Menurut piaget, antara usia 5 tahun dan 12 tahun, konsep anak mengenai keadilan
sudah tumbuh. Sedangkan Kohlberg menanamkan tingkat kedua dari perkembangan
moral pada usia sekolah sebagai tingkat moralitas konvensional.
Hurlock (1978) mengemukakan bahwa dalam perkembangan moral ada 4 elemen yang
harus di ketahui.
Penghargaan
Hukuman
Konsistensi
PEMBERIAN HUKUMAN DAN PENGHARGAAN
Membatasi anak agar tingkah laku Nilai mendidik karena pemberian penghargaan
yang tidak diinginkan tidak di ulangi. menunjukkan bahwa tingkah laku anak adalah
yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
Mendidik lingkungannya.
Kelompok sebaya dapat dikenal dari namanya, dari nama jalan atau tempat tinggal, darimana anggota
berasal, dapat pula nama nama tokoh terkenal dari buku, komik atau film, misalnya kelompok digimon
atau pandawa.
Untuk menjaga kerahasiaan kelompok, acap kali menggunakan kode-kode rahasia dalam
berkomunikasi, misalnya menggunakan Bahasa sandi.
Kadang kala untuk memerima anggota baru diadakan semacam upacara, dimana hal ini agar
anggota kelompok merasa di hargai.
Kelompok sebaya sering bertemu di tempat tempat tertentu, misalnya kelompok-kelompok sebaya
anak perempuan lebih banyak bertemu di ruamah, sedangkan kelompok sebaya anak laki-laki di luar
ruamah.
Kegiatan kelompok sebaya biasanya terlibat dalam berbagai kegiatan, misalnya dalam kegiatan
oalahraga, bermain berkelompok. Namuan demikian, ada pula yang terlibat dalam kegiatan yang
menyesatkan, seperti mencoba merokok
POLA-POLA TINGKAH LAKU YANG DAPAT DI PELAJARI
DARI ANGGOTA KELOMPOK SEBAYA
Kehidupan kelompok sebaya turut berperan dalam perkembangan tingkah sosial seorang
anak. Hal ini tidak hanya terjadi pada kelompok anak usia sekolah tetapi juga sebelumya
maupun pada masa remaja maupun dewasa. Beberapa pola tingkah laku yang umum di
pelajari anak dari lingkungan kelompok sebayanya :
Hal-hal yang di terima maupun tidak di terima secara sosial.
Terlalu peka/sensitive
Mudah terpengaruh
Kompetisi (persaingan)
Hubungan yang baik
Tanggung jawab
Kesadaran sosial
Diskriminasi sosial
KEGIATAN BELAJAR 3
PERKEMBANGAN PERAN
GENDER PADA ANAK USIA SD
GENDER
Jenis kelamin lebih menunjukan pada dimensi biologi dari menjadi laki-laki atau
perempuan. Sementara gender menunjukan dimensi sosial dari menjadi laki-laki atau
perempuan. Dua aspek dari gender yang perlu di ketahui adalah identitas gender dan
pran gender.
Identitas gender adalah satu perasaan menjadi laki-laki atau perempuan, di mana hal ini
kebanyakan di peroleh anak begitu dia berusia 3 tahun. Sedangkan peran gender berisi
harapan-harapan yang menunjukan bagai mana laki-laki atau perempuan harus berfikir,
bertingkah laku, dan merasakan.
Dilain pihak stereotype gender diartikan sebagai seperangkat keyakinan (belifs) tentang
karakteristik yang sesuai menjadi perempuan dan laki-laki.
Brek (2000) mengatakan bahwa stereotype gender dan peran gender di pengaruhi
oleh lingkungan keluarga, orangtua, guru, mata pelajaran ataupun teman sebaya.
Sedangkan oleh santrock (1992), hal itu berlaku karena apa yang di ungkapkan
santrock bedasarkan teori belajar sosial mengenai gender.
Pada usia sekolah, anak laki-laki mempunyai identifikasi peran masculine, sedangkan
anka perempuan lebih androgyny (yaitu adanya ciri-ciri masculine dan feminim pada
individu yang sama). Selain memasak, menjahit, anak perempuan juga meyukai kegiatan
olahraga, terlibat dalam kegiatan ilmu pengetahuan alam. Orang tua ataupun guru lebih
toleran apabila anak perempuan menunjukan peran gender laki-laki, tetapi tidak demikian
sebaliknya. Anak laki-laki, seperti anak perempuan menjadi ejekan.