................................................................16
B. Saran.....................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita jumpai sikap dan tingkah laku
seseorang berbeda antar manusia. Hal ini dikarenakan setiap manusia mempunyai
kepribadian yang unik. Psikologi sebagai rumpun ilmu membahas tentang
kepribadian manusia. Perkembangan kepribadian yang dimiliki oleh setiap
individu berbeda, tidak ada yang sama dengan yang lain.
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaaan manusia
menjadi satu kesatuan tidak terpecah belah dalam fungsi-fungsi. Memahami
kepribadian berarti memahami aku, diri, self atau memahami diri manusia
seutuhnya, (Muhimatul Hasanah, 2018). kepribadian ialah karakter yang dimiliki
oleh seorang individu, dalam kepribadian seseorang individu terdapat rasa percaya
diri, berorientasi pada tugas dan dan hasil, mengambil resiko, berjiwa pemimpin,
dan berorientasi kedepan. Kepribadian, ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat
khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima
oleh lingkungan, yaitu dari keluarga ketika anak masih kecil dan bawaan
seseorang sejak lahir.
Berbagai pendekatan dalam teori perkembangan kepribadian pada umumnya,
melihat kepribadian bukanlah merupakan satu hal yang menetap dan permanen,
melainkan sebuah proses bertahap atau seiring dengan rangkainan kejadian
kehidupan.

B. Rumusaan masalah
1. Menjelaskan pengertian kepribadian?
2. Menjelaskan perkembangan kepribadian?
3. Apa saja teori dasar perkembangan kepribadian?
4. Apa saja perkembangan kepribadian menurut Erikson?
5. Menjelaskan hubungan antara perkembangan kepribadian dengan kesehatan
manusia?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian kepribadian.
2. Mengetahui dan memahami pengertian perkembangan individu.
3. Mengetahui dan memahami teori dasar perkembangan individu.
4. Mengetahui dan memahami perkembangan kepribadian menurut Erikson.
5. Mengetahui dan menjelaskan hubungan antara perkembangan kepribadian
dengan kesehatan manusia.
D. Manfaat
Memberikan wawasan tentang perkembangan kepribadian manusia, serta
dapat menambah wawasan pengetahuan khusunya di bidang keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian berasal dari kata personality dalam bahasa Inggris, pada bahasa
Yunani kuno (prosopon atau persona) yang artinya topeng, pengertian personality
adalah tingkah laku yang ditampakan pada lingkungan sosial, kesan mengenai diri
yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kepribadian adalah sebagai sifat hakikat yang tercermin
pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dari orang atau bangsa
lain. Kepribadian adalah perangai atau perilaku yang muncul sebagai akibat
interaksi dinamis antara karakteristik fisik dan mental pada diri individu yang
berkembang sesuai dengan pendidikan dan lingkungan sosialnya.
Pengertian kepribadian banyak diungkapkan oleh para pakar, dengan
defenisi yang berbeda, dan defenisi kepribadian adalah sebagai berikut :
1. Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan
diri secara mengenaskan (Hilgard & Marquis).
2. Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual,
unik, kemampuannya bertahan, membuka, serta memperoleh pengalaman
(Stren).
3. Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik
seseorang dalam menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan
lingkungannya (Allport).
4. Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik pada diri seseorang (Guilford).
5. Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang yang mengakibatkan pola
yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin).
Jadi, dapat disimpulkan kepribadian adalah suatu organisasi dinamik, dalam
kehidupan seseorang secara keseluruhan seseorang secara keseluruhan, individual,
unik, kemampuannya bertahan, membuka, serta memperoleh pengalaman, yang
membedakan seseorang dengan orang lain yang uncul akibat interaksi dinamis
antara karakteristik fisik dan mental individu, yang berkembang sesuai dengan
pendidikan dan lingkungan sosialnya.

3
B. Pengertian perkembangan kepribadian
Pada perkembangan individu, terjadi dinamisasi kepribadian karena adanya
kosentrasi energi (lapat, haus, dan sebagainya) yang merupakn motif. Motif
adalah taraf ketegangan tertentu dalam jaringan yang tidak mempunyai awal atau
akhir, tapi dapat meningkat atau menurun seiring perubahan energi. Hal ini
berkaitan dengan faktor kepuasan dan ketidakpuasan atau kesenangan dan
ketidaksenangan. Dinamisasi kepribadian dapat stabil seiring perkembangan
individu, sehingga mampu melawan tekanan lingkungan yang berpengaruh
terhadap individu dalam cara yang telah diatur terlebih dahulu, terapi
psikodinamika ini dapat terganggu (goyah) apabila dunia luar tidak menyajikan
tujuan (obyek) yang serasi atau menimbulkan pengalaman traumatis, kecuali pada
orang yang memiliki pribadi integral.
Perkembangan kepribadian, menurut Gardner Murfy terjadi dalam tiga
fase, adalah sebagai berikut :
1. Fase keseluruhan tanpa diferensiasi. Pada fase ini manusia berbuat
berlebihan terhadap seluruh situasi, dpat dilihat pada bayi.
2. Fase ferensiasi. Pada fase ini, fugsi khusus mengalami diferensiasi
(perbedaan), munculnya dasri keseluruhan.
3. Fase integrase. Pada fase ini, fungsi yang mengalami perubahan
(diferensiasi) mengalami integrasi (pembaharuan) dalam unitas yang
berkoordinasi dan terorganisasi.
Proses perkembangan individu juga dipengaruhi oleh lingkungan dan
pembawaan atau bakat. Proses belajar merupakan bentuk perkembangan kafrena
terjadi terjadi interaksi antara organisme atau individu dengan lingkungan. Selain
faktor pembawaan dan lingkungan perkembangan kepribadian juga dipengaruhi
oleh sosiocultural (masyarakat), dan terjadi memalaui empat cara, yaitu sebagai
berikut :
1. masyarakat mempunyai suatu rangkaian tanda (kode) yang menjadi
persyaratan anak-anak yang hidup di dalamnya.
2. Melalui berbagai lembaga (terutama keluarga) menunjukkan bentuk
kanalisasi, mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan.

4
3. Hadiah dan hukuman dapat mengubah dorongan-dorongan impulsif
menjadi dorongan yang dapat diterima masyarakat.
4. Masyarakat dapat memengaruhi proses-proses perceptual dan kognitif
anggotaanggotanya dengan sedemikian rupa.
Dengan demikian, suatu perkembangan kepribadian adalah perubahan jiwa
atau perilaku seseorang yang secara terus menerus mengalami perkembangan atau
menjadikan lebih sempurna di dalam kehidupan individu sesuai dengan
berjalannya waktu. Dengan demikian akan berkembang secara bertahap.

C. Teori Dasar Perkembangan Individu


1. Teori nativisme
Tokoh aliran nativisme adalah Schopenhauer seorang filsafat Jerman (1788-
1880). Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, natus (artinya lahir). Jadi, perkembangan
individu semata tergantung kepada dasar. Para ahli mengikuti pendirian ini,
biasanya mempertahankan konsepsi ini dengan menunjukan berbagai kesamaan
atau kemiripan antara orang tua dan anaknya. Misal jika ayahnya seorang pelukis,
maka anaknya juga menjadi pelukis.
Pokoknya keistimewaan yang dimiliki oleh orang tua juga akan dimiliki oleh
anaknya. Memang benar kenyataan menunjukan adanya kesamaan atau kemiripan
yang besar antara orang tua dengan anak-anaknya. Akan tetapi, apakah kesamaan
yang ada pada orang tua dengan anaknya itu memang yang dibawa sejak lahir.
Perkembangan manusia bukan dioengaruhi oleh orang lain, lingkungan, budaya,
dan termasuk pendidikan.
Teori nativisme menafikan (menyangkal) pengaruh interaksi individu dengan
lingkunganya. Lingkungan tidak ada berarti apa-apa dalam perkembangan
manusia, apa yang dikerjakan, diharapkan, dan dipikirkan merupakan hal yang
dibawa sejak lahir. Tapi nativisme tidak menjelaskan bagaimana seseorang
individu lahir dengan membawa potensi, apakah potensi tersebut mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan kondisi orang tua atau tidak, selama ini tidak
ada penjelasan. Namun dalam penelitian bahwa anak sangat di pengaruhi oleh
keadaan orang tua, baik secara fisik, psikis, maupun sosial ekonominya.

5
2. Teori empirisme
Aliran empirisme menguatkan konsep natural science dalam mempelajari
manusia. Padangan utama aliran empirisme menekankan pada pengetahuan
manusia yang sesungguhnya berasal sari pengalaman. Dan aliran empirisme ini
tidak mengakui pengetahuan secara bawaan. Beberapa tokoh terkenal adalah
Thomas Hobbes dan Jhon Locke. Thomas Hobbes adalah seorang filsuf inggris
yang menyatakan bahwa segala eksis bisa diamati melalui konsep matter dan
motion. Mind akan membentuk pengetahuan melalui proses asosiasi. Sedangkan
sensasi merupakan gambaran perasaan terhadap pengalaman yang diasosiasikan
untuk membentuk pengetahuan.
Teori empirisme dipelopori oleh Jhon Locke (1632-1704) yang menyatakan
bahwa ketika bayi lahir ibarat kertas yang masih putih bersih, tumbuh dan
berkembang, seorang anak sangat tergantung pengaruh dari luar. Teori empirisme
bertentangan dengan nativisme, yaitu perkembangan anak sepenuhnya
dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan pembawaan tidak ada hubungannya.
Dasar yang dipakai aliran empirisme adalah bahwa bayi pada saat dilahirkan
dalam keadaan bersih, seperti kertas putih yang belum ditulis, sehingga akan
ditulis tergantung pada penulisannya. Hal ini berarti baik dan buruknya anak
tergantung pada baik atau buruknya pendidikian yang diterimanya.
Menurut Jean Jaquees Rausseau (1712-1778) bahwa manusia itu pada
dasarnya baik sejak dilahirkan. Jadi, apabila ada manusi yang jahat bukan karenya
benihnya (atau dari orang tua), tetapi dikembangkan sejak dia lahir, yakni setelah
hidup di masyarakat dan terpengaruh oleh lingkungan dan kebudayaan. Banyak
para ahli walaupun tidak secara tegas menolak peranan dasar itu, namun karena
dasar itu susah ditentukan, maka praktis yang dibicarakan hanyalah lingkungan.
Aliran ini juga tidak bisa dibenarkan karena sejumlah potensi yang bisa
berkembang kaena pengaruh lingkungan.
3. Teori konvergensi
Teori ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938), teori ini merupakan
perpaduan teori empirisme dan nativisme. Teori konvergensi menyatakan bahwa
dalam perkembangan individu tergantung pada dua faktor, yaitu bakat atau
pembawaan dan lingkungan. Teori konvergensi mengakui bahwa manusia lahir

6
sudah mempunyai bakat dan potensi dasar yang akan dikembangkan. Bakat
sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, akan tetapi bakat
yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai dan dapat
berkembang.
Proses pengembangan sangat tergantung pada lingkungan masyarakat
maupun sekolah. Misalnya tiap anak yang normal mempunyai bakat untuk berdiri
tegak di atas kedua kaki, akan tetapi bakat ini tidak akan menjadi aktual
(kenyataan) jika anak itu tidak hidup dilingkungan manusia. Misalnya, seorang
yang lahir membawa potensi cerdas akan bisa menjadi cerdas apabila
dikembangkan, baik melalui pendidikan masyarakat maupun pendidikan formal
(sekolah). Akan tetapi, potensi cerdas akan ada pada diri manusia dan tidak akan
berkembang apabila tidak bergaul di lingkungan, seperti masyarakat dan sekolah.

D. Perkembangan kepribadian menurut Erik Homberger Erikson


1. Kepercayaan versus ketidakpercayaan (trust versu mitrust), masa bayi
(tahun pertama)
Rasa percaya melibatkan rasa nyaman secara fisik dan tidak takut atau
kecemasan akan masa depan. Rasa percaya yang dirasakan oleh bayi, akan
menjadi pondasi kepercayaan sepanjang hidup, bahwa dunia akan menjadi tempat
yang baik dan menyenagi untuk ditinggali. Kepercayaan pada bayi itu tumbuh
ketika mereka memahami orang tua layak untuk mereka percayai dan
menmbangun kepercayaan bahwa dirinya juga bisa dipercayai orang. Hal ini
tercermin ketiaka orang tua menghilang dari pandangannya, mereka tidak cemas
atau marah karena dia percaya dan bisa mentolerin ketidakhadiran orang tua nya.
Berbeda dengan bayi yang menganggap orang tuanya tidak bisa diandalkan dan si
bayi tidak percaya ketika dirinya sendiri ditinggalkan, mereka cenderung cemas
dan terserang panik bila memaksa pergi juga.
Bayi juga harus mengalami rasa tidak percaya tertentu agar mereka bisa
belajar percaya lewat kepekaan dan ketepatan. Namun adalah krusial bagi bayi
yang bisa keluar dari tahapan ini dengan keseimbangan rasa percaya lebih dari
rasa tidak percaya. Karena jika mereka berhasil melakukannya, maka mereka
akan mengembangkan kekuatan inti ego pada periode ini: harapan. Harapan

7
adalah sebuah ekspektasi yang sekalipun terdapat rasa frustasi, marah atau
kecewa, hal–hal yang baik tetap akan terjadi di masa depan. Harapan akan
memampukan anak bergerak maju ke dunia luar, menyambut tantangan–tantangan
baru (Erikson, 1982, hal.60).
2. Otonomi versus rasa malu dan ragu–ragu (autonomy versus doubt and
shame), masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Setelah mendapatkan rasa percaya bayi mulai mengetahui bahwa perilaku
mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan kemandirian
mereka, atau disebut otonomi, dan menyadari keinginan. Otonomi muncul dari
dalam, sebuah pendewasaan biologis yang mengasuh kemampuan anak untuk
melakukan segala hal dengan caranya sendiri, seperti mengontrol otot perut
mereka sendiri, berdiri di atas kaki mereka sendiri, menggunakan tangannya
sendiri, dan sebagainya. Rasa malu dan ragu– ragu sebaliknya, datang dari
kesadaran akan ekspetasi dan tekanan sosial. Rasa ragu berasal dari kesadaran
bahwa dirinya tidak begitu berkuasa, sehingga orang lain bisa mengontrol dia dan
bertindak lebih baik dari pada dia. Jika anak terlalu dibatasi atau dihukum dengan
keras, mereka mungkin memunculkan rasa malu dan ragu–ragu.
Harapan idealnya anak bisa belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan
sosial tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi. Bagi
anak yang sanggup menyelesaikan krisis ini dengan positif, yaitu
menyeimbangkan rasio otonomi lebih dari rasa malu dan ragu–ragu, maka mereka
mengembangkan kekuatan ego dalm bentuk kehendak yang kokoh. Kehendak
adalah kebulatan tekad yang tidak bisa dipatahkan untuk melatih pilihan bebas
dan pengendalian diri (Erikson, 1964: hal.119).
3. Inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus guilt), masa kanak–kanak
awal/prasekolah (3-5 tahun)
Begitu anak memasuki usia pra sekolah, anak mulai memasuki dunia sosial
yang lebih kompleks yang meminta anak untuk memikirkan tanggung jawab
terhadap tubuh, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Mengembangkan
rasa tanggung jawab meningkatkan inisiatif. Anak memiliki inisiatif hal–hal apa
saja yang mau dan dapat mereka lakukan, termasuk rencana dan harapan yang
diinginkan. Namun kemudian, mereka dihadapkan pada larangan–larangan sosial.

8
Rasa bersalah muncul jika anak tidak bertanggung jawab dan dibuat cemas.
Karena inilah maka anak mengembangkan kemampuan pengendalian diri agar
inisiatifnya dapat tatap diterima demi menjaga impuls dan fantasi berbahaya tetap
terkendali. Erikson memiliki pandangan positif terhadap tahap ini bahwa sebagian
besar rasa bersalah dengan cepat digantikan oleh rasa ingin berprestasi. Orang tua
bisa membantu anak keluar dari krisis tahapan ini dengan pengertian penuh
mengenai tujuan “keberanian untuk memimpikan dan mengejar tujuan–tujuan
yang bernilai yang tidak akan bisa dirusak oleh rasa bersalah maupun larangan
(1964, hal.122).
4. Kerja keras versus rasa inferior (industry versus inferiority), masa
kanak–kanak tengah dan akhir (usia SD 6 tahun–remaja)
Inisiatif anak membawa mereka berhubungan dengan banyak pengalaman
baru. Saat mereka berpindah ke masa kanak–kanak tengah dan akhir, mereka
mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual. Anak lebih aktif belajar, namun dapat memunculkan rasa inferior–
merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Erikson percaya bahwa guru memiliki
tanggung jawab khusus bagi perkembangan keaktifan anak. Guru harus “dengan
lembut tetapi tegas mengajak anak ke dalam petualangan menemukan bahwa
seseorang dapat belajar mencapai sesuatu yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya” (Erikson, 1968, hal.127)
5. Identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity
confusion), masa remaja (10–20 tahun)
Pada masa ini individu dihadapkan pada penemuan diri, tentang siapa
mereka sebenarnya, kemana mereka akan melangkah dalam hidup ini, banyak
peran baru dan status kedewasaan, pekerjaan dan percintaan. Orang tua perlu
mengiinkan remaja untuk menjelajahi peran–peran tersebut dan jalan yang
berbeda–beda di setiap peran. Jika remaja menjelajahi peran tersebut dengan cara
yang baik, dan sampai pada jalan positif untuk diikuti dalam hidup, maka identitas
positif akan tercapai. Jika suatu identitas dipaksakan pada remaja oleh orang tua,
jika remaja tidak cukup menjelajahi banyak peran, dan jika di masa depan yang
positif belum jelas, maka terjadilah kebingungan identitas.

9
6. Keintiman versus isolasi (intimacy versus isolation), masa dewasa awal
(20-an, 30-an)
Pada masa ini, individu menghadapi tugas perkembangan yaitu membentuk
hubungan akrab dengan orang lain. Erikson menggambarkan keintiman sebagai
menemukan jati diri dan sekaligus kehilangan diri dalam diri orang lain. Jika para
dewasa muda membentuk persahabatan yang sehat dan hubungan akrab dengan
orang lain, keintiman akan tercapai. Jika tidak, akibatnya adalah isolasi diri,
Isolasi diri merupakan bahaya yang bisa terjadi pada tahap ini. Di psikopatologi,
gangguan ini dapat menyebabkan “masalahmasalah karakter” berat.
Orang dewasa muda, yang lahir dari pencarian dan insistensi identitas,
sangat berhasrat dan ingin meleburkan identitasnya dengan identitas orang lain. Ia
siap untuk intimasi, artinya kapasitas untuk mengkomitmenkan dirinya pada
afiliasi-afiliasi dan partner konkret dan untuk mengembangkan kekuatan etis
untuk ditaati oleh komitmen-komitmen tersebut meskipun mereka mungkin
membutuhkan berbagai pengorbanan dan kompromi. Sebaliknya dari intimasi
adalah penjauhan atau isolasi, artinya kesiapan untuk mengasingkan diri dan, bila
perlu, merusak kekuatan-kekuatan dan orang-orang yang esensinya tampak
berbahaya bagi eksistensi orang yang bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Christiansen dan Palkovitz (1998:1) bahwa
identitas ayah adalah prediktor yang baik dari generativitas memberikan dukungan
untuk proposisi penggabungan peran-orang, di mana investasi seseorang dalam
suatu peran dapat memengaruhi perkembangan. Yang artinya, ayah sangat
berperan penting dalam hubungan anak dalam menghadapi masa depan, kurang
kepedulian anak mampu membuat anak mengisolasi dirinya sendiri.
7. Generativitas versus stagnasi, masa dewasa tengah (40-an , 50-an)
Pada tahap ini kepedulian utamanya adalah membantu generasi yang lebih
muda dalam mengembangkan dan mengarahkan kehidupan menjadi berguna, ini
yang disebut generativitas. Perasaan bahwa dirinya tidak berbuat apa–apa untuk
membantu generasi mendatang disebut stagnasi. Jadi, generativitas terutama
adalah perhatian dalam membentuk dan membimbing generasi berikutnya,
meskipun ada individu-individu, yang melalui kemalangan atau akibat bakat
khusus dan tulennya diarah yang lain, tidak menerapkan dorongan ini kepada

10
keturunannya sendiri. Generativitas adalah salah satu tahap yang esensial di
dalam psikoseksual maupun daftar psikososial.
8. Integritas versus keputusasaan (integrity versus despair): masa lanjut
usia (60 tahun ke atas)
Dalam tahap ini, seseorang bercermin pada masa lalu dan menyimpulkan
bahwa ia telah menjalani hidup dengan baik, atau sebaliknya menyimpulkan
bahwa hidupnya belum dimanfaatkan dengan baik. Dengan banyak cara, orang
berusia lanjut dapat mengembangkan pandangan positif pada tahap–tahap
perkembangan sebelumnya. Jika demikian, kilasan retrospektifnya akan
memunculkan gambar kehidupan yang dapat dimanfaatkan dengan baik, dan
orang tersebut akan merasakan kepuasan–integritas dapat tercapai. Jika orang
berusia lanjut membentuk setiap tahap perkembangan sebelumnya secara negatif,
kilasan retrospektifnya mungkin akan memunculkan keraguan atau kegelapan–
keputusasaan yang dimaksud Erikson. Erikson tidak percaya bahwa solusi yang
baik bagi krisis tahapan seluruhnya selalu positif. Beberapa kontak atau komitmen
dengan sisi negatif krisis tersebut kadang tidak dapat dihindari. Anda tidak dapat
mempercayai semua orang di bawah situasi apa pun dan kemudian bertahan
hidup, misalnya. Di sisi lain, dalam solusi sehat terhadap krisis tahapan, jawaban
positif mendominasi.

E. Hubungan perkembangan kepribadian dengan kesehatan


Hubungan perkembangan kepribadian dengan kesehatan manusia dalah
dapat mengakibatkan gangguan kepribadian. Gannguan kepribadian dapat muncul
karena perkembangan kepribadian yang tidak matang dan menyimpang dari
keadaan yang ada. Dari keaadan ini, seseorang akhirnya memiliki pikiran,
persepsi, perasaan, dan interaksi dengan lingkungan mengalami kegaggalan dalam
menyesuaikan diri. Seseorang yang memiliki gangguan kepribadian memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :
1. Hubungan pribadi dengan orang lain terganggu, dalam arti sikap dan
perilakunya cenderung merugikan orang lain.
2. Memandang semua kesulitan disebabkan oleh nasib buruk atau perbuatan
jahat orang lain, shinnga tidak pernah memiliki rasa bersalah.

11
3. Tidak memiliki rasa tanggung jawab kepada orang lain, yaitu : senang
mengakali, mementingkan diri sendiri, dan tidak pernah menyesal
mencelakakan orang lain.
4. Tidak dapat melepaskan diri dari kegagalan dalam menyesuaikan diri.
Selalu menghindari tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan.
Seseorang yang mengalami gangguan kepribadian lebih merupakan gangguan
nama baik. Masalah lebih berupa akibat tidak menyenangkan dari tindakan
terhadap orang lain, bukan penderitaan yang ditanggung oleh orang yang
menderita gangguan seperti pada kasus neourosis. Dalam neurosis, yang tidak
bahagia atau yang tidak bahagia adalah orang lain yang menjadi korban perbuatan
yang tidak bertanggung jawab. Penderita dengan gangguan ini hanya mengalami
reputasi buruk, yang baginya bukanlah menjadi persoalan. Ada beberapa jenis
gangguan kepribadian, diantaranya :
1. Kepribadian paranoid
Dengan ciri tertentu, seperti curiga, sangat persa, rigiditas (kaku), mudah iri
hati, sangat egois, suka menyalahkan orang lain, dan menuduh orang lain
jahat.
2. Kepribadian skizoid
Memiliki ciri khan tidak mampu dan enghindar menjalin hubungan sosial,
terkesan tidak akrab, dan suka menyendiri.
3. Kepribadian skizotipe
Cirinya adalah suka menyendiri, menghindari orang lain, dihantui oleh
pikiran autitik, yaitu pikiran yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain
selain diri nya sendiri.
4. Kepribadian histrionik
Merupakan suatu kepribadian yang tidak matang, emosinya labil, hau akan
hal yang menggairahkan, tidak berdaya, mudah ditipu, egois, sangat haus
akan pengukuhan orang lain, sangan reaktif, picik, dan tidak tulus.

5. Kepribadian narsistik

12
Orang yang mengalami gangguan kepribadian ini haus akan perhatian orang
lain. Sangat peka dengan pandangan orang lain terhadap dirinya, ekspoitatiy
yaitu memikirkan keprntingan dirinya sendiri, mengabaikan hak, dan
perasaan orang lain.
6. Kepribadian anti sosial (psikopatik)
Memiliki ciri perkembangan moral terhambat, tidak mampu mengikuti
perbuatan yang diterima masyarakat. Tidak mampu mengembangkan
kesetiaan pada orang, kelompok, maupun nilai sosial yang berlaku sehingga
sring bentrok dengan masyarakat. Gangguan ini sering juga disebut dengan
kepribadian sosiopatik yang meliputi : pebisnis curang, pengacara, yang
curang, para penipu, pengedar dan pengguna obat bius, pelacur dan perilaku
kriminal. Para psikopat biasanya orangnya cerdas, spontan dan sangat
mengesankan pada pandangan pertama, penuh tipu daya, suka
memanfaatkan orang. Hubungan perkembangan kepribadian dengan
kesehatan manusia dalah dapat mengakibatkan gangguan kepribadian.
Gannguan kepribadian dapat muncul karena perkembangan kepribadian yang
tidak matang dan menyimpang dari keadaan yang ada.
Kesehatan yang ada pada manusia tidak hanya di pengaruhi oleh faktor
penyebabnya saja. Teryata perkembangan kepribadian ada hubungannya degan
kesehatan manusia. Berbicara tentang penyakit, penyakit yaitu akibat dari proses
perjalanan suatu agent penyebab penyakit. Jadi, ada beberapa faktor tertentu yang
dapat memicu tidak sehat nya seseorang. Perkembngan kepribadian mempunyai
kaitan dengan penyakit dan perilaku tidak sehat. Dan terkadang kepribadian biasa
menyebabkan suatu penyakit pada individu. Misalnya orang pemalas, dan selalu
menunda jadwal makannya. Akibatnya dapat menimbulkan suatu penyakit yaitu
gastritis.
Penelitian hubungan kesehatan dengan konsep kepribadian, sebagai
berikut :
1. Pemalu
Masalah terbesar yang dihadapi oleh pemalu adalah letakutan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Ia juga cenderung bersikap lebih waspada
ketika ada orang lain yang agresif dan senang blak-blakan. Sebuah penelitian

13
yang dilakukan di Northwestren University, Chigago, menyatakan bahwa
orang pemalu dan suka menghindar interaksi sosial, maka beresiko
mengalami serangan jantung atau stroke 40% lebih tinngi dibandingkan si
eksovert. Sifat pemalu ini menyebabkan banyak penyakit yang tidak
terdeteksi dengan baik.
2. Mudah Khawatir
Rentan menbuat seseorang stres yang akan menjadi penyebab gangguan
makan, sindrom metabolic, neurosis, dan psikolosis. Cara mengatasinya agar
sifat mudah khawatir tidak berujung menjadi penyakit berbahaya dan harus
memiliki keberanian untuk menghentikan kekhawatiran yang berlebihan.
3. Optimis
Orang yang memiliki sikap optimis biasanya biasanya melihat dari sudut
pandang positif dari semua hal yang terjadi. Kesehatan tubuh juga mengikuti
pola positif ini. Menurut penelitian dari Mayo Clinic, sifat optimis bisa
mengurangi resiko kematian 50%. Selain itu, orang yang memiliki sifat
optimis memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih baik. Sikap optimis juga
menghindarkan stres, hal ini tentu sangat baik untuk mendukung kesehtan
fisik dan mental.
4. Argumentatif
Orang yang seperti ini mudah tersulut emosi dan mengajak berdebat siapa
saja. Seorang pakar dari University Of Utah menjelaskan bahwa mereka
yang memiliki sifat ini, beresiko lebih tinggi terkena penyakit jantung
dibangdingkan dengan orang yang lebih tenang. Penelitian yang
dilakukannya juga menarik, bahwa wanita yang sering bertengkar di rumah
tangga leboh mudah mendapat pengerasan arteri. Sementara kaum pria akan
mudah mengembangkan arterosklerosis di pembuluh coroner.
5. Bodoh
Riset yang dilakukan peneliti dari Harvard School Of Public Health terhadap
anak-anak dengan IQ rendah menemukan resiko depresi dan skizofrenia.
Salah satu teori sederhananya, orang yang intelejensinya rendah butuh waktu
lebih lama untuk memahami pentingnya hidup. Rendahnya IQ anak juga
mengancam anak menjadi rentan terhadap beberapa jenis gangguan mental.

14
6. Berbudi baik
Seperti yang diharapkan mereka yang teliti akan menuai menfaat dari sisi
kesehtan peneliti dari University Of Endinbrugh and the Social Public Health
Science Unit mengungkapkan di Glaslow. Mereka yang memiliki tipe ini,
cenderung terhindar dari semua jenis penyakit seperti diabetes, hernia,
masalah tulang, stroke bahkan alzaimer.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepribadian kepribadian adalah suatu organisasi dinamik, dalam kehidupan
seseorang secara keseluruhan seseorang secara keseluruhan, individual, unik,
kemampuannya bertahan, membuka, serta memperoleh pengalaman, yang
membedakan seseorang dengan orang lain yang uncul akibat interaksi dinamis
antara karakteristik fisik dan mental individu, yang berkembang sesuai dengan
pendidikan dan lingkungan sosialnya, sehingga manusia dapat bertingkah laku.
Teori perkembangan individu berkaitan dengan proses perkembangan kepribadian
diri seseorang. Yang mana teori tersebut memilki cara pandang yang berbeda
setiap alirannya.
Perkembangan yang di muat oleh erikson merupak perkembangan yang harus
dilalui. Perkembangan tersebut meliputi : Kepercayaan versus ketidakpercayaan
(trust versu mitrust), Otonomi versus rasa malu dan ragu–ragu (autonomy versus
doubt and shame), Inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus guilt), Kerja
keras versus rasa inferior (industry versus inferiority), Identitas versus
kebingungan identitas (identity versus identity confusion), Keintiman versus
isolasi (intimacy versus isolation), Generativitas versus stagnasi, Integritas versus
keputusasaan (integrity versus despair).
Kepribadia juga memiliki hubungan denga kesehtan manusia Hubungan
perkembangan kepribadian dengan kesehatan manusia dalah dapat mengakibatkan
gangguan kepribadian. Gannguan kepribadian dapat muncul karena
perkembangan kepribadian yang tidak matang dan menyimpang dari keadaan
yang ada. Dan hubungan kepribadian dapat menimbulkan berbagai penyakit yang
ada.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat mengetahui dan memahami perkembangan kepribadian manusia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, P. H. (2017). HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN


KEPRIBADIAN SISWA SMA DI KOTA BENGKULU. Jurnal Ilmiah
Bimbingan dan Konseling, Volume 1 Nomor 1, 11.

Arifin, Z. (2020). TEORI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK DAN


PENGARUHNYA DALAM PENDIDIKAN. Jurnal Pendidikan Islam,
Vol. 9, No. 1 , 122-123.

Fauziyah, S. (2017). KONSEP FITRAH DAN BEDANYA DARI NATIVISME,


EMPIRISME, DAN KONVERGENSI . Aqlania, Vol. 08. No. 01 , 95-98.

Hartono, D. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Psikologi. Jakarta


Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.

Hasanah, M. (2018). DINAMIKA KEPRIBADIAN MENURUT PSIKOLOGI


ISLAM. Jurnal Ummul Qura, Vol. XI, No. 1, 110-111.

I Wayan Candra, I. G. (2017). Psikologi Landasan Keilmuan Praktik


Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : ANDI (Anggota IKAPI).

Meiza, A. (2018). Sikap Toleransi dan Tipe Kepribadian Big Five pada
Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Psikologi, 45.

Muhammad Yusuf, S. N. (2017). PENGARUH KEPRIBADIAN DAN


LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA
MAHASISWA MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS
TANDULAKO. JURNAL ILMU MANAJEMEN UNIVERSITAS
TADULAKO, Vol. 3, No. 3, 300.

Ratnawulan, T. (2018). PERKEMBANGAN DAN TAHAP PENTING DALAM


PERKEMBANGAN . Jornal Of Special Education Vol. 4, No. 1, 67.

Roki Hardianto, C. K. (2019). Rancang Bangun Sistem Pakar Penentuan


Kepribadian. Jurnal Sistem Komputer dan Informatika, Vol.1, No. 1 , 45.

17
Trimulyaningsih, N. (2019). Konsep Kepribadian Matang dalam Budaya Jawa-
Islam Menjawab Tantangan Globalisasi. BuletinPsikologi, Vol. 25, No. 2,
90.

Yahyu Herliany Yusuf, A. S. (2020). TEORI PERKEMBANGAN


SOSIAL/PSIKOSOSIAL ERIK HOMBERGER ERIKSON . JURNAL
IDRUS QAIMUDDIN, VOL.2, No. 1, 59-62.

Modul bahan ajar cetak keperawatan “Psikologi”

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Psikologi-
Keperawatan-Komprehensif.pdf

Materi presentasi perkembangan kepribadian

18

Anda mungkin juga menyukai