Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH NILAI AGAMA DAN MORAL AUD

TENTANG “PENGERTIAN, URGENSI, JENIS-JENIS, DAN APLIKASI MORAL


PADA ANAK”

DOSEN PEMBIMBING

SERLI MARLINA,S.Pd,M.Pd

DISUSUN OLEH :

1. RATIH MEYRANI PUTRI(190221)

2. RAVIKA ILMA (190221)

3. RIMA YUFADA (19022122)

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul pengertian nilai,
urgensi, jenis-jenis nilai, dan aplikasi nilai.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu Serli
Marlina,S.Pd,M.Pd pada mata kuliah nilai agama dan moral AUD. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengertian nilai, urgensi, jenis-jenis
nilai, dan aplikasi nilai bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang ,1 April 2020

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian moral......................................................................................................

2.2 Urgensi moral........................................................................................................

2.3 Jenis-jenis moral.....................................................................................................

2.4 Aplikasi moral........................................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................................

3.2 Saran.........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan dan
pengembangan ang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam tahun, dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki persiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.

Anak usia 4-6 tahun adalah usia emas (golden age) anak mulai peka dan sensitif
menerima stimulan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, agar
pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal, diperlukan stimulan yang
sesuai dengan perkembangan anak

Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik. Anak usia dini memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi. Segala hal ingin diketahui keberadaan dan prosesnya, sehingga tidak
jarang rasa ingin tahu anak yang tinggi menyulitkan orang dewasa untuk menjelaskan,
seperti saat anak bertanya tentang hal-hal yang bersifat abstrak. Anak usia dini bersifat
eksploratif dalam melakukan berbagai aktivitas untuk membangun pengetahuan,
keterampilan, dan menumbuhkan nilai-nilai karakter. Anak usia dini bersifat egosentris,
yaitu memiliki sudut pandang sendiri terhadap suatu hal. Oleh karena itu, anak
membutuhkan pengarahan dari orang tua maupun lingkungan agar mampu mengelola
pikirannya sehingga anak secara terus-menerus memperoleh pengetahuan baru, mampu
mengembangkan perilaku-perilaku positif sesuai dengan tata nilai kehidupan di
lingkungan tempat tinggalnya, dan mengembangkan keterampilan.

Anak adalah penerus generasi keluarga dan bangsa, perlu mendapat pendapat yang
baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang dengan pesat, sehingga akan
tumbuh menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang tangguh dan memiliki
berbagai kemampuan dan ketrampilan yang bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi
keluarga, lembaga-lembaga pendidikan berperan dan bertanggung jawab dalam
memberikan berbagai macam stimulasi dan bimbingan yang tepat sehingga tercipta
generasi penerus yang tangguh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah:


1. Jelaskanlah pengertian moral?

2. Jelaskanlah urgensi moral?

3. Jelaskanlah jenis-jenis moral?

4. Jelaskanlah aplikasi moral pada anak?

1. 3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian moral

2. Untuk mengetahui urgensi moral

3. Untuk mengetahui jenis-jenis moral

4. Untuk mengetahui aplikasi moral pada anak


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Moral

Kata moral berasal dari kata Mores dalam bahasa Latin. Mores sendiri berasal dari
kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Sjarkawi menyatakan moral
adalah nilai kebaikan manusia sebagai manusia. Kebaikan moral mengandung nilai-
nilai yang universal tentang kemanusiaan (Kohlber dalam Sjarkawi, 2006). Turiel
menyatakan ada perbedaan antara moralitas dan konvensi sosial bagi anak.
Menurutnya perilaku moral, seperti memukul seseorang tanpa alasan, memiliki efek
intrinsik (misalnya kejahatan) terhadap kesejahteraan orang lain. Inti dari ciri kognisi
moral berpusat pada pertimbangan terhadap efek perilaku tertentu terhadap
kesejahteraan orang lain. Konvensi sosial tidak memiliki konsekuensi interpersonal.
Misalnya ketika memberi panggilan "profesor" atau bapak atau ibu kepada guru atau
menggunakan nama mereka. Konvensi sosial hanya berkaitan dengan koordinasi
sejumlah perilaku yang memperlancar fungsi sosial kelompok tertentu. Elliot Turiel).
Jamaal (2005) menyatakan perbuatan-perbuatan bermoral adalah perbuatan-
perbuatan terpuji. Durkheim menyatakan bahwa moralitas akan mencegah individu
agar tidak melakukan hal-hal yang terlarang.
Disiplin moral tidak diciptakan untuk kepentinganNya tetapi untuk kepentingan
manusia. Ada beberapa kata lain yang memiliki arti yang dekat dengan moral antara
lain kata akhlak, etika, budi pekerti, dan nilai. (1) Akhlak berasal dari bahasa Arab
yang diartikan sebagai budi pekerti atau menempatkan sesuatu pada tempatnya. Pada
dasarnya akhlak mengajarkan bagaiamana seseorang harus berhubungan dengan
Allah swt sekaligus bagaimana manusia berhubungan dengan sesama manusia
bahkan mencakup cara memperlakukan alam (Murtadha Muttahhari, 2004), (2) Etika
adalah salah cabang filsafat yang membicarakan tentang nilai dan norma yang
menentukan manusia dalam hidupnya. Menurut Bertens sebagaimana dikutip
Sjarkawi etika mempunyai tiga arti: pertama, etika dalam arti nilai atau norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur
tingkah lakunya. Kedua, etika sebagai kumpulan nilai atau yang selalu disebut
sebagai kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu baik dan buruk. (3) Budi pekerti adalah
berasal dari bahasa sansekerta yang memiliki makna yang sama dengan tata krama.
Ki Hajar Dewantara menyatakan tujuan pendidikan budi pekerti adalah agar
anak dapat ngerti, ngrasa, dan nglakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan)
perbuatan yang sesuai dengan norma-norma yang dianut masyarakat. Di antara nilai
budi pekerti yang harus diajarkan pada anak adalah duduk yang baik, jangan
berteriak-teriak agar tidak menganggu anak-anak lain, bersih badan dan pakaian,
hormat terhadap ibu bapa dan orang tua lainnya, menolong teman-teman yang perlu
ditolong. Ki Hajar Dewantara (1997) menyatakan bahwa isi pengajaran budi pekerti
adalah moral (kesusilaan) yang mencakup adat kesusilaan dan hukum kesusilaan.
Dengan demikian Ki Hajar berpendapat bahwa budi pekerti sama dengan moral, dan
(4) Nilai (value) adalah rujukan dan keyakinan menentukan pilihan. Di dalam nilai
terdapat norma, keyakinan, cara, tujuan, sifat, dan ciri-ciri suatu pola pikir, tingkah
laku, dan sikap (Rohmat Mulyana, 2004) Dari beberapa penjelasan di atas dapat
dipahami bahwa moral atau akhlak kharimah, moral dengan etika, moral dengan budi
pekerti, dan moral dengan nilai. Sangat ditentukan oleh niat atau iktikad dari
lingkungan manusia. Akhlak melibatkan niat dan iktikad mencari ridho Allah dalam
pelaksanaannya. Nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi isi akhlak juga ada di dalam
moral seperti menolong sesama, kejujuran, kebersihan, dan lain-lain yang pada
akhirnya membentuk kepribadian utuh yang benar.

2.2 Urgensi Moral

Ahmad Nawawi (2010: 2-4) pedidikan Nilai Moral/Agama sangat penting bagi para
generasi penerus bangsa, agar martabat bangsa terangkat, kualitas hidup meningkat,
kehidupan menjadi lebih baik, aman dan nyaman serta sejahtera. Pendidikan nilai
moral/agama sangat penting bagi tegaknya satu bangsa. Tanpa pendidikan nilai moral
(agama, budi pekerti, akhlaq) kemungkinan besar suatu bangsa bisa hancur, carut marut.
Pam Schiller & Tamera Bryant (dalam Ahmad Nawawi, 2010: 3-4) mengungkapkan
bahwa: “jika kita meninggalkan pelajaran tentang nilai moral yang kebanyakan sudah
berubah, kita, sebagai suatu Negara, beresiko kehilangan sepotong kedamaian dari
budaya kita. Inilah waktunya untuk menentukan apakah nilai-nilai moral penting bagi
masa depan anak-anak kita dan keluarga kita, dan kemudian mendukung dan mendorong
mereka mempraktikkan nilai- nilai moral tersebut dalam kehidupan sehari hari kita. Siapa
yang bertanggungjawab untuk mengajarkan nilai-nilai moral ini pada anak-anak kita?
Tanggung-jawab itu dipikul oleh kita semua.

Apakah kita menyadari atau tidak, kita selalu mengajarkan nilai moral, tetapi kita
harus lebih berusaha keras untuk mengajarnya. Nilai-nilai moral yang kita tanamkan
sekarang, sadar atau tidak sadar, akan mempunyai pengaruh yang sangat besar pada
masyarakat yang akan datang.” Pendidikan moral anak usia dini dapat dilakukan mulai
dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, sampai lingkungan masyarakat.

2.3 Jenis-jenis Moral

R. Andi Ahmad Gunadi (2013: 87) memaparkan bahwa Piaget membagi


perkembangan moral anak menjadi 3 fase yaitu:
(1) fase absolut; anak menghayati peraturan sebagai suatu hal yang dapat diubah, karena
berasal dari otoritas yang dihormatinya. Peraturan sebagai moral adalah obyek eksternal
yang tidak boleh diubah,

(2) fase realitas; anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain.
Peraturan dianggap dapat diubah, karena berasal dari perumusan bersama. Mereka
menyetujui perubahan yang jujur dan disetujui bersama, serta merasa bertanggung jawab
menaatinya, dan

(3) fase subyektif; anak memperhatikan motif/kesengajaan dalam penilaian perilaku.


Oleh karena itu dalam kegiatan main yang akan dilakukan oleh anak, guru atau orang
dewasa dapat mengajukan beberapa aturan yang harus ditaati selama bermain, sekaligus
mendiskusikan tentang hadiah (reward) yang akan diberikan kepada anak yang mentaati
aturan, dan hukuman (punishment) yang diberikan kepada anak yang melanggar aturan
yang sudah disepakati.

Kemampuan anak untuk melaksanakan aturan main yang sudah disepakati dapat
menjadi indiasikasi tingkat kepatuhan yang dimiliki anak terhadap aturan yang ada.
Orang tua, guru, atau orang dewasa yang ada di sekitar anak sebaiknya mampu
membimbing anak untuk mematuhi aturan yang sudah disepakati untuk membiasakan
anak agar selalu taat pada aturan yang ada di sekitarnya. Di Inggris, Institute Josepshon
(1992) telah memasukkan enam pilar karakter ke dalam perundang-undangan pendidikan.
Keenam nilai tersebut adalah sifat dapat dipercaya, respek, bertanggung jawab, keadilan,
kepedulian, dan kewarganegaraan. Indonesia Heritage Foundation (IHF).

Nilai-nilai moral yang digunakan disebut sembilan pilar nilai-nilai karakter. Model
pembelajaran ini telah mengintegrasikan ke dalam kurikulumnya sembilan nilai karakter
yaitu: (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2) Kemandirian dan Tanggung Jawab,
(3) Kejujuran/Amanah, Bijaksana, (4) Hormat dan Santun, (5) Dermawan, Suka
Menolong dan Gotong Royong, (6) Percaya diri, Kreatif, dan Pekerja Keras, (7)
Kepemimpinan dan Keadilan, (8) Baik dan Rendah Hati, (9) Toleransi, Kedamaian, dan
Kesatuan (Ratna Megawangi, 2006). Pedekatan pendidikan diharapkan sesuai dengan
karakteristik anak, untuk kepentingan pengembangan dan pembelajaran moral dan agama
anak di antaranya: bercerita, karyawisata, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan
sebagainya. Ada beberapa macam cara bercerita yang dapat dipergunakan antara lain
guru dapat membacakan langsung dari buku (story reading), menggunakan ilustrasi buku
gambar (story telling), menggunakan papan flannel, menggunakan boneka, dan bermain
peran dalam suatu cerita. Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak. Melalui
kegiatan diharapkan anak dapat melakukan kebiasaankebiasaan yang baik.

2.4 Aplikasi Moral


Pelaksanaan pendidikan moral di setiap tahapan usia anak usia dini dilakukan
melalui metode yang berbeda-beda, maksudnya adalah pemberian stimulasi untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak disesuaikan dengan tahapan usia dan kemampuan
yang dimiliki anak pada usia tersebut. R. Andi Ahmad Gunadi (2013: 87-88) menjelaskan
bahwa pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan
aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia
antara 2–4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa
kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan.

Pada anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada


pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
perilaku baik dan buruk. Syamsu Yusuf LN. (2011: 134) menjelaskan bahwa
perkembangan moral pada anak-anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu: (1)
pendidikan langsung melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan
salah atau yang baik dan buruk oleh orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya. (2)
identifikasi dengan cara meniru penampilan atau tingkah laku moral orang dewasa yang
menjadi idolanya. (3) proses coba-coba dengan cara mengembangkan tingkah laku moral
secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus
dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan
dihentikannya.

Ahmad Nawawi (2010: 7) prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura meliputi proses
belajar sosial dan moral. Menurut Bandura sebagian besar dari yang dipelajari manusia
terjadi melalui peniruan (imitation) dan contoh perilaku (modeling). Anak mempelajari
respon-respon baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku model/contoh dari orang
lain yang menjadi idola, seperti guru, orang tua, teman sebaya, dan atau insan film yang
setiap saat muncul di tayangan televisi. Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses
perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning
(pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Proses internalisasi atau penghayatan
siswa terhadap moral standar (patokan-patokan moral) terus terjadi. Imitasi atau peniruan
terhadap orang tua, guru, teman idola, dan insan film memainkan peran penting sebagai
seorang model atau tokoh yang dijadikan idola atau contoh berperilaku sosial dan moral
bagi siswa (generasi penerus).

R. Andi Ahmad Gunadi (2013: 88-89) menjelaskan bahwa untuk mengembangkan


karakter anak dalam keluarga terdapat prinsip penting dan harus diperhatikan, yaitu: (1)
moralitas penghormatan, yaitu: penghormatan kepada diri sendiri untuk mencegah agar
diri sendiri tidak terlibat dalam perilaku yang merugikan, penghormatan kepada sesama
manusia, penghormatan kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan. (2)
perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahap, yaitu anak membutuhkan
waktu dan proses untuk berkembang menjadi manusia yang bermoral. (3) mengajarkan
prinsip menghormati, yaitu anak akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa
bahwa pihak lain menghormatinya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Moral merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan dan kehidupan
manusia. Keberadaan moral akan membawa keharmonisan dalam kehidupan apabila
dilaksanakan sesuai dengan moral yang berlaku. Pendidikan moral pada anak usia dini
merupakan salah satu upaya yang dilaksanakan untuk memberikan kesadaran tentang
moral pada anak sejak dini. Anak akan mampu melaksanakan moral yang ada jika
diberikan pendidikan moral yang dilaksanakan dengan optimal oleh orang tua dan
lembaga pendidikan di luar rumah. Pelaksanaan pendidikan moral harus dilaksanakan
secara terus-menerus, karena hasil dari pendidikan moral tidak dapat dilihat dalam waktu
yang singkat, namun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membentuk sikap dan
kebiasaan bermoral anak. Hal itulah yang menjadi alasan bahwa pendidikan moral harus
dilaksanakan sejak usia dini

3.2 Saran

Setelah mempelajari mengenai moral diharapkan pembaca dapat memahami mengenai


bagaimana cara penerapan moral bagi anak usia dini, bagaimana mengembangkan moral
pada anak usia dini, urgensi moral pada anaka usia dini,serta upaya dalam
mengembangkan moral pada anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Nawawi. (2010). Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Generasi


Penerus. Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

Farida Agus Setiawati (2006). Pendidikan Moral Dan Nilai-Nilai Agama Pada
Anak Usia Dini: Bukan Sekedar Rutinitas. Paradigma, No. 02 Th. I p. 41-48.

Hapidin & Yenina. (2016). Pengembangan Model Permainan Tradisional Dalam


Membangun Karakter Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Usia Dini Volume 10 Edisi
2, November 2016).

Husni Rahim and Maila Dinia Husni Rahiem. (2012). The Use Of Stories As
Moral Education For Young Children. International Journal of Social Science and
Humanity, Vol. 2, No. 6, November 2012.

John Siraj-Blatchford. (2009). Editorial: Education for Sustainable


Development in Early Childhood. International Journal of Early Childhood, Vol. 41,
No. 2, 2009. Kristin A.

Masitoh, dkk. (2008). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai