Anda di halaman 1dari 2

PENDIDIKAN ANAK DI SD

Nama : YOVI ISKANDAR


NIM : 817803176 01 November 2009

Jawaban soal latihan 2.

1. Hurlock (1978) mengemukakan bahwa dalam perkembangan moral ada 4 elemen yang harus
diketahui, yaitu :
a. Peran hukum, Kebiasaan/Tata Krama, dan Aturan dalam Perkembangan Moral
Elemen pertama yang terpenting dalam belajar menjadi individu yang bermoral adalah belajar
apa yang diharapkan kelompok.
Ketika masa kanak-kanak, anak tidak tidak terlalu dituntut untuk tunduk pada hukum dan
kebiasaan sebagaimana pada anak yang lebih besar. Setelah memasuki usia sekolah, anak
mulai diajarkan sedikit demi sedikit tentang hukum yang berlaku di lingkungannya. Hal ini
akan membentuk dasar dari pengetahuan mengenai apa yang diharapkan oleh kelompok yang
berbeda. Dengan demikian, aturan merupakan pedoman bagi perilaku anak dan sebagai
sumber dari motivasi untuk taat pada harapan sosial sebagaimana hukum dan adat kebiasaan
bagi para remaja dan orang dewasa.

b. Peran Kata Hati dalam Perkembangan Moral


Kata hati merupakan kontrol internal terhadap tingkah laku seseorang. Anak harus
menggunakan kata hatinya sebagai kontrol terhadap tingkah lakunya. Kata hati merupakan
sesuatu yang kompleks bagi anak-anak, oleh karena itu pada awalnya tingkah laku mereka
lebih banyak dikontrol oleh lingkungannya.

c. Peran Rasa Bersalah dan Malu dalam Perkembangan Moral


Setelah anak mengembangkan kata hati maka kata hati akan dipergunakan sebagai pedoman
bagi tingkah laku mereka. Dalam perilaku bermoral, rasa bersalah perlu ada, Ausubel (dalam
Hurlock, 1978) mengemukakan bahwa rasa bersalah merupakan mekanisme psikologis yang
penting, dimana perilaku seseorang menjadi sesuai dengan kebudayaannya. Jika anak tidak
merasa bersalah, maka anak akan menjadi tidak termotivasi untuk belajar apa yang
diharapkan kelompok pada dirinya.

d. Peran Interaksi Sosial dalam Perembangan Moral


Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral anak karena dapat
memberikan dasar-dasar dari tingkah laku yang diterima masyarakat, memberikan motivasi
dari apa yang diterima dan tidak diterima kelompok. Jika anak tidak berinteraksi dengan
lingkungannya, anak tidak akan tahu tingkah laku apa yang diterima.
Melalui interaksi sosial, anak tidak hanya belajar mengenai kode-kode moral, tetapi mereka
juga berkesempatan untuk belajar mengevaluasi tingkah laku mereka.

2. Fungsi pemberian hukuman pada anak.


a. Membatasi anak agar tingkah laku yang tidak diinginkan tidak diulang.
b. Mendidik agar menjadi terbiasa.
c. Memotivasi, untuk menghindari terjadinya tingkah laku sosial yang tidak diinginkan.

Fungsi pemberian penghargaan pada anak.


a. Nilai mendidik, karena menunjukkan bahwa tingkah laku anak sesuai dengan apa yang
diinginkan.
b. Motivasi, agar tingkah laku yang diterima diulang kembali.
c. Penguat, untuk tingkah laku yang diterima secara sosial.

Perasaan keagamaan menggerakkan seseorang untuk lebih banyak melakukan perbuatan yang
baik, oleh karena itu perlu memperkenalkan agama sejak dini pada anak dengan cara
memperkenalkan konsep keagamaan yang sering dijumpai dilingkungan sosial sehari-hari, di
rumah maupun di sekolah dengan menggunakan bahasa sehari-hari pula. Misalnya agar anak
dapat memahami cara makan yang benar, adalah tidak boleh sambil bicara atau harus berdoa
dulu sebagai rasa syukur kepada yang maha kuasa.
Dengan mengenal konsep keagamaan, anak akan menghindari perbuatan buruk dan
meningkatkan perbuatan yang baik.

3. Hurlock (1978) mengemukakan beberapa karakteristik kelompok sebaya pada masa usia SD,
yaitu :

Tuesday, 02 November 2021


Schanevoice, ‘09 Page 1
a. Kelompok sebaya dapat dikenal dari namanya, misalnya dari nama jalan atau tempat tinggal,
di mana anggotanya berasal, dapat pula nama-nama tokoh dari buku, komik atau film,
misalnya kelompok Digimon atau Pandawa.
b. Untuk menjaga kerahasiahan kelompok, acap kali menggunakan kode-kode rahasia dalam
berkomunikasi, misalnya menggunakan kata bahasa sandi.
c. Kadang kala untuk menerima anggota baru diadakan semacam upacara, dimana hal ini
dilakukan agar anggota kelompok merasa dihargai.
d. Kelompok sebaya sering bertemu di tempat-tempat tertentu, misalnya kelompok sebya
perempuan akan sering bertemu di rumah, sementara kelomok sebaya laki-laki di luar rumah.
e. Kegiatan kelompok sebaya biasanya terlibat dalam berbagai kegiatan, misalnya dalam
kegiatan olah raga, bermain kelompok, dapat juga kegiatan yang menyesatkan, seperti
mencoba merokok.

4. Pada usia SD, berada pada masa pertumbuhan yang nanti akan sangat berpengaruh pada masa-
masa selanjutnya. Menjelang usia 6-12 tahun anak menjadi lebih tinggi dan berat badannya, ini
dikarenakan perkembangan skeletal dan muscular yang banyak berkaitan dengan tulang
kerangka dan otot seseorang. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor
bawaan, selain rangsangan fosoilogis berupa pemberian gizi, juga rangsangan psikologis yang
dapat berupa perhatian dan kasih sayang. Anak yang kekurangan gizi tidak hanya berdampak
pada fisiknya, tetapi juga berdampak pada perkembangan emosional maupun intelektual.
Anak yang kurang mendapatkan rangsangan psikologis dari keluarganya akan mengalami
kegagalan nonorganik dan deprives dwarvism.

5. Belajar menurut teori Behaviorisme, adalah bahwa belajar akan menampakkan hasil yang dapat
diamati dan diukur. Belajar itu sendiri dimodifikasi oleh lingkungan.]
Proses belajar terjadi dengan adanya 3 komponen pokok, yaitu stimulus, respon, dan akibat.
Stimulus adalah sesuatu yang datang dari lingkungan yang dapat membangkitkan respons
individu. Respons menimbulkan perilaku jawaban yang stimulus. Sedangkan akibat adalah
sesuatu yang terjadi setelah individu merespon baik yang bersifat positif maupun negatif.
Teori belajar Humanisme memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh dirinya dan
bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuan. Menurut teori ini aktualisasi merupakan
puncak perkembangan indibvidu. Teori belajar Humanisme yakin bahwa motivasi belajar
merupakan harus datang dari diri individu.
Para teoriwan belajar kognitif berpandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan
proses pengenalan yang bersifat kognitif. Menurutnya cara belajar orang dewasa berbeda dengan
cara belajar anak-anak, dimana orang dewasa melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi
dibanding anak-anak.
Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama (Croser,
1984). Flavell (1970) mengemukakan tujuh dimensi konsep yaitu atribut, struktur, keabstrakan,
keinklusifan, generalitas/keumuman, ketepatan, dan kekuatan atau power. Tingkatan konsep
terdiri dari tingkatan konkret, identitas, klasifikatori, dan tingkat formal.
Ausubel mengklasifikasikan belajar ke dalam 2 dimensi. Yang pertama mnyangkut cara materi
atau informasi diterima peserta didik, yang kedua menyangkut cara bagaimana peserta didik
dapat mengaitkan informasi dengan struktur kognitif yang telah ada. Jika peserta didik
menghubungkan informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya
yang telah ada dalam struktur kognitifnya meke terjadilah yang disebut belajar bermakna.

Tuesday, 02 November 2021


Schanevoice, ‘09 Page 2

Anda mungkin juga menyukai