Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

PERKEMBANGAN MORAL–SPIRITUAL PESERTA DIDIK, SERTA


PROBLEMATIKANYA

Dosen Pengampu :

M. Luthfi Oktarianto, M.Pd

Disusun Oleh:

1. Inas Raihanah (230151608019)

2. Ivy Qurrotuaini Parasdya (230151601567)

3. Nur Afni (230151600492)

4. Salza Chusnul Khotimah (230151605111)

5. Wanda Rahmawati (230151600349)

6. Welda Wahyu Andini (230151603533)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

MALANG 2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
"Perkembangan Moral-Spiritual Peserta Didik Serta Problematikanya". Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang diampu oleh Bapak M.
Luthfi Oktarianto, M.Pd.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Luthfi Oktarianto, M.Pd. selaku
dosen pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang sudah mempercayakan tugas ini
kepada kami sehingga membantu kami untuk memperdalam pengetahuan pada bidang studi yang
sedang ditekuni.

Bagi kami para penyusun menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga tulisan ini
dapat memberi manfaat dan sumbangan ilmiah yang sebesar-besarnya bagi penulis dan pembaca.

Malang, 17 Maret 2024

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

SAMPUL..........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
1. BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
1) Latar Belakang.......................................................................................................4
2) Rumusan Masalah..................................................................................................4
3) Tujuan....................................................................................................................4
4) Manfaat..................................................................................................................4
2. BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5
2.1. Teori Perkembangan Moral Dan Spiritual Pada Peserta Didik..................................6
2.2. Proses Perkembangan Moral dan Spiritual pada Peserta Didik..................................7
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik......9
2.4. Dampak Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik pada Pendidikan.........10
2.5. Problematika Serta Solusi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik.........11
3. BAB III PENUTUP...................................................................................................13
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................13
3.2. Saran.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan, dimana
aspek yang menjadi subjek sekaligus objek yang penting dalam hal ini adalah peserta didik.
Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun mendidik disini
dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama.
Setiap peserta didik bersifat khas dan unik karena setiap peserta didik berbeda-beda.
Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan perkembangan-
perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek- aspek perkembangan peserta didik
cukup banyak seperti perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan moral,
perkembangan spiritual atau kesadaran beragama dan lain sebagainya. Setiap aspek-aspek
tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam memahami cara belajar
dan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang
diberikan kepada para peserta didik juga berupa pendidikan moral dan spiritual untuk
membentuk pribadi-pribadi yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan
pendidikan bangsa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa teori-teori yang mendasari perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
2. Bagaimana proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual. peserta didik?
4. Apa dampak perkembangan moral dan spiritual peserta didik pada. pendidikan?
5. Apa saja problematika serta solusi perkembangan moral dan spiritual peserta didik?

1.3 Tujuan Pembahasan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat beberapa tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa teori-teori yang mendasari perkembangan moral dan spiritual pada
peserta didik
2. Untuk mengetahui bagaimana proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta
didik
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual
peserta didik

4
4. Untuk mengetahui dampak perkembangan moral dan spiritual peserta didik pada
pendidikan
5. Untuk mengetahui problematika serta solusi perkembangan moral dan spiritual peserta
didik

BAB II
PEMBAHASAN

Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat,
kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak).
Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai- nilai
dan prinsip-prinsip moral. Nilai moral tersebut antara lain keharusan berbuat baik kepada orang
lain dan larangan berbuat jahat kepada orang lain. Dapat kita simpulkan bahwa moral adalah
tingkah laku manusia yang didasarkan pada benar dan salah serta nilai dan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral apabila ia mempunyai pikiran baik dan buruk
yang tercermin dalam perbuatannya sesuai dengan adat dan sopan santun. Di sisi lain, perilaku
tidak bermoral ketika perilaku seseorang tidak sesuai dengan harapan masyarakat, baik karena
tidak setuju dengan standar sosial atau karena tidak merasa berkewajiban untuk melakukannya.
Selain itu, ada pula perilaku amoral dan nonmoral. Ini adalah perilaku yang tidak sesuai dengan
ekspektasi sosial dan diakibatkan oleh ketidakpedulian terhadap ekspektasi kelompok sosial dan
bukan karena pelanggaran norma kelompok yang disengaja.
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai apa
yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 2002).
Perkembangan moral juga mengacu pada perubahan perilaku dalam kehidupan anak yang
berkaitan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau nilai-nilai yang berlaku pada suatu kelompok
sosial. Anak-anak Ketika dilahirkan tidak memiliki moral (immoral), namun dalam dirinya
terdapat potensi moral yang dapat dikembangkan. Melalui pengalaman berinteraksi dengan
orang lain (orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru), anak mempelajari perilaku apa
yang salah atau tidak boleh dilakukan dan mana yang baik atau boleh dilakukan sehingga
menjadi perkembangan moral anak tersebut.

Pengertian Spiritual dan Perkembangan Spiritual


Spiritual berasal dari bahasa latin "spiritus" yang berarti nafas atau udara, spirit
memberikan hidup, menjiwai seseorang. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti
mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan
mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan
lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan
didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang
yang mempunyai wewenang atau kuasaa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang

5
keyakinan (believe) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), Definisi spiritual setiap
individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide
tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan
intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan
lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak. dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan
ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Jadi spiritual merupakan kepercayaan peserta
didik terhadap suatu keyakinan yang didasarkan pada adat istiadat maupun ketuhanan.
Perkembangan spiritual lebih spesifik membahas tentang kebutuhan manusia terhadap
agama. Agama adalah suatu sistem kepercayaan dan ibadah terorganisir yang memungkinkan
seseorang mengartikulasikan spiritualitasnya kepada dunia luar. Perkembangan spiritual adalah
tahap di mana seseorang dalam hal ini peserta didik membentuk keyakinannya. Baik berupa
kepercayaan yang berhubungan dengan religi maupun adat.

2.1 Teori Perkembangan Moral Dan Spiritual Pada Peserta Didik


2.1.1 Teori Psikoanalisis tentang Perkembangan Moral
Dalam menjelaskan perkembangan moral, teori psikoanalitik membagi struktur
kepribadian manusia menjadi tiga: id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang
terdiri dari aspek biologis yang tidak rasional dan tidak disadari. Ego merupakan struktur
kepribadian yang terdiri dari aspek psikologis, subsistem ego yang rasional dan sadar, namun
kurang bermoral. Superego merupakan struktur kepribadian yang terdiri dari aspek sosial yang
mencakup sistem nilai dan moral yang benar-benar mempertimbangkan apakah sesuatu itu
“benar” atau “salah”.

1. Teori Belajar Sosial Perkembangan Moral


Teori pembelajaran sosial memandang perilaku moral sebagai respon terhadap suatu
stimulus. Dalam hal ini, proses penguatan, hukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan
perilaku moral anak. Ketika anak-anak diberi penghargaan atas perilaku yang sesuai dengan
aturan dan kontrak sosial, mereka cenderung akan mengulangi perilaku tersebut. Sebaliknya bila
suatu perbuatan asusila mendapat hukuman maka perbuatan itu berkurang atau hilang.
2. Teori Kognitif Piaget tentang Perkembangan Moral
Teori kognitif Piaget tentang perkembangan moral mencakup prinsip dan proses
pertumbuhan kognitif yang sama dengan teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi
Piaget, perkembangan moral dijelaskan oleh aturan main. Oleh karena itu hakikat moralitas
adalah kecenderungan untuk menerima dan mengikuti suatu sistem aturan. Piaget menyimpulkan
bahwa gagasan anak tentang moralitas dapat dibagi menjadi dua tahap: tahap moralitas
heteronom dan tahap moralitas otonom.
Moralitas heteronom atau moralitas hati nurani merupakan tahap perkembangan moral
yang terjadi pada anak sekitar usia 6 sampai 9 tahun. Anak-anak seusia ini percaya pada keadilan
Ammanem, gagasan bahwa melanggar aturan akan mengakibatkan hukuman langsung.
Moralitas otonom atau kooperatif adalah tahap perkembangan moral yang terjadi pada
anak antara usia kurang lebih 9 dan 12 tahun. Pada tahap ini, anak mulai memahami bahwa

6
peraturan dan hukum diciptakan oleh manusia dan dapat ditegakkan. Hukuman atas suatu
perbuatan harus memperhatikan maksud pelaku dan akibat yang ditimbulkannya.
3. Teori Kohlberg tentang Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral Kohlberg merupakan perluasan, modifikasi, dan redefinisi
teori Piaget. Hal ini didasarkan pada pertimbangan atas pertanyaan-pertanyaan kasus dilematis
yang dihadapi seseorang. Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yang
selanjutnya dibagi menjadi enam tahap. Kohlberg sependapat dengan Piaget bahwa sikap moral
bukanlah hasil sosialisasi atau pembelajaran dari pengalaman.
Aspek penting lainnya dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah fokusnya pada
pengungkapan konsep moral yang ada dalam pikiran dan berbeda dari perilaku moral dalam
perilaku sebenarnya.
4. Teori Psikoanalitik tentang Perkembangan Moral
Menurut teori psikoanalitik klasik Freud, setiap orang mengalami konflik Oedipus.
Konflik ini mengarah pada terbentuknya struktur kepribadian yang disebut Freud sebagai
superego. Ketika anak mengatasi konflik Oedipus ini, perkembangan moral dimulai. Salah satu
alasan anak mengatasi konflik Oedipus adalah ketakutan akan kehilangan kasih sayang orang
tua dan ketakutan akan hukuman karena hasrat seksual yang tidak dapat diterima terhadap orang
tua yang berbeda jenis kelamin.

2.2 Proses Perkembangan Moral dan Spiritual pada Peserta Didik


Terdapat 3 tingkatan proses dan 6 perkembangan moral pada peserta didik berdasarkan
teori Kohlberg, diantaranya:
1. Pra-konvensional Moralitas. Tahapan ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak
yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (memberikan hadiah) dan
menyakitkan (hukuman). Anak tidak melanggar aturan karena takut akan ancaman
hukuman otoritas.
2. Konvensional. Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila memenuhi harapan otoritas
atau teman sebaya.
3. Pasca konvensional. Pada tahapan ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak
dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak mentaati
peraturan untuk menghindari hukuman kata hati.
Adapun 6 tahap perkembangan moral peserta didik, yaitu:
● Orientasi kepatuhan dan hukuman pemahaman anak tentang baik dan buruk
ditentukan oleh otoritas. Kepatuhan terhadap aturan adalah untuk menghindari
hukuman dari otoritas.
● Orientasi hedonistic instrumental suatu perbuatan dinilai baik apabila berfungsi
sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri.
● Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain. Suatu
perbuatan dinilai baik apabila menyenangkan bagi orang lain.
● Orientasi keteraturan dan otoritas perilaku yang dinilai baik adalah menunaikan
kewajiban, menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial.

7
● Orientasi kontrol sosial legalistik ada semacam perjanjian antara dirinya dan
lingkungan sosial. Perbuatan dinilai baik apabila sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku.
● Orientasi kata hati kebenaran ditemukan oleh kata hati, sesuai dengan prinsip-
prinsip etika universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat
manusia

Tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup
perkembangan intelektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Ada 7 tahap
perkembangan spiritual yang dirumuskan teori Fowler (2009), dan ketujuh tahap perkembangan
agama itu adalah:
1. Tahap prima faith. Tahap kepercayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai
dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari
pengalaman relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang implementasikan
dalam interaksi antara anak dan pengasuhnya.
2. Tahap intuitive-projective faith, yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini
kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih
merupakan gabungan hasil pengajaran dan contoh-contoh signifikan dari orang dewasa,
anak yang kemudian berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan
perhatian spontan serta gambaran intuitif dan proyektifnya pada Illahi.
3. Tahap mythic-literal faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan
tahap kognitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi
masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua
atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memperhatikan secara konsekuen, tegas dan
jika perlu tegas.
4. Tahap synthetic-conventional faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau
awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang
simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem
kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun
kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja
melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi
kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang
transenden melalui simbol dan upacara keagamaan yang dianggap sacral. Symbol-simbol
identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai "pribadi lain" yang berperan
penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang
paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa Allah lebih dekat
dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen
dalam diri remaja terhadap sang khalik.
5. Tahap individuative-reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa
dewasa awal, pada tahap ini mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab
individu terhadap kepercayaan tersebut.

8
6. Tahap Conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidation faith, yang dimulai pada
usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi
dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang
juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang
berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang.
7. Tahap universalizing faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama
pada masa ini ditandai dengan munculnya sistem kepercayaan transendental untuk
mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentralisasi diri dan pengosongan diri.
Peristiwa-peristiwa konflik tidak selamanya dipandang sebagai paradoks, sebaliknya,
pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses
pencarian kebenaran ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik
pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan
perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling luas.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral Peserta Didik, diantaranya:
a. Id, ego, dan superego yang merupakan subsistem struktur kepribadian yang dikemukakan
oleh Simon Freud mampu mempengaruhi perkembangan perilaku moral peserta didik.
Jika dari ketiga subsistem tersebut terjadi keserasian dalam perkembangan moral peserta
didik maka superego akan menunjukkan perilaku yang bermoral. Namun jika dari
ketiganya muncul ketidaksesuaian maka akan menyebabkan peserta didik merasa
kesulitan, ketidakpuasan hingga muncul perilaku menyimpang.
b. Perubahan lingkungan dan perubahan dalam bidang apapun mampu mempengaruhi
pergeseran nilai moral dan perilaku yang dimunculkan individu.
c. Peserta didik perlu memahami dan merasakan keadilan di sekolah dengan cara
memperoleh perlakuan yang adil. Oleh karena itu sekolah perlu meningkatkan kesadaran
moral kepada peserta didik.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Spiritual Peserta Didik:


a. Hereditas, yakni sifat yang diturunkan oleh orang tua dan lingkungan. Seperti keluarga,
sekolah, dan kebudayaan.
b. Pola asuh orang tua mempengaruhi pembentukan kepribadian peserta didik.
c. Wujud dukungan dari orang tua berupa pemberian perhatian, waktu, kedisiplinan,
pemberian contoh yang baik, bekal mengenai pembelajaran keterampilan hidup,
emosional, dan afeksi.
d. Pengalaman baik dan pengalaman buruk.
e. Nilai-nilai yang muncul dalam lingkungan kehidupan peserta didik mampu
mencerminkan, membentuk, serta memandu perilaku peserta didik dalam mengatasi

9
masalah, tuntutan, serta perubahan dari diri sendiri sehingga hal tersebut menjadi cermin
bagi diri sendiri dan untuk menilai diri sendiri.

2.4 Dampak Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik pada Pendidikan

Seiring beranjaknya usia terdapat perkembangan yang harusnya dipenuhi oleh setiap
manusia. Standar perkembangan yang harus dipenuhi tersebut disesuaikan dengan perkembangan
kemampuan termasuk dalam segi moral dan spiritual. Dengan dipenuhinya standar ini, manusia
di usia tertentu dapat menerima persoalan atau pembelajaran yang klimaks dan terus bertingkat.
Pada usia tujuh sampai dua belas tahun, anak memiliki kematangan yang memungkinnya untuk
menerima ilmu dan pembelajaran di sekolah.

Dari standar yang perlu digapai ini penyelenggara pendidikan diminta untuk
menyesuaikan cara pembelajarannya. Usia sekolah dasar memerlukan cara pembelajaran yang
lebih ringan sebagai perkenalannya dengan dunia pendidikan. Termasuk dalam memasukkan
materi dalam pembelajaran anak usia sekolah dasar. Maka karakteristik cara pembelajaran yang
diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta
memperhatikan perbedaan individual anak, 2. Disajikan sevara variatif dengan berbagai
kegiatan 3. Menggunakan berbagai sumber dan media pembelajaran yang mendukung
perkembangan sikap anak.

Implikasi perkembangan moral dalam pendidikan:

1. Pendidikan mampu mnegembangkan nilai moral melalui pembelajaran di kelas maupun


pengalaman dan kegiatan luar kelas di lingkungan sekolah.

2. Dengan pendidikan terarah anak mampu mengetahui nilai moral baik dan buruk yang
diterima dalam lingkungan sosial bermasyarakat dan bernegara.

Implikasi perkembangan spiritual dalam pendidikan:

1. Penghayatan spiritual dibina dengan materi dan dibiasakan dengan praktik melalui
pembelajaran.

2. Pengembangan nilai spiritual sebagai nilai bawaan dari lahir untuk menggapai tujuan
hidup melalui pendidikan.

2.5 Problematika Serta Solusi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

10
Problematika perkembangan moral spiritual individu dapat dijelaskan pada beberapa
kasus di bawah ini
1. Perkembangan moral pada anak usia dini
Perkembangan moral pada anak usia dini sangat penting karena hal ini mempengaruhi
bagaimana anak tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi individu yang bertanggung
jawab dan etis di masa depan. Perkembangan moral ini berhubungan dengan perubahan psikis
anak, termasuk kemampuan untuk memahami dan melakukan perilaku yang baik serta
memahami dan menghindari perilaku yang tidak baik, berdasarkan ajaran agama yang
diyakininya. Adapun faktor penyebab tidak tercapainya perkembangan moral yang baik pada
anak usia dini yaitu keluarga dan manajemen kelas.
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses perkembangan moral pada
anak. Hal ini dikarenakan anak akan belajar tentang perilaku atau moral yang benar maupun
salah dari lingkungan keluarganya. Penerimaan sosial dan penghargaan atas perilaku yang benar
di lingkungan keluarga akan dijadikan oleh anak sebagai standar perilaku yang ditetapkan dan
dipegang oleh anak. Kemudian seiring bertambahnya waktu anak mulai mengenal teman sebaya,
sehingga meningkatkan interaksi sosialnya. Apabila terdapat perbedaan standar moral di rumah
dan lingkungan luar, maka menyebabkan anak lebih sering menerima standar teman sebaya
dibandingkan di rumah. Oleh karena itu, Orang tua harus mengawasi lingkungan bergaul anak
untuk mengurangi dampak buruk yang terjadi karena kurangnya pengawasan maupun
pencegahan sebagai bekal dalam sosialisasi anak.
Guru sebagai pengatur manajemen kelas memiliki peran penting dalam proses
perkembangan moral anak. Guru seringkali menganggap masalah kelas disebabkan oleh anak
didik bukan dikarenakan kompetensi pendidik untuk mengatasi perilaku yang bermasalah atau
tidak bermoral. Selain itu, guru enggan melibatkan orang tua dalam masalah pendidikan anak
karena khawatir mengganggu kesibukan orang tua. Akibatnya, raport digunakan sebagai sarana
guru untuk melaporkan perkembangan anak. Padahal guru harus mengkomunikasikan
perkembangan moral anak kepada orang tuanya agar dapat berdiskusi dan mencari solusi terbaik
untuk mengatasi rendahnya kualitas moral peserta didik. Dengan demikian, rasa saling
pengertian antara guru, siswa, dan orang tua dapat muncul dan bersinergi.
2. Orientasi keputusan siswa dalam menyelesaikan masalah berada pada tahap pra konvensional
sampai konvensional.
Di mana keputusan moral untuk penyelesaian masalah siswa berorientasi pada hal yang
bersifat menguntungkan dan sebatas keinginan untuk memenuhi harapan lingkungannya.
3. Globalisasi dan Global Village mempengaruhi kehidupan remaja menuju pada perilaku
hedonisme dan konsumeris, sehingga menjauhkan remaja dari nilai dan moral yang baik.
Akibatnya, pelanggaran moral menjadi kasus yang semakin marak terjadi dalam
kehidupan remaja. Hal ini disebabkan oleh kurangnya intensitas kehadiran orang tua di rumah
dan kurangnya ketersediaan orang tua untuk mengajarkan hidup yang benar. Anak kurang
mengenal kehidupan orang tuanya dan tidak memiliki contoh nyata dalam hidup bermoral.
Kesulitan pengembangan moral akan semakin menjadi-jadi ketika anak memperoleh pengajaran

11
yang kurang baik dari televisi, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Bahkan, pola kehidupan
bermasyarakat cenderung ke arah individualis dan kontrol sosial yang longgar.
Untuk mengatasi problematika moral dan spiritual pada peserta didik, beberapa solusi
yang dapat diimplementasikan adalah:
1. Pengajaran Moral yang Integratif: Pendidikan moral harus dimasukkan ke dalam semua mata
pelajaran, bukan hanya di mata pelajaran pendidikan agama atau pendidikan moral. Setiap
guru harus memiliki misi untuk membantu siswanya mencapai moral yang sempurna, tidak
hanya sebagai tugas guru agama. Ini mencakup memberikan informasi serentetan materi
pelajaran dan bertanggung jawab secara moral untuk membantu siswanya menjadi manusia
yang sempurna baik jasmani maupun rohani.
2. Pembahasan Konflik Moral: Pelaksanaan pendidikan moral di sekolah harus memberikan
ruang untuk pembahasan konflik moral. Hal ini penting untuk membantu siswa memutuskan
pilihan moral yang tepat dan membantu peningkatan tahap perkembangan moral mereka.
Pembicaraan intensif tentang konflik moral dapat membantu siswa menentukan pilihan moral
yang tepat.
3. Pengembangan Kurikulum Tersimpan: Setiap guru harus memiliki kurikulum tersimpan yang
disusun oleh mereka sendiri untuk mendukung pendidikan moral. Kurikulum ini harus
mencakup nilai-nilai moral yang ingin disampaikan dan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat
diterapkan dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa.
4. Penggunaan Modeling: Guru harus menampilkan perilaku moral yang baik sebagai teladan
bagi siswa. Jika guru mampu menampilkan perilaku moral yang baik, maka siswa akan
cenderung meniru perilaku yang baik tersebut. Ini berarti proses modeling terhadap perilaku
moral baik dari guru sebagai teladan yang diberikan kepada siswa dalam proses penanaman
dan pengembangan moral mereka cenderung mendapatkan respon positif.
5. Penanaman Nilai Moral Sejak Dini: Orang tua dan pendidik harus menanamkan nilai-nilai
positif kepada anak sejak dini. Kebiasaan yang telah tertanam sejak dini akan mengikuti
seterusnya pada perilaku anak di luar lingkungan keluarga, seperti di sekolah, di kantor, di
lingkungan bermain, dan sebagainya.
6. Pengembangan Sistem Evaluasi: Perkembangan moral anak didik tidak mencapai taraf moral
yang baik karena perhatian tidak tertuju bagaimana merealisasikan nilai-nilai moral yang
diajarkan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, diperlukan penilaian terhadap realisasi
perilaku moral anak dalam setiap lingkungan kehidupan anak. Hal ini dapat
diimplementasikan melalui pengembangan sistem evaluasi yang lebih komprehensif.
Dengan menerapkan solusi-solusi di atas, diharapkan kualitas moral anak didik dapat
ditingkatkan dan mencapai tahap moral yang lebih tinggi.

BAB III
PENUTUP

12
3.1 Kesimpulan
Moral adalah tingkah laku manusia yang didasarkan pada benar atau salah serta nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan
dengan aturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan manusia dalam interaksinya dengan
orang lain. Spiritual merupakan kepercayaan terhadap keyakinan yang didasarkan pada adat
istiadat maupun ketuhanan. Perkembangan spiritual adalah tahap di mana seseorang membentuk
keyakinannya baik berupa kepercayaan yang berhubungan dengan religi maupun adat.
Teori perkembangan moral dan peserta didik ada 5, diantaranya teori belajar sosial
perkembangan moral, teori kognitif Piaget tentang perkembangan moral, teori Kohlberg tentang
perkembangan moral, teori psikoanalitik tentang perkembangan moral. Berdasarkan teori
Kohlberg, proses perkembangan peserta didik terdapat 3 tingkatan: 1) Pra konvensional
moralitas, 2) Konvensional, dan 3) Pasca Konvensional. Proses perkembangan moral peserta
didik ada 6: 1) Orientasi kepatuhan dan hukuman, 2) Orientasi hedonistik instrumental, 3)
Orientasi anak yang baik, 4) Orientasi keteraturan dan otoritas perilaku yang dinilai baik, 5)
Orientasi kontrol sosial legalistik, 6) Orientasi kata hati. Sedangkan proses perkembangan
spiritual peserta didik menurut teori Fowler ada 7: 1) Tahap prima Faith, 2) Tahap intuitive-
projective faith, 3) Tahap mythic-literal faith, 4) Tahap synthetic-conventional faith, 5) Tahap
individuative-reflective faith, 6) Tahap conjunctive faith, 7) Tahap universalizing faith.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik yakni id, ego,
superego, perubahan lingkungan, dan kesadaran moral. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
perkembangan spiritual peserta didik yakni hereditas, pola asuh orang tua, wujud dukungan
orang tua, pengalaman baik dan buruk, nilai-nilai yang muncul dalam lingkungan hidup peserta
didik.

3.2 Saran
Penyusun menyadari sepenuhnya jika makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, untuk
memperbaiki makalah penulis meminta kritik yang membangun dari para pembaca agar
kedepannya bisa diperbaiki dan makalah bisa disusun lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik. (n.d.). Retrieved from SlideShare:
https://www.slideshare.net/deep-d-walker/proses-perkembangan-moral-dan-spiritual-peserta-
didik
Simon, I.M, dkk. 2020. Perkembangan Peserta Didik. Malang: LP3 UM

13

Anda mungkin juga menyukai