Anda di halaman 1dari 24

APLIKASI PSIKOSOSIAL DALAM ASUHAN

KEPERAWATAN

Makalah

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikososial Dan Budaya Dalam
Keperawatan

Oleh:

KELOMPOK 1

Syifa hanifah (701180006)

Neng Nur Azizah(701180022)

Leni Septian (701180035)

Resy Agustin (701180026)

Shinta Safari (701180025)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan anugerah kepada penyusun untuk dapat menyusun makalah yang
berjudul “Aplikasi Psikososial Dalam Asuhan Keperawatan”. Ucapan terima kasih
kepada rekan-rekan kelompok tiga yang telah memberikan partisipasinya dalam
penyusunan makalah ini.

Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam
menambah pengetahuan atau wawasan mengenai keperawatan. Penyusun sadar
makalah ini belumlah sempurna maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi sempurna.

Baleendah, Januari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................


DAFTAR ISI ........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................................
BAB 2 PEMBASAHAN
2.1 Pengertian Psikososial ...........................................................................
2.2 Kebutuhan psikososial dalam holistik nursing/keperawatan ................
2.3 Masalah psikososial ................................................................................
2.4 Faktor risiko masalah psikososial ..........................................................
2.5 Dampak psikososial ................................................................................
2.6 Aspek psikososial dalam keperawatan ..................................................
2.7 Aplikasi psikososial dalam asuhan keperawatan ...................................

BAB 3 PENUTUP
3.1 Penutup .................................................................................................
3.2 Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan yang komprehensif dengan
membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Perawat memandang
klien sebagai makhluk bio-psiko-sosiokultural dan spiritual yang berespon secara
holistik dan unik terhadap perubahan kesehatanatau pada keadaan krisis.
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada
hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi
dan memengaruhi satu sama lain.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah ini terdiri dari:
a) Pengertian psikososial
b) Kebutuhan psikososial dalam holistik nursing/keperawatan
c) Masalah psikososial
d) Faktor risiko masalah psikososial
e) Dampak psikososial
f) Aspek psikososial dalam keperawatan
g) Aplikasi psikososial dalam asuhan keperawatan

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini terdiri dari:
a) Menjelaskan pengertian psikososial
b) Memaparkan kebutuhan psikososial dalam holistik nursing/keperawatan
c) Mendeskripsikan masalah psikososial
d) Memaparkan faktor risiko masalah psikososial
e) Menjelaskan dampak psikososial
f) Memaparkan aspek psikososial dalam keperawatan
g) Memaparkan aplikasi psikososial dalam asuhan keperawatan
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Psikososial


Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada
hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi
dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan
sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan
dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan
orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial
berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis
(Chaplin, 2011).

2.2 Kebutuhan Psikososial Dalam Holistik Nursing/Keperawatan


Kebutuhan psikososial dalam holistik Nursing, diantaranya :
 Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisologis adalah kebutuhan mendasar untuk mempertahankan hidup
secara fisik seperti makanan, minuman, tempat tingal, seks, tidur, istirahat dan
udara. Individu yang kekurangan makanan, harga diri dan cinta akan lebih dulu
memenuhi kebutuhan makanannya. Ketika kebutuhan dasar terpuaskan, maka
kebutuhan-kebutuhan yang lain akan muncul dan melingkupi pertilaku manusia.
 Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan akan rasa aman berarti kebutuhan dalam kategori kemantapan,
perlindungan, kebeasan dari rasa takut, kecemasan dan kebutuhan akan ketertiban
hukum, batas-batas dna sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang
anak yang membutuhkan suatu dunia atau lingkungan. Contohya, ada seorang
anak yang memiliki konsistensi dan kerutinan tertentu yang jika ia tidak
menemukan, maka akan cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak
aman akan menghidari hal-hal asing yang tidak dikenalnya.

 Kebutuahan sosial
Setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman dapat terpenuhi, maka kebutuhan
sosial lain seperti rasa memiliki dna dimiliki, saling percata, cinta dan kasih
sayang akan menjadi kebutuhan selanjutnya. Pada tingkat kebutuhan ini, orang
akan sangat merasa kehillangan seorang sahabat, kekasih, istri, suami ataupun
anak-anak. Ia akan selalau merindukan sosok yang penuh arti dan penuh kasih
sayang pada orang lain.

Ia akan membutuhkan seseorang di tengah kelompok atau lingkungan dan


berusaha keras untuk mempertahankannya. Bila sangat fatal, maka seseorang
dapat merasakan kesepian yang dalam, pengucilan sosial, penolakan, tidak adanya
keramahan dan keadaan yang tidak menentu.

Psikologi holistik memiliki beberapa bidang penelitian diantaranya aspek


psikologi pendidikan holistik dan pendidikan holistik, berikut adalah beberapa
penjelasannya :
Psikologi Pendidikan Holistik
Terdapat tiga prinsip utama pendidikan holistik menurut Miller (2005),
diantaranya :
 Connectedness
Adalah konsep yang berkaitan dengan realiti yang didasarkan pada falsafah
holisme dengan ekologi, fizik kuantum, dan teori sisten. Unsur utama yang
terdapat pada prinsip ini adalah :
 Interdependence
Setiap bagian saling bergantung denagn fungsi yang lain dalam keseluruhan
sistem
 Interrealtionship
Hubungan satu sistem dengan sistem yang lain adalah hubungan rumit
 Perticipatory
Perhatian adalah mewujudkan keadaan sebenarnya dari yang diperhatikan
 Non-linearity
Interaksi rumit berbanding dengan interaksi simple linear cause and effect
Inti dari pendekatan ini adalah manusia adalah makhluk ekologi dan biologi
dimana mereka selain bergantung pada diri sendiri juga pada orang lain.
 Wholeness
Menekankan pada adanya sifat-sifat baru yang tidak bisa diambil dengan hanya
mengakaji komponen yang diteliti. Unsur-unsur daru wholeness adalah :
 Whole system
Adanya sistem yang melibatkan pada perubahan dari khusus menjadi keseluruhan,
struktur ke proses, objek menjadi pada wujudnya dan keutamaan rasional ke
intuitif, analisis sintesis dari pemikiran linear pada non-linear (lurus).
 Multiple perspectives
Interaksi yang terjaid pada sistem kompleks dilakukan dengan cara kompleks dan
pandangan yang berbeda
 Independent
Sistem yang dapat beroperasi bebas secara keseluruhan
 Multiple levels
Merupakan sistem yang selalu berada dalam satu rangkaian subsistem dengan
menggunakan cara yang kompleks
 Being
Fokus pada pengalaman yang baru dialami berhubungan dengan keamanan atau
keselamatan, kebijaksanaan dan akal serta kejujuran dan antentik pada manusia.

2.3 Masalah Psikososial


Masalah psikososial dan lingkungan dapat berupa pengalaman hidup yang
tidak baik, kesulitan atau defisiensi lingkungan, stres interpersonal ataupun
familial, kurangnya dukungan sosial atau penghasilan pribadi, ataupun masalah
lain yang berkaitan dengan kesulitan seseorang untuk dapat berkembang.
Masalah-masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu :
a. Berduka
b. Keputusasaan
c. Ansietas atau kecemasan
adalah suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental dan
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau adanya rasa tidak nyaman
d. Ketidakberdayaan
adalah suatu kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya kontrol
personal terhadap sejumlah kejadian atau situasi
e. Risiko penyimpangan perilaku sehat
f. Gangguan citra tubuh
adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuanindividu secara sadar atau tidak
sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk atau fungsi.
g. Koping tidak efektif
h. Koping keluarga tidak efektif
i. Sindroma post trauma
j. Penampilan peran tidak efektif
k.Harga diri rendah situasional
adalah perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri serta
merasa gagal mencapai keinginan (Dalami dkk,2009)

2.4 Faktor Risiko Masalah Psikososial


Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang
dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko
yang disertai dengan kerentanan psikososial, dan resilience pada seorang remaja
akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang khas pada seorang
remaja.

Faktor risiko dapat berupa;


a. Faktor individu.
Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai latar
belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, gangguan
kepribadian, dan gangguan psikologik lainnya.
Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut,
rendah diri, dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan bahwa perilaku kekerasan
adalah perilaku yang dapat diterima, dan disertai dengan ketidakmampuan
menangani rasa marah. Kondisi ini cenderung memicu timbulnya perilaku risiko
tinggi bagi remaja.
b. Faktor psikososial.

Keluarga
Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan penyalahgunaan zat,
gangguan mental pada orangtua, ketidakserasian temperamen antara orangtua dan
remaja, serta pola asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung dominasi,
semua kondisi di atas sering memicu timbulnya perilaku agresif dan temperamen
yang sulit pada anak dan remaja.
Sekolah
Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya,
serta berdampak terjadinya kegagalan akademik. Kondisi ini merupakan faktor
risiko yang cukup serius bagi remaja. Bullying atau sering disebut sebagai peer
victimization adalah bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti secara
psikologik maupun fisik terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah,
oleh seseorang/sekelompok orang yang lebih kuat.
Bullying dapat bersifat (a) fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau
menampar; (b) psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan
diskriminasi; (c) verbal seperti, memaki, mengejek, dan memfitnah. Semua
kondisi ini merupakan tekanan dan pengalaman traumatis bagi remaja dan
seringkali mempresipitasikan terjadinya gangguan mental bagi remaja
Hazing adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang
sudah senior yang berusaha mengintimidasi kelompok yang lebih junior untuk
melakukan berbagai perbuatan yang memalukan, bahkan tidak jarang kelompok
senior ini menyiksa dan melecehkan sehingga menimbulkan perasaan tidak
nyaman baik secara fisik maupun psikik. Perbuatan ini seringkali dilakukan
sebagai prasyarat untuk diterima dalam suatu kelompok tertentu. Ritual hazing ini
sudah lama dilakukan sebagai tradisi dari tahun ke tahun sebagai proses inisiasi
penerimaan seseorang dalam suatu kelompok dan biasanya hanya berlangsung
singkat, namun tidak jarang terjadi perpanjangan sehingga menimbulkan tekanan
bagi remaja yang mengalaminya.
Bullying dan hazing merupakan suatu tekanan yang cukup serius bagi remaja dan
berdampak negatif bagi perkembangan remaja. Prevalensi kedua kondisi di atas
diperkirakan sekitar 10 - 26%. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa siswa
yang mengalami bullying menunjukkan perilaku yang tidak percaya diri, sulit
bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga angka absebsi menjadi tinggi,
dan kesulitan dalam berkonsetransi di kelas sehingga mengakibatkan penurunan
prestasi belajar; tidak jarang mereka yang mengalami bullying maupun hazing
yang terus menerus menjadi depresi dan melakukan tindak bunuh diri.
Situasi dan kehidupan Telah terbukti bahwa terdapat hubungan yang erat antara
timbulnya gangguan mental dengan berbagai kondisi kehidupan dan sosial
masyarakat tertentu seperti, kemiskinan, pengangguran, perceraian orangtua, dan
adanya penyakit kronik pada remaja.

2. Faktor protektif
Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak
semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku
atau emosi, atau mengalami gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) menjelaskan
bahwa faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau
menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam
tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi
dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya masalah
perilaku atau emosi, atau gangguan mental di kemudian hari.

Rae G N dkk. mengemukakan berbagai faktor protektif, antara lain adalah:


Karakter/watak personal yang positif.
Lingkungan keluarga yang suportif.
Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk memperkuat
upaya penyesuaian diri remaja.
Keterampilan sosial yang baike. Tingkat intelektual yang baik.
Menurut E. Erikson, dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor
risiko pada seorang remaja maka tercapailah kematangan kepribadian dan
kemandirian sosial yang diwarnai oleh;

Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran akan
kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang
positif.
Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk
mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya
keberanian untuk bereksperimen dengan perannya tersebut yang tentunya disertai
dengan kesadaran akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.
Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan
kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya.

2.5 Dampak Psikososial


1. Perubahan psikoseksual
Produksi hormon testosteron dan hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak,
emosi, dorongan seks dan perilaku remaja. Selain timbulnya dorongan seksual
yang merupakan manifestasi langsung dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga
terjadi modifikasi dari dorongan seksual itu dan menjelma dalam bentuk
pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga, musik, penyanyi, bintang film,
pahlawan, dan lainnya.

Remaja sangat sensitif terhadap pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali


membandingkan dirinya dengan remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara
jasmani berbeda dengan teman sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya
perasaan malu atau rendah diri.

2. Pengaruh teman sebaya


Kelompok teman sebaya mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap
kehidupan seorang remaja. Interaksi sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai
peranan yang besar dalam mendorong terbentuknya berbagai keterampilan sosial.
Bagi remaja, rumah adalah landasan dasar sedangkan dunianya adalah sekolah.
Pada fase perkembangan remaja, anak tidak saja mengagumi orangtuanya, tetapi
juga mengagumi figur-figur di luar lingkungan rumah, seperti teman sebaya, guru,
orangtua temanya, olahragawan, dan lainnya.

Dengan demikian, bagi remaja hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain
orangtua adalah teman-teman sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk
bersikap independent dari keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain
pihak, pengaruh dan interaksi teman sebaya juga dapat memicu timbulnya
perilaku antisosial, seperti mencuri, melanggar hak orang lain, serta membolos,
dan lainnya.

3. Perilaku berisiko tinggi


Remaja kerap berhubungan berbagai perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk dari
identitas diri. 80% dari remaja berusia 11-15 tahun dikatakan pernah
menunjukkan perilaku berisiko tinggi minimal satu kali dalam periode tersebut,
seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial
(mencuri, berkelahi, atau bolos) dan 50% remaja tersebut juga menunjukkan
adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk,
melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku criminal yang
bersifat minor. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 50% remaja pernah
menggunakan marijuana, 65% remaja merokok, dan 82% pernah mencoba
menggunakan alkohol.
Dengan melakukan perbuatan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka merasa
lebih dapat diterima, menjadi pusat perhatian oleh kelompok sebayanya, dan
mengatakan bahwa melakukan perilaku berisiko tinggi merupakan kondisi yang
mendatangkan rasa kenikmatan (fun). Walaupun demikian, sebagian remaja juga
menyatakan bahwa melakukan perbuatan yang berisiko sebenarnya merupakan
cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dalam diri mereka atau
mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus perilaku berisiko tinggi ini
berlanjut hingga individu mencapai usia dewasa.

4. Kegagalan pembentukan identitas diri


Menurut J. Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar
menuju cara berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa
depan (future oriented). Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di
bidang tulisan, seni, musik, olah raga, dan keagamaan. E. Erikson dalam teori
perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa tugas utama di masa remaja
adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan sebagai
kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai
belajar dan menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai
menentukan pilihan yang terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun
sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru seringkali memicu perseteruan dengan
orangtua atau lingkungan yang tidak mengerti makna perkembangan di masa
remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum mampu serta memperlakukan
mereka seperti anak yang lebih kecil.

Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam


yang berasal dari berbagai sumber kee dalam nilai moral yang mereka anut,
dengan demikian terbentuklah superego yang khas yang merupakan ciri khas bagi
remaja tersebut sehingga terjawab pertanyaan siapakah aku? dan kemanakah
tujuan hidup saya?
Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk
kondisi kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan
dalam bentuk negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan
kemampuan diri sendiri. Negativisme ini merupakan suatu cara untuk
mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri yang tidak adekuat akibat dari
gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja ini.

5. Gangguan perkembangan moral


Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang
diterima secara bersama, apabila ads dua standar yang secara sosial diterima
bersama tetapi saling konflik maka umumnya remaja mengambil keputusan untuk
memilih apa yang sesuai berdasarkan hati nuraninya. Dalam pembentukan
moralitasnya, remaja mengambil nilai etika dari orangtua dan agama dalam upaya
mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga mengambil nilai apa yang
terbaik bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, penting bagi orangtua
untuk memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut remaja
berperilaku baik, tetapi orangtua sendiri tidak berbuat demikian.

Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas
bila hal itu tidak mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan
hak asasi manusia. Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa,
terbentuklah suatu konsep moralitas yang mantap dalam diri remaja. Jika
pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan berbagai pola
perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi
remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik.

6. Stres di masa remaja


Banyak hal dan kondisi yang dapat menimbulkan tekanan (stres) dalam masa
remaja. Mereka berhadapkan dengan berbagai perubahan yang sedang terjadi
dalam dirinya maupun target perkembangan yang harus dicapai sesuai dengan
usianya. Di pihak lain, mereka juga berhadapan dengan berbagai tantangan yang
berkaitan dengan pubertas, perubahan peran sosial, dan lingkungan dalam usaha
untuk mencapai kemandirian.
Tantangan ini tentunya berpotensi untuk menimbulkan masalah perilaku dan
memicu timbulnya tekanan yang nyata dalam kehidupan remaja jika mereka tidak
mampu mengatasi kondisi tantangan tersebut.

2.6 Aspek Psikososial Dalam Keperawatan


psikososial bisa diartikan sebagai suatu perubahan yang muncul di dalam
kehidupan sebuah individu, baik di dalamnya yang termasuk hal yang sifat
psikologik ataupun adanya hubungan sosial yang terdapat pengaruh hubungan
timbal balik.
Di dalam keperawatan sendiri, psikososial bisa mencakup kesehatan
mental dan juga dari kesehatan jiwa, dengan psikososial juga dapat membangun
emosional dari pasien dan juga perilaku yang bisa terlihat di dalamnya.  diantara
13 aspek psikososial dalam keperawatan adalah:
1. Peningkatan kepercayaan diri
Dalamsebuah keperawatan ada juga beberapa hal yang harus dilakukan,
diantaranya peningkatan kepercayaan diri tentang kesembuhan pada pasien dan
juga kepada yang merawatnya, dengan aspek tersebut bisa membuat pasien dan
juga yang merawatnya menjadi lebih percaya atas kesembuhan yang akan terjadi
pada pasien.
2. Riwayat klien atau pasien
Dari adanya riwayat pasien bisa terlihat dari latar belakaang, dan juga tahap
perkembangan yang terjadi dari penyakit yang sedang dialami, adanya keyakinan
budaya dan juga sisi spiritual dan keyakinan mengenaisehtanya pasien, akan
membantu paisen dalam kesembuhan dan juga dalam sisi keperawatannya. Karena
perkembangan kondisi juga termasuk ke dalam kajian psikososial yang cukup
penting termasuk di dalamnya komponen kesehatan jiwa
3. Penampilan dan perilaku motoric
Dari sisi perawat biasanya akan melakukan pengkajian dari penampilanpaisen,
apakah sudah sesuai dnegan usia, apakah sesuai dnegan apa yang sudah dikatakan
oleh paisen, dna juga mengani kajian perilaku motoric yang terjadi, sehingga
dengan melakukan pengkajian cara bicara dapat diketahui kualitas dan juga
kuantitas dari setiap abnormalitas yang terdapat di dalamnya.
4. Mood dan juga afek
Yang dimaksud mooddisini adalah mengenai hal yang berkaitan di dalamnya
status emosional yang ada pada diri pasien,  mood juga memiliki peranan yang
sangat penting dalamsebuah aspek psikososialuntuk efek sendiri adalah ekspresi
dari status emosional dari terlihatnya klien.
5. Proses berfikir
Dari proses berfikir ini bisa berhubungan dengan bagaimana cara klien tersebut
berfikir. Proses piker ini juga bisa disimpulkan dari cara klien tersebut
mengutarakan isi fikirannya dari cara bicara, dengan isi piker juga bisa terlihat
dari ucapan klien yang memang sebenarnya, untuk perawat sendiri bisa
menyimpulkan apakah hal-hal yang dikatakan oleh klien tersebut benar adanya
ataukah tidak. Dan juga apakah adanya keterkaitan antara ide yang bisa
disampaikan dan berkaitan satu sama lainnya.
6. Proses intelektual
Adanya orientasi pengenaan pada pasien, tempat dan juga waktu mampu
mengetahui tahun yang benar, dan dari terdapatnya sebuah informasi mengenai
tempat dan juga waktu, yang di dalamnya biasa disebut sevagaiterorinterasi.
7. Keterlibatan keluarga
Dengan adanya keterlibatan keluarga ini juga mamou melibatkan keluarga dalam
melakukan keperawatan, dan sehingga bisa mennetukan dari sumber fisik,
psikososial dan juga dari pendidikan dari adanya pelayanan kesehatan yang ada,
selain itu juga dapat menentukan dari adanya ketergantungan pasien pada
keluarga yang mellaui umur dan juga penyakit.
8. Kecemasan
Kecemasan bisa dikatakansebagai salah satu aspek dari psikososial keperawatan,
dimana dalam suatu kecemasan terdapat suatu perasaan yang tidak santai, ada
juga rasa ketidaknyamanan, perasaan takut yang bisa diikuti degan suatu respon
dengan suatu antisipasi bahaya.
9. Kepanikan
Dalam suatu tingkatan kepanikan bisa berhubungan dengan sesuatu ketakutan
dnaterror di dlaamnya, rinciannya sendiri bisa kita lihat dari kemampuan
seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Sikap panic juga bisa memperlihatkan
suatu kepribadian dari siis keperawatan. Di dalamnya juga bisa terjadi suatu
peningkatan aktovitasmotoric. Dan juga persepsi yang menyimpan.
10. Hubungan social
Hubungan social juga disebut dengan kehdiupan klien, dimana tempat mengadu
saat bicara, tempat meminta bantuan dan juga adanya dukungan mateual maupun
nin material, dnegan adanya hubungan kelompok social ii juga bisa melaihat
sejauh mana adanya perkembangan dari keperawatan pasien.
11. Pertimbangan fisiologis.
Dalam sisi psikososial, perawat diharuskan untuk menyertakan adanya fungsi
fisiologis, meskipun di dalamnya terdapat pengkajian kesehatan fisik dan juga
mengenai hal yang tidak dapat diindikasikan, seperti di dalamnya mengenai
hubungan emosional, pola atur makan, pola tidur dan hal lainnya.
12. Sikap dan juga pendekatan perawat
Dari sisi psikososial hal ini tentu bisa sangat mempengaruhi dari adanya
pendekatan pada perawat, sehingga harus dilakukan pendekatan agar tidak terjadi
ketidaknyamanandiantara perawat dan juga dari sisi klien atau pasien., sehinga
akan terdapat informasi yang tersampaikan dengan jelas.
13. Interaksi
Interaksi memang harus dilakuka dan merupakan elemen yang sangat penting
dalam aspek psikososial, karena dengan interaksi yang baik akan terjalin juga
hubungan social yang utuh dan nyaman dari sisi perawat dan juga klien.

Dalam secara keseluruhannya manusia merupakan mahlukpsikososial yang


bisa menerapkan secara unik tentang sebuah sistem bagaimana cara melakukan
interaksi yang baik, dalam hal ini juga manusia bisa dan mampu mepertahankan
dengan melakukan keseimbangan di dalam hidupnya, adanya keseimbangan
tersebut juga bisa melakukan penyesuaian diri dari lingkungannya, namun jika
terjadi pada seseorang yang skait, dan orang tersebut gagal dalam melakukan
pertahanan keseimbangan untuk dirinya malah akan sulit melakukan
keseimbangan dengan lingkungan.

2.7 Aplikasi Psikososial Dalam Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial menurut Tarwoto,
2003 adalah sebagai berikut:
1.      Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan psikososial adalah:
a.      Status emosional
1)      Apakah emosi sesuai perilaku?
2)      Apakah klien dapat mengendalikan emosi?
3)      Bagaimana perasaan klien yang tampil seperti biasanya?
4)      Apakah perasaan hati sekarang merupakan ciri khas klien?
5)      Apa yang klien lakukan jika marah atau sedih?

b.      Konsep diri


1)      Bagaimana klien menilai dirinya sebagai manusia?
2)      Bagaimana orang lain menilai diri klien?
3)      Apakan klien suka akan dirinya?

c.       Cara komunikasi


1)      Apakah klien mudah merespon?
2)      Apakah spontanitas atau hanya jika ditanya?
3)      Bagaimana perilaku non verbal klien dalam berkomunikasi?
4)      Apakah klien menolak untuk memberi respons?

d.      Pola interaksi


1)      Kepada siapa klien mau berinteraksi?
2)      Siapa yang paling penting atau berpengaruh bagi klien?
3)      Bagaimana sifat asli klien: mendominasi atau positif?

e.       Pendidikan dan pekerjaan


1)      Pendidikan terakhir
2)      Keterampilan yang mampu dilakukan
3)      Pekerjaan klien
4)      Status keuangan

f.       Hubungan sosial


1)      Teman dekat klien
2)      Bagaimana klien menggunakan waktu luang?
3)      Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat?

g.      Faktor kultur sosial


1)      Apakah agama dan kebudayaan klien?
2)      Bagaimana tingkat pemahaman klien tentang agama?
3)      Apakah bahasa klien memadai untuk berkomunikasi dengan orang lain?

h.      Pola hidup


1)      Dimana tempat tinggal klien?
2)      Bagaimana tempat tinggal klien?
3)      Dengan siapa klien tinggal?
4)      Apa yang klien lakukan untuk meyenangkan diri?

i.        Keluarga
1)      Apakah klien sudah menikah?
2)      Apakah klien sudah mempunyai anak?
3)      Bagaimana status kesehatan klien dan keluarga?
4)      Masalah apa yang terutama dalam keluarga?
5)      Bagaimana tingkat kecemasaan klien?
2.      Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada klien menurut Tarwoto tahun 2003 adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah b.d kesehatan.
b. Gangguan konsep diri: Body Image b.d hilangnya bagian tubuh.
c.   Gangguan konsep diri: Perubahan Peran b.d kesehatan.
d.   Gangguan konsep diri: Identitas Diri b.d kesehatan.

3.      Intervensi
Intervensi pada klien menurut Tarwoto tahun 2003 adalah:
a.       Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah b.d kesehatan.
Tujuan: Klien menunjukkan harga diri yang positif.
Kriteria Hasil: 
1)      Klien tidak merasa malu dengan kondisinya.
2)      Klien merasa percaya diri.
3)      Klien mau berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi:
1)      Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan
dengan singkat dan jelas.
2)      Kaji penyebab gangguan harga diri rendah.
3)      Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostik.
4)      Sampaikan hal-hal positif secara mutlak.
5)      Gunakan sentuhan tangan jika diterima.
6)      Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support.
7)      Berikan reinforcement yang positif.

b.      Gangguan konsep diri: Body Image b.d hilangnya bagian tubuh.


Tujuan: Gambaran diri klien positif.
Kriteria Hasil: 
1)      Klien menyukai anggota tubuhnya.
2)      Klien tidak merasa malu.
3)      Klien mau berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi: .
1)      Binalah  hubungan saling percaya.
2)      Kajilah penyebab gangguan body image.
3)      Kajilah kemampuan yang dimiliki klien.
4)      Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
5)      Berikan dukungan yang positif dan dukungan emosi.
6)      Gunakan sentuhan tangan jika diterima.

c.       Gangguan konsep diri: Perubaha Peran b.d kesehatan.


Tujuan: Klien dapat melakukan perannya.
Kriteria Hasil: 
1)      Klien tidak merasa malu dengan kondisinya.
2)      Klien merasa percaya diri.
3)      Klien mau berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi:
1)      Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan
dengan singkat dan jelas.
2)      Kaji penyebab perubahan peran.
3)      Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostik.
4)      Sampaikan hal-hal positif secara mutlak.
5)      Gunakan sentuhan tangan jika diterima.
6)      Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support.
7)      Berikan reinforcement yang positif.

d.      Gangguan konsep diri: Identitas Diri b.d kesehatan.


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada
hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi
dan memengaruhi satu sama lain.
Kebutuhan psikososial dalam holistik Nursing, diantaranya kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuahan sosial. Masalah psikososial dan
lingkungan dapat berupa pengalaman hidup yang tidak baik, kesulitan atau
defisiensi lingkungan, stres interpersonal ataupun familial, kurangnya dukungan
sosial atau penghasilan pribadi, ataupun masalah lain yang berkaitan dengan
kesulitan seseorang untuk dapat berkembang.

3.2 Saran
Penyusun berharap agar semua perawat dapat meningkatkan kualitas
kerjanya dan mampu menjadi seseorang yang profesional dalam bidangnya serta
dapat menerapkan ilmu yang di dapat.
DAFTAR PUSTAKA

Http://dedeol.blogspot.com/2013/10/makalah-konsep-dasar-psikososial.html?
m=12
http://www.google.com/amp/s/dosenpsikologi.com/aspek-psikososial-dalam-
keperawaratan/amp

Anda mungkin juga menyukai