Anda di halaman 1dari 21

SPIRITUAL PARENTING

Disusun Oleh :
Kelompok
Anggota :

Dosen Pengampu : Salman Alade S.Pd.,M.Pd

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyusun serta menyelesaikan makalah tentang “Spiritual Parenting” ini Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat memberi informasi kepada para pembaca
pada umumnya dan khususnya untuk Saudara-Saudari yang membutuhkan Dalam
penulisan ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini Maka
pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen
pembimbing mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan baik dari segi isi,
bahasa, maupun segi lainnya Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dan dapat memperbaiki kesalahan serta bisa menunjang
mutu dari makalah ini, sehingga makalah ini lebih berguna bagi pembaca

Gorontalo, Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1 Pengertian Perkembangan spiritual...................................................................3
2.2 Pengertian Parenting.........................................................................................6
2.3 Permasalahan spiritual...................................................................................10
2.4 Solusi dari Permasalahan spiritual.................................................................12
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 16
31 Kesimpulan.................................................................................................... 16
32 Saran.............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PEBDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peserta didik merupakan aset utama dalam misi memajukan bangsa.
Mereka perlu pendidikan yang benar supaya tidak menjadi generasi penerus yang
salah kaprah. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik,
namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang sesuai
dengan norma hukum dan agama.
Pertumbuhan (growth) adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bias
diukur dengan ukuran berat (gram. Pound) ukuran Panjang (cm, inchi), umur
tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Sementara perkembangan (development) adalah berambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan
menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-
organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-
masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk perkembangan moral dan spiritual
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Perkembangan bagi setiap individu mempunyai sifat yang unik Saufrock
dan Yussen (19721:17) menyatakan bahwa “Each us develops some other
individuals, and like individuals, like some other individuals, and like no other
individuals”. Maksudya bahwa tiap-tiap individu berkembang dengan cara
tertentu, seperti individu lain, seperti beberapa individu yang lain, dan seperti
tidak ada individu yang lain. Perkembangan juga merupakan suatu proses yang
sifatnya menyeluruh (holistik). Perkembangan individu dikenal dengan dua fakta
yang menonjol, pertama, setiap manusia mempunyai pola perkembangan yang
sama dan bersifat umum, dan kedua setiap individu mempunyai kecenderungan
yang berbeda (secara fisik maupun mental). Perbedaan tersebut ternyata lebih
banyak bersifat kualitatif daripada kuantitatif.

1
Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan bangsa”. Ini merupakan salah satu dasar dan tujuan
dari pendidikan nasional yang seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. Pasal
tersebut juga membahas tentang tujuan pendidikan nasional untuk
mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Maka dari itu diperlukan pengembangan moral dan religius pada peserta
didik. Ditambah lagi dengan semakin menurunnya moral dan akhlak remaja masa
kini yang ditandai dengan aksi anarkis, penggunaan narkoba, pergaulan bebas, dan
pornografi, sehingga pengembangan moral dan agama harus lebih ditekankan
dalam lingkup pendidikan.

1.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan moral spiritual pada anak, remaja, dewasa,
lansia dan anak berkebutuhan khusus ?
2. Bagaimana dampak moral spiritual pada anak, remaja, dewasa, lansia dan
anak berkebutuhan khusus ?
3. Bagaimana solusi dari permasalahan moral spiritual pada anak, remaja,
dewasa, lansia dan anak berkebutuhan khusus ?

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan moral spiritual pada anak, remaja,
dewasa, lansia dan anak berkebutuhan khusus.
2. Untuk mengetahui dampak moral spiritual pada anak, remaja, dewasa,
lansia dan anak berkebutuhan khusus.
3. Untuk mengetahui solusi dari permasalahan moral spiritual pada anak,
remaja, dewasa, lansia dan anak berkebutuhan khusus.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Spiritual
Pengertian Spiritual menurut Gunarsa adalah rangkaian nilai tentang
berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Istilah spiritual sendiri berasal dari
kata spirit yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan.
Menurut Shaffer adalah kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku
individu dalam hubungannya denagn masyarakat dan kelompok sosial. Spiritual
ini merupakan standar baik dan buruk yang ditentukan oleh individu dengan nilai-
nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota sosial.

Perkembangan spiritual merupakan perkembangan yang berkaitan dengan


aturan seperti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak yang seharusnya
dilakukan dalam berinteraksi yang berlaku dalam kelompok sosial. Sedangkan
Perkembangan spiritual adalah perkembangan atau tahap seseorang membentuk
kepercayaan baik berupa kepercayaan terhadap agama ataupun adat.

Menurut Kohlberg mengemukakan ada tiga tingkat perkembangan


spiritual, yaitu tingkat prakonvensional, konvensional dan post-konvensional.
Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada enam
tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap.

• Tingkat Penalaran Prakonvensional

Pada penalaran prakonvensional anak tidak memperhatikan internalisasi


nilai-nilai spiritual-penalaran spiritual dikendalikan oleh imbalan dan hukuman
eksternal. Pada tingkat ini terdapat dua tahap:

1. Tahap satu orientasi hukuman dan ketaatan (punihsment and obedience


orientation) : tahap penalaran spiritual didasarkan atas hukuman. Anak-anak
taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
2. Tahap dua individualisme dan tujuan (individualism and purpose) : tahap
penalaran spiritual didasarkan atas imbalan dan kepentingan sendiri. Anak-
anak taat bila mereka ingin dan butuh untuk taat. Apa yang benar adalah apa

3
yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

• Tingkat Penalaran Konvensional

Pada tingkat ini, internalisasi individual ialah menengah. Seseorang


menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati standar-
standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.

1. Norma-norma interpersonal, seseorang menghargai kebenaran, kepedulian,


dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan spiritual.
Anak-anak sering mengadopsi standar-standar spiritual orang tuanya pada
tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai
“perempuan yang baik” atau seorang “laki-laki yang baik”.
2. Spiritualitas sistem sosial, pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, dan kewajiban.

• Tingkat Penalaran Pascakonvensional

Tingkat ini ialah tingkat tertinggi dalam teori perkembangan spiritual kohlberg.
Pada tingkat ini mortalitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan
pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan spiritual
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan
suatu kode spiritual pribadi.

1. Hak-hak masyarakat dengan hak individual. Seseorang memahami bahwa


nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat
berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa hukum
penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah.
Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting
dari pada hukum.
2. Prinsip-prinsip etis universal. Seseorang telah mengembangkan suatu standar
spiritual yang didasarkan pada hak-hak manusia yang manusia yang
universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang
akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan
resiko pribadi.

4
B. Pengertian Parenting
Parenting merupakan serangkaian perilaku, tindakan, dan interaksi orang tua
dengan pola asuh yang benar mendorong tumbuh kembang seorang anak agar
tumbuh dan berkembang. Parenting bukan berasal dari sepihak saja, yaitu dari
orang tua kepada anak. Bukan hanya sekedar membesarkan, mendidik,
membesarkan, melindungi dan membesarkan seorang anak, tetapi juga
merupakan proses interaksi yang intensif antara keduanya.

Progran keayahbundaan (parenting) merupakan program yang memberikan


penguatan terhadap kehidupan bermasyarakat terutama perkembangan anak usia
dini, metode pengasuhan, dan pola komunikasi masyarakat. Pendekatan yang
tepat dalam pendidikan keluarga akan mewarnai ketercapaian pembentukan
karakter masyarakat Indonesia di masa depan.

Jerome Kagan seorang psikolog perkembangan (dalam Okvina. 2009)


memberi definisi pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang
sosialisasi kepada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang
tua/pengasuh agar anak dapat bertanggung jawab dan berkontribusi sebagai
anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua atau wali
ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya
dengan baik.

Kegiatan parenting merupakan bentuk layanan pendidikan dimana orang tua


dijadikan mitra kerja agar mampu berperan sebagai pendidik di rumah karena
sebagian besar waktu anak berada di lingkungan keluarganya.8 Selanjutnya
Gunarsa (1995) mengartikan parenting sebagai cara orang tua bertindak terhadap
anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Parenting
merupakan perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi
perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari.

Perbaikan pola asuh dapat meningkatkan perkembangan dan kesejahteraan


anak maupun orang tua. Anak-anak yang berkembang dalam lingkungan yang
hangat dan sportif cenderung mampu bersosialisasi dengan baik. Aspek
kehidupan anak termasuk perkembangan otak, bahasa, keterampilan sosial,

5
pengaturan emosi, pengendalian diri, kesehatan mental dan fisik, perilaku risiko
kesehatan, dan kapasitas mereka untuk mengatasi berbagai tantangan yang
dihadapi dimasa mendatang sangat dipengaruhi bagaimana perkembangan dan
pertumbuhan anak pada masa awal.

Jadi dapat dikatakan bahwa parenting merupakan proses interaksi antara orang
tua dengan anak, bagaimana orang tua mengasuh anaknya. Sebagaimana
diketahui bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mempengaruhi
pendidikan anak, maka penting bagi orang tua untuk memperhatikan bagaimana
pola asuh yang diberikan kepada anaknya di rumah dan di sekolah.
C. Perkembangan Spiritual Menurut Umur
a. Perkembangan spiritual spiritual pada masa bayi (0 – 2 tahun)
Pada masa bayi ini tingkah laku hampir semuanya didominasi oleh
dorongan naluriah belaka (implusif). Oleh karena itu tingkah laku anak
belum bisa dinilai sebagai tingkah laku berspiritual atau tidak berspiritual.
Pada masa ini anak cenderung suka mengulangi perbuatan yang
menyenangkan dan tidak mengulangi perbuatan yang menyakitkan.
Seorang bayi belum memiliki kapasitas untuk mengembangkan
kecerdasan spiritualnya, yang dia memiliki hanyalah rasa benar dan salah
terhadap sesuatu yang berlaku untuk dirinya sendiri. Contoh: bagi bayi, rasa
lapar itu salah, sehingga dia menangis saat lapar. Bayi yang sedang dalam
proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik,
psikologi, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak
adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan
artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mendiri. Tahap awal perkembangan
manusia dimulai dari masa perkembangan bayi. Haber (1987) menjelaskan
bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan
spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki spiritual untuk
mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik meruapakn sumber
dari terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.
b. Perkembangan spiritual spiritual pada masa kanak-kanak awal (18

6
bulan – 3 tahun)
Pada fase ini anak sudah mengalami peningkatan kemampuan
kognitif. Anak dapat belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk
melanjuti peran kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini
memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan
menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan aman.
Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang
sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau
cara anak memberi salam dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih
merasa senang jika menerima pengalaman-pengalaman baru, termasuk
pengalaman spiritual. Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap
spiritualitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua, saudara, dan teman
sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan ornag lain (orang tua,
saudara dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan atau
perilaku mana yang baik /boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak
boleh/ditolak /tidak di setujui.
c. Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun)
Pada fase ini berhubungan erat dengan kondisi psikologis
dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami
kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan
norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah,
tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma
keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui
filosofi yang mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini
harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka
kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan
mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya. Melalui
pengalaman berinteraksi dengan ornag lain (orang tua,saudara dan teman
sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang
baik dan mana yang buruk.
d. Perkembangan spiritual dan spiritual anak pada masa sekolah (6

7
tahun -12 tahun)
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami
peningkatan kualitas kognitif pada anak (6-12 tahun). Anak usia sekolah (6-
12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan
konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama
mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak
dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat
mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka. Pada
masa ini anak mulai mengenal konsep spiritual (mengenai benar salah atau
baik buruk pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya mungkin
anak tidak mngerti konsep spiritual ini,tetapi lambat laun anak akan
memahaminya.Pada masa ini anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari
orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini,anak sudah dapat
memahami alasan yang mendasari suatu peraturan, disamping itu,anak sudah
dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah
atau baik-buruk.
e. Perkembangan spiritual dan spiritual pada masa remaja (12-18 tahun)
Pada tahap ini remaja sudah memahami akan arti dan tujuan hidup,
Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini
dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam
hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat
menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat mengalami bingung
ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap
ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga.
Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan
keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang
tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya
dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik
orang tua dan remaja. Melalui pengalaman atau berinterkasi sosial dengan
orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat
spiritualitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak.

8
Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai spiritual atau konsep-
konsep spiritualitas seperti kejujuran, keadilan, kesopanan dan kedisiplinan.
Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk
memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya
penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya).
f. Perkembangan spiritual dan spiritual pada masa dewasa (18-60
tahun)
Pada tahap dewasa awal ini individu menjalani proses
perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual,
memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari
saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka
sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka
lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa
mereka sudah dewasa. Pada masa dewasa pertengahan merupakan tahap
perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang
benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan spiritual, agama dan
etik sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan,
mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai
spiritual. Pada masa dewasa akhir periode perkembangan spiritual pada
tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi
spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain
dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan
ritual spiritual meningkat.
g. Perkembangan spiritual dan spiritual pada masa lansia
Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini
walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual
sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang
mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset
membuktikan orang yang agamanya baik mempunyai kemungkinan
melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik

9
menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai,
ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya
baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan.
Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada proses bukan
pada kematian itu sendiri. Dimensi spiritual menjadi bagian yang
komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena setiap individu pasti
memiliki aspek spiritual, Walaupun dengan tingkat pengalaman dan
pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka
yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu
menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda.
Perkembangan spiritual pada masa lansia ini cenderung ingin di hormati dan
pendapatnya yang harus selalu benar.
h. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan
memerlukan pelayan yang spesifik berbeda dengan anak pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan
perkembangan. Oleh sebab itu, mereka memerlukan layanan pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak, utamanya dalam
mengembangkan spiritual dan spiritual.
D. Permasalahan Spiritual
a. Bayi
Berdasarkan pernyataan dan kerjasama dari keinginan tersebut, maka bayi
sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman
yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuknya rasa keagamaan
pada diri anak. Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting, diantaranya
insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena
beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya insting itu
belum sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu dipernalkan kepada
anak jauh sebelum anak berusia 7 tahun. Artinya jauh sebelum usia tersebut, nilai
keagamaan itu sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara manusia
dengan Tuhan atau hubungan antar-sesama manusia.

10
b. Anak-anak
Kurangnya tertanamnya jiwa agama pada setiap anak di karenakan
kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan spiritual sejak dini,
sehingga pengetahuan akan spiritual dan spiritual menjadi kurang berkembang
pada usianya. Anak akan tidak tahu apa-apa tentang spiritual menyebabkan
kebutaan dalam beretika kehidupan masyarakat.
c. Remaja
1. Longgarnya pegangangan terhadap agama yang menyebabkan hilangnya
pengontrol diri dari dalam. Semua spiritual dan spiritual bersumber dari
pengajaran keluarga dan masyarakat. ketika keluarga dan masyarakat sudah
lemah dalam pengajarannya, maka remaja dapat bertindak sesuka hati dalam
melakukan pelanggaran tanpa ada yang memperingatinya.
2. Pembinaan spiritual yang dilakukan oleh orangtua, sekolah dan masyarakat
sudah kurang efektif. Penanggung jawaban pelaksanaan pendidikan terutama
dilakukan oleh Tripusat Pendidikan yakni keluarga sekolah dan masyarakat.
3. Adanya budaya hidup materialistik, hedonistik, dan sekularistik, yang di
akibatkan oleh arus globalisasi yang semakin menjamur. Hal ini dimanfaatkan
oleh para penyandang modal untuk menggaruk keuntungan material dengan
memanfaatkan para remaja tanpa memerhatikan kerusakan spiritual dan
spiritual.
d. Dewasa
1. Suasana rumah tangga yang kurang baik. Jika hubungan keluarga yang tidak
berjalan harmonis maka efek buruknya berdampak pada kekacauan psikis
yakni tidak memedulikan lingkungan disekitar sehingga hubungan sosial yang
membutuhkan spiritual dan etika yang baik menjadi terganggu.
2. Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap orang dilingkungan masyarakat
yang berdampak pada tindakan-tindakan kriminal seperti pencurian,
perampokan, pemerkosaan, KKN, korupsi, dan tindakan-tindakan kriminal
lainnya.
3. Keadaan masyarakat yang kurang stabil akibat lingkungan masyarakat yang
buruk terhadap spiritual dan spiritual. Jika lingkungan masyarakat membentuk

11
spiritual dan spiritual yang buruk, maka orang cenderung mengikuti
masyarakat yang spiritual spiritualnya buruk.
e. Lansia
1. Hambatan dalam melaksanakan proses spiritual karena faktor fisik dan psikis
yang mulai menurun.
2. Lansia yang spiritual dan spiritualnya kurang baik merasa tujuan hidupnya
kurang baik, rasa tidak dihargai, rasa tidak dicintai, ketidakbebasan, dan rasa
takut mati.
3. Lansia merasa ingin dihormati oleh orang-orang yang usianya lebih muda
darinya.
f. Anak Berkebutuhan Khusus.
Kurangnya lingkungan yang mendukung untuk melaksanakan spiritual dan
spiritual dengan baik. Anak ABK membutuhkan fasilitator yang sesuai dengan
apa yang dia butuhkan untuk berkambang dalam kehidupan bermasyarakat serta
beragama. Akan tetapi, jika fasilitator tersebut tidak tersedia atau tidak
mendukung dalam tumbuh kembangnya dalam spiritualitas dan spiritual,
hambatan yang ada seperti lumpuhnya perkembangan ABK dalam melaksanakan
kehidupan berspiritual dan beragama yang sangat dibutuhkan dalam
bermasyarakat.
E. Solusi Dari Permasalahan Spiritual
a. Bayi
Orang tua memberikan pengajaran tentang keagamaan sedini mungkin
kepada anak, agar dimasa depan anak tersebut bisa terbentuk spiritualnya dengan
baik dan mengamalkannya dilingkungan masyarakat sekitanya.
b. Anak
1. Konsisten dalam mendidik, ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan
yang sama dalam melarang dan membolehkan tingkah laku tertentu pada anak.
Pada kenyataannya masih banyak orang tua yang tidak kompak dalam
mendidik anaknya. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan serta
rasa ego yang tinggi pada orangtua. Ketidakkompakan orangtua dalam
mendidik anak berakibat pada kurang baiknya spiritual yang dimiliki anak

12
tersebut sehingga anak bingung membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Maka sebaiknya orangtua menyamakan presepsi dalam memberikan
didikan pada anak-anaknya.
2. Sikap orang tua dalam keluarga, secara tidak langsung mempengaruhi
perkembangan spiritual anak. Melalui proses peniruan (imitasi) anak dapat
merekam sikap orang tua terhadap lingkungan disekitar anak tersebut dan
dapat dengan mudahnya ditiru oleh sang anak sehingga sebaiknya orang tua
memberikan contoh (teladan) spiritual yang baik kepada sang anak agar di
masa depan perilaku spiritual akan baik pula.
3. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut, orangtua berkewajiban
menanamkan pelajaran-pelajran agama yang dianut kepada sang anak baik
berupa bimbingan-bimbingan maupun contoh implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang diajarkan oleh orang tua kepada
anak dapat memberikan pengejaran spiritual serta spiritual yang baik kepada
anak.
c. Remaja
1. Hubungan komunikasi orangtua, komunikasi yang dijalin oleh orangtua dapat
menumbuhkan sikap spiritual pada anak. Remaja yang aktif mendengarkan
dari orangtua atau orang dewasa bagaimana harus bertingkah laku sesuai
dengan norma dan nilai-nilai spiritual tetapi harus tetap diawasi.
2. Menciptakan iklim lingkungan yang serasi, remaja yang mempelajari nilai
hidup tertentu dan spiritual, kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah
laku sebagai spiritual dan suara hati, serta perilakunya belum dibimbing oleh
nilai-nilai spiritual. Pada masa anak-anak perkembangan spiritual yang terjadi
masih relatif terbatas. Dia belum menguasai nilai-nilai abstrak yang berkaitan
dengan benar salah dan baik buruk. Hal ini dikarenakan perkembangan
inteleknya masih terbatas. Selian itu dia belum mengetahui manfaat suatu nilai
dannorma dalam kehidupannya. Semakin dia tumbuh dewasa dia mulai
dikenalkan terhadap nilai-niali, ditunjukkan hal-hal yang boleh dan yang tidak
boleh, yang harus dilakukan dan yang dilarang.

13
3. Agama dan Budaya, faktor agama memiliki sumbangan yang berarti terhadap
perkembangan penyesuaian diri individu. Agama memberikan sumbangan
nilai-nilai, keyakinan, praktek-praktek yang memberikan makna sangat
mendalam tujuan, serta kesetabilan keseimbangan hidup individu. Maka dari
itu sejak remaja hendaknya diberikan pembekalan agama yang kuat namun
tidak fanatis sehingga tidak terjadi penyimpangan maupun permasalahan
sosial.
d. Dewasa
1. Pupuk sikap saling pengertian, qana’ah (rasa cukup) dan rasa syukur terhadap
pasangan agar tidak terjadi perceraian. Perceraian mungkin baik untuk
menyelesaikan masalah. Akan tetapi mungkin tidak untuk orang lain
khususnya orang-orang terdekat misal anak, orang tua dan keluarga. Mereka
akan mengalami pergulatan psikologis yang hebat hingga rasa malu terhadap
diri sendiri ataupun orang lain.
2. Melakukan pendalaman agama dengan mendekati orang-orang yang mengerti
agama. Spiritual dan spiritual yang baik berakar dari kepercayaan diri sendiri
dan lingkungan yang baik. Setiap individu yang beragama hendaknya
memperkaya kajian ilmu agama untuk bekal hidup setelah meninggal. Selain
itu, menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama misalnya tidak meminum
minuman keras serta melihat konten-konten negatif.
e. Lansia
Kepada lansia sering dianjurkan agar dia mampu menghadapi berbagai
persoalan dengan sikap “enteng” sehingga dia tidak merasa terdesak untuk
mengubah orientasi kehidupan yang selama ini secara ajeg diikutinya. Perubahan-
perubahan yang terjadi hendaknya dapat diantisipasi dan diketahui sejak dini
sebagai bagian dari persiapan menghadapi masa tua dan hidup dimasa tua.
Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, biasanya merupakan gejala
menjadi tua yang amat wajar. Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa merupakan benteng pertahanan mental yang amat ampuh dalam
melindungi diri dari berbagai ancaman masa tua.
f. Anak Berkebutuhan Khusus

14
1. Penanganan dengan kasih yang tulus serta penerimaan secara totalitas
terhadap kondisi anak yang sesungguhnya dari orangtua akan sangat
membantu kemajuan perkembangan anak sesuai kemampuan yang dimiliki.
2. Mendidik secara inklusif dengan cara sekolah harus menyediakan kondisi
yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia terdapat dua proses kejiwaan yang terjadi, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Pada umumnya, istilah pertumbuhan dan
keperkembangan anak digunakan secara bergantian. Padahal, kedua proses ini
berlangsung secara interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain.
Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan untuk
memperjelas penggunaannya.
Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi
positif. Proses pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan menuju bentuk sikap
dengan tingkah laku merupakan proses kejiwaan yang bersifat muskil. Seorang
individu yang pada waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata tidak
selalu karena dia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai
dengan nilai dan norma sosial. Berbuat sesuatu secara fisik adalah bentuk tingkah
laku yang mudah dilihat dan diukur. Akan tetapi, di dalamnya tercangkup juga
sikap mental yang tidak selalu ditanggapi, kecuali secara tidak langsung, misalnya
melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap mental
tersebut.
Perkembangan spiritual dan spiritual dari bayi hingga lansia beserta anak
berkebutuhan khusus memiliki tahapan yang seimbang untuk mengetahui
bagaimana penggambaran perilaku tercermin sesuai dengan usia pertumbuhannya.
Dalam usaha membentuk perilaku yang berlandaskan spiritual dan spiritual, jelas
bahwa faktor lingkunngan yang memegang peranan penting. Di antara seala unsur
lingkungan social yang berpengaruh adalah manusia-manusia yang langsung
dikenal oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini
lingkungan sosial terdekat adalah orangtua dan guru.

16
3.2 Saran
Sebaiknya perkembangan spiritual dan spiritual ditanamkan sedini
mungkin supaya memiliki bekal dan kesiapan dalam menghadapi masa depan
individu yang optimis, berjiwa agamis, dan berspiritual. Pendidikan spiritual
merupakan suatu keharusan terutama bagi usia-usia anak dan remaja karena
mereka berada pada posisi tahap pertumbuhan dan perkembangan yang menonjol.
Peran orang tua dan guru sangat penting dalam pembentukan kepribadiannya
sehingga diperlukan usaha yang mumpuni agar tercipta individu penerus bangsa
yang berspiritual dan agamis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin.2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media

Baharuddin.2009. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Garnida, Dadang. 2015. Pengantar Perkembangan Inklusif. Bandung: PT Refika


Aditama.

Hartono, Agung.2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

Mahdalela. 2013. Ananda Berkebutuhan Khusus: Penanganan Perilaku


Sepanjang Rentang Perkembangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nurhidayah, S. (2012). Kebahagiaan lansia ditinjau dari dukungan sosial dan


spiritual (Online) (http://www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/soul/
article/download/711/635). Diakses pada 19 Oktober 2018.

Patmonodewo, Soemiarti, dkk. 2001. Bunga Rampai: Psikologi Perkembangan


Pribadi dari Bayi sampai Lanjut Usia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan
Perguruan Tinggi.

Suhada, Idad. 2017. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Yusuf, Samsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

18

Anda mungkin juga menyukai