DI SUSUN OLEH :
NIM : G30121019
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan segala rahmat,
petunjuk, dan karunia-nya. Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya, tidak lupa saya ucapkan terima kasih atas bimbingan juga arahan dari
bapak/ibu dosen yang sangat bermanfaat dan membantu. Saya mohon maaf apabila
terdapat kekurangan dari makalah ini, karena saya hanya manusia biasa yang jauh dari
kesempurnaan.
Kritik dan saran sangat saya perlukan agar bias saya perbaiki dikemudian hari.
Semoga makalah ini dapat membantu dan memberikan manfaat bagi pembacanya.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
PEMBAHASAN TOPIK 2
a) Landasan Psikologis
Pendidikan karakter saat ini tidaklah muncul begitu saja dan tidak juga muncul
hanya sekedar untuk menanggapi kondisi moral anak bangsa yang cenderung
berorientasi material ketimbang nilai. Namun, pendidikan karakter telah ada seiring
dengan terbangunnya peradaban dan perkembangan psikologi.
1. mission,
2. standards,
3. identity.
Maksudnya adalah ada tiga hal yang sangat mendasar dalam membangun kerja
yang baik, yakni Misi yang merupakan ciri profesi yang menegaskan di mana mereka
terlibat, standar yang merupakan praktik terbaik dari suatu profesi yang dibangun,
sedangkan identitas adalah nilai-nilai dan identitas personal.
Salah seorang ilmuan psikologi ternama yang dikenal juga dengan bapak
konstruktivisme, Jean Piaget dikenal sebagai ilmuan yang mengkaji persoalan-persoalan
moral dalam hubungannya dengan perkembangan intelektualitas anak. Dia mengkaji
bagaimana anak-anak bermain permainan (game) untuk memelajari keyakinan mereka
tentang mana yang benar dan yang salah.Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh
Piaget terhadap salah satu permainan yaitu, bermain kelereng yang menunjukkan
bahwa perkembangan moral muncul dari tindakan. Hasil observasi yang dilakukan oleh
Piaget, kemudian digunakan dalam mengembangkan teorinya mengenai moralitas anak-
anak. Seperti dikatakan oleh Singer dan Revenson bahwa, jika anda mengobservasi
anak-anak di bawah umur tujuh tahun ketika sedang bermain, anda akan melihat mereka
mengelaborasi aturan-aturan mereka sendiri, mengadaptasikan ke dalam situasi khusus,
kemudian mengubah sesuai kehendak mereka, namun mereka yakin bahwa mereka
bermain sesuai dengan aturan. Aplikasi aturan-aturan yang mengikuti tiga tahap utama
tentang perkembangan moralitas anak-anak, yakni:
Kata Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang
berarti adat kebiasaan. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang
merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik, dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral kurang lebih sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-
hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
1. Egoisme
2. Hedonisme
3. Naturalisme dan teori kebaikan
4. Eksistensialisme
5. Kantisme
6. Utilitarianisme
7. Kontraktulaisme
8. Teori yang berdasarkan agama
Namun, disini saya hanya akan menjelaskan tiga teori antara lain Egoisme,
Kantisme dan Utilitarianisme, karena ketiga teori ini sudah mencakup mengenai teori
etika dalam pendidikan karakter.
1. Egoisme
3. Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah suatu tindakan benar atau salah tergantung pada baik
buruknya akibat tindakan tersebut, bagi siapa saja yang dipengaruhi oleh tindakan
tersebut.
d) Landasan Agama
Semua agama mengajarkan tentang moral, nilai, etika, dan terlebih untuk
melakukan perbuatan baik, tidak diperbolehkan untuk melakukan perbuatan jelek, dan
berbagai ajaran spiritual.Yosi Amran, melakukan penelitian tentang nilai-nilai spiritual
yang tercermin dari ajaran moral, nilai, dan etika dengan melibatkan beberapa agama
seperti Budha, Hindu, Kristen, Islam, Yahudi, Non-Dual, Shamani, Taoisme, dan
Yoga.
Kemudian, dia merumuskan tujuh nilai-nilai dasar spiritual yang terdapat dalam
semua agama tersebut, yakni:
1. kesadaran,
2. keanggunan,
3. kebermaknaan,
5. kebenaran,
6. kedamaian,
7. kebijaksanaan.
1. kekuasaan,
2. agama,
3. keindahan,
Jika kulturnya pengetahuan, nilainya adalah teori, maka ciri manusianya adalah
ilmuan. Begitu juga dengan kultur seni, nilainya adalah estetika, maka ciri manusianya
adalah seniman. Terakhir, jika kulturnya agama, kemudian nilainya adalah religi, maka
ciri manusianya menjadi agamawan. Landasan agama merupakan salah satu pilar
penting dalam pendidikan karakter. Agama mengajarkan moral, etika dan budi pekerti.
Proporsi agama dianggap paling besar dalam pendidikan karakter, tidak salah jika guru
bidang studi agama menjadi tumpuan besar dalam mengembangkan pendidikan
karakter.
2. Olah pikir, Rasa, Hati, Dan Raga Sebagai Pilar Pendidikan Karakter
Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan, olah pikir
berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara
kritis, kreatif, dan inovatif, olah raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan,
peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa
dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam
kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
1. Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil
resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif,
kompetitif, ceria, dan gigih;
4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan,
saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis,
peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air
(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras,
dan beretos kerja.
Dunia akademik saat ini memiliki ilmu disiplin yang terpisah, oleh sebab itu
integritas merupakan kata kunci yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman.
Upaya untuk mengatasi masalah-masalah global yang bersifat Multisektoral
memerlukan pendekatan transdisiplin. Pendekatan transdisiplin dapat dipandang sebagai
ruang intelektual (intellectual space) yang merupakan wilayah/tempat isu-isu yang
dibahas saling dikaitkan, diekspolarasi, dipikirkan ulang (rethingking), dianalisis,
dibuka guna memperoleh pemahaman dan dapat diimplementasikan. Transdisiplin
mempunyai kesamaan makna dengan Transektoralitas yang juga memerlukan kajian.
Tujuan dari pendekatan transdisiplin dalah untuk membangun pandangan-pandangan
yang diperlukan untuk mengeksplorasi makna baru atau sebuah sinergi. Pengunaan
pendekatan transdisiplin dilakukan untuk mencapai sasaran, yaitu:
1. Praktis yang bersifat aktif yang melibatkan aktivitas transformasi, integrasi dan
rekonstutif,
2. Bersifat non-inklusif,
3. Memerlukan adanya proses refleksi diri,
4. Memiliki dimensi kompleksitas,
5. Bersifat plural dengan memanfaatkan perspektif pengetahuan yang berbeda,
6. Berorientasi ke masa depan atau future oriented.
By: Dendy