Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I

Haslinda S (H0321523)
Fitrah Rahmdani (H0321029)
Rini Mangoli (H0321505)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
petunjuk serta karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dalam
bentuk makalah yang berjudul Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik.
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat
dijadikan perbaikan untuk tulisan-tulisan yang akan datang.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapat
bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah, Ibu Henny yang telah
membimbing dalam penyusunan makalah ini, juga pada rekan-rekan kelompok 6
atas kerjasama dan dukungan yang telah diberikan.
Kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya serta untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami
perkembangan pada peserta didik.Semoga bantuan, dorongan serta bimbingan
yang telah diberikan kepada kami dalam penyusunan laporan ini mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Majene, 27 Oktober 2022

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Perkembangan Moral dan Spiritual .............................................................. 3
B. Tahapan-Tahapan perkembangan Moral dan spritual peserta didik ............ 7
C. Permasalahan moral dan spiritual ................................................................ 9
D. Solusi dari Permasalahan moral dan spiritual ............................................ 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11
A. Kesimpulan ................................................................................................ 11
B. Saran ........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peserta didik merupakan aset utama dalam misi memajukan bangsa.
Mereka perlu pendidikan yang benar supaya tidak menjadi generasi penerus
yang salah kaprah. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup
akademik, namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk
kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama.
Pertumbuhan (growth) adalah berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
yang bias diukur dengan ukuran berat (gram. Pound) ukuran Panjang (cm,
inchi), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen
tubuh). Sementara perkembangan (development) adalah berambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses
pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-
sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya,
termasuk perkembangan moral dan spiritual sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan.
Perkembangan bagi setiap individu mempunyai sifat yang unik
Saufrock dan Yussen (19721:17) menyatakan bahwa “Each us develops some
other individuals, and like individuals, like some other individuals, and like no
other individuals”. Maksudya bahwa tiap-tiap individu berkembang dengan
cara tertentu, seperti individu lain, seperti beberapa individu yang lain, dan
seperti tidak ada individu yang lain. Perkembangan juga merupakan suatu
proses yang sifatnya menyeluruh (holistik). Perkembangan individu dikenal
dengan dua fakta yang menonjol, pertama, setiap manusia mempunyai pola
perkembangan yang sama dan bersifat umum, dan kedua setiap individu
mempunyai kecenderungan yang berbeda (secara fisik maupun mental).
Perbedaan tersebut ternyata lebih banyak bersifat kualitatif daripada
kuantitatif.

1
Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa”. Ini
merupakan salah satu dasar dan tujuan dari pendidikan nasional yang
seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. Pasal tersebut juga membahas
tentang tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka dari itu
diperlukan pengembangan moral dan religius pada peserta didik. Ditambah
lagi dengan semakin menurunnya moral dan akhlak remaja masa kini yang
ditandai dengan aksi anarkis, penggunaan narkoba, pergaulan bebas, dan
pornografi, sehingga pengembangan moral dan agama harus lebih ditekankan
dalam lingkup pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah itu perkembangan moral dan spritula peserta didik?
2. Bagaimana perkembangan moral spiritual peserta didik ?
3. Bagaimana dampak moral spiritual peserta didik ?
4. Bagaimana solusi dari permasalahan moral spiritual peserta didik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembngan moral dan spirual pada peserta didik
2. Untuk mengetahui perkembangan moral spiritual peserta didik
3. Untuk mengetahui dampak moral spiritual peserta didik
4. Untuk mengetahui solusi dari permasalahan moral spiritual peserta didik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Moral dan Spiritual


Pengertian Moral menurut Gunarsa adalah rangkaian nilai tentang
berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Istilah moral sendiri berasal
dari kata mores yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau
kebiasaan. Menurut Shaffer adalah kaidah norma dan pranata yang mengatur
perilaku individu dalam hubungannya denagn masyarakat dan kelompok
sosial. Moral ini merupakan standar baik dan buruk yang ditentukan oleh
individu dengan nilai-nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota
sosial.
Perkembangan moral merupakan perkembangan yang berkaitan dengan
aturan seperti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak yang seharusnya
dilakukan dalam berinteraksi yang berlaku dalam kelompok sosial. Sedangkan
Perkembangan spiritual adalah perkembangan atau tahap seseorang
membentuk kepercayaan baik berupa kepercayaan terhadap agama ataupun
adat.
B. Tahapan-Tahapan perkembangan Moral dan spritual peserta didik
1. Tahap Perkembangan Moral menurut Kohlberg
Menurut Kohlberg mengemukakan ada tiga tingkat perkembangan
moral, yaitu tingkat prakonvensional, konvensional dan post-
konvensional. Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga
keseluruhan ada enam tahapan (stadium) yang berkembang secara
bertingkat dengan urutan yang tetap.
a. Tingkat Penalaran Prakonvensional
Pada penalaran prakonvensional anak tidak memperhatikan
internalisasi nilai-nilai moral-penalaran moral dikendalikan oleh
imbalan dan hukuman eksternal. Pada tingkat ini terdapat dua tahap:
1) Tahap satu orientasi hukuman dan ketaatan (punihsment and
obedience orientation) : tahap penalaran moral didasarkan atas
hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut
mereka untuk taat.

3
2) Tahap dua individualisme dan tujuan (individualism and purpose) :
tahap penalaran moral didasarkan atas imbalan dan kepentingan
sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin dan butuh untuk taat. Apa
yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah.
b. Tingkat Penalaran Konvensional
Pada tingkat ini, internalisasi individual ialah menengah. Seseorang
menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati
standar-standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-
aturan masyarakat.
1) Norma-norma interpersonal, seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar
moral orang tuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai
oleh orang tuanya sebagai “perempuan yang baik” atau seorang
“laki-laki yang baik”.
2) Moralitas sistem sosial, pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, dan kewajiban.
c. Tingkat Penalaran Pascakonvensional
Tingkat ini ialah tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral
kohlberg. Pada tingkat ini mortalitas benar-benar diinternalisasikan dan
tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal
tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan
kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
1) Hak-hak masyarakat dengan hak individual. Seseorang memahami
bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa
standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang
menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga
mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa
beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting dari pada hukum.
2) Prinsip-prinsip etis universal. Seseorang telah mengembangkan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang

4
manusia yang universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan
suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun
keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
2. Perkembangan Moral dan spritual menurut Umur
a. Perkembangan moral spiritual pada masa bayi (0 – 2 tahun)
Pada masa bayi ini tingkah laku hampir semuanya didominasi oleh
dorongan naluriah belaka (implusif). Oleh karena itu tingkah laku anak
belum bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral atau tidak bermoral.
Pada masa ini anak cenderung suka mengulangi perbuatan yang
menyenangkan dan tidak mengulangi perbuatan yang menyakitkan.
Seorang bayi belum memiliki kapasitas untuk mengembangkan
kecerdasan moralnya, yang dia memiliki hanyalah rasa benar dan salah
terhadap sesuatu yang berlaku untuk dirinya sendiri. Contoh: bagi
bayi, rasa lapar itu salah, sehingga dia menangis saat lapar. Bayi yang
sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan
yang spesifik (fisik, psikologi, sosial, dan spiritual) yang berbeda
dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih bergantung
pada orang dewasa dan lingkungan artinya membutuhkan lingkungan
yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan
untuk belajar mendiri. Tahap awal perkembangan manusia dimulai
dari masa perkembangan bayi. Haber (1987) menjelaskan bahwa
perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan
spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk
mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik meruapakn
sumber dari terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.
b. Perkembangan moral spiritual pada masa kanak-kanak awal
(18 bulan – 3 tahun)
Pada fase ini anak sudah mengalami peningkatan kemampuan
kognitif. Anak dapat belajar membandingkan hal yang baik dan buruk
untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih besar. Tahap
perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih
untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka

5
merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat
dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum
tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam
kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima
pengalaman-pengalaman baru, termasuk pengalaman spiritual. Pada
masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap
kelompok sosialnya (orangtua, saudara, dan teman sebaya). Melalui
pengalaman berinteraksi dengan ornag lain (orang tua, saudara dan
teman sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku
mana yang baik /boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak
boleh/ditolak /tidak di setujui.
c. Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun)
Pada fase ini berhubungan erat dengan kondisi psikologis
dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami
kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan
dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu
benar atau salah, tetapi membandingkan norma yang dimiliki
keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa
pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu
spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah
mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan
mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan
membedakan Tuhan dan orang tuanya. Melalui pengalaman
berinteraksi dengan ornag lain (orang tua,saudara dan teman sebaya)
anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik
dan mana yang buruk.
d. Perkembangan moral dan spiritual anak pada masa sekolah
(6 tahun -12 tahun)
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami
peningkatan kualitas kognitif pada anak (6-12 tahun). Anak usia
sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat
menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna

6
spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan
dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan
apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak
terhadap dimensi spiritual mereka. Pada masa ini anak mulai mengenal
konsep moral (mengenai benar salah atau baik buruk pertama kali dari
lingkungan keluarga. Pada mulanya mungkin anak tidak mngerti
konsep moral ini,tetapi lambat laun anak akan memahaminya.Pada
masa ini anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini,anak sudah dapat memahami
alasan yang mendasari suatu peraturan, disamping itu,anak sudah dapat
mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah
atau baik-buruk.
e. Perkembangan moral dan spiritual pada masa remaja (12-18 tahun)
Pada tahap ini remaja sudah memahami akan arti dan tujuan
hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil
keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang
dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan
orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami,
mereka dapat mengalami bingung ketika menemukan perilaku dan role
model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada
kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan
yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga,
walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua
ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya
dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul
konflik orang tua dan remaja. Melalui pengalaman atau berinterkasi
sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa
lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika
dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang
nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas seperti kejujuran,
keadilan, kesopanan dan kedisiplinan. Pada masa ini muncul dorongan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh

7
orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi
kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya
penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang
perbuatannya).
f. Perkembangan moral dan spiritual pada masa dewasa (18-60 tahun)
Pada tahap dewasa awal ini individu menjalani proses
perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual,
memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang
dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem
kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian
utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup
walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.
Pada masa dewasa pertengahan merupakan tahap perkembangan
spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan
yang salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik
sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan
kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap
kepercayaan dan nilai spiritual. Pada masa dewasa akhir periode
perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan
mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama
baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya
kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat.
h. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan
memerlukan pelayan yang spesifik berbeda dengan anak pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam
belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu, mereka memerlukan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-
masing anak, utamanya dalam mengembangkan moral dan spiritual.

8
C. Permasalahan moral dan spiritual
1. Anak-anak
Kurangnya tertanamnya jiwa agama pada setiap anak di karenakan
kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan moral sejak dini,
sehingga pengetahuan akan moral dan spiritual menjadi kurang berkembang
pada usianya. Anak akan tidak tahu apa-apa tentang moral menyebabkan
kebutaan dalam beretika kehidupan masyarakat.
2. Remaja
Longgarnya pegangangan terhadap agama yang menyebabkan
hilangnya pengontrol diri dari dalam. Semua moral dan spiritual bersumber
dari pengajaran keluarga dan masyarakat. ketika keluarga dan masyarakat
sudah lemah dalam pengajarannya, maka remaja dapat bertindak sesuka hati
dalam melakukan pelanggaran tanpa ada yang memperingatinya.
Pembinaan moral yang dilakukan oleh orangtua, sekolah dan
masyarakat sudah kurang efektif. Penanggung jawaban pelaksanaan
pendidikan terutama dilakukan oleh Tripusat Pendidikan yakni keluarga
sekolah dan masyarakat.
Adanya budaya hidup materialistik, hedonistik, dan sekularistik, yang
di akibatkan oleh arus globalisasi yang semakin menjamur. Hal ini
dimanfaatkan oleh para penyandang modal untuk menggaruk keuntungan
material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memerhatikan kerusakan
moral dan spiritual.
3. Dewasa
1. Suasana rumah tangga yang kurang baik. Jika hubungan keluarga yang
tidak berjalan harmonis maka efek buruknya berdampak pada kekacauan
psikis yakni tidak memedulikan lingkungan disekitar sehingga hubungan
sosial yang membutuhkan moral dan etika yang baik menjadi terganggu.
2. Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap orang dilingkungan
masyarakat yang berdampak pada tindakan-tindakan kriminal seperti
pencurian, perampokan, pemerkosaan, KKN, korupsi, dan tindakan-
tindakan kriminal lainnya.

9
3. Keadaan masyarakat yang kurang stabil akibat lingkungan masyarakat
yang buruk terhadap moral dan spiritual. Jika lingkungan masyarakat
membentuk moral dan spiritual yang buruk, maka orang cenderung
mengikuti masyarakat yang moral spiritualnya buruk.
f. Anak Berkebutuhan Khusus.
Kurangnya lingkungan yang mendukung untuk melaksanakan
moral dan spiritual dengan baik. Anak ABK membutuhkan fasilitator
yang sesuai dengan apa yang dia butuhkan untuk berkambang dalam
kehidupan bermasyarakat serta beragama. Akan tetapi, jika fasilitator
tersebut tidak tersedia atau tidak mendukung dalam tumbuh kembangnya
dalam moralitas dan spiritual, hambatan yang ada seperti lumpuhnya
perkembangan ABK dalam melaksanakan kehidupan bermoral dan
beragama yang sangat dibutuhkan dalam bermasyarakat.
D. Solusi dari Permasalahan moral dan spiritual
1. Anak
Konsisten dalam mendidik, ayah dan ibu harus memiliki sikap dan
perlakuan yang sama dalam melarang dan membolehkan tingkah laku
tertentu pada anak. Pada kenyataannya masih banyak orang tua yang tidak
kompak dalam mendidik anaknya. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan serta rasa ego yang tinggi pada orangtua. Ketidakkompakan
orangtua dalam mendidik anak berakibat pada kurang baiknya moral yang
dimiliki anak tersebut sehingga anak bingung membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Maka sebaiknya orangtua menyamakan
presepsi dalam memberikan didikan pada anak-anaknya.
Sikap orang tua dalam keluarga, secara tidak langsung
mempengaruhi perkembangan moral anak. Melalui proses peniruan
(imitasi) anak dapat merekam sikap orang tua terhadap lingkungan
disekitar anak tersebut dan dapat dengan mudahnya ditiru oleh sang anak
sehingga sebaiknya orang tua memberikan contoh (teladan) moral yang
baik kepada sang anak agar di masa depan perilaku moral akan baik pula.
Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut, orangtua
berkewajiban menanamkan pelajaran-pelajran agama yang dianut kepada
sang anak baik berupa bimbingan-bimbingan maupun contoh

10
implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang
diajarkan oleh orang tua kepada anak dapat memberikan pengejaran moral
serta spiritual yang baik kepada anak.
2. Remaja
Hubungan komunikasi orangtua, komunikasi yang dijalin oleh
orangtua dapat menumbuhkan sikap moral pada anak. Remaja yang aktif
mendengarkan dari orangtua atau orang dewasa bagaimana harus
bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral tetapi harus
tetap diawasi.
Menciptakan iklim lingkungan yang serasi, remaja yang
mempelajari nilai hidup tertentu dan moral, kemudian berhasil memiliki
sikap dan tingkah laku sebagai moral dan suara hati, serta perilakunya
belum dibimbing oleh nilai-nilai moral. Pada masa anak-anak
perkembangan moral yang terjadi masih relatif terbatas. Dia belum
menguasai nilai-nilai abstrak yang berkaitan dengan benar salah dan baik
buruk. Hal ini dikarenakan perkembangan inteleknya masih terbatas.
Selian itu dia belum mengetahui manfaat suatu nilai dannorma dalam
kehidupannya. Semakin dia tumbuh dewasa dia mulai dikenalkan terhadap
nilai-niali, ditunjukkan hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh, yang
harus dilakukan dan yang dilarang.
3. Agama dan Budaya, faktor agama memiliki sumbangan yang berarti
terhadap perkembangan penyesuaian diri individu. Agama memberikan
sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktek-praktek yang memberikan
makna sangat mendalam tujuan, serta kesetabilan keseimbangan hidup
individu. Maka dari itu sejak remaja hendaknya diberikan pembekalan
agama yang kuat namun tidak fanatis sehingga tidak terjadi penyimpangan
maupun permasalahan sosial.
4. Dewasa
Pupuk sikap saling pengertian, qana’ah (rasa cukup) dan rasa syukur
terhadap pasangan agar tidak terjadi perceraian. Perceraian mungkin baik
untuk menyelesaikan masalah. Akan tetapi mungkin tidak untuk orang lain
khususnya orang-orang terdekat misal anak, orang tua dan keluarga.

11
Mereka akan mengalami pergulatan psikologis yang hebat hingga rasa
malu terhadap diri sendiri ataupun orang lain.
Melakukan pendalaman agama dengan mendekati orang-orang yang
mengerti agama. Moral dan spiritual yang baik berakar dari kepercayaan
diri sendiri dan lingkungan yang baik. Setiap individu yang beragama
hendaknya memperkaya kajian ilmu agama untuk bekal hidup setelah
meninggal. Selain itu, menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama
misalnya tidak meminum minuman keras serta melihat konten-konten
negatif.
5. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Penanganan dengan kasih yang tulus serta penerimaan secara totalitas
terhadap kondisi anak yang sesungguhnya dari orangtua akan sangat
membantu kemajuan perkembangan anak sesuai kemampuan yang
dimiliki.
2. Mendidik secara inklusif dengan cara sekolah harus menyediakan
kondisi yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan
menghargai perbedaan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
` Dalam kehidupan manusia terdapat dua proses kejiwaan yang terjadi, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Pada umumnya, istilah pertumbuhan dan
keperkembangan anak digunakan secara bergantian. Padahal, kedua proses ini
berlangsung secara interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain.
Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan untuk
memperjelas penggunaannya. Seorang individu yang pada waktu tertentu
melakukan perbuatan tercela ternyata tidak selalu karena dia tidak
mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai dengan nilai dan
norma sosial.
Perkembangan moral dan spiritual peserta didik dimulai dari bayi hingga
lansia beserta anak berkebutuhan khusus memiliki tahapan yang seimbang
untuk mengetahui bagaimana penggambaran perilaku tercermin sesuai
dengan usia pertumbuhannya. Dalam usaha membentuk perilaku yang
berlandaskan moral dan spiritual, jelas bahwa faktor lingkunngan yang
memegang peranan penting. Di antara seala unsur lingkungan social yang
berpengaruh adalah manusia-manusia yang langsung dikenal oleh seseorang
sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini lingkungan sosial
terdekat adalah orangtua dan guru.
B. Saran
Sebaiknya perkembangan moral dan spiritual ditanamkan sedini mungkin
supaya memiliki bekal dan kesiapan dalam menghadapi masa depan individu
yang optimis, berjiwa agamis, dan bermoral. Pendidikan moral merupakan
suatu keharusan terutama bagi usia-usia anak dan remaja karena mereka
berada pada posisi tahap pertumbuhan dan perkembangan yang
menonjol. Peran orang tua dan guru sangat penting dalam pembentukan
kepribadiannya sehingga diperlukan usaha yang mumpuni agar tercipta
individu penerus bangsa yang bermoral dan agamis.

13
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin.2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media. Diakses pada tanggal 27 oktober 2022. Pikul 17.00 wita

Baharuddin.2009. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Diakses


pada tanggal 27 oktober 2022. Pukul 18.00 wita

Garnida, Dadang. 2015. Pengantar Perkembangan Inklusif. Bandung: PT Refika


Aditama. Diakses pada tanggal 27 oktober 2022. Pikul 17.00 wita.

Hartono, Agung.2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta


Diakses pada tanggal 27 oktober 2022. Pukul 18.20 wita

Mahdalela. 2013. Ananda Berkebutuhan Khusus: Penanganan Perilaku


Sepanjang Rentang Perkembangan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Diakses
pada tanggal 27 oktober 2022. Pukul 18.30 wita

Nurhidayah, S. (2012). Kebahagiaan lansia ditinjau dari dukungan sosial dan


spiritual (Online) (http://www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/soul/
article/download/711/635). Diakses pada tanggal 27 oktober 2022.
Pukul 18.40 wita

Patmonodewo, Soemiarti, dkk. 2001. Bunga Rampai: Psikologi Perkembangan


Pribadi dari Bayi sampai Lanjut Usia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Diakses pada tanggal 27 oktober 2022. Pukul 18.50 wita.

Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka. Diakses pada tanggal 27
oktober 2022. Pukul 19.00 wita

Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an
Ketenagaan Perguruan Tinggi. Diakses pada tanggal 27 oktober 2022.
Pukul 19.20 wita

Suhada, Idad. 2017. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. Diakses pada tanggal 27 oktober 2022. Pukul 19.40 wita

Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Diakses pada tanggal 27 oktober 2022. Pukul 19.50
wita

Yusuf, Samsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya. Diakses pada tanggal 27 oktober 2022. Pukul
20.00 wita

14

Anda mungkin juga menyukai