Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

MORAL DAN SPIRITUAL


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik
yang diampu oleh Rizka Apriani S.Pd., M.Pd.

Kelompok :
Adib Santoso (190721637703)
Agus Setyo Budi (190721637687)
Alifvia Novita Putri Romadhoni (190721637603)
Aulia Nindy Fadila Gastama (190721637625)
Ayuni Nunuk Fatmasari (190721637694)
Chahya Ramadhanti Amalia I. (197221637735)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
September 2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan kami kemudahan dalam menyusun makalah
ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Selain itu, kami mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua,
keluarga serta Bapak/Ibu dosen yang telah membimbing kami dalam pembuatan
makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Perkembangan Peserta Didik dengan
judul “Moral dan Spiritual”.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untulk itu, kami mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca
agar nantinya makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua.

Malang, 15 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………..i


Daftar Isi …………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………..1


1.1. Latar Belakang ………………………………………………...……….1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………...……1
1.3. Tujuan ……………………………………………………………...…..2

BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………...……3


2.1. Pengertian Moral dan Spiritual …………………………………...……3
2.2. Proses Perkembangan Moral dan Spiritual ……………………...……..4
2.3. Tahap-Tahap Perkembangan Moral dan Spiritual …………………..…6

BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………...10


3.1. Implikasi Moral dan Spiritual Pada Guru …………………...………..10
3.2. Permasalahan Perkembangan Moral dan Spiritual ………………..….11
3.3. Solusi Permasalahan Perkembangan Moral dan Spiritual ………...….13

BAB IV PENUTUP14
4.1. Kesimpulan …………………………………………………………...14
4.2. Saran ………………………………………………………………….14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Soseno (dalam Muryono, 2009) moral adalah keyakinan
mengenai apa yang baik dan apa yang buruk serta keyakinan akan norma-
norma kelakuan manusia untuk menentukan apakah suatu tindakan atau sikap
itu benar atau salah. Perkembangan moral merupakan hal yang sangat penting
karena di era global sekarang ini banyak perilaku yang menyimpang dari
kepribadian Indonesia. Oleh sebab itu perlu adanya bimbingan dari orang tua
atau guru untuk mendidik moral anak. Ada banyak tahapan dalam
perkembangan moral ini yaitu Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-
Konvensional), Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional) danTingkat
Post Konvensional (Moralitas Post-konvensional).

Konsep spiritual atau spiritualitas, secara etimologis kata spiritual


berasal dari kata “Spiritus” yang berarti nafas kehidupan, angin, kekuatan
atau tenaga, keberanian atau keteguhan hati. Spiritualitas merupakan bagian
esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang
(Hasan,2006:288). Perkembangan spiritual harus dikembangkan agar
seseorang meyakini bahwa ia lahir merupakan karunia Tuhan. Di era
sekarang ini banyak sekali ajaran-ajaran yang bersifat radikal. Oleh sebab itu
spiritual merupakan hal yang penting agar seseorang tidak melakukan
tindakan yang menyiimpang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa definisi dari moral dan spiritual?
1.2.2. Bagaimana proses perkembangan moral dan spiritual?
1.2.3. Bagaimana tahapan perkembangan moral dan spiritual?
1.2.4. Bagaimana implikasi moral dan spiritual pada guru?
1.2.5. Apa saja permasalahan perkembangan moral dan spiritual?
1.2.6. Bagaimana solusi permasalahan moral dan spiritual?

1
1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui definisi dari moral dan spiritual
1.3.2. Mengetahui proses perkembangan moral dan spiritual
1.3.3. Mengetahui Tahapan perkembangan moral dan spiritual
1.3.4. Mengetahui implikasi moral dan spiritual pada guru
1.3.5. Mengetahui permasalahan perkembangan moral dan spiritual
1.3.6. Mengetahui solusi permasalahan moral dan spiritual

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Moral dan Spiritual

2.1.1. Pengertian Moral

Moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009), berarti


ajaran baik, buruk, perbuatan dan kelakuan, akhlak dan kewajiban.
Menurut Soseno (dalam Muryono, 2009) moral adalah keyakinan
mengenai apa yang baik dan apa yang buruk serta keyakinan akan
norma-norma kelakuan manusia untuk menentukan apakah suatu
tindakan atau sikap itu benar atau salah.

Banyak yang mengartikan bahwa moral dan etika adalah hal


yang sama. Menurut Suseno (dalam Burhanudiin, 2002), mengatakan
bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Yang
memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah
moralitas. Sedangkan etika, justru melakukan refleksi kritis atas
norma atau ajaran moral tersebut.

2.1.2. Pemgertian Spiritual

Konsep spiritual atau spiritualitas, secara etimologis kata


spiritual berasal dari kata “Spiritus” yang berarti nafas kehidupan,
angin, kekuatan atau tenaga, keberanian atau keteguhan hati.
Spiritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan
dan kesejahteraan seseorang (Hasan,2006:288)

Dapat disimpulkan bahwa spiritual merupakan bagian dari


perkembangan individu, aspek spiritual dapat mendorong individu
untuk mencari hakikat mengenai keberadaan diri, yang pada akhirnya
dapat memandu individu dalam mencapai aktualisasi diri sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, sehingga individu mampu mengapresiasi

3
keindahan, kebenaran, kesatuan, dan pengorbanan dalam hidup, serta
individu mampu menghargai individu yang lain dan makhluk hidup
lainnya.

2.2. Proses Perkembangan Moral dan Spiritual

2.2.1. Proses Perkembangan Moral

Perkembangan moral pada awal masa kanak (2-5 tahun) masih


berada tingkat yang sederhana. Anak belum mampu mengerti prinsip-
prinsip tentang benar atau salah. Anak secara otomatis mengikuti
aturan tanpa berfikir.Ia menilai semua perbuatan sebagai benar atau
salah berdasarkan akibat akibatnya, bukan berdasarkan motivasi yang
mendasarinya.

Pada usia 10-12 tahun, anak makin memperluas konsep


sosialnya sehingga perbuatannya mencakup situasi apa saja, lebih dari
hanya situasi khusus. Pengertian yang kaku tentang benar-salah, yang
di pelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai
memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran
moral.

Memasuki masa remaja, ia di harapkan mengganti konsep-


konsep moral yang berlaku khusus di masa kanak-kanak dengan
prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode
moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.

2.2.2. Proses Perkembangan Spiritual

Pada masa anak-anak, perkembangan keagamaan dapat dipupuk


oleh pendidikan di rumah. Penekanan yang diberikan pada kepatuhan
terhadap peraturan agama dalam kehidupan sehari-hari. Seorang anak
yang dibesarkan dengan kebiasaan berdoa sebelum makan, sebelum
tidur, dan orang tua menceritakan cerita-cerita kegamaan,

4
perkembangan keagamaannya cendeung lebih baik dibanding anak
yang tidak dibesarkan dengan kebiasaan keagamaan.

Anak menaruh perhatian pada kegiatan keagamaan yang


dilakukan orangtuanya. Dalam hal ini perhatian yang anak tunjukan
ialah untuk menirukan kegiatan keagamaan yang dilakukan, tetapi
belum mampu mengartikan apa yang ialakukan. Selain itu, anak juga
memiliki rasa ingin tau tentang keagamaan.

Dalam masa sekolah, perasaan keagamaan pada anak masih


berkembamg yang agak lambang karena anak cenderung fokus pada
realitas sosialnya.

Pada masa remaja, kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan


dialami sendiri dengan sadar. Tetapi segala sesuatu yang menyangkut
ketuhanan masih perlu diterangkan. Mereka akan memeriksa iman
mereka dengan kritis dan memikirkan ulang kepercayaan yang sudah
mereka naut, terlepas dari otoritas eksternal dan internal kelompok.
Mereka memahami adanya paradoks dan kontradiksi dalam hidup, dan
sering menghadapikonflik antara memenuhi kebutuhan untuk diri
sendiri dengan berkorban untuk orang lain. Mulai mengantisipasi
kematian, mereka dapat mencapai pemahaman dan penerimaan lebih
dalam, yang diintegrasikan dengan iman yang mereka miliki
sebelumnya. Mencoba lebih dekat dengan Tuhan. Mengartikan makna
hidup yang dijalani dan mampu memandang kebenarandan kesalahan
dari berbagai sudut.

Saat memasuki usia lanjut, individu tidak lagi berpusat pada diri
sendiri. Mungkin ia akan membagikan ilmu keagamaannya kepada
oarng lain walaupun sebatas kelompok kecil seperti keluarga.

5
2.3 Tahap-Tahap Perkembangan Moral dan Spiritual

2.3.1. Tahap Perkembangan Moral

Perkembangan moral anak melalui tiga tahapan. Anak-anak


yang masih sangat muda mematuhi aturan yang ada karena mereka
takut dihukum jika mereka tidak menaati aturan tersebut. Kemudian,
mereka akan tetap menaati peraturan yang ada karena mereka pikir,
mereka menaati aturan untuk kepentingan terbaik mereka. Ketika
berusia sekitar 10 tahun penilaian moral anak berubah dari hal-hal
yang di dasarkan pada konformitas dan kesetiaan kepada orang lain
menjadi pemahaman terhadap aturan-aturan hukum. Pada masa
dewasa, beberapa individu mengembangkan standar moral yang
didasarkan kepada hak asasi manusia.

Menurut Kohlberg, perkembangan moral terdiri dari 3 tingkat,


yang masing-masing tingkat terdapat 2 tahap, yaitu:

a. Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-Konvensional) perilaku


anak tunduk pada kendali eksternal :

1. Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak


melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah (reward) dan
tidak mendapat hukuman (punishment).
2. Tahap 2: Relativistik Hedonism, anak tidak lagi secara mutlak
tergantung aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa
setiap kejadian bersifat relatif, dan anak lebih berorientasi pada
prinsip kesenangan. Menurut Mussen, dkk. Orientasi moral
anak masih bersifat individualistis, egosentris dan konkrit.

b. Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional) :

1. Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional), fokusnya


terletak pada kebutuhan social (konformitas).

6
2. Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik, anak
memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain.
3. Tahap 4: Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas,
menyadari kewajiban untuk melaksanakan normanorma yang
ada dan mempertahankan pentingnya keberadaan norma,
artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial
harus menerima peraturan yang telah disepakati bersama dan
melaksanakannya.

c. Tingkat Post Konvensional (Moralitas Post-konvensional) :

1. Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional),


individu mendasarkan penilaian moral pada prinsip yang benar
secara inheren.
2. Tahap 5: Orientasi pada perjanjian antara individu dengan
lingkungan sosialnya, pada tahap ini ada hubungan timbal
balik antara individu dengan lingk sosialnya, artinya bila
seseorang melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan
tuntutan norma social, maka ia berharap akan mendapatkan
perlindungan dari masyarakat.
3. Tahap 6: Prinsip Universal, pada tahap ini ada norma etik dan
norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya: dalam
hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada unsur-
unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan/perilaku
itu baik/tidak baik; bermoral/tidak bermoral. Disini dibutuhkan
unsur etik/norma etik yang sifatnya universal sebagai sumber
untuk menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan
moralitas.

7
2.3.2. Tahap Perkembangan Spiritual

Menurut Teori Fowler dalam Desmita (2009:279) mengusulkan


tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya
dalam lingkup perkembangan intelektual dan emosional. Dan ketujuh
tahap perkembangan itu adalah :

1. Tahap prima faith terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai
dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya
2. Tahap intuitive-projective, berlangsung antara usia 2-7 tahun.
Pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan karena
kepercayaan yang dimiliki merupakan gabungan hasil pengajaran
dan contoh-contoh dari orang dewasa.
3. Tahap mythic-literal faith, dimulai dari usia 7-11 tahun. Anak
secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi
masyarakatnya. Gambaran tentang Tuhan diibaratkan sebagai
seorang pribadi, orang tua atau penguasa yang bertindak dengan
sikap memerhatikan secara konsekuen dan tegas.
4. Tahap synthetic-coventional faith, terjadi pada usia 12 sampai
akhir remaja. Adanya kesadaran tentang simbolisme dan memiliki
lebih dari satu untuk mengetahui kebenarannya. Remaja mulai
mencapai pengalaman bersatu dengan transenden melalui symbol
dan upacara keagamaan. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa
Tuhan lebih dekat dengan dirinya sendiri.
5. Tahap individuative – reflective faith,terjadi pada usia 19 tahun.
Tahap ini mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab
individual terhadap kepercayaan tersebut.
6. Tahap Conjuctive – faith, dimulai pada usia 30 tahun sampai
masa dewasa akhir. Ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan
symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Seseorang juga
lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradox dan
bertentangan yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan

8
pembatasan seseorang.
7. Tahap universalizing faith, berkembang pada usia lanjut.
Munculnya sistem kepercayaan transcendental untuk mencapai
perasaan ketuhanan serta adanya desentransasi diri dan
pengosongan diri. Pada tahap ini orang mulai berusaha mencari
kebenaran universal.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Implikasi Moral dan Spiritual Pada Guru

3.1.1. Moral

Purwanto berpendapat bahwa moral bukan hanya memiliki arti


bertingkah laku sopan santun, bertindak dengan lemah lembut, dan
berbakti kepada orang tua saja, melainkan lebih luas lagi dari itu.
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara,
salah satunya melalui pendidikan langsung. Pendidikan langsung yaitu
melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah
atau baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selanjutnya pada usia
sekolah dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau
lingkungannya. Selain lingkungan keluarga, pendidikan juga
merupakan sarana yang kondusif bagi perkembangan moral anak.
Pembinaan mora anak sangat penting, karena percuma jika hanya
mendidik anak-anak untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan
tanpa jiwa dan wataknya dibangun dan dibina (Hartono,2002).

3.1.2. Spiritual

Pendidikan memiliki peranan penting dalam mengembangkan


spiritual. Zohar dan Marshall (Desmita, 2008) pertama kali meneliti
tentang kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku
dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Menurut Purwanto (2006) mengatakan bahwa pendidikan tidak
terletak pada perkembangan biologis saja, tetapi juga harus
diperhitungkan perkembangan rohaninya.

10
3.2. Permasalahan Perkembangan Moral dan Spiritual

3.2.1. Permasalahan Perkembangan Moral

Saat anak memasuki SD, tentu mereka ingin sekali mencari


banyak teman bermain. Tetapi disisi lain, perlakuan pembullyan juga
bisa terjadi pada anak SD. Seperti pada zaman millenial saat ini, tidak
hanya seorang artis atau selebriti, siapa saja pun bisa viral dengan
mudahnya baik karena perlakuan baik maupun buruk. Video yang
belum lama sedang viral di publik dimana seorang siswa SD dianiyaya
oleh kakak kelasnya sendiri. Video itu viral karena diduga sang pelaku
yang menginginkannya.

Siswa SMP merupakan remaja awal yang berada pada fase


negatif. Seacar garis besar, sifat-sifat negatif tersebut yaitu, negative
dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental, dan
negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam
lingkungan maupun dalam bentuk agresif terhadap lingkungan. Pada
masa transisi, dari fase anak-anak menuju remaja awal kemungkinan
siswa mengalami masa krisis yang ditandai dengan kecenderungan
munculnya masalah-masalah dan kenakalan remaja.

Yang terjadi pada anak SMA pada umumnya yaitu tawuran.


Tawuran antar pelajar ini, menjadi masalah yang sangat menggganggu
ketertiban dan keamanan lingkungan di sekitarnya. Tidak hanya
terjadi di lingkungan sekolah saja, namun terjadi di jalanan umum.
Biasanya tawuran antar pelajar dimulai dari masalah yang sangat
sepele seperti saling ejek, rebutan cewek, serta membuat candaan yang
terlalu senfitif. Lebih berbahaya lagi, mereka saling membawa senjata
tajam yang dapat berdampak buruk bagi mereka.

Di kalangan orang dewasa, berbagai perilaku yang tidak sesuai


seringkali terjadi korupsi, pelecehan seksual, pembunuhan,

11
pemerkosaan, perjudian, pencurian, dan sebaginya.

Pada lanjut usia, beberapa masalah yang sering dialami salah


satunya yaitu sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana
lanjut usia menunjukkan penampilan perilaku yang sangat
mengganggu.Rumah atau kamar yang kotor serta berbau karena lania
ini sering bermain-main dengan urin dan fesesnya.Lanjut usia sering
menumouk barang-barangnya dengan tidak teratur.

Pada anak ABK, sering kali mengalami hambatan untuk


berkonsentrasi dalam menerima dan mengikuti intruksi yang
diberikan, serta sering kali tidak menyelesaikan tugas atau kegiatan
pembelajaran hingga tuntas. Anak ABK bisa membangun interaksi
sosial dengan orang lain, namun seringkali ia menunjukkan perilaku
yang agresif.

3.2.2. Permasalahan Perkembangan Spiritual

Pada anak SD dan SMP permasalahan spiritual ini yaitu mereka


belum bisa membedakan yang benar dan salah sehingga mereka tidak
tau apa yang dilakukan mereka itu berdosa atau tidak. Anak SD dan
SMP ini perilakunya cenderung meniru dari teman-temannya.

Remaja SMA dari keluarga tidak utuh akan memiliki


kecenderungan bermasalah daripada anak SMA yang memilik
keluarga utuh. Spiritual tersebut dipengaruhi oleh keluarga. Merek
yang memiliki keluarga tidak utuh tidak mendapatkan dorongan dan
ajaran-ajaran spiritual dengan benar.

Pada orang dewasa, tentunya mereka tau dan bisa membedakan


mana yang salah dan mana yang benar. Tapi masih ada ada aja orang
melakukan yang hal tidak sesuai dengan agama. Misalnya saja mabuk,
judi, dan sebagainya. Harusnya mereka tau bahwa perbuatan seperti
itu adalah dosa besar.

12
Pada usia lanjut, seseorang pasti akan berpikiran bahwa dirinya
akan mati. Dengan begitu pastilah perasaan seperti ketidak tenangan,
resah dan takut ada di dalam diri seorang lansia.

Pada ABK, ketidak sempurnaan ini harus tetap disyukuri, karena


merupakan karunia Tuhan. Masalah yang sering timbul yaitu
cemoohan dari orang lain karena dirinya berbeda dengan yang lain.

3.3. Solusi Permasalahan Perkembangan Moral dan Spiritual

3.3.1. Solusi Permasalahan Perkembangan Moral

Anak SD dan SMP seharusnya mendapat pengawasan yang


lebih dari orangtua karena mereka masih polos dan suka meniru
temannya serta belum bisa membedakan mana yang salah dan mana
yang benar.

Pada siswa SMA, seharusnya mereka bisa mengontrol diri


sendiri, bertoleransi, demokratis, bersahabat atau komunikatif, cinta
damai, peduli sosial dan semangat kebangsaan. Sedangkan solusi yang
di lakukan sekolah, kedua sekolah yang terlibat harus berunding akan
tawuran pelajar.

Pada orang dewasa, seharusnya mereka sudah mengerti mana


yang baik dan mana yang buruk. Apabila masih melakukan hal-hal
yang menyimpang, berarti norma dan hukum yang ada di masyarakat
masih kurang memberikan efek jera.

Pada lanjut usia, sebenarnya sikap dan perilaku mereka sudah


bawaan dari faktor usia. Karena sikapnya kembali seperti anak kecil,
orang-orang yang berada dibawah mereka harus bisa mengerti.

Menurut Doctoroff (2001) mengungkapkan bahwa, penggunaan


lingkungan fisik (physical environment) sebagai media bermain, dapat
mengoptimalisasi perkembangan anak ABK. Flyyn & Kieff (2002) juga

13
mengatakan bahwa diperlukannya situasi bermain melalui outdoor
playing dimana ada keterlibatan Guru dan pendamping bagi anak
berkebutuhan khusus, sehingga permasalahan anak berkebutuhan
khusus dapat tertangani secara maksimal.

3.3.2. Solusi Permasalahan Perkembangan Spiritual

Anak SD dan SMP ini hendaknya perlu ada bimbingan baik dari
keluarga maupun guru di sekolah serta guru ngaji. Mengapa demikian?
Karena anak usia SD dan SMP merupakan masa pembentukan
kepribadian individu. Sehingga sangat perlu adanya bimbingan
spiritual.

Remaja SMA merupakan masa-masa transisi, ini pastinya


mereka mendapatkan banyak masalah. Oleh sebab itu, orangtua harus
memberikan bekal spiritual yang cukup kepada remaja agar mereka
tidak sampai melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama.

Untuk orang dewasa, mereka seharusnya sadar bahwa hidup di


dunia ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Oleh sebab itu, perlu
adanya kesadaran akan dosa yang mereka perbuat. Cara meningkatkan
rasa religius bisa dengan mengikuti kajian-kajian.

Orang lansia harus dituntun oleh anak ataupun keluarganya,


karena mereka secara fisik sudah tidak mampu untuk melakukan
kegiatan seperti sebelumnya. Untuk spiritual, orang yang lanjut usia ini
lebih memikirkan tentang ibadahnya untuk bekal jika esok mati.

Untuk anak ABK, perlu adanya bimbingan dari keluarga dan


guru. Fungsi dari keluarga dan guru ini untuk menguatkan mereka
bahwa semua manusia yang hidup di dunia ini sama serta manusia
semua diciptakan karena karunia Tuhan, sehingga kita harus bersyukur
apapun yang terjadi.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Moral adalah keyakinan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk
serta keyakinan akan norma-norma kelakuan manusia untuk menentukan
apakah suatu tindakan atau sikap itu benar atau salah. Spiritual merupakan
bagian dari perkembangan individu, aspek spiritual dapat mendorong
individu untuk mencari hakikat mengenai keberadaan diri, yang pada
akhirnya dapat memandu individu dalam mencapai aktualisasi diri sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. Tahap perkembangan moral menurut Kohlberg ada 3
yaitu Tingkat Pra Konvensional, Tingkat Konvensional dan Tingkat Post
Konvensional. Ada banyak sekali permasalahan perkembangan moral dan
spiritual ini maka perlu adanya kesadaran diri untuk memperbaiki dan untuk
anak-anak harus lebih diawasi oleh orang tua.

4.2. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kesalahan.


Oleh sebab itu, kami mengharap kritik dan saran agar dapat mebuat makalah
dengan lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rochmadi, Nur Wahyu. 2002. Dasar & Konsep Pendidikan Moral. Malang:
Wineka Media.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali

Wade, Carole. Carol Travis., dan Maryanne Garry. 2016. Psikologi Edisi
Kesebelas. Jakarta: Erlangga.

http://etheses.uin-malang.ac.id/772/6/07410003%20Bab%202.pdf

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-rita-eka-izzaty-spsi-msi/f-
perkembangan-moral-kuliah-pp1-0509.pdf

https://www.merdeka.com/peristiwa/video-siswa-sd-di-labura-dianiaya-kakak-
kelas-viral-keluarga-sepakat-damai.html

http://ejournal.upi.edu/index.php/eduhumaniora/article/download/6150/4157

http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PSYCHOIDEA/article/view/1554/1297

https://www.researchgate.net/publication/317430155_PENDEKATAN_KONSEL
ING_SPIRITUAL_PADA_LANJUT_USIA_LANSIA

15

Anda mungkin juga menyukai