Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

”KARAKTERISTIK SOSIAL DAN MORAL PESERTA DIDIK”

Dosen Pengampu,

Nurul Aulia Rahman, S.Pd., M.Pd

Oleh :

KELOMPOK III

1. Saniyyah Suaib (03292111003)


2. Trisnawati Rajak (03292111015)
3. Nasrun Saman (03292111034)
4. Faujia Raden (03292111037)
5. Kartini Umamit (03292111041)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga semua pembaca masih bisa beraktifitas
sebagaimana mestinya, begitupun dengan penyususun makalah ini. Sehingga dapat
tersusun makalah dengan judul “Karakteristik Perkembangan Sosial dan Moral
Peserta Didik”.

Makalah ini berisi tentang definisi, tahapan, faktor yang mempengaruhi dan
karakteristik perkembangan moraldan sosial peserta didik serta implikasinya dalam
dunia pendidikan. Terimakasih penyususn ucapkan kepada rekan seperjuangan
yang telah membantu, baik langsung berupa perbuatan dan juga tak langsung
berupa doa untuk penyusunan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan tepat
waktu.

Harapan penyusun, dengan tersusunnya makalah “Karakteristik


Perkembangan Sosial dan Moral Peserta Didik” dapat memberikan manfaat , serta
memperluas pengetahuan untuk pembaca dan penyusunnya. Kemudian, penyusun
kembali pada fitrah manusia yang tak pernah lepas dari salah dan dosa juga jauh
dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, pula penyusun meminta maaf bila terdapat
kekurangan dalam makalah ini. Tak lupa untuk memperbaiki kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini penyususn juga meminta kritik dan saran atas
makalah ini.

Ternate, 3 April 2022

Penyusun,

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….…1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………….……3
1.3 Tujuan Penulisan………………………………...………………………3

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..4

2.1 Perkembangan Moral Peserta Didik……………………………….……4


2.2 Perkembangan Sosial Peserta Didik………………………………..…..12

BAB III PENUTUP…………………………………………………….………25

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..25
3.2 Saran………………………………………………………..…………..26

DAFTAR PUSTAKA………………………………………….…………….…27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan,


dimana aspek yang menjadi subjek yang penting dalam hal ini adalah
peserta didik. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup
akademik namun mendidik disini dimaksutkan untuk membentuk
kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta
didik bersifat khas dan unik karena setiap peserta didik itu berbeda. Dalam
pendidikan dan pembelajaran diperlukan sesuatu pengetahuan akan
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana
aspek-aspek peserta didik cukup banyak seperti perkembangan fisik,
perkembangan intelektual, perkembangan moral, perkembangan sosial atau
kesadaran beragama atau lain sebagainya. Setiap aspek-aspek tersebut dapat
dikadi berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam memahami cara
belajar dan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik. Selain itu,
aspek pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik juga merupakan
pendidikan moral sosial untuk membentuk pribadi-pribadi yang sesuai
dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa
Indonesia.

Di dalam kehidupan bermasyarakat arti nilai sebuah moral sangat


penting. Dalam hal ini orang dapat dikatakan bermoral apabila dalam
menjalani kehidupan sesuai dengan aturan yang berlaku, dalam kehidupan
manusia tidak bisa hidup sendiri atau dengan kata lain manusia dengan

1
manusia yang lain melakukan interaksi. Pengalaman berinteraksi bagi orang
lain menjadi pemicu dalam memahami tentang perilaku mana yang baik
dikerjakan dan yang tidak baik dikerjakan. Sedangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip
moral. Perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian
siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang
lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat.
Perkembangan itu sendiri merupakan proses perubahan kualitatif yang
mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah, dan bukan pada organ
jasmani tersebut, sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada
kemampuan organ psikologis.

Selain itu perkembangan moral hampir dapat dipastikan merupakan


perkembangan sosial, sebab perilaku mmoral pada umumnya merupakan
unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan
berprilaku sosial tertentu secara memadai apabila meguasai pemikiran
norma perilaku moral yang diperlukan seperti proses perkembangan yang
lainnya, proses perkembangan moral selalu berkaitan dengan proses belajar,
belajar itu sendiri memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang belum
terpenuhi dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki. Konsekuensinya,
kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses
belajar (khususnya belajar sosial), baik di lingungan sekolah, keluarga,
maupun di lingkungan masyarakat. Jadi proses belajar sangat menentukan
kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras
dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral
yang berlaku didalam masyarakat.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, terbentuk beberapa rumusan masalah


sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud perkembangan moral dan sosial ?

2. Bagaimana tahapan-tahapan perkembangan moral dan sosial ?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan


sosial?

4. bagaimana karakteristik perkembangan moral dan sosial ?

5. Bagaimana implikasi perkembangan moral dan perkembangan sosial


terhadap penyelenggaraan pendidikan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian perkembangan moral dan perkembangan
sosial
2. Untuk memahami tahapan-tahapan perkembangan moral dan
perkembangan sosial
3. Untuk mengetahui faktor-faktor perkembangan moral dan
perkembangan sosial
4. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan moral dan
perkembangan sosial
5. Untuk memahami implikasi perkembangan sosial terhadap
penyelenggaraan pendidikan

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Moral Peserta Didik


2.1.1 Definisi Perkembangan Moral.

Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa latin mos,


moris (adat istiadat, kebiasan, cara tingkah laku, kelakuan) mores (adat
istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak). Sedangkan moralits
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan prinsip-pprinsip,
peraturan, dan nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut antara lain,
seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, atau larangan untuk tidak
berbuat jahat kepada orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa moral
merupakan tingkah laku manusia yang berdasarkan atas baik-buruk
dengan landasan nilai dan norma yang berlaku didalam masyarakat.

Seseorang dikatakan bermoral apabila ia mempunyai


pertimbangan baik dan buruk yang ditunjukkan melalui tingkah
lakunya yang sesuai dengan adat dan sopan santun. Sebaliknya
seseorang dikatakan memiliki perilaku tak bermoral apabila
perilakunya tidak sesuai dengan harapan sosial yang disebabkan
dengan ketidak setujuan dengan standar sosial atau kurang adanya
perasaan wajib menyesuaikan diri. Selain itu ada perilaku amoral atau
nonmoral yang merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan
sosial yang lebih disebabkan karena ketidak acuhan terhadap harapan
kelommpok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar
kelompok.

4
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan
dengan aturan mengenai apa yag seharusnya dilakukan oleh manusia
dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral juga
merupakan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam
kehidupan anak berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau
standar nila yang berlaku dalam kelompok sosial. Anak-anak ketika
dilahirkan tidak memiliki moral akan tetapi dalam dirinya terdapat
potensi moral yag siap untuk dikembangkan. Melalui pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami tingkah laku
mana yang buruk atau tidak boleh dilakukan sehingga terjadi
perkembangan moral anak tersebut.

Perkembangan moral dijelaskan diatas bahwa nilai-nilai moral


untuk berbuat baik kepad orang lain, atau larangan untuk tidak berbuat
jahat kepada orang lain. Tapi, bilamana peserta didik yang dilahirkan
dikalangan yang kondisi moral masyarakatnya tidak baik. Dan dia
melakukan suatu tindakan yang baik menurut lingkungannya, akan
tetapi dilingkungan lain tindakan tersebut dianggap tidak baik atau
tidak bermoral. Sehingga perkembangan moral yang dialami oleh
peserta didik itu terasa abstrak. Karena melihat lingkungan tempat dia
berkembang berbeda. Dan indikator baik dan tidak baik melihat situasi
dan kondisi masyarakat yang berlaku dilingkungan tersebut.

2.1.2 Tahapan Perkembangan Moral Peserta Didik.

Tahapan perkembangan moral Kohlberg adalah ukuran dari


tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan

5
penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg
tahapan tersebut dibuat saat dia belajar di University Of Chicago
berdasarkan teori yang dia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean
Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadp dilema moral.
Ia menulis disertasi Doktornya pada tahun 1998 yang menjadi awal dari
apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari
Kohlberg.

Teori itu berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan


dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang
dapat teridentifikasi. Yang mengikuti perkembangan dari keputusan
moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang
menyatakan bahwa logika dan moralits perkembangannya melalui
tahapan-tahapan konstruktif. Keenam tahapan tersebut dibagi menjadi
tiga tingkatan, yaitu:

! Pra Konvensional
! Konvensional
! Pasca-Konvensional

Tingkatan pra konvensional dari penalaran moral umumnya ada


pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan
penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat
pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua
tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri
dalam bentuk egosentris.

6
Dalam Tahap Pertama, individu-individu memfokuskan diri
pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan
sendiri. Contoh: suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang
yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman yang diberikan
dianggap semakin salah tindakan tersebut. Sebagai tambahan, ia tidak
tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang
dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis pandangan
otoriterisme.

Tahap Dua, menempati posisi apa untungnya buat saya perilaku


yang benar didefinisikan dengan apa yang paling dinikmatinya.
Penalaran tahap kedua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan
orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpegaruh
terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan
aku juga akan garuk punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada
orang lain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang bersikap
intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat
pra-konvensional, berbeda dengan kontak sosial, sebab semua
tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi
mereka dari tahap dua perspektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang
bersifat relatif secara normal.

Konvensional pada umumnya pada seorang remaja atau orang


dewasa. Orang ditahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan
dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan
masyarakat.pasca-konvensional

7
Kenyataan bahwa individu-individu adlah intensitas yang
terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif
seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat hakikat
mendahului orang lain ini membuat tingkatan pasca-konvensional
sering tertukar dengan perilaku pra-kovensional.

Dalam penjelasan perkembangan moral pada peserta didik diatas,


perlu adanya pengawasan dan kontrol serta arahan dari lingkungan
keluarga, moral, maupun masyarakat. Agar peserta didik ini memliki
moral yang baik di masyarakat kelak.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral

Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu


pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah dan bukan pada organ
jasmani. Arti perkembangan terletak pada peyempurnaan fungsi
psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis dan
proses perkembangan akan berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
Dalam perkembangan moral tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti berikut:

a. Konsisten dalam mendidik anak, ayah dan ibu harus memiliki


sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang dan
membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah
laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus
juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
b. Sikap orangtua dalam keluarga, secara tidak langsung, sikap
orang tua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau
8
sebaliknya dapat mempengeruhi perkembangan moral anak, yaitu
melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang otoriter
cenderung melahirkan sikap disiplin kepad seorang anak,
sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh,
cenderung mengembangkan sikap tidak bertanggung jawab dan
kurang memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya
dimilik oleh orang tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan,
musyawarah dan konsisten.
c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut, orangtua
merupakan panutan bagi anak, disini termasuk panutan dalam
mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim
yang religius (agamis), dengan cara membersihkan ajaran atau
bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak
akan mengalami perkembangan moral yang baik.
d. Sikap konsisten orangtua dlam menerapkan norma, orangtua
yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau berlaku tidak
jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku
berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan
kepada anak agar berlaku jujur, bertutur kata yang sopan,
bertanggung jawab atau taat beragama, tetapi orangtua
menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan
mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan
ketidak konsistenan orangtua sebagai alasan untuk tidak
melakukan apa yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan
mungkin dia akan berperilaku seperti orangtuanya.

9
Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral anak
sebagaimana yang dijelaskan diatas, alangkah orangtua juga menyadari
bahwa apa yang mereka perlihatkan dan mereka ajarkan kepada anak
akan terekam di ingatan anak. Dan akan menjadi contoh berperilaku
mereka. Jadi untuk orangtua harus mengawasi dan mengontrol dengan
hati-hati perkembangan moral anak baik dilingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.

2.1.4 Karakteristik Perkembangan Moral Peserta Didik

Dari beberapa penjelasan diatas dapat kita ketahui


karakteristik-karakteristik perkembangan moral diantaranya,
Meningkatkan kemampuan kognitif dari berfikir kongkrit menjadi
kemampuan berfikir abstrak. Peningkatan kemampuan berfikir
berkaitan dengan peningkatan kemampuan bertingkah laku moral.
Dengan dicapainya kemampuan berfikir abstrak, dan mampu
memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran
remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada
waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi
dasar hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan
dengan mulai tumbuhnya kesadaran akan kewajiban mempertahankan
kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sesuatu yang bernilai,
walau belum mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi.
Pada perkembangan moral ini anak atau peserta didik mempunyai
dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai
baik oleh orang lain. Anak berperilaku bukan hanya untuk memenuhi

10
kepuasan fisiknya, tetapi psikologis. Adanya penerimaan dan penilaian
positif dari orang lain terhadap perbuatannya.

Karakteristik yang dijelaskan, timbul kesadaran bagi peserta


didik dengan kondisi dan situasi yang ada memberikan ia kematangan
dalam berfikir kongkrit tentang apa yang ia butuhkan dalam
kehidupannya.

2.1.5 Implikasi Perkembangan Moral Terhadap Dunia Pendidikan

Perkembangan moral anak dapat berlangsung memalui beberapa


cara, salah satunya melalui pendidikan langsung. Pendidikan langsung
yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang
benar-salah atau baik-buruk oleh orangtua dan gurunya. Selain
lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi sarana
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik.
Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang
sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam
perkembangan moral dan segala aspek kepribadiannya.

Pendidikan moral dikelas hendaknya dihubungkan dengan


kehidupan yang ada diluar kelas. Dengan demikian, pembinaan
perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja
jika mendidik anak-anak hanya untuk menjadi orangtua yang berilmu
pengetahuan, tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina.

Penjelasan implikasi perkembangan moral merupakan pemberian


pengetahuan dan teladan yang baik dan seimbang yang akan dapat

11
dirasakan hasil yang baik pula oleh diri peserta didik sendiri,
keluarganya, lingkungan dan masyarakat.

2.2 Perkembangan Sosial Peserta Didik


2.2.1 Definisi Perkembangan Sosial

Pada pembahasan berikut ini, terdapat beberapa pengertian


mengenai perkembangan sosial yang dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya seperti berikut ini: Menurut Hurlock, perkembangan sosial
berarti “perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan
tuntunan sosial”. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat
(sozialized) memerlukan tiga proses. Diantaranya adalah belajar
berprilaku yang dapat diterima secara sosial. Sedangkan menurut
Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartika sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi serta bekerja sama.

Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai


perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan
aturan-aturan yang berlaku didalam masyarakat dimana anak berada.
Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan
belajar dari berbagai respons lingkungan terhadap anak. Dalam periode
prasekolah, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan
berbagai orang dari berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah, dan
teman sebaya. Menurut berbagai pendapat diatas, perkembangan sosial

12
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Baik itu
dalam tatanan keluarga, sekolah dan masyarakat.

2.2.2 Tahapan Perkembangan Sosial Peserta Didik dan Bentuk-Bentuk


Tingkah Laku Sosial

Menurut Abu Ahmadi yang mengutip dark Charlotte Buhler


menjelaskan, tingkatan perkembangan sosial anak menjadi 4 (empat)
tingkatan sebagai berikut:

a. Tingkatan Pertama

Sejak dimulai umur 0,4/0,6 tahun, anak mulai mengadakan reaksi


positif terhadap orang lain, antara lain ia tertawa karena mendengar
suara orang lain.

b. Tingkatan Kedua

Adanya rasa bangga dan segan yang terpancar dalam gerakan dan
mimiknya, jika anak tersebut dapat mengulangi yang lainnya. Contoh:
anak yang berebut benda atau mainan, jika menang dia akan kegirangan
dalam gerak dan mimik. Tingkatan ini biasa terjadi pada anak usia ±2
tahun keatas.

c. Tingkatan Ketiga

Jika anak lebih dari umur ±2 tahun, mulai timbul perasaan


simpati (rasa setuju) atau rasa antipati (tidak setuju) kepada orang lain,
baik yang sudah dikenalnya atau belum.

13
d. Tingkatan Keempat

Pakhir masa tahun kedua atau akhir masa umur dua tahun, anak
telah menyadari akan pergaulannya dengan anggota keluarga, anak
timbul keinginan untuk ikut campur dalam gerak dan lakunya. Dan
pada usia empat tahun, anak makin senang bergaul dengan anak lain
terutama teman yang usianya sebaya. Ia dapat bermain dengan anak
lain berdua atau bertiga, tetapi bila lebih banyak anak lagi biasanya
mereka akan bertegkar. Kemudian pada usia 5-6 tahun ketika memasuki
usia sekolah, anak lebih mudah diajak bermain dalam suatu kelompok.
Ia juga mulai memilih teman bermainnya, entah tetangga atau teman
sebayanya yang dilakukan diluar rumah.

Penjelasan diatas ditunjukkan pada perkembangan sosial anak


usia dini. Dimana pada usia dini mereka sudah memulai berinteraksi
dengan individu lain, meskipun masih dalam lingkup yang kecil. Pada
awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.

Ditinjau dari sudut psikososial, pendidikan adalah upaya


penumbuh kembang sumber daya manusia melalui proses hubungan
interpersonal (hubungan antar pribadi) yang berlangsung dalam
ligkungan masyarakat yang terorganisir, dalam hal ini masyarakat,
pendidikan dan keluarga. Sedangkan dalam merespon pelajaran dikelas
misalnya, siswa bergantung pada persepsinya terhadap guru pengajar

14
dan teman-teman sekelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswa
terhadap guru dan teman-teman itu sangat mempengaruhi kualitas
hubungan sosial para siswa dengan lingkungan sosial kelasnya dan
bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.

Hubunan sosial dimulai dari tingkat yang sederhanadan terbatas


yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan
bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi semakin kompleks dan
dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat
kompleks. Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin
bertambah usia anak, maka semakin kompleks perkembangan
sosialnya karena anak semakin membutuhkan untuk berinteraksi
dengan orang lain.

Perkembangan sosial yang terjadi mulai dari tahap pertama


hingga tahap keempat yang dijelaskan diatas, peserta didik perlu
adanya arahan dan kontrol orangtua, lingkungan dan masyarakat. Agar
tahapan yang dilalui oleh anak dapat menjadi perkembangan sosial
yang baik bagi anak.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial dipegaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:


keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.

a. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan


pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,

15
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tatacara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi
sosialisasi anak didik. Di dalam keluarga berlaku norma norma
kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak. Proses tujuan
pendidikan yang mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan dan
bagaimana norma dalam menetapkan diri terhadap lingkungan
yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b. Kematangan anak, bersosialisasi merupakan kematangan fisik
dan psikis untuk mampu mempertimbangkan dalam proses
sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping
itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
c. Status sosial ekonomi, kehidupan sosial banyak dipengaruhi
oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam
lingkungan masyarakat.masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independent, akan tetapi akan
dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu.
“ia anak siapa?”, secara tidak langsung dalam pergaulan sosial
anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan
norma yang berlaku didalam keluarganya. Dari pihak anak itu
sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan
dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa

16
“menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal
tertentu, maksud menjaga status sosial keluarganya itu
mengakibatkan menetapkan dirinya dalam pergaulan sosial
yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak
jadi lebih toleransi dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan
memebentuk kelompok elit lain dengan normatif dirinya.
d. Pendidikan merupakan proses sosialisasi terarah. Hakikat
pedidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,
akan memberikan warna kehidupan sosial anak didalam
masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa
perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga,
masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang
benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang
belajar dikelembagaan pendidikan (sekolah). Kepada peserta
didik bukan hanya diperkenalkan kepada norma-norma
lingkungan dekat, tetapi dikenalkan dengan norma lingkungan
bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etik
pergaulan membetuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
e. Kapasitas mental, emosi, dan intelegensi kemampuan berfikir
banyak mempengaruhi berbagai hal, hasil kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual

17
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menetukan kebarhasilan dalam perkembangan sosial
anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan
dengan mudah dicapai oleh remaja yang berintelektual tinggi.

Pendapat lain proses sosialisasi induvidu terjadi di tiga


lingkungan utama, yaitu linkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat. Yang pertama, lingkungan keluarga, anak
mengembangkan pemikiran sendiri yang merupakan pengukuhan dasar
emosional dan optimisme sosial melalui frekuensi dan kualitas
interaksi dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Proses sosialisasi
ini turut mempengaruhi perkembangan sosial dan gaya hidup
dihari-hari yang akan datang. Ada sejumlah faktor dalam keluarga yang
sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya,
yaitu kebutuhan rasa aman, duhargai, disayangi, diterima, dan
kebebasan untuk menyatakan diri.

Kedua, lingkungan sekolah. Anak belaar membina hubungan


dengan teman-teman sekolahnya yang datang dari berbagai keluarga
dan status dan wearna sosial yang berbeda. Perluasan lingkungan sosial
dalam sosialisasinya merupakan faktor yang menantang atau
mencemaskan dirinya. Para guru dan teman-teman sekelas membentuk
suatu sistem yang kemudian menjadi semacam lingkungan norma bagi
dirinya. Selama tidak ada pertentangan, selama itu pula anak tidak akan
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri. Namun, jika salah satu

18
kelompok lebih kuat dari lainnya, anak akan menyesuaikan dirinya
dengan kelompok dimana dirinya dapat diterima dengan baik.

Ketiga, dalam lingkungan masyarakat anak akan dihadapakan


dengan berbagai situasi dan masalah kemasyarakatan. Sebagaimana
lingkungan keluarga dan sekolah maka iklim kehidupan dalam
masyarakat yang kondusif juga sangat diharapkan kemunculannya
dalam perkembangan sosial.

Menurut penjelasan di atas dari aspek lingkungan keluarga,


kondisi ekonomi dan pendidikan berhubungan dengan perkembangan
sosial kematangan anak dalam berinteraksi, sekolah menjadi
pengembang dan pembentuk serta masyarakat sebagai wadah bagi anak
untuk mengaplikasikannya memiliki peran yang penting dalam
memberikan pengaruhnya dalam perkembang sosial anak.

2.2.4 Karakteristik Perkembangan Sosial Peserta Didik

Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan


diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama)
atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Berkat
perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat
sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan
perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan
memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga
fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar

19
peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama,
saling menghormati dan bertanggung jawab.

Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu


kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang
lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sikap pribadi, minat,
nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sikap
“conformity”, yaitu kecendrungan untuk menyerah atau mengikuti
opini, pendapat, nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang
lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti
menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat
dipertanggungjawabkan maka kemungkinan remaja tersebut akan
menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya
itu menampilkan pribadi yang melecehkan nilai-nilai moral maka
sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti
kelompoknya tersebut.

Selama masa dewasa, dunia dan personal dari individu menjadi


lebih luasdan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih
luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda beberapa hal
dari orang yang lebh muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh
perubahan fisik da kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih
disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan
dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini orang melibatkan
diri secara khusus dalam karir, pernikahan dan hidup berkeluarga.

20
Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan
tua ini ditandai denga tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif dan
integritas.

Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa anak yang


mengalami perkembangan sosial perlu adanya kontrol dari orang tua
agar tidak mudah meniru dan mengimitasi perilaku anak sebaya yang
kurang baik. Sehingga orang tua tidak hanya memberikan,
menyerahkan segalanya pada guru disekolah. Tetapi orang tua juga
memerlukan evaluasi terhadap anak agar perkembangan sosial anak
dalam berinteraksi dapat berjalan dengan baik.

2.2.5 Implikasi Perkembangan Sosial Terhadap Penyelenggaraan


Pendidikan

Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan


menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi. Dimana masa yang
dilalui peserta didik belum memahami benar tentang norma-norma
sosial yang berlaku dalam bermasyarakat dan masa mereka masih
dalam tahap mencari jati diri. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya
pengembangan hubungan sosial yang diawali dari lingkungan keluarga,
sekolah, serta lingkungan masyarakat.

1. Lingkungan Keluarga

Orangtua hendaknya mengakui keberadaan anak, sebagai mana


dalam faktor yang mempengaruhi anak merasa bahwa dirinya dihargai,
diterima, dicintai, dan dihormati oleh orangtua dan anggota keluarga

21
lainnya. Sehingga keluarga dapat memberikan kebebasan terbimbing
untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim
kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat embantu
anak memliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya.
Dalam konteks bimbingan orangtua terhadap remaja, Hoffman (1989)
mengemukakan tiga jenis pola asuh orangtua yaitu :

a. Pola asuh bina kasih (induction), yaitu pola asuh yang


diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan
senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap
setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.
b. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion), yaitu pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak
meskipun anak tidak menerimanya.
c. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal), yaitu pola asuh yang
diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan cara
menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak
menjalankan apa yang dikehendaki orangtuanya, tetapi jika
anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki oleh
orangtuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti
sediakala.

22
Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk
didalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang
disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah pola asuh bina
kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orangtua
tentang anaknya atau setiap perlakuan yang diberikan orangtua
terhadap anaknya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau
alasan yang rasional. Dengan cara demikian anak dapat
mengembangkan pemikirannnya untuk kemudian mengambil
keputusan mengikuti atau tidak terhadap perlakuan atau keputusan
orangtuanya.

2. Lingkungan Sekolah

Didalam mengembangkan hubungan sosial, guru juga harus


mampu mengembangkan peroses pendidikan yang bersifat demokratis,
guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup
menarik minak anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran
yang diberikan guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak
hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain
menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengatahuan
kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi
manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian,
perkembangan hubungan sosial dapat berkembang secara maksimal.

23
3. Lingkungan Masyarakat
a. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk
memberikan rangsangan kepada mereka kearah perilaku yang
bermanfaat.
b. Perlu sering diadakan keiatan sosial atau masyarakat seperti
kerja bakti, bakti karya untuk dapat mempelajari para remaja
dalam bersosialisasi kepada sesamanya dalam nasyarakat.

Penjelasan diatas dapat dipahami bahwa sistem dalam setiap


lingkungan perlu perpaduan dan tidak bisa setiap lingkungan berdiri
sendiri. Perlu keseimbangan dalam ketiga lingkungan tersebut.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengertian mengenai perkembangan sosial yang dikemukakan


oleh para ahli, diantaranya seperti berikut ini: Menurut Hurlock,
perkembangan sosial berarti “perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntunan sosial”. Menjadi orang yang mampu
bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses. Diantaranya
adalah belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial. Sedangkan
menurut Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartika sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi serta bekerja sama. Menurut berbagai pendapat diatas,
perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. Baik itu dalam tatanan keluarga, sekolah dan
masyarakat.

Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa latin mos,


moris (adat istiadat, kebiasan, cara tingkah laku, kelakuan) mores (adat
istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak). Sedangkan moralits
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan prinsip-pprinsip,
peraturan, dan nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut antara lain,
seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, atau larangan untuk tidak

25
berbuat jahat kepada orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa moral
merupakan tingkah laku manusia yang berdasarkan atas baik-buruk
dengan landasan nilai dan norma yang berlaku didalam masyarakat.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan, setelah kami


mengkaji tentang perkembangan moral dan sosial pada peserta didik
adalah :

1. Orangtua didalam rumah harus bertanggung jawab dalam


mendidik moral anaknya.
2. Guru disekolah atau dosen dikampus juga sangat bertanggung
jawab mendidik moral anak didiknya, karena guru ataupun
dosen tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga lebih ditekankan
pada seorang pendidik yang tidak hanya menjadikan peserta
didiknya pintar dalam keilmuan tetapi juga harus pintar dalam
bertindak dan bersikap (berakhlak).
3. Masyarakat juga harus ikut serta mencegah anak yang amoral
dan mendukung anak yang bermoral tanpa melakukan
diskriminasi terhadap anak yang amoral tetapi membinanya
agar anak bermoral.

Upaya pengembangan nilai, moral dan sikap diharapkan dapat


menjadikan seseorang menjadi individu yang diharapkan yakni melalui
penciptaan komunikasi serta penciptaan iklim lingkungan yang serasi

26
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu, Munawar Sholeh.2005. Psikologi Perkembangan. PT. Rieka Cipta:

Jakarta.

Al-Mighwar, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja. Pustaka Setia: Jakarta.

Ali Mohammad. Asrori Mohammad. 2012. Psikologi Remaja Peserta Didik. PT

Bumi Aksara: Jakarta.

B. Hurlock, Elizabeth. 1995. Perkembangan Anak Jilid I. Penerbit Erlangga:

Jakarta.

Hartinah Siti. 2008. Pengembangan Peserta Didik. Reflika Aditama: Bandung.

Sunarto dan B. Agung Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Rineka Cipta:

Jakarta.

Sunanto Ahmad. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini, Pengantar dalam Berbagai

Aspeknya. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Syah Muhibbin. 2014. Psikologi Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya Offset:

Bandung.

Yusuf LN, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Remaja

Posdakarya: Bandung.

27

Anda mungkin juga menyukai