Anda di halaman 1dari 17

Nama : Fransina Hikinda

NIM : 942022033
Perbandingan UU dan RUU Sisdiknas
Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan
Bambang Ismanto dan Wasito
Cara kerja
1. Baca UU dan RUU Sisdiknas
2. Tuliskan hal-hal yang ada pada setiap pasal UU dengan RUU Sisdiknas
3. Berikan komentar atas perubahan

Konsep UU 20/2003 RUU SISDIKNAS


Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan usaha sadar dan terencana untuk
terencana untuk mewujudkan suasana memfasilitasi dan mewujudkan
belajar dan proses pembelajaran agar Pembelajaran dan suasana belajar
peserta didik secara aktif agar Pelajar secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk mengembangkan potensi dirinya.
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, FILOSOFIS : ONTOLOGI berkurang
pengendalian diri, kepribadian, dari sisi religiusitas – spirit keimanan
kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara
Pendidikan Nasional Pendidikan nasional Tidak ada
adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan
tanggap terhadap
tuntutan perubahan
zaman.
Sisdiknas Sistem pendidikan nasional adalah Sistem Pendidikan Nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan keseluruhan komponen Pendidikan
yang saling terkait secara terpadu yang saling terkait secara terpadu
untuk mencapai tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan Pendidikan
nasional. nasional
Pelajar /Peserta Didik Peserta didik adalah anggota Pelajar adalah individu yang
masyarakat yang berusaha berusaha mengembangkan potensi
mengembangkan potensi diri melalui diri pada semua Jalur Pendidikan,
proses pembelajaran yang tersedia Jenjang Pendidikan, dan Jenis
pada jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan.
pendidikan tertentu.
PELAJAR SEBAGAI SUBJEK
PENDIDIKAN NASONAL
Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan adalah anggota Tenaga Kependidikan adalah tenaga
masyarakat yang mengabdikan diri yang menunjang penyelenggaraan
dan diangkat untuk menunjang Pendidikan pada Satuan Pendidikan.
penyelenggaraan pendidikan. Tidak ada kata diangkat Memberi
keleluasan bagi sekolah yang
diselenggarakan oleh
masyarakat(swasta)
Pasal 2 Pendidikan nasional berdasarkan Pasal 2 Pendidikan nasional
Pancasila dan Undang-Undang Dasar diselenggarakan berdasarkan
Negara Republik Indonesia Tahun Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945. Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal
Ika. (OK)
Fungsi Pendidikan nasional berfungsi Pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan mengembangkan potensi Pelajar
membentuk watak serta peradaban dengan karakter Pancasila agar
bangsa yang bermartabat dalam menjadi manusia yang beriman,
rangka mencerdaskan kehidupan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
bangsa, bertujuan untuk Esa, berakhlak mulia, mandiri,
berkembangnya potensi peserta didik berilmu dan bernalar kritis,
agar menjadi manusia yang beriman berkebinekaan, bergotong royong,
dan bertakwa kepada Tuhan Yang dan kreatif. GOTONG ROYONG
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, PERLU KETERLIBATAN MASYARAKAT
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan DALAM TATA KELOLA PENDIDIKAN
menjadi warga negara yang YANG DIREPRESENTASIKAN DALAM
demokratis serta bertanggung jawab. DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE
SEKOLAH
Tujuan Tidak ada Pendidikan nasional bertujuan
untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, membentuk Masyarakat
yang religius, menjunjung
kebinekaan, demokratis dan
bermartabat, memajukan
peradaban, serta menyejahterakan
umat manusia lahir dan batin.
Prinsip (1) Pendidikan diselenggarakan Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan sebagai satu kesatuan yang
berkeadilan serta tidak sistemik dengan prinsip: a.
diskriminatif dengan berorientasi pada Pelajar; b.
menjunjung tinggi hak asasi menjunjung tinggi kebenaran
manusia, nilai keagamaan, ilmiah; c. demokratis; d.
nilai kultural, dan berkeadilan; e. nondiskriminatif; f.
kemajemukan bangsa. (2) inklusif; dan g. mendukung
Pendidikan diselenggarakan Pembelajaran sepanjang hayat,
sebagai satu kesatuan yang DIHAPUS, diganti atau ditambah
sistemik dengan sistem akuntabilitas, partisipasi. Prinsip-
terbuka dan multimakna. (3) prinsip good governance ini perlu
Pendidikan diselenggarakan PERAN DEWAN PENDIDIKAN ARAS
sebagai suatu proses NASIONAL, DAERAH (PROVINSI
pembudayaan dan DAN KAB/KOTA), ARAS SEKOLAH
pemberdayaan peserta didik DALAM BENTUK KOMITE SEKOLAH
yang berlangsung sepanjang
hayat. (4) Pendidikan
diselenggarakan dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
memberi keteladanan, Daerah menyediakan layanan
membangun kemauan, dan Pendidikan bagi Pelajar
mengembangkan kreativitas penyandang disabilitas
peserta didik dalam proses sebagaimana dimaksud pada ayat
pembelajaran. (5) Pendidikan (1) melalui Pendidikan inklusif dan
diselenggarakan dengan Pendidikan khusus sesuai dengan
mengembangkan budaya ketentuan peraturan perundang-
membaca, menulis, dan undangan.
berhitung bagi segenap warga
masyarakat. (6) Pendidikan IKLIM BELAJAR YANG INKLUSIF
diselenggarakan dengan PERLU DIPERHATIKAN OLEH
memberdayakan semua PEMERINTAH DAERAH SEHINGGA
komponen masyarakat PELAJAR DAPAT MENGHARGAI
melalui peran serta dalam KEBERAGAMAN, KEBUTUHAN
penyelenggaraan dan TIDAK DISKRIMINATIF HAL INI
pengendalian mutu layanan BELUM MAKSIMAL SELAMA INI
pendidikan. SEHINGGA BANYAK ANAK USIA
SEKOLAH YANG TIDAK DAPAT
BERSEKOLAH.
Hak dan Kewajiban Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 15 (1) Masyarakat berhak
Masyarakat Pasal 8 Masyarakat berhak berperan menyelenggarakan Pendidikan
serta dalam perencanaan, sesuai dengan kekhasan agama,
pelaksanaan, pengawasan, dan lingkungan sosial, dan/atau
evaluasi program pendidikan. budaya untuk kepentingan
Pasal 9 Masyarakat berkewajiban Masyarakat sesuai dengan dasar,
memberikan dukungan sumber daya fungsi, dan tujuan Pendidikan
dalam penyelenggaraan pendidikan. nasional. (2) Masyarakat berhak
Pasal 54 (1) Peran serta masyarakat berperan serta dalam
dalam pendidikan meliputi peran perencanaan, pelaksanaan,
serta perseorangan, kelompok, pengawasan, dan evaluasi
keluarga, organisasi profesi, penyelenggaraan Pendidikan
pengusaha, dan organisasi secara perorangan atau kelompok.
kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian PERLU DIPERTEGAS DALAM
mutu pelayanan pendidikan. (2) PENJELASAN TENTANG SIAPA
Masyarakat dapat berperan serta MASYARAKAT ADALAH
sebagai sumber, pelaksana, dan ORGANISASI PROFESI, DEWAN
pengguna hasil pendidikan. (3) PENDIDIKAN, KOMITE SEKOLAH
Ketentuan mengenai peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. Bagian Kedua Pendidikan
Berbasis Masyarakat Pasal 55 (1)
Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan
berbasis masyarakat pada pendidikan
formal dan nonformal sesuai dengan
kekhasan agama, lingkungan sosial,
dan budaya untuk kepentingan
masyarakat. (2) Penyelenggara
pendidikan berbasis masyarakat
mengembangkan dan melaksanakan
kurikulum dan evaluasi pendidikan,
serta manajemen dan pendanaannya
sesuai dengan standar nasional
pendidikan. (3) Dana
penyelenggaraan pendidikan berbasis
masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat,
Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan/atau sumber lain yang tidak
bertentangan dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku. (4)
Lembaga pendidikan berbasis
masyarakat dapat memperoleh
bantuan teknis, subsidi dana, dan
sumber daya lain secara adil dan
merata dari Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah. (5) Ketentuan
mengenai peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Penjelasan Pasal 3, Yang dimaksud
dengan “bergotong royong”
adalah kemampuan untuk
melakukan kegiatan bersama
secara kolaboratif dan sukarela
dalam rangka mengupayakan
pencapaian kesejahteraan dan
kebahagiaan Masyarakat
Dewan Pendidikan Dewan Pendidikan dan Komite TIDAK DITEMUKAN
Komite Sekolah/Madrasah Pasal 56 (1)
Masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi
perencanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan melalui
dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah. (2) Dewan
pendidikan sebagai lembaga mandiri
dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat
Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/
Kota yang tidak mempunyai
hubungan hirarkis. (3) Komite
sekolah/madrasah, sebagai lembaga
mandiri, dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan
dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan. (4) Ketentuan mengenai
pembentukan dewan pendidikan dan
komite sekolah/madrasah
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Akreditasi Akreditasi adalah kegiatan penilaian Pasal 93 Akreditasi merupakan
kelayakan program dalam satuan kegiatan untuk menilai layanan
pendidikan berdasarkan kriteria yang program Pendidikan dan/atau
telah ditetapkan. layanan Satuan Pendidikan. Pasal
94 Akreditasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93
dilakukan oleh: a. lembaga
akreditasi nasional yang dibentuk
oleh Pemerintah Pusat; b. lembaga
akreditasi mandiri yang dibentuk
oleh Masyarakat; dan c. lembaga
akreditasi internasional. Pasal 95
(1) Akreditasi oleh lembaga
akreditasi nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 94 huruf a
dilaksanakan dengan merujuk
pada tujuan Pendidikan nasional,
fungsi Pendidikan nasional, dan
Standar Nasional Pendidikan. (2)
Akreditasi oleh lembaga akreditasi
mandiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 huruf b dan
lembaga akreditasi internasional
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 huruf c dilaksanakan
dengan merujuk pada kriteria yang
ditetapkan oleh lembaga akreditasi
yang bersangkutan. Pasal 96 (1)
Lembaga akreditasi mandiri
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 huruf b ditetapkan oleh
Menteri. (2) Lembaga akreditasi
mandiri pada Jenjang Pendidikan
tinggi ditetapkan berdasarkan: a.
rumpun ilmu dan/atau cabang
ilmu; dan b. rekomendasi dari
lembaga akreditasi nasional. - 36 -
Naskah RUU Sisdiknas bulan
Agustus 2022 (3) Lembaga
akreditasi internasional
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 huruf c diakui oleh
Menteri. Pasal 97 (1) Akreditasi
pada Jenjang Pendidikan anak usia
dini, Jenjang Pendidikan dasar, dan
Jenjang Pendidikan menengah
dilakukan terhadap Satuan
Pendidikan di luar Satuan
Pendidikan pesantren. (2)
Akreditasi terhadap Satuan
Pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) oleh lembaga
akreditasi nasional bersifat wajib.
(3) Akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) oleh
lembaga akreditasi mandiri dan
lembaga akreditasi internasional
bersifat opsional atau tidak
bersifat wajib. (4) Akreditasi
Satuan Pendidikan pesantren
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundangundangan. Pasal 98 (1)
Akreditasi pada Jenjang
Pendidikan tinggi dilakukan
terhadap: a. perguruan tinggi; b.
program studi pada perguruan
tinggi; dan c. ma’had aly. (2)
Akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bersifat wajib. (3)
Akreditasi terhadap Perguruan
Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan
oleh lembaga akreditasi nasional.
(4) Akreditasi terhadap program
studi pada perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan oleh lembaga
akreditasi mandiri dan dapat
dilakukan oleh lembaga akreditasi
internasional. (5) Akreditasi
terhadap ma’had aly sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

Akreditasi sebagai evaluasi bukan


menetukan kelayakan satuan
pendidikan sesuai tujuan Nasional
Pendidikan.

Tunjangan Tidak ditemukan Setiap guru dan dosen yang telah


menerima tunjangan profesi,
tunjangan khusus, dan/atau
tunjangan kehormatan yang diatur
dalam UndangUndang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen sebelum Undang-Undang
ini diundangkan, tetap menerima
tunjangan tersebut sepanjang
masih memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap guru dan dosen selain
guru dan dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menerima
besaran penghasilan/pengupahan
paling sedikit sama dengan
penghasilan/pengupahan yang
diterima saat Undang-Undang ini
diundangkan sepanjang masih
memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

TUNJANGAN BAGI GURU/DOSEN


YANG AKAN DATANG / BARU
TIDAK TERCATAT DENGAN JELAS
Beasiswa (reward) Pasal 12 ayat 1 point c mendapatkan Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban
beasiswa bagi yang berprestasi yang Warga Negara Pasal 11
orang tuanya tidak mampu mendapatkan bantuan biaya
membiayai pendidikannya; Pendidikan bagi yang kurang
mampu secara ekonomi;

tidak ada bantuan beasiswa yang


bersifat reward
Jenjang Pendidikan TIDAK DITEMUKAN Pasal 23 Jenjang Pendidikan anak
Anak Usia Dini usia dini merupakan Pendidikan
yang dirancang untuk membantu
penanaman nilai Pancasila, agama,
dan moral, serta pertumbuhan dan
perkembangan fisik motorik,
kognitif, literasi, dan sosial-
emosional. Pasal 24 (1) Jenjang
Pendidikan anak usia dini
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 pada Jalur Pendidikan
formal dilaksanakan melalui
layanan taman anak. (2) Layanan
taman anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk mendukung tumbuh
kembang anak. (3) Layanan taman
anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan bagi anak
usia 3 (tiga) tahun sampai dengan
5 (lima) tahun sebelum Jenjang
Pendidikan dasar.

PAUD TERMASUK DALAM


PENDIDIKAN FORMAL SEHINGA
NILAI PANCASILA, SOSIAL EMOSI
DITANAMKAN SEJAK DINI
Hak dan Kewajiban TIDAK DITEMUKAN Masyarakat berhak
Masayarakat menyelenggarakan Pendidikan
sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan/atau
budaya untuk kepentingan
Masyarakat sesuai dengan dasar,
fungsi, dan tujuan Pendidikan
nasional.
Masyarakat dapat berpartisipasi
dalam pendanaan Satuan
Pendidikan dalam cakupan Wajib
Belajar yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. (2) Partisipasi Masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan kemampuannya
masingmasing dan dilakukan
secara sukarela, tanpa paksaan,
dan tidak mengikat. (3)
Penggunaan hasil partisipasi
Masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara transparan, akuntabel, dan
berkeadilan

 Adanya OTONOMI
SEKOLAH
 MASYARAKAT IKUT
BERPARTISIPASI DALAM
PENDANAAN PENDIDIKAN
JENJANG PENDIDIKAN Pasal 17 (1) Pendidikan dasar Pasal 26 (1) Jenjang Pendidikan
DASAR merupakan jenjang pendidikan yang dasar terdiri atas kelas prasekolah
melandasi jenjang pendidikan dan kelas 1 (satu) sampai dengan
menengah. (2) Pendidikan dasar kelas 9 (sembilan). (2) Kelas
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan prasekolah bertujuan untuk
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk membantu anak menyesuaikan diri
lain yang sederajat serta Sekolah dan menjalani transisi dengan
Menengah Pertama (SMP) dan lancar menuju proses belajar yang
Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau lebih terstruktur pada kelas 1
bentuk lain yang sederajat. (3) (satu) sampai dengan kelas 9
Ketentuan mengenai pendidikan (sembilan). (3) Kelas 1 (satu)
dasar sebagaimana dimaksud dalam sampai dengan kelas 6 (enam)
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut bertujuan untuk mengembangkan
dengan Peraturan Pemerintah. karakter dan kemampuan dasar
Pelajar dalam literasi, numerasi,
dan berpikir ilmiah sebagai
landasan bagi pengembangan diri
dan sosial. (4) Kelas 7 (tujuh)
sampai dengan kelas 9 (sembilan)
bertujuan untuk mengembangkan
lebih lanjut karakter dan
kemampuan dasar yang telah
dibangun pada kelas 1 (satu)
sampai dengan kelas 6 (enam)
untuk mempelajari dan memahami
ilmu pengetahuan sebagai
landasan untuk melanjutkan
Pendidikan ke Jenjang Pendidikan
menengah.

PERLUASAN PROGRAM WAJIB


BELAJAR DIMULAI DARI KELAS PRA
SEKOLAH, FOKUS
MENGEMBANGKAN KARAKTER
LITERASI DAN NUMERASI
PENDIDIKAN FORMAL Jenjang pendidikan formal terdiri atas Pasal 31 (1) Satuan Pendidikan
pendidikan dasar, pendidikan pada Jenjang Pendidikan anak usia
menengah, dan pendidikan tinggi. dini, Jenjang Pendidikan dasar, dan
Jenjang Pendidikan menengah
pada Jalur Pendidikan formal
berbentuk satuan Pendidikan anak
usia dini, sekolah, madrasah,
pesantren, dan Satuan Pendidikan
keagamaan. (2) Pesantren
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PESANTREN TERMASUK DALAM


PENDIDIKAN FORMAL
PENDIDIKAN INFORMAL Pasal 27 (1) Kegiatan pendidikan Pasal 53 Jalur Pembelajaran
informal yang dilakukan oleh keluarga informal merupakan Pembelajaran
dan lingkungan berbentuk kegiatan mandiri, keluarga, dan lingkungan
belajar secara mandiri. (2) Hasil yang tidak terstruktur dan tidak
pendidikan sebagaimana dimaksud terlembaga. Pasal 54 (1)
dalam ayat (1) diakui sama dengan Pembelajaran informal
pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan oleh Masyarakat.
setelah peserta didik lulus ujian sesuai (2) Masyarakat yang
dengan standar nasional pendidikan. menyelenggarakan Pembelajaran
(3) Ketentuan mengenai pengakuan informal sebagaimana dimaksud
hasil pendidikan informal pada ayat (1) berbentuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) perorangan atau kelompok. (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Penyelenggaraan Pembelajaran
Pemerintah. informal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak memerlukan
TIDAK DIATUR TENTANG HASIL izin.
PENDIDIKAN INFORMAL

SUMBER PENDANAAN Sumber pendanaan pendidikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah


PENDIDIKANN ditentukan berdasarkan prinsip Daerah menyediakan pendanaan
keadilan, kecukupan, dan untuk penyelenggaraan Wajib
keberlanjutan. (2) Pemerintah, Belajar. (2) Pendanaan
Pemerintah Daerah, dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
mengerahkan sumber daya yang ada (1) disediakan bagi Satuan
sesuai dengan peraturan perundang- Pendidikan yang memenuhi
undangan yang berlaku. (3) Ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh
mengenai sumber pendanaan Pemerintah Pusat. (3) Pendanaan
pendidikan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur (2) digunakan untuk
lebih lanjut dengan Peraturan menyelenggarakan Pendidikan
Pemerintah. sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan
Pemerintah Pusat mengalokasikan
paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari anggaran pendapatan
dan belanja negara untuk
memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan Pendidikan
nasional. (2) Pemerintah Daerah
mengalokasikan paling sedikit 20%
(dua puluh persen) dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan Pendidikan
nasional

BERKAITAN DANA BOS


TIDAK ADA KENAAIKAN PROPORSI
DANA PENDIDIKAN PUSAT DAN
DAERAH, KEBUTUHAN SEKOLAH
TETAP MENINGKAT
KURIKULUM Pasal 38 (1) Kerangka dasar dan Pasal 79 Kurikulum Jenjang
struktur kurikulum pendidikan dasar Pendidikan anak usia dini, Jenjang
dan menengah ditetapkan oleh Pendidikan dasar, dan Jenjang
Pemerintah. Pendidikan menengah terdiri atas
a. kerangka dasar Kurikulum; dan
b. Kurikulum operasional Satuan
Pendidikan. Pasal 80 (1) Kerangka
dasar Kurikulum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 huruf a
terdiri atas: a. capaian
Pembelajaran; b. struktur dasar
Kurikulum; dan c. prinsip
Pembelajaran dan asesmen. (2)
Kerangka dasar Kurikulum
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dirumuskan berdasarkan tujuan
Pendidikan nasional, fungsi
Pendidikan nasional, dan Standar
Nasional Pendidikan.
PEMERINTAH MENETAPKAN
OUTPUT PELAJAR PADA SETIAP
FASE PENDIDIKAN MELALUI
OTONOMI SEKOLAH AGAR
TECAPAI TUJUAN PENDIDIKAN
NASIONAL
Kurikulum pendidikan dasar dan Kerangka dasar Kurikulum
menengah wajib memuat: a. sebagaimana dimaksud dalam
pendidikan agama; b. pendidikan Pasal 80 pada Jenjang Pendidikan
kewarganegaraan; c. bahasa; d. dasar dan Jenjang Pendidikan
matematika; e. ilmu pengetahuan menengah mencakup muatan
alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. wajib sebagai berikut: a.
seni dan budaya; h. pendidikan Pendidikan agama; b. Pendidikan
jasmani dan olahraga; i. Pancasila; c. Bahasa Indonesia; d.
keterampilan/kejuruan; dan j. muatan matematika; e. ilmu pengetahuan
lokal. alam; f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya; h. Pendidikan
jasmani dan olahraga; i.
keterampilan/kecakapan hidup;
dan j. muatan lokal.

LEBIH SPESIFIK BAHASA


INDONESIA MENJADI MATA
PELAJARAN WAJIB JENJANG
PENDIDIKAN DASAR DAN
MENENGAH
Kurikulum pendidikan dasar dan Kurikulum operasional Satuan
menengah dikembangkan sesuai Pendidikan sebagaimana dimaksud
dengan relevansinya oleh setiap dalam Pasal 79 huruf b digunakan
kelompok atau satuan pendidikan dan untuk memandu kegiatan
komite sekolah/madrasah di bawah Pembelajaran di Satuan
koordinasi dan supervisi dinas Pendidikan untuk mencapai
pendidikan atau kantor Departemen kompetensi tertentu. (2)
Agama Kabupaten/Kota untuk Kurikulum operasional Satuan
pendidikan dasar dan Propinsi untuk Pendidikan sebagaimana dimaksud
pendidikan menengah. pada ayat (1) dikembangkan
berdasarkan kerangka dasar
Kurikulum sesuai dengan: a.
konteks kondisi dan kekhasan
potensi daerah; dan b. tahap
perkembangan usia dan
kemampuan Pelajar.

NOMENKLATUR BERBEDA
MENJADI KURIKULUM
OPARSIONAL SATUAN PENDIDIKAN
MEMBERI KELELUASAAN PADA
SEKOLAH, MENGACU PADA
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Penilaian Pelajar TIDAK ADA Pasal 88 Penilaian Pelajar


dilakukan oleh: a. Pendidik; b.
Pemerintah Pusat; dan c. lembaga
mandiri. Pasal 89 (1) Penilaian
Pelajar oleh Pendidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 huruf a
merupakan penilaian
menggunakan hasil asesmen
Pembelajaran untuk menentukan:
a. tingkat perkembangan Pelajar
pada pendidikan anak usia dini;
atau b. kelulusan Pelajar
Evaluasi Pasal 57 (1) Evaluasi dilakukan dalam Evaluasi dilakukan terhadap Sistem
rangka pengendalian mutu Pendidikan Nasional. (2) Evaluasi
pendidikan secara nasional sebagai terhadap sistem Pendidikan
bentuk akuntabilitas penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat
pendidikan kepada pihak-pihak yang (1) bertujuan untuk memperbaiki
berkepentingan. (2) Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional dalam
dilakukan terhadap peserta didik, rangka mencapai tujuan
lembaga, dan program pendidikan Pendidikan nasional. Pasal 100
pada jalur formal dan nonformal Evaluasi terhadap Sistem
untuk semua jenjang, satuan, dan Pendidikan Nasional dilakukan
jenis pendidikan. Pasal 58 (1) Evaluasi oleh: a. Pemerintah Pusat; dan b.
hasil belajar peserta didik dilakukan Pemerintah Daerah. Pasal 101 (1)
oleh pendidik untuk memantau Evaluasi terhadap Sistem
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil Pendidikan Nasional oleh
belajar peserta didik secara Pemerintah Pusat sebagaimana
berkesinambungan. (2) Evaluasi dimaksud dalam Pasal 100 huruf a
peserta didik, satuan pendidikan, dan dilakukan berdasarkan tujuan
program pendidikan dilakukan oleh Pendidikan nasional, fungsi
lembaga mandiri secara berkala, Pendidikan nasional, dan Standar
menyeluruh, transparan, dan sistemik Nasional Pendidikan. (2) Hasil dari
untuk menilai pencapaian standar evaluasi terhadap Sistem
nasional pendidikan. Pasal 59 (1) Pendidikan Nasional oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat sebagaimana
melakukan evaluasi terhadap dimaksud pada ayat (1) menjadi
pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan landasan bagi penyelenggara
jenis pendidikan. (2) Masyarakat Pendidikan untuk pemerataan
dan/atau organisasi profesi dapat akses dan peningkatan mutu
membentuk lembaga yang mandiri layanan Pendidikan. Pasal 102 (1)
untuk melakukan evaluasi Evaluasi terhadap Sistem
sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pendidikan Nasional di daerah
58. (3) Ketentuan mengenai evaluasi oleh Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagaimana dimaksud dalam
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Pasal 100 huruf b dilaksanakan
Peraturan Pemerintah. Bagian Kedu terhadap layanan Pendidikan di
daerah sesuai dengan
kewenangannya. (2) Evaluasi
terhadap Sistem Pendidikan
Nasional di daerah oleh
Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling sedikit
berdasarkan hasil evaluasi
terhadap Sistem Pendidikan
Nasional oleh Pemerintah Pusat

KEGIATAN EVALUASI
DILAKSANAKAN UNTUK
PENINGKATAN MUTU DAN
PEMERATAAN AKSES PENDIDIKAN
DI DAERAH HINGGA KE PUSAT

MEMBERIKAN RAPORT SEKOLAH


UNTUK MENINGKATKAN MUTU
SEKOLAH

Pendidik dan Tenaga Pasal 39 (1) Tenaga kependidikan Pendidik bertugas mengelola siklus
Kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, Pembelajaran sebagaimana
pengelolaan, pengembangan, dimaksud dalam Pasal 86.
pengawasan, dan pelayanan teknis
untuk menunjang proses pendidikan PERAMPINGAN ADMINISTRASI
pada satuan pendidikan. PENDIDIK HANYA BERFOKUS
KEPADA TUGAS UTAMA.
Dalam melaksanakan tugas
Pendidik merupakan tenaga sebagaimana dimaksud pada ayat
profesional yang bertugas (1), Pendidik berperan sebagai
merencanakan dan melaksanakan teladan, pembimbing, dan
proses pembelajaran, menilai hasil motivator bagi Pelajar sesuai
pembelajaran, melakukan dengan karakteristik Pelajar, serta
pembimbingan dan pelatihan, serta pemberdaya menuju kemandirian
melakukan penelitian dan pengabdian Pelajar.
kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.

Pasal 40 (1) Pendidik dan tenaga Pasal 105 Dalam menjalankan


kependidikan berhak memperoleh: a. tugas keprofesian, Pendidik
penghasilan dan jaminan berhak: a. memperoleh
kesejahteraan sosial yang pantas dan penghasilan/pengupahan dan
memadai; b. penghargaan sesuai jaminan sosial sesuai dengan
dengan tugas dan prestasi kerja; c. ketentuan peraturan perundang-
pembinaan karier sesuai dengan undangan; b. mendapatkan
tuntutan pengembangan kualitas; d. penghargaan sesuai dengan
perlindungan hukum dalam prestasi kerja; c. memperoleh
melaksanakan tugas dan hak atas pelindungan hak atas kekayaan
hasil kekayaan intelektual; dan e. intelektual; d. memperoleh
kesempatan untuk menggunakan kesempatan untuk
sarana, prasarana, dan fasilitas mengembangkan kompetensi dan
pendidikan untuk menunjang kualifikasi secara berkelanjutan
kelancaran pelaksanaan tugas. memanfaatkan sarana dan
prasarana Pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas; f.
melakukan penilaian, ikut
menentukan kelulusan, dan/atau
memberikan penghargaan atau
sanksi kepada Pelajar sesuai
dengan kaidah Pendidikan, kode
etik, dan peraturan perundang-
undangan; g. aman dalam
melaksanakan tugas; h. menerima
pelindungan hukum dalam
melaksanakan tugas
keprofesionalan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan i. berserikat dalam
organisasi profesi atau organisasi
profesi keilmuan.

 PENDIDIK DAPAT MEMBERIKAN


PRESTASI KERJA DAN SADAR
UNTUK MENGEMBANGKAN
DIRI (SERTIFIKASI TIDAK
MEMBERIKAN DAMPAK
SIGNIFIKAN BAGI MUTU
PENDIDIKAN KITA)
 PENDIDIK DILINDUNGI SECARA
HUKUM DALAM
MELAKSANAKAN TUGAS

PASAL 41 – 46 SAMA
Guru / Pendidik TIDAK DI TEMUKAN Pasal 107 Pendidik terdiri atas
guru, dosen, instruktur, dan
Pendidik keagamaan. Paragraf 2
Guru Pasal 108 Guru merupakan
Pendidik profesional pada
Jenjang Pendidikan anak usia dini
pada Jalur Pendidikan formal; dan
b. Jenjang Pendidikan dasar dan
Jenjang Pendidikan menengah
pada Jalur Pendidikan formal dan
nonformal. Pasal 109 (1) Setiap
orang yang akan menjadi guru
wajib lulus dari Pendidikan profesi
guru. (2) Pemerintah Pusat
memenuhi ketersediaan daya
tampung Pendidikan profesi guru
untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan Pendidikan. (3)
Pendidikan profesi guru
diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. (4) Dalam hal
calon guru berkeahlian khusus,
dapat diberikan pengecualian dari
persyaratan lulus dari Pendidikan
profesi guru. Pasal 110 (1) Guru
mengembangkan karir sebagai
guru, kepala Satuan Pendidikan,
pengawas Satuan Pendidikan, dan
kepala dinas Pendidikan. (2)
Kualifikasi dan kompetensi untuk
menjadi guru, kepala Satuan
Pendidikan, pengawas Satuan
Pendidikan, dan kepala dinas
pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. Pasal 111 (1)
Guru wajib menjadi anggota
organisasi profesi guru. (2)
Organisasi profesi guru merupakan
perkumpulan yang berbadan
hukum yang didirikan,
beranggotakan, dan diurus oleh
guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru. (3) Organisasi
profesi guru berfungsi untuk
memajukan profesi, kompetensi,
karier, wawasan kependidikan,
pelindungan profesi,
kesejahteraan, dan pengabdian
kepada Masyarakat. (4)
Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah dapat
memfasilitasi organisasi profesi
guru dalam) Guru wajib mematuhi
kode etik guru. (2) Kode etik guru
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berisi norma etika,
profesionalitas, dan integritas yang
mengikat perilaku guru dalam
pelaksanaan tugas keprofesian. (3)
Kode etik guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas: a. kode etik guru nasional;
dan b. kode etik guru pada
organisasi profesi guru. (4) Kode
etik guru nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a
disusun oleh organisasi profesi
guru di bawah koordinasi
kementerian yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
Pendidikan. (5) Kode etik guru
nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan oleh
Menteri. (6) Kode etik guru pada
organisasi profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b paling sedikit
mencakup kode etik guru nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a. (7) Kode etik guru pada
organisasi profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) ditetapkan oleh organisasi
profesi guru. (8) Guru yang
melanggar kode etik guru dikenai
sanksi etik sesuai dengan
ketentuan dalam kode etik guru.

SETIAP ENDIDIK AKAN MENGIKUTI


PENDIDIKAN PROFESI UNTUK
DAPAT DIKATAKAN PROFESIOANAL
JENJANG KARIER GURU DI
JELASKAN BAGIAN INI MENGATUR
SEHINGGA TIDAK TERJADI GURU
YANG ALIH TUGAS.
TIDAK DI TEMUKAN PASAL 111 -117 TENTNG GURU,
DOSEN DAN INSTRUKTUR
KETENTUAN PIDANA SAMA SAMA
SANKSI ADMINISTRATIF PASAL MENGATUR TENTANG PASAL 130 – PASAL 132 DI
KEPENGAWASAN PASAL 66 JELASKAN SANKI ADMINISTRATIF

Anda mungkin juga menyukai