Anda di halaman 1dari 16

Teori Perkembangan Moral Pada Anak Usia Dini

Perkembangan Anak

Kelompok 8:

Cecilya Hartady 2330306014

Della Aulia 2330306018

Hera Listi Birgit Hutagalung 2330306035

Dosen Pengampu:

Sri Rahayu Putri Z. S. Psi., M. A

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt, yang telah memberikan nikmat
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perkembangan Moral Pada Anak Usia Dini” dengan tepat waktu tanpa adanya rintangan atau
halangan yang berarti.

Adapun tujuan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
perkembangan anak psikologi yang diberikan oleh dosen pengampu. Selain itu dengan adanya
makalah ini, penulis berharap bahwa penulis sendiri dan pembaca mendapatkan pengetahuan
mengenai teori perkembangan moral pada anak usia dini.

Di kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu penulis, yakni
ibu Sri Rahayu Putri Z. S. Psi., M. A yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, serta
teman-teman sejawat pada program studi S1 Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin Adab dan
Dakwah UIN Mahmud Yunus Batusangkar yang dengan senang hati telah memberikan
kontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat penulis terima dengan senang hati
demi kesempurnaan makalah ini.

Batusangkar, 28 September 2023

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

Daftar Isi ...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHUULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

C. Tujuan ............................................................................................................................ 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3

A. Definisi perkembangan moral pada anak................................................................... 3

B. Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada anak ................................ 3

C. Proses perkembangan moral pada anak..................................................................... 4

D. Teori perkembangan moral anak menurut para ahli ............................................... 5

E. Pengaruh pola didik orang tua pada perkembangan moral anak ......................... 10

BAB III.................................................................................................................................... 12

PENUTUP............................................................................................................................... 12

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 12

B. Saran ............................................................................................................................ 12

Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHUULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan moral pada anak merupakan suatu proses dimana anak mengembangkan
pemahaman dan perilaku moral serta pertumbuhan dan perkembangan fisik, kognitif, sosial
dan emosional. Pemahaman tentang apa yang benar dan salah serta bagaimana berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai moral akan berkembang seiring berjalannya waktu dan seiring
dengan pengalaman anak. Etika dan moralitas merupakan landasan perilaku individu dalam
masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bagaimana anak
mengembangkan pemahaman moral (Desmita, 2013; Santrock, 1995). Dalam beberapa
dekade terakhir, studi tentang perkembangan moral anak telah menjadi fokus utama
psikologi perkembangan. Hal ini disebabkan adanya minat untuk memahami bagaimana anak
mempelajari nilai, norma sosial, dan konsep benar dan salah.
Penelitian mengenai perkembangan moral anak telah menghasilkan temuan penting yang
dapat membantu orang tua, pendidik, dan praktisi dalam merawat dan mendidik anak dengan
lebih efektif. Pemahaman ini penting dalam membentuk moralitas dan etika dalam
masyarakat. Seiring dengan perkembangan sosial, anak prasekolah juga mengalami
perkembangan Penelitian tentang perkembangan moral anak telah menghasilkan temuan-
temuan penting yang dapat membantu orang tua, pendidik, dan praktisi dalam mengasuh dan
mendidik anak-anak dengan lebih efektif. Pemahaman ini memiliki implikasi penting dalam
pembentukan moral dan etika dalam masyarakat. Seiring dengan perkembangan sosial, anak-
anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral. Ada beberapa teori dan tahapan
yang telah diusulkan oleh para ahli dalam menjelaskan perkembangan moral pada anak-anak.
Salah satu teori perkembangan moral yang paling terkenal adalah teori perkembangan moral
Kohlberg yang dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg pada tahun 1958. Teori ini
menyatakan bahwa perkembangan moral melalui tiga tingkatan utama, yaitu:
Tingkat Pra-Konvensional: Pada tingkat ini, anak-anak memahami moralitas berdasarkan
hukuman dan penghargaan. Mereka melakukan tindakan yang dianggap baik jika mereka
dapat menghindari hukuman atau mendapatkan penghargaan. Tingkat Konvensional: Pada
tingkat ini, anak-anak mulai memahami moralitas dalam konteks norma sosial dan hubungan
antarpribadi. Mereka mengikuti norma dan aturan yang ada dalam masyarakat.

1
2

Tingkat Pasca-Konvensional: Pada tingkat ini, individu mengembangkan pemahaman


moral yang lebih abstrak dan mendasar pada prinsip-prinsip etis yang lebih luas. Mereka
dapat mengkritik norma sosial yang ada dan mengikuti prinsip-prinsip moral yang lebih
tinggi. Selain teori Kohlberg, Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan terkenal, juga
memiliki pandangan tentang perkembangan moral anak-anak. Piaget mengemukakan bahwa
anak-anak melewati tahapan-tahapan dalam perkembangan moral mereka, termasuk tahap
moral heteronomi (aturan eksternal) dan tahap moral otonomi (aturan internal).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari perkembangan moral pada anak?
2. Bagaimana faktor yang mempengaruhi perkembangan moral?
3. Bagaimana proses perkembangan moral pada anak?
4. Bagaimana teori perkembangan moral anak menurut para ahli?
5. Bagaimana pengaruh pola didik orang tua pada perkembangan moral anak?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari perkembangan moral pada anak.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada anak.
3. Memahami proses perkembangan moral pada anak.
4. Mengetahui teori perkembangan moral anak menurut para ahli.
5. Memahami pengaruh pola didik orang tua pada perkembangan moral anak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi perkembangan moral pada anak

Istilah moral berasal dari bahasa Latin mos (moris), yang berarti adat istiadat
peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Adapun moralitas merupakan kemauan untuk
menerima, melakukan peraturan, dan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral
ini, seperti perintah untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan
keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan larangan mencuri,
berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan ber-
moral, apabila tingkah laku ini sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi
kelompok sosialnya. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah
perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan
tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk
dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan
orang tua, saudara dan teman sebaya). Anak belajar memahami tentang perilaku mana yang
baik atau yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk atau yang tidak
boleh dikerjakan (Desmita, 2013; Santrock, 1995).

B. Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh
lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungan dan orangtuanya. Dia belajar
untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai ini. Dalam mengembangkan moral anak,
peranan orang tua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Menurut John
Locke dan J.B. Watson, mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
moral manusia (Jahja, 2011), meliputi:

1. Pengalaman, sebagai proses belajar.

2. Keluarga, meliputi:

3
4

a) Sikap/keadaan sosial-ekonomi keluarga;


b) Posisi dalam keluarga.
c) Sifat anggota keluarga lain.

3. Kebudayaan, contoh:

a) Bila anak hidup di suasana yang memalukan, dia belajar untuk selalu merasa bersalah;
b) Bila orang berada di lingkungan orang-orang yang kritis, dan akan memiliki argumen
yang relevan saat bicara;
c) Bila orang hidup dalam suasana kejujuran, maka ia akan memahami
mengenai keadilan.

C. Proses perkembangan moral pada anak

Proses perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai
berikut:

1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku


yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa
lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah
keteladanan dari orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-
nilai moral.
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau
tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, kiai,
artis, atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial and error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku
moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan
akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman
atas celaan akan dihentikannya.
5

D. Teori perkembangan moral anak menurut para ahli

a) Teori perkembangan menurut para ahli:


(Kohlberg, 1958; Jahja, 2011) menjelaskan menurut Jean Piaget, pemahaman tentang benar
dan salah mencerminkan meningkatnya kecanggihan dalam proses-proses berpikir anak. Anak-
anak di bawah usia lima tahun tidak memiliki pemahaman tentang moralitas. Anak-anak antara
usia lima dan tujuh tahun meyakini bahwa aturan- aturan dan keadilan tidak dapat diubah dan
berada di luar kendali kita. Mereka juga menilai apakah suatu tindakan benar atau salah
berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (moralitas heteronomus). Mulai usia sekitar tujuh
hingga sepuluh tahun anak-anak berada dalam masa transisi, di mana mereka menunjukkan
beberapa ciri moralitas heteronomus dan moralitas otonomus.

Pada usia sekitar 10-12 tahun pemahaman anak-anak berkembang menjad moralitas
otonomus, mengetahui bahwa aturan-aturan diciptakan oleh manusia dan bahwa niat sama
penting dengan konsekuensi. seperti, memberikan bobot lebih besar pada tanggung jawab antar
pribadi, seperti menjunjung kewajiban terhadap orang lain dan responsif terhadap kebutuhan-
kebutuhan orang lain. Telah diamati bahwa perempuan lebih mungkin menggunakan penalaran
Tahap 3 ketimbang Tahap 4.

Menurut (Gilligan 1982; Yusuf, 2000) urutan tahap mencerminkan suatu bias jender:
menempatkan prinsip-prinsip abstrak keadilan di atas hubungan, sementara kepedulian pada
orang lain (Tahap 3) didasarkan pada norma laki-laki dan mencerminkan fakta bahwa sebagian
besar penelitian Kohlberg menggunakan peserta laki-laki. Menurut Yusuf (2000) Gilligan
berpendapat bahwa orientasi-orientasi ini berbeda, namun yang satu tidak berarti lebih baik
daripada lainnya. Meski demikian, terdapat beberapa perdebatan tentang seberapa kuat bukti
yang mendukung klaim-klaim Gilligan tentang perbedaan- perbedaan jender dalam penalaran
moral. Perbedaan-perbedaan jender dalam penalaran hanya kecil dan biasanya bisa dijelaskan
dengan ciri dilema ketimbang dengan jender

Bukti terkini tampaknya menunjukkan bahwa penalaran berdasarkan kepedulian digunakan


oleh laki-laki maupun perempuan untuk mengevaluasi keraguan antarpribadi, sedangkan
penalaran keadilan diterapkan pada dilema kemasyarakatan. Jahja (2011) Menurut Kohlberg
telah dikritik oleh para pendukung teori wilayah karena tidak membedakan penalaran tentang
moralitas dengan penalaran. tentang kesepakatan-kesepakatn sosial.
6

Teori pikiran (TOM- theory of mind) pikiran-pikiran, merupakan pemahaman bahwa orang
lain dapat memiliki kondisi pengetahuan, hasrat, perasaan, dan keyakinan-keyakinan yang
berbeda. TOM terutama berkembang dalam usia tujuh tahun pertama, hingga mencapai masa
remaja. TOM penting bagi keberfungsian sosial dan emosional: jika Anda memiliki TOM Anda
mampu menempatkan diri Anda dalam posisi orang lain, membayangkan apa yang mereka
rasan (Syamsu, 2008). Karenanya ini merupakan bagian dari empati kemampuan kita untuk
memahami dan mengidentifikasi diri dengan perasaan-perasaan orang lain. Telah diamati
bahwa anak-anak dengan autisme kurang memiliki TOM dan ini dianggap membantu
menjelaskan masalah yang mereka alami dalam keberfungsian sosial. TOM dianggap penting
bagi perkembangan penalan moral memungkinkan kita untuk berpikir tentang kondisi-kondisi
mental orang lain dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tindakan salah.

b) Teori kognitif pada perkembangan moral

A. Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan Moral

Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian


struktur kepribadian manusia atas tiga, yaitu id, ego, dan superego.

- Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak
disadari.

- Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang
rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas.

- Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan sistem nilai
dan moral, yang benar-benar memperhitungkan "benar" atau "salahnya" sesuatu.

Menurut teori psikoanalisa klasik Freud, semua orang mengalami konflik oedipus.
Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan Freud
sebagai superego (Desmita, 2013). Ketika anak mengatasi konflik oedipus ini, maka
perkembangan moral mulai. Salah satu alasan mengapa anak mengatasi konflik oedipus adalah
perasaan khawatir akan kehilangan kasih sayang orang tua dan ketakutan akan dihukum karena
keinginan seksual mereka yang tidak dapat diterima terhadap orang tua yang berbeda jenis
7

kelamin. Untuk mengurangi kecemasan, menghindari hukuman, dan mempertahankan kasih


sayang orang tua, anak-anak membentuk suatu superego dengan mengidentifikasikan diri
dengan orang tua yang sama jenis kelamin, menginternalisasi standar- standar benar dan salah
orang tua.

Struktur superego ini mempunyai dua komponen yaitu ego ideal kata hati (conscience).
Kata hati menggambarkan bagian dalam atau kehidupan mental seseorang, peraturan-peraturan
masyarakat, hukum, kode, etika, dan moral (Desmita, 2013). Pada usia kira-kira 5 tahun
perkembangan superego secara khas akan menjadi sempurna. Ketika hal ini terjadi, maka suara
hati terbentuk. Ini berarti bahwa pada usia sekitar 5 tahun orang sudah menyelesaikan
pengembangan moralnya.

B. Teori Belajar-Sosial tentang Perkembangan Moral

Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respon atas stimulus. Dalam hal
ini, proses-proses penguatan, penghukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan
perilaku moral anak-anak. Bila anak diberi hadiah atas perilaku yang sesuai dengan aturan dan
kontrak sosial, mereka akan mengulangi perilaku tersebut (Desmita, 2013). Sebaliknya, bila
mereka dihukum atas perilaku yang tidak bermoral, maka perilaku itu akan berkurang atau
hilang.

C. Teori Kognitif Piaget tentang Perkembangan Moral

Teori kognitif Piaget mengenai pengembangan moral melibatkan prinsip-prinsip dan


proses-proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya tentang
perkembangan intelektual. Bagi Piaget, perkembangan moral digambarkan melalui aturan
permainan. Karena itu, hakikat moralitas adalah kecenderungan untuk menerima dan mentaati
sistem peraturan. Berdasarkan hasil observasinya terhadap aturan-aturan permainan yang
digunakan anak-anak, Piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas
dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu tahap heteronomous morality dan autonomous morality
(Desmita, 2013; Jahja, 2011).
8

D. Heteronomous morality atau morality of constraint

Tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 6 hingga 9 tahun.
Dalam tahap berpikir ini, anak-anak menghormati ketentuan- ketentuan suatu permainan
sebagai sesuatu yang bersifat suci dan tidak dapat dirubah, karena berasal dari otoritas yang
dihormatinya. Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan immanen, yaitu konsep bahwa
bila suatu aturan dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan (Desmita, 2013). Mereka percaya
bahwa pelanggaran diasosiasikan secara otomatis dengan hukuman, dan setiap pelanggaran
akan dihukum menurut tingkat kesalahan yang dilakukan seorang anak dengan mengabaikan
apakah kesalahan itu disengaja atau kebetulan.

E. Autonomous morality atau morality of cooperation

Tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak-anak usia kira-kira 9 hingga 12
tahun. Pada tahap ini anak mulai sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum merupakan
ciptaan manusia dan dalam menerapkan suatu hukuman atas suatu tindakan harus
mempertimbangkan maksud pelaku serta akibat- akibatnya. Bagi anak-anak dalam tahap ini,
peraturan- peraturan hanyalah masalah kenyamanan dan kontrak sosial yang telah disetujui
bersama, sehingga mereka menerima dan mengakui perubahan menurut kesepakatan (Desmita,
2013). Dalam tahap ini, anak juga meninggalkan penghormatan sepihak kepada otoritas dan
mengembangkan penghormatan kepada teman sebayanya. Mereka nampak membandel kepada
otoritas, serta lebih mentaati peraturan kelompok sebaya atau pimpinannya.

F. Teori Kohlberg tentang Perkembangan Moral

Teori Kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modifikasi, dan


redefeni atas teori Piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil wawancara
dengan anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan pada suatu dilema moral, di
mana mereka harus memilih antara tindakan mentaati peraturan atau memenuhi kebutuhan
hidup dengan cara yang bertentangan dengan peraturan (Syamsu, 2008).

Berdasarkan pertimbangan yang diberikan atas pertanyaan kasus dilematis yang


dihadapi seseorang, Kohlberg mengklasifikasikan perkembangan moral atas tiga tingkatan
(level), yang kemudian dibagi lagi menjadi enam tahap (stage). Kohlberg setuju dengan Piaget
9

yang menjelaskan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari
pengalaman. Tetapi, tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan dari anak-
anak. Anak-anak memang berkembang melalui interaksi sosial, namun interaksi ini memiliki
corak khusus, di mana faktor pribadi yaitu aktivitas-aktivitas anak ikut berperan.

Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku
moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral seseorang, akan
semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari perbuatan-
perbuatannya.

Lawrence Kohlberg teori tentang perkembangan moral dikembangkan lebih lanjut oleh
Lawrence Kohlberg pada tahun 1950. Menurut Kohlberg dapat tiga tingkat perkembangan
moral universal, masing-masing dibagi menjadi dua tahap. Tingkat dan Tahap Perkembangan
Moral Menurut Kohlberg, yaitu:

• Tingkat:

1. Prakonvensional Moralitas

Pada level ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh
suatu perbuatan, yaitu menyenang-kan (hadiah) atau menyakitkan (hukuman). Anak tidak
melanggar aturan karena takut akan ancaman hukuman dari otoritas.

2. Konvensional

Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi harapan otoritas atau
kelompok sebaya

3. Pasca-Konvensional

Pada level ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan akhir,
tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak mentaati aturan untuk mengindari hukuman kata hati

• Tahapan:
1. Orientasi Kepatuhan dan Hukuman
Pemahaman anak tentang baik dan buruk ditentukan oleh otoritas. Kepatuhan
terhadap aturan adalah untuk menghindari hukuman dari otoritasi
2. Orientasi hedonistik- Instrumental
10

Suatu perbuatan dinilai baik apabila berfungsi sebagai instrumen untuk


memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri.
3. Pasca-Konvensional
Pada level ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai
tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak mentaati aturan untuk
mengindari hukuman kata hati
4. Orientasi anak yang baik
Tindakan berorientasi pada orang lain. Suatu perbuatan dinilai baik apabila
menyenangkan bagi orang lain.
5. Orientasi keteraturan dan otorita
Perilaku yang dinilai baik adalah menunaikan kewajiban, menghormati otoritas,
dan memelihara ketertiban sosial.
6. Orientasi legalistik kontrol sosial- legalistik
Ada semacam perjanjian antara diri-nya dan lingkungan sosial. Perbuatan
dinilai baik apabila sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
7. Orientasi kata hati Kebenaran ditentukan oleh kata hati, sesuai dengan prinsip-
prinsip etika universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap
martabat manusia.

Pada awalnya anak-anak melakukan penilaian benar atau salah hanya berdasarkan pada
bagaimana tindakan-tindakan akan memengaruhi mereka. Seiring waktu mereka memahami
bahwa mereka mungkin perlu mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan orang lain ketika
menentukan mana yang benar atau salah. Pada akhirnya dipahami bahwa moralitas
berhubungan dengan sekumpulan standar dan prinsip yang menjelaskan hak-hak manusia,
bukan kebutuhan-kebutuhan individual. Kohlberg berpendapat bahwa sebagian besar remaja
mencapai Tingkat Il dan sebagian besar di antara kita tetap berada di tingkat penalaran tersebut
di masa dewasa. Hanya sedikit individu yang mencapai tingkat penalaran pasca konvensional,
yakni Tingkat III. Tahap 6 sangat jarang sehingga telah dihapuskan sejak itu.

E. Pengaruh pola didik orang tua pada perkembangan moral anak

Sikap orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, di
antaranya:
11

a) Konsisten dalam mendidik anak


Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau
membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang
oleh orang tua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada
waktu lain.
b) Sikap orang tua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah dan ibu, atau
sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses
peniruan (imitasi). Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap
disiplin semu pada anak, Adapun sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh
cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang memedulikan
norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orang tua yaitu sikap kasih
sayang, keterbukaan,musyawarah (dialogis), dan konsisten.
c) Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orang tua merupakan panut (teladan) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam
mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan iklim yang religius (agamis)
dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak,
maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.
d) Sikap orang tua dalam menerapkan norma
Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau berlaku tidak jujur, maka
mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Moralitas berasal dari kata latin mos yang berarti kaidah atau asas atau aturan hidup.
Moralitas adalah kemampuan bertindak, mengambil keputusan, dan menjunjung tinggi prinsip-
prinsip moral. Hal ini mencakup tindakan seperti membuat orang lain menjadi baik,
menunjukkan kebaikan dan kebijaksanaan, menunjukkan rasa hormat dan hak, serta
menunjukkan kebaikan dan rasa hormat. Perkembangan moral merupakan suatu proses yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat.

Anak-anak mempunyai potensi untuk berkembang secara moral melalui interaksi dengan
orang lain. Mereka belajar tentang perbuatan moral yang baik dan buruk serta perbedaan antara
perbuatan moral yang baik dan buruk. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
antara lain pengalaman, keanggotaan kelompok, komunitas, dan budaya. Perkembangan
moralitas pada anak dapat difasilitasi melalui pendidikan, identifikasi, dan trial and error.
Pendidikan melibatkan pengamatan terhadap moral orang lain, mengidentifikasi moral orang-
orang yang lebih unggul secara moral, dan mengembangkan moral melalui trial and error.
Proses perkembangan moral pada anak sangatlah penting, terutama pada tahun-tahun awal
mereka.

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan,baik dari segi isi maupun segi penulisannya. Sehingga kami berharap adanya kritik
dan saran yang mendukung dari saudara saudari semua agar kami bisa lebih baik untuk
kedepannya. Kami juga berharap makalah ini dapan membatu saudara saudari dalam
memehami materi perkulihan psikologi perkembangan anak.

12
Daftar Pustaka

Widuri, Fajar, N. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup.

Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Demita. 2013. Psikologi Perkembangan Anak. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.

Gilligan, C. (1982). In a different voice: Psychological theory and women’s

development. Cambridge, MA: Harvard University Press.

13

Anda mungkin juga menyukai