Anda di halaman 1dari 33

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.

HT dengan Masalah Utama

Halusinasi Pendengaran di Panti Rehabilitasi

Griya Bhakti Medika Tangerang

Tahun 2017-2018

Disusun Oleh :

1. Asih Widyati
2. Heni Purwanti
3. Ida Nurmalita
4. Iriani
5. Rini Dwi Wahyuni

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKes ICHSAN MEDIKA CENTRE
BINTARO

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah seminar yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn. HT dengan Masalah Utama Halusinasi Pendengaran di
Panti Rehabilitasi Mental Griya Bhakti Medika Tangerang“. Makalah seminar ini
merupakan salah satu bentuk penugasan dalam profesi keperawatan jiwa yang kami
laksanakan selama 3 minggu, dari tanggal 18 Desember 2017 sampai dengan 5 Januari 2018.
Penyusunan makalah seminar ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak H. Sirwan, S.Sos, MM selaku Ketua Yayasan Panti Rehabilitsai Mental Griya
Bhakti Medika Tangerang.
2. Bapak Ir. Peters M. Simanjuntak, MBA selaku Ketua StiKes IMC Bintaro
3. Ibu Ns. Sri Supami, S.Kep, S.Pd, M.Kes selaku Pembimbing Materi di IMC Bintaro.
4. Bapak Ns. Muhammad Syaiful, S.Kep, selaku Pembimbing Lapangan di Panti
Rehabilitasi Griya Bhakti Tangaerang.
5. Teman-teman kelompok 2 yang telah bekerja dan berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan makalah seminar ini.
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Tangerang, 5 Januari 2018

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................1


1.2 Ruang Lingkup....................................................................................3
1.3 Tujuan.................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................3
1.4 Proses Pembuatan Makalah................................................................4
BAB II GAMBARAN KASUS.........................................................................5
2.1 Pengkajian............................................................................................5
2.2 Masalah Kesehatan..............................................................................6
2.3 Pohon Masalah dan Diagnosis Keperawatan.......................................8
BAB III LANDASAN TEORI..........................................................................9
3.1 Proses Terjadinya Masalah..................................................................9
3.1.1 Definisi........................................................................................9
3.1.2 Proses Terjadinya Masalah..........................................................9
3.2 Rentang Respon.................................................................................12
3.2.1 Respon Adaktif..........................................................................12
3.2.2 Respon Psikososial....................................................................12
3.2.3 Respon Maladaktif....................................................................12
3.3 Mekanisme Koping............................................................................14
3.4 Pohon Masalah...................................................................................14
3.4.1 Pohon Masalah..........................................................................14
3.4.2 Masalah Yang Perlu Dikaji.......................................................15
BAB IV PELAKSANAAN TINDAKAN.......................................................19
4.1 Diagnosa Keperawatan: GSP: Halusinasi..........................................19
4.2 Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial...............................................20
4.3 Diagnosa Keperawatan: Harga Diri Rendah......................................21
4.4 Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan.........................22

3
BAB V PEMBAHASAN..................................................................................24
5. Diagnosa Keperawatan: GSP: Halusinasi............................................25
4.2 Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial...............................................20
4.3 Diagnosa Keperawatan: Harga Diri Rendah......................................25
4.4 Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan.........................26
BAB VI PENUTUP..........................................................................................27

6.1 Kesimpulan........................................................................................27
6.2 Saran .................................................................................................28
Daftar Pusataka

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuntutan dan masalah hidup yang semakin meningkat serta perkembangan
teknologi yang pesat menjadi stressor pada kehidupan manusia. Jika individu tidak
mampu melakukan koping dengan adaptif, maka individu beresiko mengalami gangguan
jiwa. Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran, perasaan atau tingkah laku seseorang
sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Gangguan jiwa
disebabkan karena gangguan fungsi sel-sel syaraf di otak, dapat berupa kekurangan
maupun kelebihan neutrotransmiter atau substansi tertentu (Febrida, 2007).

WHO, (2009) memperkirakan terdapat 450 juta jiwa diseluruh dunia yang
mengalami gangguan mental, sebagian besar dialami oleh orang dewasa muda antara usia
18-21 tahun, hal ini dikarenakan pada usia tersebut tingkat emosional masih belum
terkontrol. Di indonesia sendiri prevalensi penduduk yang mengalami gangguan jiwa
cukup tinggi, data WHO, (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau
kira-kira 12-16 % mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan,
jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa.

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di indonesia terdapat di daerah khusus ibu


kota jakarta yaitu sebanyak 24,3% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar, (2007) menunjukan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai
5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukan bahwa pada setiap 1000 orang
penduduk terdapat 4 sampai 5 orang yang mengalami gangguan jiwa. Prevalensi
gangguan jiwa di indonesia diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan
meningkatnya beban hidup yang dihadapi oleh masyarakat indonesia.

Secara umum gangguan jiwa bisa di bedakan menjadi dua kategori yaitu psikotik
dan non-psikotik yang meliputi gangguan cemas, psikoseksual, kepribadian, alkoholisme,
dan menarik diri. Gangguan jiwa psikotik meliputi gangguan jiwa organik dan non-
organik. Gangguan jiwa organik meliputi delirium, epilepsi dan dimensia, sedangkan

1
gangguan jiwa non-organik meliputi skizofrenia, waham, gangguan mood, psikosa
(mania, depresi), gaduh, gelisah, dan halusinasi (Kusumawati, 2010).

Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak
yang buruk bagi penderita, orang lain, ataupun lingkungan disekitarnya, karena pasien
dengan halusinasi akan kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya, pada situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan.
Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dibutuhkan peran perawat yang optimal
dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu klien memecahkan masalah yang
dihadapinya dengan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi.
Penatalaksanaan yang diberikan antara lain meliputi farmakologis dan non-farmakologis.
Penatalaksanaan farmakologis antara lain dengan memberikan obat-obatan antipsikotik.
Adapun penatalaksanaan non-farmakologis dari halusinasi dapat meliputi pemberian
terapi-terapi modalitas (Direja, 2011).

Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit salah satunya


melakukan penerapan standar asuhan keperawatan yang mencakup penerapan strategi
pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan
keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi
masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi
mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, melakukan aktivitas terjadwal
untuk mencegah halusinasi, serta minum obat dengan teratur (Akemat dan Keliat, 2010).

Hasil dari beberapa penelitian menunjukan pemberian asuhan keperawatan sesuai


standar dengan penerapan strategi pelaksanaan halusinasi di rumah sakit memberikan
dampak perbaikan pada kondisi pasien, serta membantu menurunkan tanda dan gejala
halusinasi. Pasien gangguan jiwa yang menjalani rawat inap di rumah sakit banyak yang
menunjukan perbaikan pada kondisinya dan di perbolehkan untuk pulang, akan tetapi
banyak juga pasien yang kembali lagi ke rumah sakit, hal ini sebagian besar di sebabkan
kurangnya pengarahan terhadap keluarga pasien terkait dengan penanganan dirumah
menjelang pasien pulang.

Dari data 3 bulan terakhir yang didapatkan di Panti Rehabilitasi Griya Bhakti
Medika Tangerang tercatat ada 38 pasien yang dirawat dimana masalah halusinasi

2
menjadi urutan yang pertama yaitu sebanyak 23 orang, kemudian disusul dengan DPD 6
orang, RPK 4 orang, isolasi sosial 3 orang dan waham 2 orang. Halusinasi adalah salah
satu diagnosa yang paling sering menjadi alasan kenapa seseorang di rawat di RS Jiwa
atau Panti Rehabilitasi. Pasien yang mengalami halusinasi apabila tidak dilakukan asuhan
keperawatan akan mengakibatkan perilaku kekerasan. Melihat fenomena dan data yang
telah diperoleh maka kelompok tertarik untuk memilih kasus halusinasi

1.2 Ruang Lingkup


Asuhan keperawatan ini dilakukan terhadap Tn. HT dengan masalah
utama :Halusinasi Pendengaran, yang dikaji mulai tanggal 19 Desember 2017 sampai
dengan 03 Januari 2018.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengaplikasikan asuhan keperawatan dalam mengatasi permasalahan kesehatan
masalah utama halusinasi.

1.3.2 Tujuan Khusus


Diharapkan mahasiswa mampu:

1. Mahasiswa/i mampu memahami konsep asuhan keperawatan klien dengan masalah


halusinasi.
2. Mahasiswa/i mampu mengkaji, merumuskan diagnosa keperawatan, merencanakan
tindakan keperawatan, mengimplementasikan rencana tindakan, mengevaluasi
hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
3. Mahasiswa/i mampu mendokumentasikan hasil dari tindakan keperawatan.
4. Mahasiswa/i mampu mendesiminasikan asuhan keperawatan klien dengan
halusinasi.

1.4 Proses Pembuatan Makalah


Kelompok praktik di Panti Rehabilitasi Griya Bhakti Medika Tangerang selama
21 hari yaitu mulai tanggal 18Desember sampai dengan 5 Januari 2017 dengan metode
tim. Selama praktik mahasiswa mengidentifikasi beberapa klien yang menunjukkan
perilaku halusinasi dan dari hasil identifikasi kelompok mempunyai kesepakatan untuk
memilih kasus kelolaan kelompok adalah dengan masalah utama halusinasi. Kelompok
tertarik dengan kasus yang dialami oleh Tn. HT karena kasus yang dialami oleh klien

3
cukup kompleks. Tn. HT (42 th)pernah mendengar suara-suara perempuan yang
mengatakan bahwa dirinya “berhati busuk” dengan frekuensi tidak menentu, dari
halusinasinya itu klien mengatakan pernah merusak pintu kamar dan sering melempar
barang-barang yang beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Sebelum
dirawat di Panti Rhabilitasi Griya Bhakti Medika Tangerang Tn. HT sebelumnya juga
pernah dirawat jalan di Klinik Duta Merlin dengan masalah yang sama. Menurut
pengakuan Tn. HT dan data dari rekam medis Tn. HT mengalami gangguan jiwa sudah
20thn yang lalu.
Asuhan keperawatan pada Tn.HT dilakukan sejak tanggal 19Desember 2017.
Strategi yang dilakukan kelompok adalah menunjuk salah satu anggota kelompok untuk
memulai interaksi untuk membina hubungan saling percaya dengan klien. Selanjutnya
implementasi dan evaluasi dilakukan sesuai masalah yang ditemukan secara bergantian
oleh anggota kelompok yang lain. Pada setiap terminasi, tim melakukan tindak lanjut
pada klien dan evaluasi oleh anggota kelompok yang selanjutnya kelompok melakukan
diskusi untuk membahas masalah keperawatan klien dan dikonsultasikan dengan
pembimbing akademik dan pembimbing lahan untuk mendapat masukan atau saran
sehingga malakah/laporan ini diseminarkan. Setelah beberapa kali konsultasi dengan
pembimbing maka makalah seminar siap untuk dipresentasikan pada tangggal 5 Januari
2018 di aulaPanti Rehabilitasi Griya Bhakti Medika Tangerang

4
BAB II
GAMBARAN KASUS

2.1 Pengkajian

Tn.HT umur 42 tahun, belum menikah, pendidikan SMA, alasan masuk rumah
sakit klien sering marah-marah tanpa sebab, berbicara sendiri dan suka melempar barang-
barang di rumahnya. Saat pengkajian diperoleh data klien mengatakan pernah mendengar
suara perempuan, bisikan Tuhan dari kipas angin dan suara air kran yang tidak berhenti
saat sedang menyendiri di kamar. Sebelumnya klien pernah dirawat jalan di Klinik Duta
Merlin dengan keluhan yang sama yaitu halusinasi. Pada saat berbincang-bincang sikap
klien kooperatif, bicara kadang inkohern, klien berbicara sendiri dan tidak jelas namum
saat ditanya klien menyangkal adanya halusinasi.

Dari hasil wawancara dengan klien dan dari data rekam medis, klien mengatakan
anak ketiga dari lima bersaudara, saat ini klien tinggal bersama dengan orang tua dan 1
orang kakak laki-lakinya yang sudah menikah.Klien mengatakan sebelumnya klien adalah
seorang karyawan bengkel dan pedagang kopi keliling namun klien tidak pernah
merasakan hasil dari jerih usahanya karena duitnya sering dipinjam oleh salah satu
anggota keluarganya dan sering tidak dikembalikan, sehingga klien merasa kesal. Klien
mengatakan jika ada masalah dipendam sendiri dan memilih mengurung diri di kamar.
Klien mengatakan disaat sendiri timbul suara-suara perempuan yang mengatakan bahwa
dirinya “berhati busuk” yang membuat klien bertambah kesal sehingga merusak pintu
kamar dan melempar barang-barang di rumahnya.Klien mengatakan suara-suara yang
membisikkan telinganya datang pada saat malam hari dan sendiri dengan frekuensi tidak
menentu.

Klien mengatakan orang terdekat adalah kakak pertamanya. Klien mengatakan


tidak pernah mengikuti kegiatan di masyarakat, klien kadang-kadang malas bergaul
dengan orang lain dan lebih suka berdiam diri di rumah. Klien mengatakan merasa
minder dan malu dengan kondisinya. Hasil observasi didapatkan data klien tampak
melamun, bicara sendiri dan tidak jelas, mondar mandir, kontak mata kurang, bicara
dengan suara pelan dan kadang menunduk, kurang mampu memulai pembicaraan, jika
diajak bicara terlalu lama klien tidak fokus namun masih bisa diarahkan, afek datar.

5
2.2 Masalah Kesehatan

1. Halusinasi Pendengaran

Data Subyektif:

- Klien mengatakan pernah mendengar suara perempuan saat sendiri

- Klien mengatakan pernah mendengar suara Tuhan dari kipas angin

- Klien mengatakan pernah mendengar suara air kran terus menerus tanpa berhenti
saat malam hari

Data Obyektif :

- Klientampak melamun saat sendiri

- Klien mengucap suara yang tidak jelas jika diajak bercakap-cakap terlalu lama

- Klien tampak berbicara sendiri saat sedang melamun

- Bicara kadang tidak jelas namun masih bisa diarahkan

- Bicara pelan

- Afek datar

2. Isolasi Sosial

Data subyektif:

- Klien mengatakan jika ada masalah disimpan sendiri, jarang menceritakan ke


orang lain

- Klien mengatakan lebih memilih diam dan mengurung diri di kamar

Data Obyektif :

- Klien lebih sering diam sendiri

- Klien terlihat menyendiri dan melihat orang lain dari jendela kamarnya

- Bicara seperlunya

6
- Klien lebih sering terlihat tidur

- Afek datar

3. Harga diri rendah

Data Subyektif:

- Klien mengatakan tidak mau berjualan kopi keliling lagi, hanya ingin bekerja
menjadi karyawan bengkel

- Klien mengatakan takut jika berjualan lagi maka duitnya akan habis karena
dipinjam dan tidak dikembalikan.

- Klien mengatakan jarang bergaul dengan tetangga rumahnya karena malu dengan
kondisinya.

- Klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan di masarakat karena minder

Data Obyektif :

- Saat berinteraksi sering menunduk

- Kontak mata kurang dan sering menunduk

4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Data Subyektif:

- Klien mengatakan saat di rumah marah-marah tanpa sebab

- Klien mengatakan merusak pintu kamar

- Klien mengatakan sering melempar barang-barang di rumah

Data Obyektif :

- Ekspresi marah saat menyinggung masalah keluarga yang pernah meminjam


uangnya.
- Klien terlihat menggenggam tangan saat membicarakan dagangannya yang telah
bangkrut.

7
2.3 Pohon Masalah dan Diagnosis Keperawatan

1. Pohon Masalah
Resiko mencedarai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan

GSP: Halusinasi
Pendengaran

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

2. Diagnosa keperawatan

1) GSP: Halusinasi Pendengaran

2) Isolasi Sosial

3) Harga diri rendah

4) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

8
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Proses Terjadinya Masalah

3.1.1 Definisi
Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan individu dalam
mengidentifikasi dan menginterpretasi stimulus sesuai dengan informasi yang
diterima melalui pancaindera.

Gangguan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi yaitu individu


meginterpretasikan sesuatu yang tidak ada stimulus dari lingkungan (Achir YS &
Budi Anna Keliat, dkk, 2000)

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata
artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus / rangsangan
dari luar (eksternal) (Budi Anna Keliat, 1998)

3.1.2 Jenis Halusinasi


1. Halusinasi pendengaran
Klien mendegar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata / lingkungan dengan kata lain orang yang berada di
sekitar klien tidak mendengar suara atau bunyi ang didengar klien.

2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang
nyata dari lingkungan, dengan kata orang yang berada di sekitar tidak
melihat gambaran seperti apa yang dikatakan klien.

3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang bau yang muncul yang muncul dari sumber
tertentu tanpa stimulus yang nyata, artinya orang yang berada di sekitar
tidak mencium sesuatu seperti apa yang dirasakan klien

9
4. Halusinasi Pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan makanan
yang tidak enak.

5. Halusinasi Perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.

3.1.3 Faktor Predisposisi


1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak / susunan saraf pusat dapat
menimbulkan halusinasi.
Hambatan perkembangan otak khususnya kortek frontal, temporal dan
limbik, gejala yang mugkin muncul adalah hambatan dalam belajar,
berbicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau
kekerasan
Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal, perinatal,
neonatus dan anak-anak.
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien, sikap dan keadaan yang dapat mempengaruhi
halusinasi adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien,
penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersiap
dingin, cemas dan sensitif atau bahkan terlalu melindungi pola asuh
pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya : tidak ada kasih
sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan, emosi, konflik dan
kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orangtua, aniaya dan kekerasan
rumah tangga) merupakan lnigkungan resiko halusinasi.
3. Sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi halusinasi seperti
kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan)
kehidupan yang terisolasi diserta stres yang menumpuk.

Pada kasus Tn. HT faktor predisposisinya adalah faktor ekonomi,


dimana klien yang sebelumnya bekerja sebagai karyawan bengkel dan

10
pedagang kopi merasa dirinya tidak pernah menikmati hasil jerih
payahnya karena duit dari hasil bekerjanya selalu dipinjam dan tidak
pernah diganti. Klien merasa kesal namun disimpan sendiri sehingga
emosinya tidak stabil yang menyebabkan klien mengurung diri di kamar.
Proses halusinasi timbul ketika klien mengurung diri, penyebab dari
tingkat stressor yang tinggi menyebabkan emosi klien berlebihan
sehingga proses pikir terganggu dan menyebabkan klien merasa ada yang
membisikkan dan mengganggu jiwanya, sehingga klien juga beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Karena
pandangan teman-temanya tentang Tn.HT yang mengalami gangguan
jiwa membuat klien malu dan malas berinteraksi dengan lingkungan
dirumah.

3.2 Faktor presipitasi


Stressor pencetus terjadinya gangguan persepsi sensori : halusinasi diantaranya:
1. Stressor biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak
yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus.
2. Stressor lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode baru
suatu penyakit. Pemicu biasanya terdapat pada respons neurobiologis
maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku individu.

Pada kasus Tn. HT, faktor presipitasi adalah dari stressor lingkungan dan
pemicu gejala. Tn.HTmengatakan dirinya merasa kesal karena faktor
ekonomi sehingga klien mengurung diri di kamar dan pemicu gejalanya

11
adalah stimuli dari proses pikirnya yang menimbulkan episode baru suatu
penyakit yaitu halusinasi. Dari data wawancara dengan klien, klien
mengatakan sering berbicara sendiri, melempar barang-barang rumah dan
merusak pintu kamar. Sedangkan dari data rekam medis didapatkan bahwa
klien pernah mengalami gangguan jiwa 20thn yang lalu. Perilaku klien
sebelum dibawa ke Panti Rehabilitasi Mental Griya Bhakti Medika, klien
menunjukkan perilaku yang aneh sampai-sampai memasukkan kotorannya
sendiri ke dalam lemari es. Sehingga keluarga memutuskan untuk
membawa dan merawat Tn.HT di Panti Rehabilitasi Griya Bhakti Medika 1
thn yang lalu.

3.3 Rentang Respon

Rentang respon
Neurobiologik
Respon Adaptif
Respon mal adaptif

- Pikiran logis - Proses pikir - Gangguan proses


- Persepsi akurat terganggu pikir / waham
- Emosi - Ilusi - Halusinasi
konsisten dengan - Emosi - Kerusakan
pengalaman berlebihan / proses emosi
- Perilaku cocok kurang perilaku tidak
- Hubungan - Perilaku tidak terorganisir
sosial harmonis biasa - Isolasi sosial
- Menarik diri

(Sumber : Stuart & Laraia, 1998, h. 403)

12
3.4 Halusinasi dibagi menjadi empat fase
1. Fase pertama
Klien mengalami perasaan cemas, perasaan yang terpisah dari kelurga dan
lingkungan, bisa juga mengakibatkan stres dan rasa kesepian.
2. Fase kedua
Kecemasan meningkat sehubungan dengan pengalaman internal dan eksternal.
3. Fase ketiga
Pada fase ini halusinasi lebih menonjol dan dapt mengontrol serta menguasai
klien.
4. Fase keempat
Klien menjadi tidak berdaya melpaskan diri dari hal-hal yang menyenangkan
berubah jadi ancaman, memarahi, memerintah klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena sibuk dengan dunianya.
Pada kasus Tn. HT, dari hasil pengkajian Tn. HT berada di rentang respon
neurobiologik.

3.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala gangguan persepsi pada klien dengan halusinasi cenderung :

1. Menarik diri
2. Duduk terpaku dengan pandangan mata kesatu arah
3. Senyum dan bicara sendiri
4. Menyatakan mendengar suara atau melihat, mengecap, menghirup dan merasa
sesuatu tidak nyata
5. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
6. Tidak dapat memusatkan perhatian dalam konsentrasi
7. Ketakutan, nadi cepat, napas terengah-engah
8. Gelisah

13
3.6 Mekanisme Koping
Menurut Kelliat (1998) perilaku yang mewakili untuk menanggulangi diri sendiri
dari pengalaman yang menakutkan berhubungan degan respon neurobiologik.

1. Retensi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk


menanggulangi ansietas, hanya mampu sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari sehingga klien menjadi malas beraktivitas.
2. Proteksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.
3. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami.
Tn. HT berada dalam mekanisme koping menarik diri yaitu sulit
mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

3.7 Akibat halusinasi


1. Kebutuhan istirahat tidur tergangggu
2. Klien merasa tidak aman
3. Gangguan komunikasi
4. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3.8 Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungannya

Gangguan SensoriPersepsi : Halusinasi

Isolasi sosial

Harga diri rendah

14
3.9 Masalah Keperawatan dan Data yang perlu Dikaji
a) Masalah Keperawatan :
1. GSP: Halusinasi Pendengarn
2. Isolasi Sosial
3. Harga Diri Rendah
4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b) Data yang perlu dikaji:
1. Data Subjektif
Klien mengatakan: pernah mendengar suara/ bisikan perempuan, klien
pernah mendengar suara Tuhan, klien pernah mendengar suara air kran
tanpa berhenti, suara perempuan dan bisikan Tuhan datang saat klien
sedang sendiri.
2. Data Objektif
Klien tampak melamun saat sendiri, bicara inkohern, klien mengucap suara
yang tidak jelas jika diajak bercakap-cakap terlalu lama, klien tampak
bicara sendiri saat sedang sendiri, bicara kadang tidak fokus namun masih
bisa diarahkan, afek datar.

3.10Tindakan Keperawatan
1. GSP : Halusinasi Pendengaran
Tujuan umum : klien dapat mengontrol halusinasi
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasi
3) Klien dapat mengontrol halusinasi
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Prinsip tindakan yang telah dilakukan yaitu :
SP 1 : Mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, respon pasien
terhadap halusinasi, mengajarkan klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang pertama yaitu menghardik,

15
caranya menutup telinga dan berkata pergi-pergi kamu suara
palsu
SP 2 : Melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan cara
yang ke 2 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain
SP 3 : Melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan cara
yang ke 3 yaitu melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.
SP 4 : Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara
teratur.
2. Isolasi Sosial
Tujuan Umum : klien dapat melakukan interaksi sosial secara optimal
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4) Klien dapat melaksanakan hubungan secara bertahap
5) Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan social
6) Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam memperluas hubungan
social

Prinsip tindakan yang telah dilakukan, yaitu :


SP 1 : Mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan klien tentang keuntungan jika berinteraksi dengan
orang lain dan kerugian jika tidak berinteraksi dengan
orang lain, mengajarkan cara berkenalan dengan satu
orang.
SP 2 : Memberikan kesempatan pada klien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang
SP 3 : Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan
cara berkenalan dengan dua orang.

16
3. Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien dapat meningkatkan harga dirinya
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang
dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan
4) Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat
6) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
Prinsip tindakan yang telah dilakukan yaitu :
SP 1 : Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien, membantu klien menilai kemampuan klien
yang masih dapat digunakan, membantu klien memilih
kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
klien, melatih klien sesuai kemampuan yang dipilih,
memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien,
menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 2 : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, melatih
kemampuan kedua, menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tandaperilaku kekerasan
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

17
5) Klien dapat mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam merespon
terhadap kemarahan
6) Klien dapat melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan
7) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
8) Klien dapat menggunakan obat yang benar
Prinsip tindakan yang telah dilakukan yaitu :
SP 1 : Mengidentifikasi penyebab, tanda-tanda dan akibat perilaku
kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasan, mengajarkan klien cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara latihan fisik yang pertama yaitu
dengan tekhnik relaksasi “tarik napas dalam”.
SP 2 : Mengajarkan klien cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara latihan fisik yang kedua yaitu dengan memukul
bantal.
SP 3 : Mengajarkan klien cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara sosial dan spiritual
SP 4 : Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara teratur

18
BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN

4.1 Diagnosa keperawatan : GSP: Halusinasi Pendengaran


1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak lagi mendengar suara-suara
yang menggangu.
2. Implementasi
Pada Tn.HT untuk mengatasi masalah, mahasiswa telah melakukan tindakan
keperawatan SP1P : Membina hubungan saling percaya, membantu klien untuk
mengenal halusinasi yang dialaminya (isi dari suara-suara, frekuensi datangnya
halusinasi, waktu halusinasi, situasi yang dapat menimbulkan halusinasi, respons
yang dilakukan saat halusinasi), melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan
cara pertama: menghardik, menganjurkan klien untuk mendemontrasikan cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik, menganjurkan klien untuk memasukan
dalam jadwal kegiatan harian klien, memberikan reinforcement positif atas
kemampuan klien. SP2P dilanjutkan yaitu mengevaluasi kemampuan untuk melatih
klien cara menghardik, melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap, memotivasi klien untuk memperagakan cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap, menganjurkan klien untuk memasukan dalam jadwal
kegiatan harian klien, memberikan reinforcement positif atas kemampuan klien.
SP3P dilanjutkan yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien
mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan mencuci piring),
menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP4P dilanjutkan
yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur, menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
3. Evaluasi
Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara bisikan dan suara
perempuan serta suara Tuhan, klien mengatakan suara tersebut muncul jika ia

19
sedang sendirian dan melamun. Klien merasa kesal jika suara itu muncul kadang
senang sehingga membuatnya marah dan melempar barang atau merusak benda yang
ada diskitar klien.
Setelah 7 kali interaksi klien mampu membina hubungan saling percaya, klien
mampu mengenal halusinasinya, klien mampu mengontrol halusinasinya dengan
cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan mampu mengontrol halusinasinya dengan minum obat secara
teratur, jenis obat yang diminum adalah Haloperidol 3x5mg, Cloramazine 1x25mg,
Trihexpenidil (jika perlu). Tindakan yang dilakukan perawat: motivasi klien untuk
memilih cara yang konstruktif dalam mengontrol halusinasi klien dan anjurkan klien
untuk minum obat secara teratur, anjurkan membuat jadwal kegiatan harian sesuai
cara yang dipilih untuk mengontrol halusinasi. Tindakan yang dilakukan klien
anjurkan klien untuk mengisi dan menandai jadwal harian klien.

4.2 Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial


1. Tujuan umum:
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal.
2. Tindakan yang telah dilakukan:
Membina hubungan saling percaya, mengkaji pengetahuan klien tentang
perilaku menarik diri dan tanda-tandanya, memberikan kesempatan kepada klien
untuk megungkapkan perasaan penyebab menarik diri, memberikan pujian
terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya, mengkaji pengetahuan
klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain serta
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain, memberi reinforcement
positif terhadap kemampuan klien mengungkapkanperasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain, mendorong dan membantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
secara bertahap: klien-perawat dan klien perawat-perawat lain, memberi
reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
3. Evaluasi:
Klien masih mampu memulai pembicaraan, klien sudah mulai mau
beinteraksi dengan orang lain. Kadang kala klien masih tidak mau berinteraksi
dengan alasan malas dan mau tidur. Klien mengatakan dekat dengan kakak pertama
karena kakak pertama yang sering membantu klien jika ada asalah. Klien mampu

20
mengenal penyebab menarik diri, mampu mengidentifikasi keuntungan mempunyai
teman, klien baru mampu berinteraksi dengan beberapa perawat. Klien mampu
mengungkapkan perasaannya selama berteman.
Rencana tindak lanjut untuk klien adalah mengingatkan dan mendorong klien
untuk terus berhubungan dengan orang lain baik dengan perawat maupun dengan
klien lain, sementara untuk perawat adalah diskusikan dengan klien tentang jadwal
kegiatan harian yang dapat dilakukan dan berdayakan sistem pendukung (keluarga)
dalam perawatan klien menarik diri. Pendidikan kesehatan ini dilakukan saat
keluarga berkunjung.

4.3 Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah


1. Tujuan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien memiliki diri yang positif

2. Implementasi
Dilakukan tindakan keperawatan SPIP pada Tn.HT yaitu dengan
mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, menghindarkan
klien dari memberi penilaian negatif pada setiap pertemuan, mengutamakan
memberi pujian yang realistis, mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih
dapat digunakan selama sakit, mendiskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
kemampuannya, merencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai dengan kemampuan yaitu dengan merapikan tempat tidur, menganjurkan
klien untuk memasukan kegiatan ke dalam jadwal kegiatan harian.

3. Evaluasi
Setelah beberapa kali berinteraksi yaitu mulai hari pertama sampai hari kelima
klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan adalah klien
merasa dirinya dibedakan dengan adik oleh orang tuanya, dan klien juga selalu
dibandingkan-bandingkan dengan teman-temannya, klien sudah bekerja dan
berjualan kopi keliling namun tidak pernah merasakan hasilnya, uang hasil usahanya
selalu dipinjam oleh orang tuanya sendiri dan jarang dikembalikan. Hal ini yang
menyebabkan klien merasa kecewa dengan nasibnya dan klien sering dikucilkan
oleh tetangganya karena keadaannya.

21
Pada hari berikutnya interaksi klien menunjukkan ekspresi wajah yang
bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, klien
mau duduk berdampingan dengan perawat. Klien sudah bisa membuat jadwal
kegiatan harian. klien bisa mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki klien dan
melakukan kegiatan itu selama berada di panti rehabilitasi mental. Tindakan yang
dilakukan oleh perawat: motivasi klien untuk melakukan aktivitas yang mampu
dilakukan klien selama berada di panti seperti membantu mengambilkan makanan
dan merapikan piring-piring yang telah digunakan oleh klien lainnya. Anjurkan
membuat jadwal kegiatan harian yang dapat dilakukan. Tindakan yang dilakukan
oleh klien: anjurkan klien untuk melakukan aspek positif atau kemampuan yang
dapat digunakan selama berada panti dan anjurkan klien mengisi jadwal kegiatan
harian klien.

4.4 Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat mengontrol perilaku
kekerasan.
2. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu klien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, mengidentifikasi cara
yang konstruktif dalam merespon kemarahan, melakukan cara mengontrol
perilaku kekerasan dan menggunakan obat secara teratur.
Dilakukan tindakan keperawaatan SP1P pada Tn.HT yaitu mendiskusikan
penyebab perilaku kekerasan, tanda-tanda perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien, mendiskusikan akibat perilaku kekerasan, mendiskusikan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik : tarik nafas dalam dan
memukul bantal serta cara sosial dan spiritual.
3. Evaluasi
Klien mengatakan kesal karena hasil usahanya dipinjam dan tidak
dikembalikan sehingga klien merasa tidak pernah merasakan jerih payahnya.
Klien mampu mengenal perilaku kekerasan yang pernah dilakukan. Klien mampu
mempraktekan cara mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan fisik: tarik
nafas dalam dan memukul bantal. Rencana Tindak Lanjut untuk klien adalah

22
menganjurkan klien untuk mencegah perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik
: tarik nafas dalam dan memukul bantal, cara sosial dan spiritual serta dengan
minum obat secara teratur dan masukan dalam jadwal kegiatan harian.

23
BAB V

PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan dibahas mengenai keberhasilan yang telah dicapai oleh klien dan
hambatan yang ditemukan pada saat merawat klien serta pemecahan masalah yang telah
dilakukan :

5.1 Gangguan Persepsi Halusinasi: Pendengaran

Diagnosa keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data klien yang mengatakan


pernah mendengar suara perempuan saat sendiri, pernah mendengar suara Tuhan dari
kipas angin, pernah mendengar suara air kran terus menerus tanpa berhenti saat malam
hari. Dari dat objektif didapatkan klien tampak melamun saat sendiri, klienmengucap
suara yang tidak jelas jika diajak bercakap-cakap terlalu lama, klien tampak berbicara
sendiri saat sedang melamun, bicara kadang tidak jelas namun masih bisa diarahkan,
bicara pelan dan afek datar.

Berdasarkan teori terdapat 4 SP klien pada Halusinasidan 1 untuk Sp keluarga.


Kelompok telah melaksanakan semua tindakan keperawatan dari Sp 1 (membina
hubungan saling percaya, mengidentifikasi isi halusinasi, mengidentifikasi waktu
terjadinya halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi, mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan halusinasi, mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi,
mengajarkan klien menghardik halusinasi, menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian. SP2: mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien, melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain, menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
harian. SP3: mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, melatih klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan dan diawali dengan menyusun jadwal,
menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian. SP4: mengevaluasi
jadwal kegiatan harian klien, memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur, menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

24
Maka pada diagnosa gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
dilakukan sesuai dengan konsep yang ada. Kendalanya adalah klien menyangkal
adanya halusinasi walaupun pada saat pengkajian didapatkan data objektif dari klien
yang menunjukkan bahwa klien mengalami halusinasi. GSP: Halusinasi pendengaran
masih beresiko tinggi karena klien masih sering menyendiri dan melamun.

5.2 Isolasi sosial


Diagnosa kepearawatan ini ditegakkan berdasarkan data klien mengatakan jika
ada masalah disimpan sendiri, jarang menceritakan ke orang lain, klien memilih diam
dan mengurung diri di kamar. Saat dilakukan pengkajian klien tidak bias memulai
pembicaraan dengan perawat, bicara seperlunya, harus dilakukan pertemuan lebih dari
satu mengetahui masalah yang sedang dirasakan klien. Dari data objektif dipatkan klien
lebih sering diam sendiri dank lien terlihat lebih sering tidur.

Berdasarkan teori terdapat 3 SP klien pada isolasi sosial dan 3 untuk Sp keluarga.
Kelompok telah melaksanakan Sp 1 (mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
mendiskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan klien cara berkenalan menganjurkan klien
untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, memberikan reinforcement positif
atas kemampuan klien).Pada diagnosa Isolasi sosial dilakukan tidak sesuai dengan
konsep teori, karena melihat kondisi pada pasien Tn.HT, setelah dilakukan SP1 Tn.HT
sudah ada motivasi untuk berbincang dan bergaul dengan teman-temannya, hanya ada
sedikit kendala saat berbincang dengan perawat lainnya, kontak mata klien kurang dan
belum bisa memulai pembicaran tanpa ada motivasi dari perawat.

5.3 Harga Diri Rendah

Diagnosa ditegakkan berdasarkan data yaitu , klien mengatakan tidak mau


berjualan kopi keliling lagi, hanya ingin bekerja menjadi karyawan bengkel, klien
mengatakan takut jika berjualan lagi maka duitnya akan habis karena dipinjam dan
tidak dikembalikan, klien mengatakan jarang bergaul dengan tetangga rumahnya karena
malu dengan kondisinya, klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan di masyarakat
karena minder. Saat berinteraksi sering menunduk dan kontak mata kurang

Berdasarkan teori terdapat 2 SP klien dan 3 SP keluarga.Pada pelaksanaan


intervensi keperawatan sudah dilakukan dimulai dari (membina hubungan saling

25
percaya dan mengidentifikasi keampuan dan aspek positif yang dimiliki klien,
membantu klien menilai kemmapuan pasien yang masih dapat digunakan, membantu
pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien, melatih
pasien sesuai kemampuan yang dipilih, memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan klien, menganjurkan pasien masukan kedalam jadwal harian). Kelompok
tidak melakukan SP1K pada keluarga Tn. HT dikarenakan tidak dilakukan home visit
dan pada saat praktek tidak bertemu dengan keluarga Tn.HT.

5.4 Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Diagnosa keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data klien yang mengatakan


klien kesal karena hasil usahanya dipinjam dan tidak dikembalikan sehingga klien merasa
tidak pernah merasakan jerih payahnya. Saat di rumah Tn.HT pernah melempar barang-
barang dan merusak pintu kamar. Pada saat pengkajian tidak ditemukan data objektif
yang menunjukkan bahwa Tn.HT mengalami gangguan resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.Klien mengatakan kesal karena hasil usahanya dipinjam dan
tidak dikembalikan sehingga klien merasa tidak pernah merasakan jerih payahnya. Klien
mampu mengenal perilaku kekerasan yang pernah dilakukan. Klien mampu
mempraktekan cara mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan fisik: tarik nafas
dalam dan memukul bantal. Rencana Tindak Lanjut untuk klien adalah menganjurkan
klien untuk mencegah perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik : tarik nafas dalam dan
memukul bantal, cara sosial dan spiritual serta dengan minum obat secara teratur dan
masukan dalam jadwal kegiatan harian.

Berdasarkan teori terdapat 4 SP. Pada pelaksanaan intervensi, kelompok hanya


melakukan SP 1 dan SP 2 yaitu mengidentifikasi penyebab, tanda-tanda dan akibat
perilaku kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan, mengajarkan klien
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik yang pertama yaitu dengan
tekhnik relaksasi “tarik napas dalam” dan mengekspresikan kekesalannya dengan
memukul bantal dan cara spiritual.

26
BAB VI
PENUTUP

Tn.HT umur 42 tahun, belum menikah, pendidikan SMA, alasan masuk rumah sakit
klien sering marah-marah tanpa sebab, berbicara sendiri dan suka melempar barang-barang di
rumahnya. Saat pengkajian diperoleh data klien mengatakan pernah mendengar suara
perempuan, bisikan Tuhan dari kipas angin dan suara air kran yang tidak berhenti saat sedang
menyendiri di kamar. Sebelumnya klien pernah dirawat jalan di Klinik Duta Merlin dengan
keluhan yang sama yaitu halusinasi. Pada saat berbincang-bincang sikap klien kooperatif,
bicara kadang inkohern, klien berbicara sendiri dan tidak jelas namum saat ditanya klien
menyangkal adanya halusinasi.

6.1 KesPimpulan
Berdasarkan pengkajian yang perawat lakukan pada Tn. HT didapatkan diagnosa
keperawatan yaitu GSP: Halusinasi pendengaran, isolasi sosial, harga diri rendah, dan
resiko mencederai diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Semua diagnosa telah
dilakukan diagnosa walaupun pada beberapa diagnosa hanya dilakukan satu sampai 2 SP
dikarenakan melihat kondisi Tn.HT yang secara umum bisa dikategorikan stabil. Hanya
perlu motivasi dari perawat agar Tn.HT mampu melakukan SP yang telah dilatih dan
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian.

Peran perawatdalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan GSP:


Halusinasi adalah dengan cara mengidentifikasi halusinasi, menghardik, bercakap-cakap,
melakukan kegiatan dan minum obat secara teratur. Untuk isolasi sosial menganjurkan
klien cara berkenalan, memberikan kesempatan pada klien berkenalan dengan 1 orang,
memberikan kesempatan pada klien berkenalan dengan 2 orang, membantu memberikan
kesempatan melatih klien bercakap-cakap dengan 2 orang atau lebih.. Harga diri Rendah
membantu klien menilai kemampuan yang masih dimiliki, membantu melatih klien sesuai
kemampuan yang dipilih, membantu melatih kemampuan yang ke dua. Resiko
mencederai diri sendiri dengan mengidentifikasi penyebab kekesalannya, melatih

27
relaksasi dengan tarik nafas dalam dan mengekpresikan kekesalannya dengan memukul
bantal dan cara spiritual.

6.2 Saran
Untuk mengatasi hambatan yang ditemukan dalam merawat klien dengan GSP:
Halusinsi dibutuhkan perhatian dari mahasiswa/i:

a. Diharapkan mahasiswa/i dapat memodifikasi tindakan sesuai dengan kondisi klien


dan tetap mempertahankan prinsip tindakan dan kebutuhan dasar klien agar dapat
memenuhi kebutuhan klien dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional.
b. Mahasiswa/i hendaknya menggunakan komunikasi terapeutik untuk menggali
pengalaman traumatik bagi klien dan memulai secara bertahap jika klien sudah siap.
c. Mahasiswa/i keperawatan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga mengenai
masalah yang terjadi pada klien, tanda dan gejala, cara merawat klien yang dapat
dilakukan keluarga, perlu di optimalkan pada saat keluarga berkunjung panti atau saat
perawat melakukan kunjungan rumah.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang :RSJD Dr.Amino


Gondohutomo, 2003

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 2005

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000

29

Anda mungkin juga menyukai