Disusun Oleh:
ROMANA PEBRITIA NUGRAHA
1420119056
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT sebab karena
limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan
makalah kami dengan judul “Kegawatdaruratan Psikiatri.”.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari
pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena
kami sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki
banyak kekurangan.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 11
Dartar pustaka......................................................................................... 12
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
memfasilitasi perawatan yang tepat. Psikiater hendaknya mampu dalam mengelola
pasien yang mengalami kegawatdaruratan, mengelola masalah sistem rumah sakit,
informasi tentang penyakit medis dan psikiatris, terampil dalam konflik resolusi,
etis dan legal tentang tanggung jawab untuk keamanan pasien, dan mampu
melayani sebagai pemimpin tim yang bisa terjun langsung dalam krisis. (Riba, et
al., 2014)
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan
mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi.
Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi, dan 3,6%
dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18%
antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di
seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di
negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017)
Data Departemen Kesehatan 2018 memunjukkan prevalensi ganggunan mental
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk
usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar
400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (DEPKES,2018)
2
1.3 Tujuan
b.Tujuan Umum
untuk mengetahui pengertian dari gawat kegawatdaruratan psikiatri
c.Tujuan khusus
- Mengetahui pengertian dari kegawatdaruratan psikiatri
- Mengetahui faktor penyebab kegawatdaruratan psikiatri
- Menjelaskan penatalaksanaan kegawatdaruratan psikiatri
- Menjelaskan intervensi psikososial pada kegawatdaruratan psikiatri
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
bunuh diri, risiko kekerasan (violence), dan penilaian psikososial. Hal-hal yang
harus diperhatikan di seting kedaruratan yaitu, 1) agitasi dan agresi, 2) withdrawal
(lepas zat), 3) intoksikasi zat, 4) kekerasan domestik, 5) kekerasan pada anak, 6)
kekerasan pada lansia, dan 7) perkosaan (Sadock and Kaplan, 2016)
5
medikolegal, pelayanan gawat darurat berbedadengan pelayanan non-gawat
darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isukhusus dalam
pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khususdan akan
menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan
gawatdarurat.Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat
telah tegasdiatur dalam pasal 5l UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di
mana seorangdokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan. Selanjutnya,walaupun dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanangawat darurat namun secara
tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebutsebenamya merupakan
hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yangoptimal (pasal
4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah
bertugasmenyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau
oleh masyarakat”termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang
mampu. Tentunya upaya inimenyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintahmaupun masyarakat (swasta).
Modalitas terapi yang digunakan untuk seting kedaruratan psikiatri antara lain:
1) farmakoterapi,
6
2) seclusion (isolasi) dan restraint (fiksasi fisik), dan
3) psikoterapi.
(Knox dan Holloman, 2011; Riba et al., 2010; Sadock and Kaplan, 2009)
Bila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, pentingsekali
kita harus bersikap tenang. Dengan sikap yang meyakinkan, meskipun
tentuwaspada, dan kata-kata yang dapat menenteramkan pasien maupun para
pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai keadaan (Maramis
danMaramis, 2009).Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka
sambil tetap berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar
ia tidakmengamuk lagi. Biarpun pasien masih tetap dipegang dan dikekang, kita
berusahamemeriksanya secara fisik. Sedapat-dapatnya tentu perlu ditentukan
penyebabkeadaan gaduh gelisah itu dan mengobatinya secara etiologis bila
mungkin(Maramis dan Maramis, 2009).Suntikan intramuskular suatu
neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine
HCL), pada umumnya sangat berguna untuk mengendalikan psikomotorik yang
meningkat.
7
Intervensi psikososial secara umum berupa beberapa bentuk psikoterapi,
pelatihan sosial, dan pelatihan vokasional. Penatalaksanaan ini sangat
bermanfaat untuk menyediakan dukungan, edukasi, dan panduan kepada orang-
orang yang mengalami gangguan mental beserta keluarganya. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa salah satu manfaat dari terapi ini adalah dapat
membantu individu mengurangi efek negatif dari gangguan yang dideritanya
dan meningkatkan fungsi hidupnya (tampak melalui sedikitnya waktu
hospitalisasi, dan kurangnya kesulitan dalam mengerjakan kegiatan di rumah,
sekolah, atau pekerjaannya). (Duckworth K. dan Freedman J., 2012)
1. Agitasi
Strategi klinis inti untuk mengelola agitasi adalah penggunaan strategi
interpersonal yang menekankan teknik intervensi verbal atau perilaku.
Terdapat metode untuk intervensi verbal yang disebut “verbal
deescalation”. Pendekatan ini merupakan langkah awal untuk mengatasi
pasien agitasi, mencakup respon verbal dan non verbal yang digunakan
untuk meredakan atau mengurangi situasi yang potensial terjadi kekerasan.
(Trent, 2013; Velayudhan & Mohandas, 2009)
2. Bunuh Diri
Pilihan terapi yang akan dilakukan berdasarkan penilaian risiko bunuh diri
yang didapatkan melalui evaluasi psikiatrik. Tujuan intervensi psikososial
termasuk mencapai perbaikan dalam hubungan interpersonal, keterampilan
coping, fungsi psikososial, dan manajemen afek. beberapa konsensus
8
klinis yang menunjukkan bahwa intervensi psikososial dan psikoterapeutik
spesifik memiliki manfaat untuk mengurangi risiko bunuh diri. (Jacobs
dan Brewer, 2004; Jacobs et al., 2003)
3. Kekerasan Domestik
Intervensi terhadap pasien yang mengalami kekerasan domestik yang
dibawa ke IRD adalah memfasilitasi secara independen, melakukan
formulasi untuk „exit-plan‟, edukasi pasien, serta konseling dan kelompok
pendukung. (Khouzam et al., 2007)
4.Perkosaan
9
karena kekerasan yang dialaminya, dan memulai proses untuk mengatasi
trauma anak. Penatalaksanaan yang baik dapat mengurangi risiko masalah
pada anak berkembang menjadi lebih serius pada saat telah dewasa.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
11
presentation through some form of stabilization or intervention), dan yang
terakhir adalah melakukan psikoterapi (therapy work). Terdapat perbedaan
penanganan pasien dengan intervensi psikososial pada berbagai macam
gambaran jenis kedaruratan psikiatri.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia
12
13