Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

TENTANG
PERKEMBANGAN MORAL DAN JENIS-JENIS HAK ANAK
(MODUL 3)
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN ANAK DI SD
DOSEN PENGAMPU CHAIRLIANA M.PD

DISUSUN OLEH:
MYLIANA EKA PURWANTI (857360382)
POPON SOLIHAT (857356003)
DEWI ANGGRAINI (857365138)
EUIS PARIDAH (857363736)
SYIFA LUTFIA FAUDZIAH (857360479)

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PGSD AKPMM
SALUT KOTA WISATA
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahamtullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan karunianya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah "Perkembangan moral dan Jenis Hak Anak"
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
mata kuliah Pendidikan Anak di SD pada program S1 PGSD Fakultas keguruan dan ilmu
pendidikan Universitas Terbuka (FKIP - UT). yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Kami jauh dari sempurna.Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran
yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Bogor, 29 April 2023
Penyusun
Kelompok 3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan suatu proses pendidikan yang paling penting
dalam perkembangan siswa. Hal ini dikarenakan Sekolah Dasar adalah sumber pendidikan
dasar bagi anak untuk memperoleh ilmu setelah mereka dididik orang tua di dalam rumah,
dan memasuki Taman Kanak-kanak yaitu lingkungan bermain dan belajar diluar rumah. Di
Sekolah Dasar ini lah mereka akan mendapat bimbingan, ilmu pengetahuan baru, dan
pendidikan formal dari seorang guru. Sekolah Dasar dikatakan penting karena sifat dan
karakter dasar siswa yang mudah menerima dan memproses informasi sejak dini. Hal ini yang
membuat pendidikan di Sekolah Dasar sangat menentukan keberhasilan siswa di sekolah
lanjutan agar mampu bersaing di era globalisasi seperti saat ini
Semoga perkembangan moral dan sosial anak usia SD menuju lebih baik. Secara lebih
khusus Anda diharapkan dapat menjelaskan arti perilaku moral, arti disiplin, cara
menanamkan disiplin, peran hukuman dan penghargaan, arti agama, arti sosialisasi dan
bagaimana pengaruh kelompok sebaya, arti peran gender anak SD, stereotype terhadap
perkembangan sosial.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1. Perkembangan moral anak
2. Jenis-jenis hak anak

C. Tujuan Penyusunan Makalah


Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui perkembangan moral anak
2. Mengetahui jenis-jenis hak anak
BAB II
PERKEMBANGAN MORAL DAN JENIS-JENIS HAK ANAK

A. Perkembangan Moral pada Anak Usia SD

1. Pengertian Perilaku Moral


Perilaku moral berarti perilaku yang menyesuaikan dengan kode moral dari kelompok
sosialnya. Moral berasal dari bahasa latin: mores berarti tata karma atau kebiasaan. Perilaku
moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dałam bertingkah laku, di mana
anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan oleh
masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah perilaku yang gagal menyesuaikan pada
harapan sosial. Perilaku tersebut tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial. perilaku
yang unmoral adalah perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya.
Perilaku ini cenderung terlihat pada anak-anak. Ketika masih kanak-kanak, anak tidak
diharapkan untuk mengenal seluruh tata krama dari suatu kelompok. Begitu anak memasuki
usia remaja dan menjadi anggota suatu kelompok, anak dituntut untuk bertingkah laku
sesuai dengan kebiasaan kelompoknya. Tingkah laku yang sesuai dengan aturan tidak hanya
sesuai dengan dasar-dasar yang ditetapkan secara sosial tetapijuga perlu diikuti secara suka
rela. Hal ini terjadi prioritas eksternal maupun internal. Dalam perkembangan moralnya
kelak anak harus belajar mana yang benar dan mana yang salah. Kemudian, begitu anak
bertambah besar, ia juga harus tahu alasan mengapa sesuatu dianggap benar sementara yang
lain tidak. Dengan demikian, anak perlu dilibatkan dalam aktivitas kelompok, tetapi yang
terpenting tetap perlu mengembangkan harapan melakukan mana yang baik dan mana yang
buruk.

2. Cara Mempelajari Moral


Konsep moral pada usia sekolah dasar tidak lagi sesempit, seperti pada awal masa
kanak-kanak. Pada awal masa kanak-kanak, anak berperilaku moral dalam berbagai situasi
yang khusus saja. anak belajar bagaimana bertindak tanpa mengetahui mengapa mereka
melakukan tindakan tertentu. Sedangkan ketika memasuki usia sekolah mereka mulai
memperluas pengetahuannya sehingga perilaku tertentu muncul pada situasi apa saja,
contohnya tidak berbohong Karena takut pada orang tuanya, namun setelah lebih besar
mereka melakukan tindakan tidak berbohong bukan hanya pada orang tua saja. Pada saat ini
anak belajar bahwa berbohong adalah tindakan yang tidak dapat diterima oleh kelompok
sosialnya. Piaget dan Kohlberg mengemukakan tahap-tahap perkembangan moral. Menurut
Piaget, antara usia 5 Tatun dan T2 tahun, konsep anak mengenai keadilan sudah tumbuh.
Pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua Imenjadi
berubah dan anak mulaí memperhitungkan keadaan khusus di sekitar pelanggaran noral.
Sedangkan Kohlbcrg menamakan tingkat kedua dari perkembarngan moral pada usia
sekolah sebagai tingkat moralitas konvensional. Dalam tingkat ini yang disebut juga sebagai
moralitas anak baik, anak mengikutperaturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk
Hurlock (1978) mengemukakan bahwa dalam perkenbangan moral ada 4 mempertahankan
hubungan-hubungan yang baik.elemen yang harus diketahui, yaitu berikut ini.

a. Peran hukum,
Perkembangan Moral dan Aturan dalam Elemen pertama yang penting dalam
belajar menjadi individu yang bermoral adalah belajar apa yang diharapkan
kelompok. Dalam setiap kelompok sosial beberapa perilaku dapat dianggap benar
atau salah karena berkaitan dengan kesejahteraan anggota kelompoknya. Ketika
masa kanak-kanak. anak tidak terlalu dituntut untuk tunduk nado hukum dan
kebiasaan sebagaimana yang diharapkan pada anak yang lebih besar.
Setelah memasuki usia sekolah, anak mulai diajarkan sedikit demi sedikit
hukum yang berlaku di lingkungannya, misalnya menunjukkan sopan santun pada
orang yang lebih tua, membantu mereka yang cacat. Di sekolah mereka belajar dan
patuh pada aturan sekolah, begitu pula dalam bermain dengan teman sebaya. Secara
perlahan, anak belajar aturan yang dibentuk oleh berbagai kelompok yang berbeda,
seperti di rumah, sekolah, dan lingkungan rumah/tetangga. Hal ini membentuk dasar
dari pengetahuan mengenai apa yang diharapkan oleh kelompok yang berbeda.
Mereka juga belajar bahwa mereka diharapkan untuk taat pada aturan dan jika
melanggar akan mendapat hukuman atau kurangnya penerimaan sosial. Dengan
demikian, aturan merupakan pedoman bagi perilaku anak dan sebagai sumber dari
motivasi untuk taat pada harapan Sosial sebagaimana hukum dan adat kebiasaan bagi
para remaja dan orang dewasa.

b. Peran Kata Hati dalam Perkembangan Moral


Kata hati merupakan kontroi internal (dalam diri) terhadap tingkah laku
seseorang. Tidak ada anak yang lahir dengan kata hati tertentu dan setiap anak tidak
hanya belajar mengenai apa yang benar dan apa yang salah, tetapi anak harus
menggunakan kata hatinya sebagai kontrol terhadap tingkah lakunya. Hal ini
merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting di masa anak usia sekolah.
Kata hati merupakan sesuatu yang kompleks bagi anak-anak. Oleh karena itu, pada
awalnya tingkah laku mereka lebih banyak dikontrol oleh lingkungan. Terjadi
pergantian yang perlahan-lahan dari lingkungan ke control yang sudah
terinternalisasi, pada saat itulah transisi sudah lebih lengkap.

c. Peran Rasa Bersalah dan Malu dalam Perkembangan Moral


Setelah anak mengembangkan kata hati maka kata hati akan dipergunakan
sebagai pedoman bagi tingkah laku mereka. Jika tingkah laku mereka tidak sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan oleh kata hatinya maka mereka akan merasa
bersalah, malu atau keduanya. Dalam perilaku bermoral, rasa bersalah perlu ada.
Seseorang harus taat pada kebiasaan atau tata krama dari kelompok melalui standar
pengarahan dalam diri. Ausubel (dalam Hurlock, T978) mengemukakan bahwa rasa
bersalah merupakan mekanisme psikologis yang penting, di mana perilaku seseorang
menjadi sesuai dengan kebudayaannya. Rasa bersalah juga merupakan alat yang
penting bagi kelangsungan hidup budaya karena memungkinkan individu untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral masyarakat. Jika anak tidak merasa
bersalah. anak akan menjadi tidak termotivasi untuk belajar apa yang diharapkan
kelompok pada dirinya.

d. Peran Interaksi Sosial dalam Perkembangan Moral


Interaksi sosial memegang peran penting dalam perkembangan moral anak
karena dapat memberikan dasar-dasar dari tingkah laku yang diterima masyarakat,
memberikan motivasi melalui apa yang diterima dan tidak diterima kelompok. Jika
anak tidak berinteraksi dengan lingkungannya, anak tidak akan tahu tingkah laku apa
yang akan diterina. Interaksi sosial pertama yang dialami anak adalah melalui
kehidupan di lingkungan keluarganya. anak belajar dari keluarganya mengenai apa
yang dianggap baik dan buruk oleh mereka. Melalui pengabaian sosial/hukuman dan
penerimaan/penghargaan atas perilakunya, anak memperoleh gambaran dan
termotivasi untuk taat pada dasar perilaku vang diterima oleh anggota keluarganya.
Begitu lingkungan menjadi lebih luas, anak juga belajar bahwa dasar-dasar yang
diperoleh dari lingkungan keluarga kadang sama, tetapi kadang-kadang berbeda
dengan apa yang mereka peroleh dari kelompok. Semakin meningkatnya interaksi
dengan kelompok maka pengaruh kelompok juga semakin besar. Jika ada perbedaan
antara standar moral di lingkungan rumah dengan lingkungan kelompok maka anak
cenderung lebih menerima standar yang ditetapkan oleh kelompok dan menolak apa
yang telah ditetapkan oleh keluarganya. Di lingkungan sekolah, anak menemukan
aturan-aturan sekolah, di mana guru lebih berperan dalam mengontrol tingkah
lakunya. Melalui interaksi sosial, anak tidak hanya belajar mengenai kode-kode
moral, tetapi mereka juga berkesempatan untuk belajar mengevaluasi tingkah laku
mereka. Jika evaluasi menyenangkan maka anak akan termotivasi untuk taat pada
standar moral yang telah ditetapkan lingkungan. Jika evaluasi tidak menyenangkan
maka anak akan mengubah standar moral mereka dan menerima apa yang
diharapkan lingkungan padanya. Dari apa yang telah dikemukakan di atas jelaslah
bahwa pengaruh lingkungan sangat besar artinya dalam perkembangan moral
seorang anak.

3. Pengertian Disiplin
Kita semua mungkin Anda pun sebagai guru menyadari pentingnya disiplin dalam
perkembangan dan penanaman moral anak. Konsep umum dari disiplin disamakan dengan
hukuman. Konsep ini menyatakan bahwa disiplin digunakan jika anak melanggar aturan-
aturan yang ditetapkan oleh orang tua, guru ataupun orang dewasa lainnya. Disiplin
merupakan cara masyarakat mengajarkan anak berperilaku moral yang diterima oleh
masyarakatnya. Tujuan dari disiplin adalah membentuk perilaku yang sesuai dengan
kelompok sosialnya. Walaupun demikian, ada orang tua yang takut bahwa dengan
menerapkan disiplin akan menimbulkan masalah dalam hubungan dengan anak-anaknya.
Oleh karena itu, ada konsep yang bertentangan tentang disiplin itu sendiri. Konsep yang
memandang disiplin sebagai konsep negatif, berarti sama dengan hukuman. Sedangkan
konsep positif sama dengan adanya pendidikan, bimbingan dalam menetapkan disiplin diri
dan kontrol diri.

4. Pentingnya disiplin bagi anak

Disiplin adalah penting bagi perkembangan anak karena berisi hal-hal yang
diperlukan anak. Disiplin akan menambah kebahagiaan, penyesuaian sosial dan pribadi
mereka. Beberapa kebutuhan anak yang dapat dipenuhi melalui disiplin adalah berikut ini.

a. Disiplin membuat anak-anak mempunyai perasaarn aman tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan.
b. Anak belajar mengapa pola perilaku tertentu diterima dan mengapa pola perilaku lain
tidak diterima.
c. Melalui disiplin anak-anak dibantu untuk hidup sesuai dengan norma- norma sosial.
Anak-anak belajar berperilaku dengan cara tertentu yang dapat memperoleh pujian, di mana
anak-anak mengartikan sebagai dicintai-diterima. Hal ini mendorong anak untuk mengulang
perilaku yang baik. Anak-anak pun akan mengembangkan kata hati untuk membuat
keputusan dan pengendalian dari perilakunya.

Di samping itu, hal-hal yang penting dari disiplin untuk anak usia SD adalah (Hurlock,
1980) berikut ini.

a. Alat untuk Membentuk Moral


Pengajaran baik dan buruk perlu ditekankan pada alasan mengapa beberapa pola tingkah
laku diterima sementara yang lain tidak, dan penjelasan langsung perlu untuk membantu
anak memiliki konsep yang lebih luas.
b. Penghargaan
Penghargaan memiliki nilai pendidikan yang kuat bagi anak jika anak bertingkah laku benar
dan dapat memotivasi anak untuk mengulang kembali tingkah laku yang diharapkan.
Dengan demikian, penghargaan merupakan hal yang efektif maka pemberian penghargaan
juga harus tepat disesuaikan dengan usia anak dan tingkat perkembangann
c. Hukuman
Sebagaimaha penghargaan, hukuman perlu dikembangkan secara tepat. Hukuman juga harus
dapat memotivasi anak agar taat pada harapan sosial di kemudian hari.
d. Konsistensi
Disiplin yang baik adalah disiplin yang diberikan secara konsisten. Apa yang benar saat ini
juga benar di saat yang lain. Tingkah laku yang salah jika diulang perlu mendapat hukuman
yang sama setiap saat, dan tingkah laku yang benar perlu mendapat penghargaan yang sama
pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan disiplin, hendaknya
disesuaikan dengan perkembangan anak. Seorang anak akan cocok. pada suatu disiplin,
tetapi mungkin anak yang lain tidak sesuai. Pemberian disiplin tergantung pada dimana
biasanya muncul permasalahan. Oleh Karen itu, disiplin sebaiknya mulai diberikan dalam
hubungan dengan kegiatan sehari-hari, seperti acara makan, tidur ataupun kebiasaan belajar.

5. Pemberian Hukuman dan Penghargaan


Menanamkan aturan-aturan dan disiplin melalui hukuman dan penghargaan
tampaknya tidak dapat diabaikan. Dengan hukuman, anak belajar mengapa ia dihukum dan
anak akan lebih memahami mengapa perbuatan yang dilakukan itu salah. Adanya hukuman
membuat anak tidak akan mengulangi perilaku yang salah tersebut sehingga anak belajar
tentang baik buruk perilakunya. Pemberian hukuman pun hendaknya segera, konsisten dan
konstruktif dengan alasan yang jelas. Adapun pemberian hukuman dapat berfungsi untuk
(1) membatasi anak agar tingkah laku yang tidak diünginkan tidak diulangi.
(2) mendidik, dan
(3 ) motivasi, untuk menghindari terjadinya tingkah laku sosial yang tidak
diinginkan.

Bentuk hukuman dapat berbentuk hukuman fisik (misalnya pukulan), mengisolasi


anak selama beberapa waktu (misal tidak menonton acara TV yang disukai). Meskipun
demikian, pemberian hukuman fisik tampaknya sudah tidak terlalu efektif, itulah sebabnya
akan lebih baik dan efektif iika pemberiat hukuman disertai pula penjelasan mengapa
tingkah laku dilarang (Strommel dkk.. 1983). Secara psikologis pemberian hukuman juga
tidak akan merusak anak, sejauh berkaitan/seimbang dengan tingkah laku yang diberi
hukuman. Pemberian hukuman yang terlalu sering juga tidak terlalu baik karena akan
berakibat negatif pada diri anak. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua
yang sering menghukum anaknya mengakibatkan anak belajar pola- pola tingkah laku yang
tidak sehat, seperti suka menyerang yang tidak terkontrol, tidak bisa berkomunikasi secara
efektif, takut pada otoritas, menghindar dari interaksi sosial, tidak mampu mengekspresikan
emosinya secara positif, merasa bersalah dan self esteem (harga diri) rendah. Selain itu iuga
perkembangan sosial dan intelektualnya juga terhambat. Jika anak menjadi orang tua, kelak
akan menjadi orang tua yang sering menghukum anaknya (Gordon & Gordon dalam
Strommen, 1983).
Dengan demikian, orang tua maupun guru harus menghukum anak/anak didiknya
maka mereka harus hati-hati agar dampak negatif tidak terjadi pada diri anak. Untuk anak
usia sekolah lebih baik dan lebih efektif jika disertai dengan pemberian alasan mengapa
orang tua/guru menghukum anak. Jika hukuman orang tua/guru ditinjau dari sudut pandang
anak tanpa alasan yang spesifik maka anak tidak akan memahami hubungan antara apa yang
telah dilakukan dengan hukuman yang diperoleh atau anak juga tidak paham mengapa
tingkah lakunya tidak diterima. Misalnya, mengatakan pada anak bahwa ia dihukum karena
kamu "ielek/ buruk', justru akan membuat anak memiliki konsep diri'gambaran diri yang
buruk. Secara singkat dapat dikatakan hukuman dapat merusak diri anak tergantung dari
pandangan orang tua/keluarga terhadap sudut pandang anak mengenai hukuman yang
diterimanya. Jika orang tua digambarkan anak sebagai sosok yang penuh kasih sayang dan
perhatian pada anak maka pemberian hukuman dirasakan sebagai suatu kenyataan yang
tidak menyenangkan dalam kehidupan anak, dan bukan sebagai sesuatu yang kejam dan
penolakan.
Pemberian penghargaan pun sama dengan hukuman, yaitu memotivasi anak untuk
mengulangi perilaku yang baik yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian,
anak akan lebih mudah menyesuaikan diri. Oleh karena itu, fungsi pemberian penghargaan
adalah (1) nilai mendidik karena pemberian penghargaan menunjukkan bahwa tingkah laku
anak adalah yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh lingkungannya, (2) motivasi, agar
tingkah laku yang diterima diulang kembali, (3) penguat, untuk tingkah laku yang diterima
secara sosial. Bentuk penghargaan berbentuk nonverbal, seperti senyuman, pelukan,
Sedangkan berbentuk 'verbal seperti melalui ungkapan rasa puas atau menghargai usaha
anak. Selain itu, tidak jarang pula yang memberikan penghargaan dalam bentuk pemberian
hadiah. Pemberian penghargaan hendaknya bervariasi sehingga anak tidak selalu
mengharapkan hadiah. Melalui apa yang telah dibahas ini, diharapkan Anda dapat lebih
memahami Dagaimana penerapan pemberian hukuman maupun penghargaan dalam rangka
penanaman disiplin dalam diri anak.

6. Arti Agama Bagi Anak Usia Sekolah


Anda tentunya masih ingat dengan apa yang telah dibahas dalam Salah satu
diantaranya adalah meningkatnya minat anak pada agama. Dapat termasuk perasaan yang
luhuralam jika mengenai hal-hal yang umum diminati hati seseorang agar ia lebih banyak
melakukan perbuatan yang memperkenalkan disangkal bahwa perasaan keagamaan
Seseorang. Perasaan keagamaan menggerakkan hati agama sejak dini pada anak-anak.
Oleh karena itu, perlu anak mempunyai keyakinan beragama, yang diperoleh dari
lingkungan sebagai seseorang yang akan marah jika anak-anak berbuat kesalahan dan akan
rumah ataupun sekolah misalnya anak-anak diajarkan memikirkan Tuhan menghukumnva
untuk dosa yang dilakukan. Di lain pihak, berbagai derap keagamaan di lingkungan rumah
atau sekolah juga diperkenalkan pada anak perayaan misalnya bersalam-salaman untuk
saling memaatkan setiap menjelang hani puasa, memperkenaikan pada anak mengenai
berbagai hari besar, seperti ldul Fitri. Natal. Nyepi atau Waisak. juga memperkenalkan pada
anak mengenai berbagai tempat ibadah. Melalui pelajaran agama dan PPKn (Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan) anak SD dapat lebih memahami arti agama Bagaimana
caranya? Dengan mengajarkan konsep keagamaan diajarkan dalam bahasa sehari-hari dan
melalui pengalaman sehari-hari, misalnya agar anak dapat memahami tata cara makan tidak
boleh sambil bicara, sebelum makan harus cuci tangan dan berdoa sebagai pengungkapan
rasa syukur pada Yang Maha Kuasa. Jika anak lengah dengan yang pernah dipelajarinya
maka sebagai orang tua maupun guru perlu mengingatkan kembali. Dengan begitu anak
tidak hanya sekadar menghafal apa yang telah dipelaiari, tetapi juga nilar nilai yang
diajarkan dalam agama akan lebih tertanam dalam diri anak. Dengan mengenal konsep
keagamaan, anak akan menghindari perbuatan buruk dan meningkatkan perbuatan baik.
anak akan bahwa dengan berbuat baik ia akan masuk surga.

B. Jenis jenis Hak Anak

Hak Anak merupakan instrumen internasional di bidang Hak Asasi Manusia dengan
cakupan hak yang paling komprehensif. Ada 54 pasal dalam KHA, dan hingga saat ini KHA
dianggap sebagai satu-satunya konvensi dibidang HAM yang mencakup baik hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya sekaligus (Konvensi Hak Anak – Sahabat Remaja PKBI DIY
dan UNICEF). Walaupun KHA terdiri dari banyak pasal yang menyatakan hak-hak anak,
tetapi harus diiingat bahwa KHA merupakan kesatuan yang tidak dapat dipecah-
strukturnya, pecah dan bahwa pasal-pasalnya saling tergantung.

Berdasarkan KHA dibagi menjadi4 bagian sebagai berikut. Mukadimah (Preambule )


Jenis-jenis Hak Anak (Pasal 1-41) : mengatur hak bagi semua anak

Bagian Satu
Racian Dua (Pasal 42 - 45) : hak-hak sipil dan politik maupun
Bagian Tiga (pasal 46- 54): mengatur masalah pemberlakuan Konvensi.: berisi
konteks KHA;

1. hak-hak sipil dan politik:


2. hak-hak ekonomi, sosial dan politik.
2. Lindungi (protect).
3. Harga(respect).

Ketiga, kategorisasi yang sudah sangat dikenal, yang dibuat berdasar cakupan hak
yang terkandung dalam KHA, yaitu berikut ini.
1. Hak atas kelangsungan hidup (survival): mencakup hak atas tingkes kehidupan yang
layak dan atas pelayanan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang (development): mencakup hak atas pendidikan informasi, waktu
luang, kegiatan seni dan budaya, hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama,
serta hak anak cacat atas pelayanan. perlakuan dan pendidikan khusus.
3. Hak untuk perlindungan (protection): mencakup perlindungan dari segala bentuk
eksploitasi, perlakuan kejam, perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.
4. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (participation): meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak ikut serta dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut dirinya.

Keempat, Komite Hak Anak PBB mengelompokkan KHA menjadi 8 kategori


sebagai berikut.
1. Langkah-langkah implementasi umum.
2. Definisi anak.
3. Prinsip-prinsip umum.
4. Hak sipil dan kemerdekaan.
5. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif.
6. Kesehatan dan kesejahteraan dasar.
7. Pendidikan, waktu luang, dan kegiatan budaya.
8. Langkah-langkah perlindungan khusus (berkaitan dengan hak anak untuk
mendapatkan perlindungan khusus).

Perlu Anda ketahui bahwa kategori 4 sampai dengan 8 merupakan kategori


substantif "hak anak", sedangkan kategori l sampai dengan 3 bersifat lintas kategori.
Sekarang marilah kita lihat rincian uraian dari ke-8 kategori yang disebutkan di atas,
satu per satu.

Kategori 1: Langkah-langkah Implementasi Umum Pasal 4 KHA ini menegaskan tentang


kewajiban menyeluruh dari Negara peserta untuk mengimplementasikan semua hak-hak
dalam KHA. Negara harus mengusahakan "semua langkah legislatif, administratif dan
langkah lain Hanya dalam kaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, langkah-
langkah tersebut harus dilakukan sampai batas maksimum sumber-sumber yang ada, dan
apabila diperlukan, dalam kerangka kerja sama internasional. Walaupun KHA menempatkan
peranan keluarga dan masyarakat pada posisi sentral dalam pemenuhan hak anak (Pasal 18),
tetapi setiap negara yang meratifikasi KHA (Negara Peserta) mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam KHA, termasuk ketentuan-ketentuan
mengenai pemenuhan hak anak yang tercakup di dalamnya.Misalnya, KHA meminta agar
Negara menentukan masa pendidikan bebas biaya. dan usia untuk memasuki dunia kerja.

Kategori 2: Definisi Anak


Coba Anda buka kembali Modul 8 untuk menyegarkan ingatan Andatentang definisi anak.
Kategori 3: "Prinsip-prinsip Umum' yang tercakup dalam KHA.

Ada 4 prinsip-prinsip umum yang sangat penting dalam KHA, yaitu berikut:

Prinsip pertama, nondiskriminasi. Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam
KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apa pun (Pasal 2). Komisi
Hak Asasi Manusia mengusulkan bahwa istilah diskriminasi harus dipahami sebagai berarti
"setiap perbedaan, eksklusif, pembatasan atau pilihan yang didasarkan pada ras, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau lainnya, property, status kelahiran atau
lainnya, dan yang mempunyai tujuan atau akibat menihilkan atau merusak penghargaan,
kenikmatan atau penerapan oleh semua orang, atas dasar kesamaan, semua hak-hak dan
kebebasan (dalam Inmplementation Handbook for the Convention on The Rights of the
Child).
Prinsip kedua, yang terbaik bagi anak (in the best interest of the child). Dalam Segala
tindakan yang berkaitan dengan anak, yang harus menjadi pertimbangan utama adalah yang
terbaik bagi anak. Pasal3 menekankan bahwa pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat
dan pribadi harus memastikan bahwa akibat dari tindakan-tindakan mereka terhadap anak,
dalam usaha untuk memastikan bahwa yang terbaik bagi anak menjadi pertimbangan utama,
memberi prioritas lebih dahulu pada anak nembangun masyarakat yang bersahabat dengan
anak.
Prinsip Ketiga, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan (child's right to life,
maximum survival and development). Pasal 6 menjamin hak fundamental anak untuk
kehidupan sebagai prinsip hak asasi manusia yang universal dalam instrumen lain),
kelangsungan hidup dan perkembangan semaksimum mungkin, (respect for the views)
Prinsip keempat, penghargaan terhadap pendapat
Pasal 12 meminta Negara untuk menjamin bahwa setiap anak yang telah mampu
membentuk pendapat, mempunyai hak untuk menyatakan pandangannya secara bebas dalam
segala hal yang mempengaruhi kehidupannya. Pendapat anak harus dipertimbangkan sesuai
dengan usia
dan kematangannya. Hak-hak anak yang dinyatakan dalam 2 Ayat dalam Pasal 12 tidak
dengan sendirinya berarti bahwa anak mempunyai hak untuk menentukan sendiri (self-
determination), tetapi anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Kemampuan anak
yang berkembang dalam pengambilan keputusan haruslah dihormati.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku moral berarti perilaku yang menyesuaikan dengan kode moral dari kelompok
sosialnya. Moral berasal dari bahasa latin: mores berarti tata karma atau kebiasaan. Perilaku
moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dałam bertingkah laku, di mana
anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan oleh
masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah perilaku yang gagal menyesuaikan pada
harapan sosial. Perilaku tersebut tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial. perilaku
yang unmoral adalah perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya.
Interaksi sosial memegang peran penting dalam perkembangan moral anak karena
dapat memberikan dasar-dasar dari tingkah laku yang diterima masyarakat, memberikan
motivasi melalui apa yang diterima dan tidak diterima kelompok. Jika anak tidak
berinteraksi dengan lingkungannya, anak tidak akan tahu tingkah laku apa yang akan
diterina. Interaksi sosial pertama yang dialami anak adalah melalui kehidupan di lingkungan
keluarganya. anak belajar dari keluarganya mengenai apa yang dianggap baik dan buruk
oleh mereka.
Menanamkan aturan-aturan dan disiplin melalui hukuman dan penghargaan
tampaknya tidak dapat diabaikan. Dengan hukuman, anak belajar mengapa ia dihukum dan
anak akan lebih memahami mengapa perbuatan yang dilakukan itu salah. Adanya hukuman
membuat anak tidak akan mengulangi perilaku yang salah tersebut sehingga anak belajar
tentang baik buruk perilakunya. Pemberian hukuman pun hendaknya segera, konsisten dan
konstruktif dengan alasan yang jelas.
Hak Anak merupakan instrumen internasional di bidang Hak Asasi Manusia dengan
cakupan hak yang paling komprehensif. Ada 54 pasal dalam KHA, dan hingga saat ini KHA
dianggap sebagai satu-satunya konvensi dibidang HAM yang mencakup baik hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya sekaligus (Konvensi Hak Anak – Sahabat Remaja PKBI DIY
dan UNICEF).

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, besar harapan kami agar para pembaca dan pemangku
kepentingan dapat menjadikan acuan pada makalah ini sebagai bahan pembelajaran, oleh
karenanya kami juga berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan masukan, kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna untuk perbaikan penyusunan makalah kami
selanjutnya.

Daftar Pustaka

Taufiq Agus, Dkk. (2017) Pendidikan Anak di SD. Tangerang Selatan. Penerbit Universitas
Terbuka

Hasbullah. (2001) Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2001

Anda mungkin juga menyukai