Anda di halaman 1dari 144

SKRIPSI

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STIGMA


MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN
JIWA DIKELURAHAN PASA GADANG WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PEMANCUNGAN
PADANG SELATAN TAHUN 2018

Penelitian Keperawatan Jiwa

RINI SAFITRI
BP. 1711316058

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
SKRIPSI

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STIGMA


MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN
JIWA DIKELURAHAN PASA GADANG WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PEMANCUNGAN
PADANG SELATAN TAHUN 2018

Penelitian Keperawatan Jiwa

SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Pada Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas

oleh :

RINI SAFITRI

BP. 1711316058

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
Januari, 2019
Nama : Rini Safitri
No. Bp : 1711316058

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Stigma Masyarakat Terhadap


Orang Dengan Gangguan Jiwa di Kelurahan Pasa Gadang Wilayah
Kerja Puskesmas Pemancungan Kota Padang Tahun 2019

ABSTRAK

Tingginya angka OGDJ yang mengalami kekambuhan setelah keluar dari Rumah
Sakit akan semakin besar jika tidak ada dukungan baik dari pihak keluarga dan
masyarakat. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh pasien dengan
gangguan jiwa adalah terdapatnya stigma yang disebabkan rendahnya pendidikan
kurangnya pengetahuan, sikap negatif serta budaya dilingkungan masyarakat.
Stigma salah satu faktor penghambat dalam penyembuhan klien gangguan jiwa.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan
stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Desain penelitian
Deskriptif Korelatif dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian ini
semua masyarakat kelurahan Pasa Gadang yang berumur 20-60 tahun. Besar
sampel 98 orang masyarakat RW 02 dan RW 06 kelurahan Pasa Gadang Kota
Padang yang diambil dengan Cluster Sampling. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner MHKS, CAMII, MMHAS dan PDDS. Analisis data menggunakan uji
Chi-Square (p<0,05) untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan (p=0,016), pengetahuan
(p=0,036), sikap (p=0,0001) dan budaya masyarakat (p=0,001) dengan stigma
masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Masyarakat memiliki stigma
terhadap ODGJ karena mereka menganggap ODGJ berbahaya jika mengalami
kekambuhan, gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan, hanya memberi aib dan
malu bagi keluarga. Penelitian ini disarankan kepada pihak puskesmas
meningkatkan edukasi kepada keluarga dan masyarakat tentang pentingnya
keterlibatan masyarakat baik dari sikap dan budaya masyarakat dalam proses
penyembuhan penyakit gangguan jiwa.

Kata kunci : Gangguan jiwa, Stigma, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap,


Budaya Masyarakat
Daftar Pustaka : 62 (1963 – 2018)

v
FACULTY OF NURSING

ANDALAS UNIVERSITY

January, 2019

Name : Rini Safitri

No. Bp : 1711316058

Factors Related to the Stigma of The Community Towards People with Mental
Disorders in the village of Pasa Gadang in the working area of the
Pemancungan Health Center Padang City 2019

ABSTRACT

The high number of ODGJ who experience recurrence after leaving the
hospital will be even greater if there is no support from both the family and the
community. One of the biggest problems faced by patients with mental disorders
is the presence of stigma due to the lack of education in the lack of knowledge,
negative attitudes and culture in the community. Stigma is one of the inhibiting
factors in treating clients with mental disorders. The purpose of this study is to
determine the factors that are related to the stigma of the community towards
people with mental disorders.The research design deskriptif korelatif with
approach Cross Sectional. The population of this study was all people in the
village of Pasa Gadang 20-60 years.the sample number of 98 people from RW
02 and RW 06 in Pasa Gadang village, Padang City was taken with Cluster
Sampling, the research data were taken using questionnaires MHKS, CAMII,
MMHAS dan PDDS. Data analysis using Chi-Square test (p <0.05) to
determine the relationship between variables. The results showed that there was
a relationship between education (p = 0.016), knowledge (p = 0.036), attitude (p
= 0,001) and community culture (p = 0,001) with community stigma towards
people with mental disorders. The community has a stigma towards ODGJ
because they consider ODGJ dangerous if they repair recurrence, mental
disorders cannot be cured, only give shame and shame to the family. This study
was suggested to the health center to improve education to families and
communities about the importance of community involvement both from the
attitudes and culture of the community in the process of healing mental illness.

Keywords : Mental disorders, Stigma, Education, Knowledge, Attitude,


Community Culture
Referenceq : 62 (1963-2018)

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat dan Karunia kepada makhluk-Nya. Shalawat serta salam

dikirimkan kepada nabi Muhammmad SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Stigma

Masyarakat Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Dikelurahan Pasa Gadang

Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan Padang Selatan Tahun 2018”, yang

merupakan salah satu tahapan untuk menyelesaikan tugas akhir serta diajukan sebagai

salah satu syarat agar memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas.

Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada Bapak Ns. Feri

Fernandes. M.Kep, Sp.Kep. J dan Ibu Ns Rika Sarfika S.Kep, M.Kep sebagai

pebimbing peneliti, yang telah dengan telaten dan penuh kesabaran membimbing peneliti

dalam penyusunan proposal ini. Selain itu peneliti juga mengucapkan terimakasih pada :

1. Ibu Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud M.Kes FISPH, FISCM, selaku Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas Padang.

2. Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang beserta staf yang telah membantu dalam

pengumpulan data

3. Ibu Ns. Yanti Puspita Sari S.Kep, M.Kep selaku Kepala Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

4. Ibu Ns. Elvi Oktarina, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB sebagai pembimbing akademik

yang telah memberi banyak motivasi dan nasehat selama peneliti menjalani

perkuliahan di Fakultas Universitas Andalas Padang

vii
5. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah memberikan

berbagai ilmu pengetahuan kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan.

6. Kepada Ayahanda tercinta dan Ibunda tersayang, malaikatku, semangat hidupku

yang telah sabar mendengar semua ceritaku, selalu memberikan kekuatan doa,

memberikan kasih sayang, mendidik, memberikan hampir seluruh waktunya untuk

suksesnya penulisan skripsi ini.

7. Kepada abang, adik - adikku, sahabat - sahabatku, yang selalu mau direpotkan,

selalu mendoakan memberi semangat kepada peneliti selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan yang telah mendukung dan memberi semangat dalam

pembuatan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam

penyusunan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini.

Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi

lebih baiknya skripsi ini.

Padang, 16 Januari 2019

Peneliti

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. i


HALAMAN PRASYARAT GELAR ........................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


A. Latar belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 10
1. Tujuan umum .................................................................... 10
2. Tujuan khusus ................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 14


A. Gangguan Jiwa ........................................................................... 14
1. Defenis ................................................................................. 14
2. Etiologi ................................................................................. 14
3. Klasifikasi ............................................................................. 15
4. Jenis - jenis ........................................................................... 16
5. Tanda dan gejala ................................................................... 20
6. Terapi dan reabilitas .............................................................. 21
B. Stigma Gangguan Jiwa ............................................................... 25
1. Defenisi ................................................................................. 25
2. Penyebab stigma ................................................................... 26
3. Proses terjadinya stigma ....................................................... 27

viii
4. Jenis – jenis stigma ............................................................... 28
5. Mekanisme stigma ................................................................ 31
6. Respon stigma ...................................................................... 32
7. Dampak stigma ..................................................................... 34
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma .................................. 34
1. Tingkat pendidikan ............................................................... 35
2. Pengetahuan ......................................................................... 35
3. Sikap .................................................................................... 37
4. Budaya .................................................................................. 39

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ................. 44


A. Kerangka Teori ........................................................................ 44
B. Kerangka konsep ........................................................................ 47
C. Hipotesa penelitian .................................................................... 47

BAB 1V METODE PENELITIAN .............................................................. 48


A. Desain penelitian ....................................................................... 48
B. Populasi dan sampel .................................................................. 48
C. Tempat dan waktu penelitian ..................................................... 50
D. Variabel penelitian dan defenisi operasional .............................. 50
E. Instrumen penelitian .................................................................. 52
F. Etika penelitian ......................................................................... 55
G. Metode pengumpulan data ......................................................... 56
H. Analisa data .............................................................................. 58

BAB V HASIL PENELITIAN ..................................................................... 62


A. Gambaran umum penelitian ....................................................... 62
B. Analisis univariat ...................................................................... 64
C. Analisa bivariat ......................................................................... 65

BAB 1V PEMBAHASAN ............................................................................ 69


A. Analisis Univariat ..................................................................... 69
1. Pendidikan ........................................................................... 69
2. Pengetahuan ........................................................................ 71

viii
3. Sikap ................................................................................... 74
4. Budaya ................................................................................ 77
5. Stigma Masyarakat .............................................................. 78
B. Analisis Bivariat ........................................................................ 81
1. Hubungan tingkat pendidikan dengan stigma masyarakat
terhadap orang dengan gangguan jiwa .................................. 84
2. Hubungan tingkat pengetahuan dengan stigma masyarakat
terhadap orang dengan gangguan jiwa .................................. 76
3. Hubungan sikap dengan stigma masyarakat terhadap orang
dengan gangguan jiwa .......................................................... 87
4. Hubungan budaya dengan stigma masyarakat terhadap orang
dengan gangguan jiwa .......................................................... 90

BAB 1V PENUTUP ...................................................................................... 92


A. Kesimpulan ............................................................................... 92
B. Saran ......................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA

viii
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Teori ............................................................................... 46

Bagan 3.2 Kerangka Konsep ............................................................................ 47

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sampel Penelitian ........................................................................... 51

Tabel 4.2 Defenisi Operasional........................................................................ 53

Tabel 4.3 Analisis Bivariat.............................................................................. 61

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden................................ 63

Tabel 5.2 Analisis Univariat............................................................................ 64

Tabel 5.3 Analisis Bivariat Pendidikan........................................................... 65

Tabel 5.4 Analisis Bivariat Pengetahuan......................................................... 66

Tabel 5.5 Analisis Bivariat Sikap.................................................................... 67

Tabel 5.6 Analisis Bivariat Budaya................................................................. 68

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Izin Dinas Kesehatan Kota Padang

Lampiran 4. Surat Izin Kesbangpol Kota Padang

Lampiran 5. Kartu Bimbingan Proposal

Lampiran 6. Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 7. Informed Consent

Lampiran 8. Instrumen Penelitian

Lampiran 9. Kisi-kisi Kuesioner

Lampiran10. Master Tabel Penelitian

Lampiran 11. Hasil Analisis Data Output

Lampiran 12. Curiculum Vitae

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang

memungkinkan dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri pada

lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan

bahagia (Yusuf, et. al, 2015). Kesehatan tidak dilihat dari segi fisik saja tetapi

dari segi mental juga harus diperhatikan agar tercipta sehat yang holistik.

Seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan

pikirannya secara normal maka bisa dikatakan mengalami gangguan jiwa

(Purnama, dkk, 2016).

Gangguan jiwa merupakan sekumpulan prilaku dan psikologis individu

yang menyebabkan terjadinya keadaan tertekan, rasa tidak nyaman,

penurunan fungsi tubuh dan kualitas hidup (Stuart, 2016). Gangguan jiwa

biasa disebut penyakit mental yang ditandai terganggunya emosi, proses

berpikir, perilaku dan persepsi. Setiap orang berpotensi mengidap gangguan

jiwa, gangguan ini tidak disebabkan oleh kelemahan pribadi, melainkan

karena faktor eksternal. (Aizid, 2015).

Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang serius

di dunia. Data statistik yang dikemukakan oleh World Health Organization

(WHO) penderita gangguan jiwa dunia adalah 676 juta jiwa. Paling buruk,

depresi bisa memimpin untuk bunuh diri, lebih dari 800.000 perkiraan

kematian bunuh diri di seluruh dunia, dengan 86% terjadi pada usia dibawah

70 tahun. Bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua didunia, orang

1
2

dewasa muda usia 15-29 tahun bunuh diri menyumbang 8,5% dari semua

kematian, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena

bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia

(WHO, 2016)

Masalah gangguan jiwa masih menjadi beban penyakit atau burden of

disease yang cukup besar di Indonesia. Penduduk di Indonesia tahun 2018

mencapai 265 juta jiwa, berdasarkan hasil Riskesdas (2013) penderita

gangguan jiwa berat di Indonesia saat ini mencapai 400.000 orang atau

sebanyak 1,7 per 1000 penduduk, 14,3% diantaranya mengalami pasung.

Gangguan mental emosional untuk 15 tahun mencapai 6% atau lebih dari 14

juta jiwa dari jumlah penduduk. Prevalensi penduduk Provinsi Sumatera barat

yaitu 5.321.489 orang dan yang mengalami gangguan jiwa berat berada pada

posisi ke 7 mecapai 1,9 per mil. Data Statistik Daerah Kota Padang (BPS,

2018) jumlah penduduk di kota Padang sebanyak 927,168 orang, kunjungan

gangguan jiwa di seluruh rumah sakit kota Padang sebanyak 45,481 orang.

Sedangkan kunjungan kasus gangguan jiwa dipukesmas kota padang sebesar

7.696 dengan jumlah kunjungan kasus baru sebesar 770 (L= 415, P= 355) dan

kasus lama sebesar 6.926 (L=4090, P=2836). Data ini memberikan gambaran

bahwa kasus gangguan jiwa berat masih tinggi dan perlu perhatian lebih

(DKK Padang, 2017)

Pemerintah dalam menanggulangi gangguan jiwa masih banyak

mengalami hambatan. Menurut Subu, dkk (2016) dan Surahmiyati, dkk (2017)

penyebab permasalahan pada kesehatan jiwa berasal dari tiga inti pokok.

Pertama adalah pemahaman keluarga dan masyarakat yang kurang mengenai


3

gangguan jiwa, kedua adalah stigma dan persepsi negatif yang berbentuk

penyimpangan penilaian suatu kelompok masyarakat mengenai gangguan

jiwa dan terakhir tidak meratanya pelayanan kesehatan jiwa. Mestdagh dan

Hansen (2013) menyatakan masyarakat yang memiliki stigma negatif

terhadap klien gangguan jiwa cenderung menghindari dan tidak mau

memberikan bantuan terhadap orang yang menderita gangguan jiwa.

Penelitian yang dilakukan oleh Retno dkk, 2016 di Yogyakarta bahwa

tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh dengan terjadinya stigma

terhadap ODGJ dengan persentase 93,3% sedangkan, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Teresha, 2015 pengetahuan kurang dan sikap negatif terhadap

ODGJ dengan persentase (72,0%) dan (85,4%) yang menyebabkan stigma

negatif meningkat (79,5%). Corrigan, et. al, (2010) mengatakan pendidikan

dapat merubah sikap masyarakat tentang penyakit mental. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap antara lain : pengalaman pribadi, media

massa, lembaga pendidikan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan

pengaruh kebudayaan. Pandangan sangat negatif tentang sakit jiwa sebagian

besar menjadi otoriter dalam sikap mereka terhadap ODGJ. Meskipun

memiliki pengetahuan tentang penyebab sakit jiwa, (44,2%) mereka berfikir

penyakit jiwa juga disebabkan oleh kepemilikan setan, roh-roh yang menjadi

konskuensi dari hukum ilahi (52,0%) meningkatkan stigma terhadap ODGJ

dimasyarakat (Ukpong & Bs, 2010).

Budaya dan kepercayaan merupakan faktor pertama yang menyebabkan

timbulnya stigma, hal tersebut disebabkan kepercayaan yang menentukan

sikap individu terhadap sesuatu. Penyebab dari stigma terdiri dari


4

kepercayaan (kultural dan religi), pengetahuan, informasi yang keliru, dan

minimnya pengalaman berhubungan dengan ODGJ secara langsung (Kartika,

Hizkia, & Vembriati, 2017).

Stigma dapat muncul beragam tergantung pada karakteristik objek yang

dianggap berbeda atau tak normal (Varamitha, Akbar, & Erlyani, 2014).

Stigma merupakan label negatif yang melekat pada tubuh seseorang yang

diberikan masyarakat dan dipengaruhi oleh lingkungan (Purnama et al., 2016).

Menurut Girma dkk, (2013) Individu yang terkena stigma di masyarakat sulit

untuk berinteraksi sosial bahkan dalam kasus terburuk dapat menyebabkan

individu melakukan tindakan bunuh diri. Pada penelitian yang dilakukan

Subu, dkk (2016) ODGJ mendapatkan stigma dan perilaku kekerasan,

penganiayaan, pengekangan dilingkungan keluarga dan bukan orang asing.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Wardhani (2014)

ODGJ sering mendapatkan diskriminasi yang lebih besar dari keluarga dan

masyarakat disekitarnya. Mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak

manusiawi, misalnya kekerasan, diasingkan, diisolasi atau dipasung.

Penerimaan masyarakat yang kurang baik terhadap penderita gangguan

jiwa sangat dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yaitu kurangnya pemahaman

dan pengetahuan tentang gangguan jiwa serta kepercayaan, budaya, adat

istiadat, dan sikap masyarakat (Ramdhani & Patria, 2018). Pada faktor

kepercayaan, budaya dan adat istiadat, dikalangan masyarakat ada yang

percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh roh jahat, guna-guna, sihir,

atau kutukan atas dosa. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan

penderita maupun keluarga (Aizid, 2015).


5

Penderita gangguan jiwa dan keluarga sering memegang kepercayaan

yang sama seperti masyarakat, selain itu rasa malu yang ditanggung keluarga

membuat keluarga tidak meminta bantuan dan masyarakat enggan mencari

pertolongan untuk perawatan pada pasien dengan gangguan jiwa sehingga

penderita tidak diperhatiakn lagi (Lestari dan Wardhani, 2014). Menurut

Dananjaya (1986) dikutip dalam Zubirsalim (2014) keyakinan seperti ini di

Indonesia bukan hanya sekedar keyakinan tetapi sudah menjadi perilaku dan

pengalaman hidup. Maksudnya adalah bagaimanapun tingginya pendidikan

seseorang tidak ada yang dapat melepaskan diri dari keyakinan rakyat ini.

Penelitian oleh (Ukpong & Bs, 2010) di Nigeria menemukan bahwa

stigma dan diskriminasi sulit dihilangkan, karena masyarakat berkeyakinan

bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh sesuatu yang mistis. Hal ini didukung

oleh Girman dan Tesfaye (2013) di Southwest Ethopia menemukan bahwa

masyarakat pedesaan lebih mudah terpengaruh oleh stigma yang berkembang

dimasyarakat dari pada masyarakat diperkotaan. Di Indonesia penelitian

Zubirsalim (2014) di Yogyakarta menyatakan pemahaman masyarakat

mengenai etiologi gangguan jiwa seringkali dikaitkan oleh kepercayaan-

kepercayaan nilai tradisi budaya serta tidak terbuka dengan penjelasan-

penjelasan yang lebih ilmiah sehingga berpengaruh pada niat keluarga dalam

mencari pertolongan untuk anggota keluarga yang rentan menggalami

gangguan jiwa. Dari sana bisa diketahui bahwa stigma dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya adalah kebudayaan setempat atau lingkungan.

Menurut Lestari dan Wardhani, (2014) pada umumnya penderita

gangguan jiwa berat dirawat dan diberi pengobatan dirumah sakit. Setelah
6

membaik dan dipulangkan dari rumah sakit, tidak ada penanganan khusus

yang berkelanjutan bagi penderita. Pengobatan penderita gangguan jiwa

merupakan sebuah journey of challenge atau perjalanan yang penuh

tantangan yang harus berkelanjutan. Masyarakat merasa ketakutan dan

berfikir bahwa orang yang pernah mengalami gangguan jiwa suka mengamuk

dan mencelakai orang lain (Mestdagh, 2013). Dilihat dari faktor stressor

lingkungan yang berlebihan, memperlihatkan bahwa semakin besarnya

respon negatif masyarakat terhadap individu yang telah dinyatakan pulih

setelah mengalami masa rawat di Rumah Sakit Jiwa.

Stigma terbagi menjadi dua yaitu stigma intrapersonal (Self-stigma) dan

stigma interpersonal (Public-stigma) (Rusch,et al.,2005 dalam Sewilam et al.,

2015. Self-stigma terdiri dari stereotip, prasangka dan diskriminasi. Stereotip

terjadi ketika seseorang mengelompokan sikap negatif tentang penyakit jiwa,

yang menyebabkan reaksi emosional negatif dan harga diri rendah pada diri

sendiri. Sedangkan public-stigma terdiri dari komponen yang sama mengarah

pada evaluasi yang bersifat negatif yang dikeluarkan oleh sekelompok

masyarakat yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan. Stigma

publik tersebut dapat menghambat perawatan, kepatuhan terhadap

pengobatan yang diresepkan (Sirey et al., 2001), dan dapat menyebabkan

penghentian pengobatan dini (Kreyenbuhl et al., 2011). Stigma juga

menghambat pemulihan, dan dapat mengakibatkan kekambuhan (Rusch et al.,

2009) dikutip dalam (Michaels, López, Rüsch, & Corrigan, 2012)

Lingkungan masyarakat yang menyebabkan keluarga menolak

keberadaan pasien gangguan jiwa merupakan salah satu penyebab


7

kekambuhan pada penderita gangguan jiwa karena tidak adanya hubungan

yang harmonis dan dukungan sosial (Carey, Lura, & Highsmith, 2014).

Abraham Maslow menyatakan jika individu tidak dapat memenuhi kebutuhan

untuk dimiliki dan dicintai maka individu tersebut akan sulit meningkatkan

harga diri yang didalamnya ada kepercayaan diri (Ariananda, 2015). Agar

kebutuhan dasar akan harga diri dan kepercayaan diri diperoleh individu yang

mengalami gangguan jiwa maka harus bisa berinteraksi sosial, maka

masyarakat harus menghilangkan stigma tersebut.

Menghilangkan stigma negatif masyarakat terhadap ODGJ memang tidak

mudah. Stigma yang diciptakan masyarakat secara tidak langsung

menyebabkan keluarga atau masyarakat enggan untuk memberikan

penanganan yang tepat terhadap keluarga atau tetangga mereka yang

menggalami gangguan jiwa (Surahmiyati, Yoga, & Hasanbasri, 2017).

Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah

dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai gangguan jiwa (Sulistyorini,

2013). Hal ini ditunjang juga dengan penelitian yang dilakukan Muhlisin

(2015) yang mengatakan pasien yang kembali ke masyarakat setelah

dinyatakan sembuh tidak mendapatkan dukungan dari rekan-rekan, keluarga

dan lingkungan masyarakat, karena mereka beranggapan takut penyakitnya

kambuh lagi.

Kekambuhan juga peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala gangguan

psikis atau jiwa yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan dan 323

mengakibatkan pasien dirawat inap. Pada penderita gangguan jiwa kronis

diperkirakan 50% akan mengalami kekambuhan pada tahun pertama, 70%


8

pada tahun yang kedua, dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari

Rumah Sakit Jiwa karena perlakuan yang salah selama di rumah atau di

masyarakat (Nasir, 2011). keluarga merasa terbebani dalam melakukan

perawatan terhadap pasien gangguan jiwa, beban yang dirasakan keluarga

baik berupa beban subjektif maupun beban objektif, bagi keluarga

mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa merupakan sebuah aib

sehingga membuat keluarga menjadi malu terhadap lingkungan tempat tingal

dan merasa khawatir dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa (Simbolon, J, 2014).

Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pramana, (2017) diketahui

bahwa pasien gangguan jiwa dan keluarga akan merasa kesulitan untuk

tinggal di dalam lingkungan yang menolak kondisi pasien. Keluarga akan

merasa tertekan dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarganya

karena harus menghadapi penolakan dari masyarakat. Penderita gangguan

jiwa sulit untuk langsung sembuh dalam satu kali perawatan, namun

membutuhkan proses yang panjang dalam penyembuhan. Karena itu,

dibutuhkan pendamping terus menerus sampai pasien dapat bersosialisasi

dengan orang lain secara normal. Ketika perawatan dirumahlah dukungan

keluarga serta masyarakat disekitar lingkungan sangat berperan dan

dibutuhkan dalam proses penyembuhan (Lestari & Wardhani, 2014)

Pelayanan kesehatan jiwa saat ini yang tidak lagi hanya difokuskan pada

upaya penyembuhan klien gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya

promosi kesehatan jiwa dan pencegahan dengan sasaran selain klien

gangguan jiwa. Klien dengan penyakit kronis dan individu yang sehat juga
9

menjadi sasaran dalam upaya preventif (Stuart, 2016). Upaya ini tidak hanya

dilakukan oleh tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan

masyarakat melalui kegiatan memberikan pemahaman, menumbuhkan

kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa

dikomunitas (Keliat et al, 2013). Menurut Lawrence Green dalam teori

perubahan prilaku menyatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai

peranan penting dalam mengubah pandangan masyarakat sehingga

menimbulkan prilaku positif masyarakat terhadap kesehatan terutama pada

penderita gangguan jiwa (Noorkaslani, dkk, 2009).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang (2017) angka kunjungan

gangguan jiwa di puskesmas Pemancungan menempati urutan pertama dilihat

dari data jumlah kunjungan gangguan jiwa ke puskesmas tersebut, yakni

sebanyak 1.009 orang. Sedangkan untuk urutan kedua ditempati oleh

puskesmas Lubuk Buaya yaitu 760 orang, dan urutan ke tiga puskesmas

Andalas dengan jumlah 624 orang. Puskesmas pemancungan memegang 5

kelurahan, dengan populasi penduduk 17.984 orang. Penderita gangguan jiwa

berat sebanyak 141 orang. Gangguan Jiwa Berat 64 orang, sedangkan

Gangguan Jiwa Ringan sebanyak 73 orang. Penderita gangguan jiwa

terbanyak berada dikelurahan Pasa Gadang sebanyak 28 orang, dari awal

tahun 2018 sampai saat ini bertambah menjadi 32 orang dengan populasi

masyarakat 5.842 orang. Penelitian dilakukan di kelurahan pasa gadang pada

masyarakat berumur 20 - 60 tahun dengan populasi 3295 orang.

Berdasarkan hasil survey awal pada tanggal 1 Oktober 2018 kepada 7

orang masyarakat dikelurahan pasa gadang yang berumur rata-rata 35-55


10

tahun dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA didapatkan 5 orang tidak

mengetahui penyebab terjadinya gangguan jiwa. Pengaruh budaya

masyarakat dilingkungannya biasa menyebut orang gangguan jiwa dengan

sebutan orang gila atau orang stress, masyarakat mengatakan orang gila tidak

dipercaya dilingkunganya, mereka beranggapan jika terjadi kekambuhan

ODGJ suka membuat keributan, merusak, membahayakan keluarga serta

masyarakat, saat ini masih ada penderita yang dirantai dan dikurung agar

tidak mengganggu orang lain. 2 orang mengatakan orang gila banyak

disebabkan karena keturunan. Mereka mengatakan ODGJ walaupun sudah

pernah dirawat di RSJ tetap tidak bisa disembuhkan sehingga menjadi beban

bagi keluarga, Dari jumlah penderita gangguan jiwa yang ada di puskesmas

pemancungan terdapat tingginya angka kekambuhan. Hal ini kembali

menunjukkan bahwa masalah gangguan jiwa masih menjadi masalah

kesehatan dan sosial yang perlu dilakukan upaya penanggulangan secara

komprehensif. Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan

Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah

yang ditemukan adalah “Apakah Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan

Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa di Kelurahan

Pasa Gadang Wilayah Kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan Tahun

2018 ?”.
11

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan stigma masyarakat

terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah

kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018

2. Tujuan Khusus

Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pendidikan masyarakat terhadap

orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018

a) Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pendidikan masyarakat

terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang

wilayah kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018

b) Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan masyarakat terhadap

orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018

c) Diketahuinya distribusi frekuensi sikap masyarakat terhadap orang

dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018

d) Diketahuinya distribusi frekuensi budaya masyarakat terhadap orang

dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018

e) Diketahuinya distribusi frekuensi stigma masyarakat terhadap orang

dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018


12

f) Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan masyarakat dengan stigma

masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa

Gadang wilayah kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun

2018

g) Diketahuinya hubungan pengetahuan masyarakat dengan stigma

masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa

Gadang wilayah kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun

2018

h) Diketahuinya hubungan sikap masyarakat dengan stigma masyarakat

terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang

wilayah kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2018

i) Diketahuinya hubungan budaya masyarakat dengan stigma

masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa

Gadang wilayah kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan tahun

2018

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan bermanfaat bagi semua pihak dalam pengembangan

kualitas praktik keperawatan :

1. Manfaat untuk perkembangan ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi pendidikan

keperawatan khususnya keperawatan jiwa tentang stigma masyarakat

terhadap pasien gangguan jiwa yang menyebabkan terjadinya

kekambuhan yang dapat diatasi dengan memberikan tindakan

keperawatan jiwa komunitas.


13

2. Manfaat bagi peneliti

Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dapat mengaplikasikan ilmu

keperawatan jiwa yang telah didapat di bangku kuliah dan dapat

menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam hal penelitian

ilmiah.

3. Manfaat bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan masukan pada pihak

pemerintah dan lingkungan masyarakat tentang stigma yang muncul

untuk penderita gangguan jiwa yang menyebabkan kekambuhan.

Diharapkan selain pemerintah dan tenaga kesehatan memberikan

pendidikan kesehatan mengenai OGDJ dukungan masyarakat serta

keluarga mampu merawat pasien-pasien penderita gangguan jiwa dengan

merubah stigma sehingga angka kekambuhan gangguan jiwa menjadi

berkurang dan dapat berinteraksi dengan masyarakat secara produktif.

4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini Diharapkan dapat menjadi sumber data awal bagi

peneliti selanjutnya dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian lebih

lanjut dimasa yang akan datang khususnya bagi yang ingin meneliti

tentang stigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa dengan metode

penelitian yang berbeda.


14

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Gangguan Jiwa

1. Defenisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah sekumpulan perilaku dan psikologis individu yang

menyebabkan terjadinya keadaan tertekan, rasa tidak nyaman, penurunan

fungsi tubuh dan kualitas hidup (Stuart, 2016). Gangguan jiwa merupakan

manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi

sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertinngkah laku. Hal ini terjadi

karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Nasir & Muhith, 2011).

Menurut (Undang-undang no 14 tahun 2014) Orang dengan gangguan jiwa

(ODGJ) adalah orang seseorang mengalami gangguan dalam pikiran,

perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala

atau perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan

hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

2. Etiologi gangguan Jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan somato-psiko-sosial. Dalam

mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala

gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan

menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).

a. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada

neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat


15

kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan

perinatal.

b. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan

anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan

dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor

intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi

juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah.

Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan,

depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.

c. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola

mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok

minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan

kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan

(Yusuf, 2015).

3. Klasifikasi Gangguan Jiwa

Stuart (2016) mengklasifikasikan gangguan jiwa menjadi psikotik dan

neurotik.

a. Gangguan Jiwa Psikotik

Gangguan jiwa psikotik yang meliputi gangguan otak organik

ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realita, ditandai waham

(delusi) dan halusinasi, misalnya skizofrenia dan demensia. Psikotik

memiliki ciri menujukkan perilaku yan regresif, disintegritasi


16

kepribadian, penurunan tingkat kesadaran, terjadinya kesulitan besar

dalam berbagai fungsi.

b. Gangguan Jiwa Neurotik

Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang lainnya

merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam

jiwanya, namun umumnya penderita tidak menyadari bahwa ada

hubungan antara gejala-gejala yang dirasakan dengan konflik emosinya.

Gangguan ini tanpa ditandai kehilangan intrapsikis atau peristiwa

kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan

gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.

4. Jenis - jenis gangguan jiwa

a. Skizofrenia

Suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses

fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir,

afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan,

terutama karena waham dan halusinasi (Direja, 2011).

1) Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan

berbagai tingkat kepribadian diorganisasi yang mengurangi

kemampuan individu untuk bekerja secara efektif dan untuk

berkomunikasi dengan orang lain. Gejala klinis skizofrenia sering

bingung, depresi, menarik diri atau cemas. Skizofrenia mempunyai


17

macam-macam jenisnya, menurut Maramis (2010) jenis-jenis

skizofrenia meliputi:

a) Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan

gejala-gejala primernya, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala

sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan

skizofrenia.

b) Skizofrenia simplek, sering timbul pertama kali pada masa

pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan

kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar

ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis

ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita

kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari

pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau

pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila

tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan

menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat”.

c) Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia,

permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa

remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah

gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya

depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-


18

kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi

banyak sekali.

d) Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya

pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta

sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh

gelisah katatonik atau stupor katatonik.

e) Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala

skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, gejala-gejala

depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk

menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi

serangan (Marasmis, 2010).

2) Depresi

Suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang

manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu. Depresi

adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik

berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa

seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan,

harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada

bahaya yang akandatang. Depresi menyerupai kesedihan yang

merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari

situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti

rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak


19

kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Amir,

2016).

3) Kecemasan

Kecemasan sebagai sebuah emosi dan pengalaman psikis yang

biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam

rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi

sebaik-baiknya. Kecemasan adalah suatu keadaan yang membuat

seseorang tidak nyaman dan berkaitan dengan perasaan yang tidak

pasti dan tidak berdaya (Farida & Yudi, 2011). Intensitas kecemasan

dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat.

Menurut Stuart & Sundeen (2008) mengidentifikasi rentang respon

kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi kecemasan

ringan, sedang, berat, dan kecemasan panik.

4) Gangguan Kepribadian

Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian

(psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada

orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh

dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan

intelegensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan yang lain

atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian

paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid,

kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif,


20

kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial,

kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate (Farida & Yudi,

2011).

5. Tanda dan gejala gangguan jiwa

Gejala-gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara

unsur somatic, psikologik, dan sosio-budaya. Gejala-gejala inilah sebenarnya

menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pemikiran,

perasaan dan perilaku (Maramis, 2010).

a. Gangguan kognitif

Suatu proses mental dimana seorang individu menyadari dan

mempertahankan hubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan

dalam maupun lingkungan luar (fungsi mengenal).

b. Gangguan perhatian

Pemusatan dan konsentrasi energi, menilai dalam suatu proses kognitif

yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan.

c. Gangguan ingatan

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat,

menyimpan, memproduksi isi, dan tanda- tanda kesadaran.

d. Gangguan kesadaran

Kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan,

serta diriya melalui panca indera dan mengadakan pembat san terhadap

lingkungan serta dirinya sendiri


21

e. Gangguan emosi dan afek

Suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas

tubuh serta menghasilkan sensasi organic dan kinetis (Direja, 2011).

6. Terapi dan Rehabilitas

Penangganan penderita gangguan jiwa dilakukan dengan pendekatan

yang holistik dan menyeluruh, yaitu dengan penatalaksanaan medis dan

penatalaksanaan keperawatan.

a. Penatalaksanaan Medis

1) Psikofarmakaterapi

Obat psikiatri meliputi : antipisikosis, antidepresi, dan anticemas

a) Antipisikotik

Antipisikotik terdiri dari 2 jenis yaitu antipisikotik atipikal

contohnya clozapine (Clozorafil), risperidone (Risperdal)

digunakan mengatasi gejala-gejala psikotik (waham, halusinasi,

agitasi, dan perilaku kacau. Sedangkan antipsikotik tipikal yaitu

butirofenon (Haloperidol), fenotiazine (Chlorpromazine)

digunakan untuk skizofrenia, psikotik akut, meredakan halusinasi,

delusi, pikiran kacau, dengan memblokade dopamine pada

pascasinaptik neuron diotak terutama pada sistem limbik dan

sistem ekstrapiramidal.

b) Antidepresi
22

Merupakan golongan obat yang memiliki manfaat untuk

mengurangi atau menghilangkan gejala depresi. Jenis obat

antidepresi yaitu trisiklik (amitriptilin), atipycal antidepressant

(Trazodone). Efek samping dari obat ini mengantuk, gangguan

gastroinstestinal, tremor, hipotensi, agitasi,konstipasi dan retensi

urine.

c) Anticemas

Golongan obat yang digunakan untuk mengatasi kecemasan,

meredakan cemas dan ketegangan karena situasi tertentu tanpa

mempegaruhi fungsi kognitif. Efek samping dari obat ini adalah

keterlambatan mental, vertigo, binggung, tremor, lelah dan kaki

lemas. Contoh obat pada golongan benzodeazepin yaitu diazepam,

lorazepam dan aprazolam (Farida & Yudi, 2011).

2) Terapi somatis

Terapi yang diberikan dengan tujuan mengubah perilaku yang

maladaptif menjadi prilaku adaptif dengan melakukantindakan yang

ditujukan pada kondisi fisik klien. Jenis terapi somatis adalah

pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi.

a) Pengikatan

Terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi

mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik

pada klien sendiri atau orang lain.


23

b) Terapi kejang listrik/ Elektro Convulsive Therapy (ECT)

Bentuk terapi pada klien dengan menimbulkan kejang dengan

mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui

elektrode yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis

kiri/kanan (lobus frontalis) klien.

c) Isolasi

Menempatkan klien sendiri diruangan tersendiri untuk

mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain dan

lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi.

d) Fototerapi

Terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada sinar

terang 5-20x lebih terang dari pada sinar ruangan dengan posisi

klien duduk, mata terbuka dengan jarak 1,5 meter didepan klien

diletakkan lampu setinggi mata. Fototerapi bermanfaat dan

menimbulkan efek positif menurunkan gejala depresi. Efek

samping dari terapi ini sakit kepala, keteganggan mata, mual,

kelelahan dan insomnia.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Terapi utama dalam keperawatan jiwa adalah terapi modalitas yang

diberikan dalam upaya utuk mengubah perilaku pasien dari maladaptif

menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis terapi modalitas yang dilakukan

pada penatalaksanaan keperawatan pada pasien gangguan jiwa berupa


24

terapi okupasi, terapi aktivitas kelompok, terapi keluarga serta yang

berperan penting yaitu terapi lingkungan (Prabowo, 2014).

Terapi lingkungan merupakan tindakan penyembuhan penderita

dengan gangguan jiwa melalui unsur yang ada dilingkungan masyarakat

dan berpengaruh besar terhadap proses penyembuhan. Upaya terapi

harus bersifat komprehensif, holistik, dan multidisipliner (Farida dan

Yadi, 2011). Terapi pengobatan merupakan cara proses penyembuhan

suatu gangguan yang disebabkan oleh sumber-sumber gangguan.

Sumber-sumber yang bersifat terapeutik dapat memberikan

penyembuhan yang efektif (Nasir dan Muhith, 2011).

Menurut (Keliat,et al, 2013) proses penyembuhan penderita

gangguan jiwa bukan hanya berfokuskan pada upaya penyembuhan klien

gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya promosi kesehatan jiwa dan

pencegahan dengan sasaran klien gangguan jiwa, selain itu masyarakat

diberikan pemahaman untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian

terhadap masalah kesehatan jiwa dikomunitas.

Pengobatan dengan medis modern memberikan kesembuhan, tetapi

setelah penderita gangguan jiwa kembali kelingkungan keluarga dan

masyarakat kembali mengalami kekambuhan sehingga pada akhirnya

penangganan yang dilakukan keluarga dengan merantai dan mengurung

(Purnama, dkk, 2016). Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya banyak ditemui masyarakat masih memiliki


25

pandangan negatif (Stigma) pada seseorang yang pernah mengalami

gangguan jiwa. Pandangan masyarakat gangguan jiwa bukanlah suatu

penyakit yang bisa diobati dan disembuhkan (Girma, 2013). Sikap

keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita gangguan jiwa lebih

memilih menyembunyikan dan bahkan mengucilkan penderita karena

merasa malu (Lestari & Wardhani, 2014)

Persepsi masyarakat yang semakin salah dapat menyebabkan

seseorang tidak mau untuk mengetahui permasalahan kesehatan jiwa

baik dalam dirinya sendiri mupun orang lain. Di Indonesia pengetahuan

masyarakat sangat dipengaruhi oleh kultur dan budaya terkhusus pada

penyakit kejiwaan. Seseorang dengan gangguan jiwa dianggap

mendapatkan kutukan atas dosa-doa, pengaruh setan, terkena guna-guna

dan harus diobati ke dukun atau tokoh agama (Sewilam, 2015).

B. Stigma Gangguan Jiwa

1. Pengertian Stigma Gangguan Jiwa

Definisi yang paling mapan mengenai stigma ditulis oleh Erving Goffman

(1963) dalam karyanya: Stigma: Notes on the Management of Spoiled

Identity. Goffman (1963) mendefinisikan stigma sebagai “proses dimana reaksi

orang lain merusak identitas normal”. Reaksi-reaksi ini berasal dari prasangka

dari seseorang berdasarkan informasi yang terbatas. Stigma menghasilkan

pelabelan, prasangka, stereotip, pemisahan kehilangan status dan deskriminasi

(Sewilam, 2015).
26

Menurut The American Heritage Dictionary (2012), stigma adalah

"sebuah aib atau ketidaksetujuan masyarakat dengan sesuatu, seperti tindakan

atau kondisi". Hal ini berasal dari stigma latin atau stigmat-, yang berarti "tanda

tato" atau "menunjukkan budak atau status kriminal". Menurut Stuart (2016),

stigma adalah suatu tanda memalukan yang digunakan untuk

mengidentifikasi dan memisahkan seseorang yang oleh masyarakat dilihat

sebagai abnormal, berdosa atau berbahaya. Menurut kamus Bahasa

Indonesia, stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang

karena pengaruh lingkungannya.

2. Penyebab stigma

Butt, et al (2010), menekankan bagaimana stigma terjadi pada berbagai

tingkat. Terdapat 4 tingkat utama terjadinya stigma :

a) Diri: Berbagai mekanisme internal yang dibuat diri sendiri, yang kita sebut

stigmatisasi diri

b) Masyarakat: Gosip, pelanggaran, dan pengasingan di tingkat budaya dan

masyarakat

c) Lembaga: Perlakuan preferensial atau diskriminasi dalam lembaga-lembaga

d) Struktur: lembaga-lembaga yang lebih luas seperti kemiskinan, rasisme,

serta kolonialisme yang terus menerus mendiskriminasi suatu kelompok

tertentu.
27

3. Proses terjadinya stigma

Menurut Simanjuntak dalam Hermawati 2011 proses pemberian stigma yang

dilakukan masyarakat terjadi melalui tiga tahapan, yaitu:

a) Proses interpretasi, pelanggaran norma yang terjadi dalam masyarakat tidak

semuanya mendapatkan stigma dari masyarakat, tetapi hanya pelanggaran

norma yang diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan

perilaku yang dapat menimbulkan stigma

b) Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang,

setelah pada tahap pertama dilakukan dimana terjadinya interpretasi

terhadap perilaku yang menyimpang, maka tahap selanjutnya adalah

proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang oleh

masyarakat.

c) Perilaku diskriminasi, tahap selanjutnya setelah proses kedua dilakukan,

maka masyarakat memberikan perlakuan yang bersifat membedakan

(diskriminasi)

Proses terjadinya stigma menurut International Federation – Anti Leprocy

Association (ILEP, 2011). Orang-orang yang dianggap berbeda sering diberi

label, masyarakat cenderung berprasangaka dengan pandangan tertentu dengan

apa yang orang alami seperti sangat menular, mengutuk, berdosa, berbahaya,

tidak dapat diandalkan dan tidak mampu mengambil keputusan dalam kasus

mental. Masyarakat tidak lagi melihat penderita yang sebenarnya tetapi hanya

melihat label saja, kemudian memisahkan diri dengan penderita dengan


28

menggunakan istilah “kita” dan “mereka” sehingga menyebabkan penderita

terstigmatisasi dan mengalami diskriminasi.

4. Jenis-jenis Stigma

Stigma terbagi menjadi dua yaitu stigma intrapersonal (self stigma)

dan stigma interpersonal (public-stigma) (Rusch, et al., 2005 dalam

Sewilam et al., 2015) :

a. Stigma diri

Self-stigma terdiri dari tiga komponen utama yaitu meliputi

stereotype, prejudice, dan discrimination. Stereotip terjadi ketika

seseorang mengelompokkan sikap negatif tentang penyakit jiwa, yang

menyebabkan reaksi emosional negatif dan harga diri rendah (Rusch et

al., 2005 dalam Sewilam et al., 2015). Kebanyakan pasien psikiatri

mengalami stigma diri (Corrigan, 2005 dalam Sewilam et al., 2015).

Corrigan & Watson (2002) menjelaskan bahwa stigma pada diri sendiri

mempunyai pandangan negatif pada diri sendiri, bereaksi dengan

emosional dan berperilaku menghindar.

Sikap dan perilaku stigma pada diri sendiri seperti merasa tidak

mampu, lemah, harga diri rendah, menganggap orang yang tidak

beruntung, berbeda dari orang lain dan gagal mendapatkan kesempatan

kerja (Angermeyer, 2013 dalam Moses, 2014) Self-stigma dapat

menghambat proses penyembuhan gangguan jiwa pada penderita itu

sendiri. Tahapan Self-stigma terdiri dari tiga langkah yaitu tahap


29

pertama menyadari (awareness) bahwa adanya stereotip terhadap dirinya

(misalnya: “orang-orang dengan gangguan jiwa harus disalahkan atas

gangguan yang mereka alami”), tahap kedua menyetujui (agreement)

stereotip yang diberikan orang lain kepadanya (misalnya ‘iya itu benar,

orang dengan gangguan jiwa harus disalahkan atas penyakit yang mereka

alami”), dan tahap ketiga menerapkannya (application) (misalnya “saya

sakit jiwa, jadi saya harus disalahkan atas gangguan yang saya alami).

Sebagai hasil dari proses ini, orang menderita penurunan harga diri dan

penurunan self-efficacy dan kemudian berdampak kepada kualitas hidup

(Corrigan et al., 2009).

b. Stigma masyarakat (public stigma)

Stigma masyarakat memiliki komponen yang sama seperti selft-

stigma, yaitu, stereotip, prasangka dan diskriminasi (Corrigan, Larson, &

Rüsch, 2009). Komponen stereotype adalah keyakinan tentang kelompok

sosial yang dibuat berdasarkan karakterisasi kelompok secara

keseluruhan dengan menolak perbedaan individu atau karakteristik unik

dari orang-orang di dalam kelompok (Hinshaw, 2007). Stereotip pada

stigma masyarakat meliputi kepercayaan negatif tentang kelompok

masyarakat tertentu meliputi ketidakmampuan, kelemahan, dan

membahayakan. Sebutan orang gila digambarkan sebagai orang yang

tidak normal, tidak bertanggung jawab, dikucilkan dari masyarakat dan

sulit untuk disembuhkan. Stereotip didasarkan pada pengetahuan yang


30

tersedia bagi anggota kelompok dan menyediakan cara untuk

mengkategorikan informasi tentang kelompok lain dalam masyarakat.

Stereotip tentang penyakit jiwa meliputi menyalahkan (blame), bahaya

(dangerousness), dan tidak kompeten (incompetence) (Corrigan et

al.,2009).

Pada komponen prejudice (prasangka) merupakan suatu sikap sering

kali mengarah pada evaluasi yang bersifat negatif terdapat unsur

persetujuan terhadap kepercayaan atau reaksi negatif seperti marah dan

takut. Prasangka yang timbul berupa prososial perasaan (perlu untuk

membantu, kasihan, simpati), perasaan takut dan terkait (tidak nyaman,

tidak aman), perasaan marah dan jengkel (Angermeyer, 2013).

Orang-orang yang memiliki prasangka negatif akan mendukung

stereotip dan menghasilkan reaksi emosional negatif sebagai akibatnya,

dan selanjutnya prasangka akan mengarah kepada diskriminasi (Corrigan

et al., 2009).

Pada komponen discrimination (mengucilkan) merupakan

perlakuan yang tidak adil dan tidak seimbang yang dilakukan untuk

membedakan terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,

biasanya bersifat katagorikal, atau atribut-atribut khas, seperti

berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama atau keanggotaan kelas-kelas

sosial fulthoni, et al (2009). Didalam diskriminasi terdapat unsur respon

perilaku untuk menghakimi seperti menghindari untuk bekerja dan


31

memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan rumah tangga. Tidak

menerima untuk memperkenalkan ke teman, menikah, menyewa kamar,

dan merawat anak-anak (Angermeyer, 2013).

5. Mekanisme stigma

Mekanisme stigma dikemukakan oleh Major & O’Brien (2004) dalam Yusuf

(2017), yakni meliputi:

a. Perilaku stereotype dan diskriminasi

Seseorang yang dikenai stigma pada mulanya mendapatkan

perlakuan yang negatif dari lingkunganya. Kemudian berlanjut pada

adanya diskriminasi. Diskriminasi ini secara terus menerus dapat

menimbulkan stigma.

b. Proses pemenuhan harapan

Menjadi orang yang di stereorype menyebabkan orang tersebut

distigma. Sebaiknya tidak terlalu terpengaruh dengan perilaku seterotip

atau prasangka yang ditujukan apabila ingin mengembangkan diri.

c. Perilaku stereotype muncul otomatis

Stigma muncul karena ada budaya atau stereotype yang berkembang

di dalam masyarakat. Pada umumnya masyarakat mengetahui bahwa

objek yang dikenai stigma memiliki hal yang membuat masyarakat

enggan untuk menjalin interaksi. Stigma dapat mempengaruhi kelompok

lain untuk memberikan stigma.

d. Stigma sebagai ancaman terhadap identitas


32

Perspektif ini berasumsi bahwa stigma membuat seseorang terancam

identitas sosialnya. Orang yang menjadi objek stigma meyakini bahwa

prasangka dan stereotype terhadap dirinya itu benar dan merupakan

identitas pribadi.

6. Respon Stigma

Bagi penderita gangguan jiwa, stigma merupakan penghalang yang

memisahkan mereka dengan masyarakat dan menjauhkan mereka dari

orang lain (Stuart, 2016). Stigma berakibat pada pelabelan, prasangka,

stereotip, pemisahan, kehilangan status dan diskriminasi negatif (Link &

Phelan, 2001) dalam Sewilam et al., (2015). Stereotip dengan cepat

menghasilkan kesan dan harapan tentang orang-orang yang termasuk dalam

kelompok tertentu (Rusch et al., 2005 dalam Sewilam et al., 2015). Orang

yang berprasangka setuju dengan stereotip negatif ini, dan sikap ini

mengarah pada diskriminasi melalui perilaku negatif terhadap individu

yang sakit mental. Persepsi negatif ini membuat ketakutan dan jarak sosial

dari orang sakit jiwa (Corrigan et al., 2001 dalam Sewilam et al., 2015).

Ketika individu mendukung keyakinan stigma ini, mereka menunjukkan

tingkat penghindaran dan penolakan yang lebih tinggi untuk membantu

seseorang dengan diagnosis psikiatrik (Corrigan & Matthews, 2003 dalam

Sewilam et al.,2015).

Klien dan keluarganya seringkali melaporkan bahwa diagnosis gangguan

jiwa selalu diikuti dengan meningkatknya isolasi dan kesepian karena


33

keluarga dan sahabat menarik diri dari hubungan dengan klien dan

keluarganya. Klien merasa ditolak dan ditakuti oleh orang lain dan keluarga

seringkali disalahkan. Stigma terhadap gangguan jiwa merupakan suatu

refleksi dari bias budaya masyarakat yang dilakukan oleh konsumen dan

petugas kesehatan. Akhirnya keluarga sering melihat klien sering kambuh

dan tidak sembuh, kondisi ini semakin membuat pasien di jauhi oleh orang

lain, sehingga “pasung” sering dilakukan sebagai cara merawat klien yang

memperlihatkan keputusasaan yang di alami oleh keluarga dalam merawat

pasien (Stuart, 2016).

Dengan demikian stigma dapat mencegah banyak orang dengan

penyakit jiwa untuk mendapatkan pengobatan. Rasa malu dan harga diri

yang rendah pada individu dengan penyakit jiwa adalah dampak lain

dari stigma. Sementara, stigmatisasi masyarakat terhadap penyakit jiwa

dapat diinternalisasi dan kemudian membuat masyarakat mengekslusi

individu yang terstigma tersebut sehingga dapat mengancam kualitas hidup

penderita gangguan jiwa, menghambat hubungan sosial dan mengurangi

kemungkinan orang dengan penyakit jiwa (ODGJ) mencari layanan

kesehatan jiwa atau mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, stigma

dianggap sebagai penghalang ODGJ untuk pulih dari penyakit jiwanya,

bahkan pada individu yang menerima perawatan (Ramdhani & Patria, 2018).
34

7. Dampak Stigma

Dampak dari stigma menurut (Stuart, 2016) adalah sebagai berikut :

a) Stigma membuat orang yang menyembunyikan atau menyangkal gejala

yang mereka rasakan

b) Stigma menghasilkan keterlambatan dalam terapi

c) Stigma membuat seseorang menghindari terapi yang efektif atau tidak

menjalani pengobatan secara terkontrol, stigma membuat masyarakat

mengisolasi individu dan keluarga pasien gangguan jiwa

d) Stigma dapat menurunkan harga diri dan potensi perawatan diri

pada pasien gangguan jiwa

e) Stigma dapat menghambat pasien gangguan jiwa mengakses

perawatan kesehatan yang berkualitas

f) Stigma memberi pengaruh secara negatif terhadap perilaku petugas

kesehatan

g) Stigma memberikan kontribusi terhadap tingkat keparahan penyakit

h) Stigma membatasi respons masyarakat terhadap gangguan jiwa.

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi stigma dimasyarakat

Penelitian yang dilakukan oleh Elisa (2013) faktor – faktor yang

mempengaruhi terjadinya stigma masyarakat terhadap gangguan jiwa adalah

tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap. Mcchann (2017) mengatakan faktor

budaya yang paling penting mempengaruhi masyarakat, dalam kebanyakan

budaya, gangguan jiwa adalah contoh utama yang penyebabnya dikait-kaitkan


35

dengan pengaruh supranatural seperti roh-roh jahat, menjadi korban sihir atau

murka tuhan.

1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat,

agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk

memelihara (mengatasi masalah- masalah), dan meningkatkan kesehatannya.

Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang

dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan

dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga perilaku tersebut

diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng),

karena didasari oleh kesadaran (Notoatmodjo, 2010). Apabila pendidikan

masyarakat tinggi, maka akan dapat menerima informasi yang dapat

langsung dimengerti tentang gangguan jiwa dan dapat memberika tindakan

tanpa harus memberikan stigma pada ODGJ.

2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman ternyata perilaku yang


36

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Tingkat Pengetahuan Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut

Notoatmodjo (2007), dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :

a) Tahu ( know ) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Tahu ini

merupakan tingkat pengertian yang paling rendah.

b) Memahami (Comprehension) Memahami ini diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang

diketahui dan dapat menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya.

c) Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen,

tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

f) Evaluation (evaluasi) Pada tingkat ini merupakan tingkat kemauan

tertinggi telah ada kemampuan untuk mengevaluasi sesuatu dengan

kriteria yang telah ditentukan dan telah dapat dijelaskan. Pengukuran


37

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan

diatas (Yusriani & Khidri, 2018).

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007):

a) Faktor Internal : Pendidikan, pekerjaan, umur, informasi, dan

pengalaman

b) Faktor Eksternal : Lingkungan, kultur ( sosial, budaya dan agama)

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu. Kondisi kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap juga merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan atau perilaku (Yusriani & Khidri, 2018).

Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.

Sikap membuat seseorang untuk berbuat atau menjauhi sesuatu objek.


38

Adapun ciri-ciri sikap adalah (Notoatmodjo, 1993) dalam (Yusriani &

Khidri, 2018) :

a. Sikap bukan di bawa sejak lahir melainkan dipelajarinya sepanjang

perkembangan orang tersebut dalam hubungan dengan objeknya.

b. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap itu dapat dipelajari orang atau

sebaliknya.

c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu

terhadap suatu objek

d. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan perasaan sikap yang

membedakan sikap dari cakupan atau pengetahuan yang dimiliki orang.

Dengan terjadinya perubahan sikap, dapat diharapkan adanya perubahan

perilaku. Perubahan sikap dan perilaku ini merupakan dasar terjadinya peran

serta masyarakat yang merupakan modal utama mendukung keberhasilan

setiap upaya peningkatan kesehatan (Ngatimin,1987).

Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2007) dalam (Yusriani &

Khidri, 2018) sikap mempunyai 4 tingkatan dari yang terendah hingga yang

tertinggi yaitu :

a) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).


39

b) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap.

c) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu

indikasi sikap tingkat tiga. Bertanggung jawab (responsible) Pada tingkat

ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala

resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.

d) Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan

sikap yang paling tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

a) Pengalaman pribadi

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

c) Pengaruh kebudayaan

d) Media massa

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

4. Budaya

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits

memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu

generasi ke generasi yang lain. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan

mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu


40

pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,

tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri

khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Taylor, kebudayaan

merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan

kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota

masyarakat (Isniati, 2013).

Koentjaraningrat (2002) membagi budaya menjadi 7 unsur : yakni

sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan,

sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan

sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk

budaya secara keseluruhan. Dalam kesehatan mental, faktor kebudayaan juga

memegang peran penting. Apakah seseorang itu dikatakan sehat atau sakit

mental bergantung pada kebudayaannya (Marsella dan White, 1984).

Hubungan kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh

(Wallace, 1963) meliputi :

a. Kebudayaan yang mendukung dan menghambat kesehatan mental.

b. Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental.

c. Berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural, dan

d. Upaya peningkatan dan pencegahan gannguan mental dalam telaah

budaya.
41

Selain itu budaya juga mempengaruhi tindakan penanganan yang

dilakukan terhadap gangguan mental itu sendiri. Misalnya banyak riset-riset

dalam psikiatri dan psikologi cenderung bias, karena tidak memperhitungkan

faktor budaya. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa pengalaman sakit (illness

experience) adalah bersifat Interpretive, artinya ia dikonstruksi pada suatu

situasi sosial tertentu, karenanya harus dipahami lewat premis-premis yang

berlaku pada suatu budaya tertentu. Dengan kata lain konsep kesehatan

mental pada suatu budaya tertentu harus dipahami dari hal-hal yang dianggap

mempunyai arti dan bermakna pada suatu budaya tertentu, sehingga harus

dipahami dari nilai-nilai dan falsafah suatu budaya tertentu.

Salah satu contoh adanya pengaruh budaya dalam kesehatan mental

adalah melalui penelitian yang dilakukan oleh Hamdi (2007) yang membahas

teoretik tentang konsepsi kesehatan mental menurut konsepsi kultural etnik

Jawa dan Minangkabau. Kerangka pembahasan memakai tentatif hipotesis

oleh Naim (1980) tentang dua pola kebudayaan, yakni J (Jawa) dan M

(Minangkabau). Pola J yang dicirikan oleh hirarkis, feodalistis, dan

paternalisitik, sementara pola M berciri masyarakat yang tribal, bersuku-suku,

demokratis, fraternalistik dan desentralistis. Analisis terhadap isi prinsip

kebudayaan yang ideal (ideal culture) memperlihatkan perbedaan yang

mendasar dalam melihat konsep kesehatan mental. Jawa mengartikan

keselarasan sebagai sesuatu yang harus dibatinkan, dimana konflik-konflik

yang timbul diredam dan dialihkan, bahkan disublimasi kedalam bentuk lain,
42

antara lain dengan laku batin atau kebatinan. Melalui kebatinan ini manusia

Jawa berusaha mencapai manuggaling kawulo-gusti; suatu keadaan yang

sempurna. Kondisi demikian mencerminkan keadaan yang fit dari psikis

seseorang yaitu kondisi mental yang sangat sehat. Sementara etnik

Minangkabau tidaklah memandang konflik sebagai hal yang harus dipendam,

sebaliknya malah dibiarkan terbuka dan harus dicari penyelesaian dengan

mufakat terbuka. Ketegangan diperbolehkan, untuk mendorong kompetisi

asal masih dalam prinsip alua jo patuik dan raso jo pareso. Pemecahan

konflik tidak harus dibatinkan, tapi harus dicari dalam dialog yang intens.

Disamping hal tersebut ukuran yang dipakai untuk menentukan sehat mental

seseorang adalah: kepintaran menyesuaikan diri terutama

untuk survive dengan pergulatan dengan kehidupan keras dirantau,

kemampuan menyembunyikan aib (terutama aib pribadi dan keluarga),

kemashuran, ketenaran, kemegahan (ego pribadi dan meyangkut harga diri),

serta kemampuan menyumbang secara nyata bagi masyarakatnya. Karenanya

seorang individu terus didorong untuk terus berkompetisi dan mencari

prestasi setinggi-tingginya.

Kebudayaan secara teknis adalah idea tau tingkah laku yang dapat dilihat

maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab

langsung timbulnya gangguan jiwa. Biasanya terbatas menentukan “warna”

gejala-gejala disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan


43

kepribadian seseorang misalnya melalui atauran-aturan kebiasaanya yang

berlaku dalam kebudayaan tersebut.

Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan

beberapa faktor-faktor tersebut yaitu :

a) Cara-cara membesarkan anak

Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, hubungan orang

tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak setelah dewasa

mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka tergaul atau

justru menjadi penurut yang berlebihan.

b) Sistem nilai

Perbedaan sistem nilai, moral dan etika antara kebudayaan yang satu

dengan yang lain sering menimbulkan masalah kejiwaan.

c) Kepincangan antar masyarakat

keinginan dengan kenyataan Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar,

film dan lain-lain menimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan

tentang kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup

sehari-hari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba

mengatasinya dengan khayalan atau melakukan kegiatan yang merugikan

masyarakat.
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif terhadap stessor yang

muncul dari dalam dan luar individu, sehingga mengakibatkan perubahan

pola pikir, persepsi, tingkah laku dan perasaan yang berbeda dengan norma

atau budaya yang ada, serta gangguan pada fungsi fisik dan sosial yang

menimbulkan gejala kesulitan dalam berhubungan sosial dan kemampuan

kerja (Townsend, 2011 dalam Wardani dan Dewi 2018). Ganguan jiwa

secara umum terbagi menjadi dua yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan

jiwa berat. Gangguan jiwa berat (psikotik) yang sering ditemui

dimasyarakat adalah skizofrenia.

Menurut Subu, dkk (2016) dan Surahmiyati, dkk (2017) penyebab

permasalahan pada kesehatan jiwa salah satunya berasal stigma dan persepsi

negatif yang berbentuk penyimpangan penilaian suatu kelompok masyarakat

mengenai gangguan jiwa. Goffman (1963) mendefinisikan stigma sebagai

“proses dimana reaksi orang lain merusak identitas normal”. Reaksi-reaksi ini

berasal dari prasangka dari seseorang berdasarkan informasi yang terbatas.

Stigma menghasilkan pelabelan, prasangka, stereotip, pemisahan kehilangan

status dan deskriminasi (Sewilam, 2015).

Penerimaan masyarakat yang kurang baik terhadap penderita gangguan

jiwa sangat dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yaitu kurangnya pemahaman

dan pengetahuan tentang gangguan jiwa serta kepercayaan, budaya, adat

44
45

istiadat, dan sikap masyarakat (Ramdhani & Patria, 2018) Penelitian yang

dilakukan oleh Elisa (2013) faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya

stigma masyarakat terhadap gangguan jiwa adalah tingkat pendidikan,

pengetahuan dan sikap. Mcchann (2017) mengatakan faktor budaya yang

paling penting mempengaruhi masyarakat, dalam kebanyakan budaya,

gangguan jiwa adalah contoh utama yang penyebabnya dikait-kaitkan

dengan pengaruh supranatural seperti roh-roh jahat, menjadi korban sihir

atau murka tuhan.

Bagi penderita gangguan jiwa, stigma merupakan penghalang yang

memisahkan mereka dengan masyarakat dan menjauhkan mereka dari

orang lain. Stigma membuat seseorang menghindari terapi yang efektif

atau tidak menjalani pengobatan secara terkontrol, stigma membuat

masyarakat mengisolasi individu dan keluarga pasien gangguan jiwa,

menurunkan harga diri dan potensi perawatan diri pada pasien

gangguan jiwa (Stuart, 2016).

Individu gangguan jiwa yang mengalami stigma sosial akan menarik diri

dari lingkungan karena mengalami stigma yang timbul dari dalam dirinya

sendiri atau yang disebut dengan stigma diri (Eizenberg et al 2013, dalam

Wardani dan Dewi, 2018). Akibat penilaian negatif terhadap dirinya maka

individu tersebut akan mengalami kualitas hidup yang akan menurun.

Kualitas hidup dihubungkan dengan kepuasaan hidup, kebahagian, moral

dan kesehatan yang berhubungan dengan kemampuan fungsionalnya (Dewi,

2012 dalam Wijayanti dkk, 2014).


46

Gangguan jiwa

Gangguan neurotik Gangguan psikositik

Perilaku OGDJ yang mencolok dimasyarakat :


Mengakibatkan
1. Halusinasi (Berbicara sendiri, tersenyum stigmatisasi
sendiri, dan mengaku mendengar suara aneh)
2. Waham (Mengaku sebagai orang hebat,
tuhan ) Faktor yang berhubungan
3. Perilaku agresif (Marah tanpa sebab, bebicara dengan stigma (Elisa, 2013),
kasar) (Teresha, dkk, 2015), (McCan,
4. Perilaku maladaptif (Makan-makanan kotor 2017).
ditempat sampah, penampilan kotor dan bau) Tingkat pendidikan
Pengetahuan masyarakat
Sikap dan prilaku
Stigma publik
Budaya masyarakat

Stereotip, prasangka dan diskriminasi

Terjadi kekambuhan

Dampak Pasien :
Menghambat perawatan
Keluarga malu merasa Disfungsi sosial dan pemulihan
aib, menutup diri dari
Kepatuhan terhadap pengobatan
lingkungan. ODGJ
Penghentian pengobatan dini
diabaikan, diasingkan, Stigma diri Peningkatan Kekambuhan
diisolasi atau dipasung

Penurunan
Ket : kualitas hidup
: Tidak diteliti

: Diteliti

Bagan 3.1 Kerangka Teoritis


Sumber : Girma (2013), Subu (2016), Surahmiyati (2017), Ramdhani & Patria
(2018) Elisa (2013), Mcchann (2017), Stuart (2016)
47

B. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual merupakan pondasi utama dimana sepenuhnnya

proyek penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan

antar variabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan dari perumusan

masalah yang diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survei

literatur (Sugiyono, 2016). Dari gambaran tersebut diatas maka dapat

divisualisasikan melalui kerangka dibawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pendidikan

2. Pengetahuan
STIGMA
MASYARAKAT
3. Sikap

4. Budaya

Bagan 3.2 Kerangka Konsep

C. Hipotesis Penelitian

H.1 : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan stigma masyarakat

terhadap orang dengan gangguan jiwa

H.2 : Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan stigma masyarakat terhadap

orang dengan gangguan jiwa

H.3 : Terdapat hubungan antara sikap dengan stigma masyarakat terhadap orang

dengan gangguan jiwa

H.4 : Terdapat hubungan antara budaya dengan stigma masyarakat terhadap orang

dengan gangguan jiwa


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif

korelatif yaitu suatu penelitian yang memaparkan, mencari atau menjelaskan

suatu hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang sudah

ada. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar

variabel (Nursalam, 2011). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross

sectional. Menurut Nursalam (2011) cross sectional adalah jenis penelitian

yang menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel independen

dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Penelitian ini untuk

mengidentifikasi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stigma

Masyarakat Terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa di kelurahan Pasa

Gadang Wilayah Kerja Pukesmas Pemancungan Padang Selatan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh objek atau subjek yang memiliki

kualitas dan karakteristik tertentu yang sudah ditentukan oleh peneliti

sebelumnya (Donsu, 2017). Populasi penduduk dikelurahan pasar gadang

berjumlah ± 5.842 orang dalam penelitian ini populasi yang akan diteliti

adalah seluruh mayarakat kelurahan pasar gadang yang berumur 20 - 60

tahun serta pernah kontak dengan orang gangguan jiwa meliputi 3.295

orang.

48
49

2. Sampel

Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi (Donsu, 2016).

Sampel merupakan bagian yang terdiri dari bagian populasi terjangkau

yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling.

Sedangkan sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi yang

dapat mewakili populasi yang ada (Notoatmodjo, 2010). Untuk

menentukan besar sampel dalam penelitian ini adalah Rumus pengambilan

sampel menggunakan rumus Lameshow (Notoatmodjo, 2012):

Keterangan:

 n : Besar jumlah sampel

 N : Besar jumlah seluruh anggota populasi

 d : Batas toleransi kesalahan, yaitu 5% atau 0,05 dengan tingkat

kepercayaan 95%

 P : Proporsi kejadian, bila tidak diketahui ditetapkan 50 % (0,5)

 Z21-α/2 : Limit error ditetapkan α = 0,05 atau nilai Z1- /2 = 1,96

1,96 × 0,05 × 0,5 (1 − 0,5) 3295


𝑛=
0,052 (3295 − 1) + 0,098 × 0,5 (1 − 0,5)

80,7275
=
8,235 + 0,0245

80,7275
=
8,2595

= 97,738

= 98 orang
50

Berdasarkan hasil penghitungan, maka jumlah sampel dalam peelitian

ini adalah sebanyak 98 orang yang berada di Kelurahan Pasa Gadang,

wilayah kerja Puskesmas Pemancungan Padang Selatan. Adapun sampel

dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Masyarakat yang berumur 20 – 60 tahun

2) Masyarakat yang mampu membaca dan menulis

3) Masyarakat yang bersedia menjadi responden dalam penelitian

b. Kriteria Ekslusi

1) Masyarakat yang tidak berada ditempat saat pelaksanaan penelitian

2) Pada saat pelaksanaan penelitian responden telah pindah dari

kelurahan Pasa Gadang

3) Masyarakat yang mengalami gangguan dalam kognitif

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

probability sampling dengan pengambilan sampel melalui cluster

sampling. Cluster sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari

kelompok - kelompok unit yang kecil. Sesuai dengan namanya, penarikan

sampel ini didasarkan pada gugus atau cluster (Dharma, 2013).

Cluster sampling yang dilakukan dengan randomisasi yaitu random

sampel daerah yang memiliki orang dengan gangguan jiwa terbanyak

disetiap RW diperoleh 2 RW dari 6 RW yang ada di Kelurahan Pasa

Gadang.
51

Kemudian random dari populasi daerah yang telah dipilih (Hidayat,

2014) dengan rumus :

Jumlah masing – masing kelompok


Sampel = x Besar sampel
Jumlah total

Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh distribusi frekuensi

sampel penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.1 Sampel Penelitian

No RW Jumlah Responden Sampel


1 02 649 55 orang
2 06 503 43 orang
Total 1152 98 orang

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah dengan

cara teknik accidental sampling. Accidental sampling yaitu pengambilan

sampel secara aksidental (accidental) dengan mengambil kasus atau

responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan

konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010). Sehingga dalam teknik sampling

di sini peneliti mengambil responden pada saat itu juga.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pasar Gadang wilayah kerja

pukesmas pemancungan. Penelitian ini dilakukan dari awal pembuatan

proposal hingga didapatkan hasilnya terhitung sejak Agustus 2018 sampai

Januari 2019.
52

D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda , manusia, dan lain-lain). Macam-macam

tipe variabel meliputi ; (1) independen; (2) dependen; (3) moderator

(intervening); (4) perancu (confounding); (5) kendali/kontrol; (6)

random (Dharma, 2013). Variabel dalam penelitian ini berupa variabel

independen dan variabel dependen. Adapun variabel independen

penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, budaya dan

variabel dependen penelitian ini adalah stigma masyarakat.

2. Defenisi operasional

Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefenisikan tersebut. Karakteristik yang

dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci defenisi operasional.

Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran atau pengukuran secara cermat terhadap

suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh

orang lain (Nursalam, 2011).


53

Tabel 4.2 Defenisi Operasional dari Variabel Independen dan Dependen

Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur

Independen
Tingkat Tingkat pendidikan Kuesioner Angket 1. Tinggi : (PT / Ordinal
Pendidikan formal yang telah Pertanyaan SMA)
diselesaikan tentang 2. Rendah : (SD /
responden pendidikan SMP)
terakhir (UU RI 2004)
Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner Mental Angket 1. Kurang Baik Ordinal
yang diketahui oleh Health jika Skor
responden tentang Knowledge (Median) ≤ 32
gangguan jiwa Schedule 2. Penilaian Baik
(MHKS) skor (Median)
≥ 32
(Pheh et. al,
2017)
Sikap Kesiapan atau Kuesioner Angket 1. Negatif skor Ordinal
kesediaan untuk Comunity (Median)
bertindak terhadap Attitudes ≤ 104
suatu objek Toward the 2. Penilaian
Mentally III Positif skor
(CAMI) (Median)
≥ 104
(Girma et. al,
2013)
Budaya Pemahaman Multicultural Angket 1. Tidak Ordinal
budaya dalam Mental Health mendukung
proses pengobatan Awareness Scale kesehatan skor
dengan penyakit (MMHAS) skor (Median)
tertentu ≤ 33
54

2. Mendukung
. dengan
kesehatan skor
skor (Median)
≥ 33
Dependen
Stigma Label negatif atau Kuesioner Angket 1. Stigma Ordinal
Masyarakat tidak adanya Scale: Perception of Rendah skor
penerimaan sosial Discrimination (Median)
pada individu yang Devaluation 34 ≤
mengalami (PDDS) 2. Penilaian
gangguan jiwa Stigma
Tinggi skor
(Median)
34 ≥
(Boru & Assefa,
2014)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan dalam penelitian,

baik alat yang melekat dala peran seorang peneliti yang disebut instrumen

utama maupun alat yang terpisah dengan penliti yang bersifat keras ataupun

bersifat lunak (Dharma, 2013). Pada penelitian ini diperlukan instrumen

kuesioner untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stigma

masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Terdiri dari 4 instrumen

tetang pendidikan, pengetahuan, sikap, budaya, dan stigma

a. Kuesioner Pendidikan terdiri dari 1 item pertanyaan dalam kuesioner

dengan kategori berpendidikan rendah jika pendidikan responden


55

SD/SMP, sedangkan dikatakan pendidikan responden tinggi jika

pendidikan responden SMA/Perguruan Tinggi (PT) menurut UU RI

tahun 2004.

b. Kuesioner Pengetahuan yang digunakan adalah Mental Health

Knowledge Schedule (MHKS) digunakan dalam penelitian ini untuk

menilai pengetahuan kesehatan mental yang berhubungan dengan

stigma. 12-item MAKS terdiri dari dua bagian. Bagian A terdiri enam

item pada bidang pengetahuan kesehatan mental yang berhubungan

dengan stigma, dan Bagian B terdiri enam item pada klasifikasi

berbagai kondisi seperti penyakit mental. Semua item Alat ukur

menggunakan skala likert mulai dari skor 1 (sangat tidak setuju) ke 4

(sangat setuju). Skor pada item 6, 8, dan 12 terbalik kode. Sebuah total

skor dihitung skor yang lebih tinggi menunjukkan pengetahuan

kesehatan mental yang lebih besar (Pheh, et. al, 2017).

c. Kuesioner Sikap masyarakat terhadap orang gangguan jiwa dengan

menggunakan kuesioner CAMI (Community Attitudes Toward Mental

Illnes III) untuk mengetahui apakah masyarakat memiliki sikap positif

atau negatif terhadap ODGJ yang terdiri dari 20 pertanyaan positif dan

20 pertanyaan negatif. Pertanyaan menggunakan skala 4 poin dari

“sangat setuju” hingga “sangat tidak setuju” terdapat 4 skala sikap yang

termasuk di CAMI antara lain : otoriterisme, kebajikan, pembatasan

sosial dan ideologi kesehatan jiwa masyarakat. Bila responden

menjawab “sangat setuju” mendapat nilai 4, menjawab “setuju”

mendapat nilai 3, menjawab “tidak setuju” mendapat nilai 2 dan


56

menjawab “sangat tidak setuju” mendapat nilai 1. Untuk pertanyaan

negatif pemberian penilaian berkebalikan. (Browne, 2010 dalam

Arianda, 2015). Nilai dari setiap jawaban dijumlah keseluruhan untuk

memperoleh total nilai jawaban. Penilaian Positif jika x ≥ mean /

median, negatif jika x ≤ mean / median

d. Kuesioner budaya masyarakat terhadap orang gangguan jiwa dengan

menggunakan kuesioner Multicultural Mental Health Awareness Scale

(MMHAS) Semua item Alat ukur menggunakan skala likert mulai dari

responden menjawab “sangat setuju” mendapat nilai 4, menjawab

“setuju” mendapat nilai 3, menjawab “tidak setuju” mendapat nilai 2

dan menjawab “sangat tidak setuju” mendapat nilai 1 (Khawaja &

Gomez, 2009). Penilaian budaya mendukung kesehatan jika x ≥ mean /

median, budaya tidak mendukung kesehatan jika x ≤ mean / median.

e. Kuesioner stigma masyarakat terhadap orang gangguan jiwa dengan

menggunakan kuesioner Scale : Perception of Discrimination

Devaluation (PDDS) adalah alat 12-item yang mengukur sejauh mana

seseorang percaya bahwa kebanyakan orang akan mendevaluasi atau

diskriminasi terhadap seseorang dengan penyakit mental. PDD diukur

pada skala Likert 4 poin dengan kemungkinan skor antara 1 sampai 4

skala perjanjian (1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju,

dan 4 =sangat setuju), sehingga skor yang lebih tinggi menunjukkan

tingkat yang lebih tinggi dirasakan stigma (Boru & Assefa, 2014) .

Penilaian Positif jika x ≥ mean / median, negatif jika x ≤ mean / median.

F. Etika Penelitian
57

Aspek etik yang dijalankan dalam penelitian ini dengan memperhatikan

prinsip - prinsip etik sebagai berikut.

1. Autonomy

Peneliti berusaha untuk melindungi autonomy responden/partisipan.

Responden/partisipan memiliki keputusannya tanpa paksaan.

Menghormati otonomi responden adalah pernyataan bahwa setiap

responden memiliki hak menentukan secara bebas dan sukarela untuk

ikut berpartisipasi pada peelitian yang dilaksanakan (Afriyanti, 2014).

Pada penelitian ini peneliti meminta persetujuan responden dahulu

kepada calon responden. penelitian memberikan informasi menjelaskan

maksud dan tujuan serta proses pelaksanaan penelitian yang akan

dilakukan. Jika responden penelitian bersedia untuk diteliti maka

dilanjutkan dengan menandatangani lembar persetujuan, namun jika

responden penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Anonymity berarti penyembunyian atau menutupi. Untuk menjaga

kerahasiaan subjek penelitian, peneliti tidak mencantumkan nama

tetapi mencantumkan inisial pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality

Semua informasi yang diperoleh dari subjek penelitin dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.

4. Justice
58

Selama kegiatan penelitian dilakukan, peneliti berlaku adil pada

responden tanpa membeda-bedakan dan memandang suku, agama,

etnis diantara responden.

G. Metode Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan diawali dengan mengurus surat izin pengambilan data

awal dan izin penelitian ke Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

untuk dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Kota Padang dan Kesbangpol

Provinsi SUMBAR. Surat izin balasan dibawa ke Pukesmas

Pemancungan dan diberikan kepada perawat bagian kesehatan jiwa

masyarakat untuk melakukan survei awal dan selanjutnya peneliti dan

perawat meminta izin kepada kepala kelurahan pasar gadang untuk

langsung turun kemasyarakat melakukan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Tahap pengumpulan data responden

Pada peaksanaan pengumpulan data. Peneliti memilih calon

responden yang memenuhi kriteria inklusi. Setelah itu peneliti

memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan dan proses

dari pelaksanaan penelitian, serta memberikan kesempatan bertanya.

Responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka responden

menandatangani informend concent. Selanjutnya peneliti

memberikan kesempatan pada responden untuk mengisi kuesioner

yang telah disediakan.


59

b. Tahap terminasi

Pada tahap terminasi,peneliti menyampaikan kepada responden

tentang data yang didapat selama pengumpulan data dengan

kusioner. Setelah penelitian selesai peneliti menjelaskan bahwa

proses penelitian telah berakhir dan memberikan reinforcment positif

terhadap kerjasama dan partisipasi yang telah diberikan selama

proses pengumpulan data kuesioner.

3. Teknik pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dan menggunakan

computer dengan tahapan sebagai berikut :

a. Menyunting data (editing)

Setelah kuesioner yang telah diisi responden dikembalikan,

kemudian kuesioner diperiksa kembali oleh peneliti, apabila terdapat

kekuarangan atau kesalahan dalam pengisian dapat segera diperbaiki.

b. Mengkode data (coding)

Peneliti melakukan pengkodean terhadap hasil atau jawaban yang

diberikan oleh responden dalam pengisian kuesioner terhadap semua

pertanyaan yang ada agar lebih memudahkan dalam proses

pengolahan data selanjutnya.

c. Memasukkan data (entry data)

Masukkan data yang telah diberikam kode kedalam master tabel dan

diolah secara komputerisasi

d. Membersihkan data (cleaning data)


60

Setelah dimasukkan kedalam master tabel, data diperiksa sehingga

benar-benar telah bersih dari kesalahan.

H. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisa univariat merupakan analisa yang bertujuan untuk menjelaskan

atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoadmodjo, 2012). Analisis univariat dilakukan terhadap setiap

variabel dari hasil penelitian. Data ditampilkan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi. Data yang dianalisis pada penelitian ini yaitu

distribusi frekuensi pengetahua, tingkat pendidikan, sikap, budaya dan

stigma masyarakat terhadap orang gangguan jiwa.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yaitu variabel independen dan variabel dependen yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Variabel independen terdiri dari tingkat

pendidikan, pengetahuan, sikap, budaya diuji satu persatu dengan

variabel dependen stigma masyarakat terhadap orang gangguan jiwa.

Data diolah secara komputerisasi dengan program SPSS untuk melihat

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan

menggunakan analisis uji chi square dengan confident interval (CI) 95%

dan α = 0,05. Kesimpulan dari hasil uji apabila nilai p ≤ 0,05 maka Ho

ditolak, berarti terdapat hubungan bermaknaantara variabel independen

dengan variabel dependen (Hastono, 2010).


61

Tabel 4.3 Analisis Bivariat

Variabel Independen Variabel Dependen Uji Statistik


Pendidikan Stigma Chi Square
(Skala Ordinal) (Skala Ordinal)
Pengetahuan Stigma Chi Square
(Skala Ordinal) (Skala Ordinal)
Sikap Stigma Chi Square
(Skala Ordinal) (Skala Ordinal)
Budaya Stigma Chi Square
(Skala Ordinal) (Skala Ordinal)
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Pengumpulan data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa telah dilakukan

tanggal 24 Desember 2018 – 05 Januari 2019 di Kelurahan Pasa Gadang

Wilayah kerja Puskesmas Pemancungan Kota Padang. Responden dalam

penelitian ini adalah Masyarakat Rw 02 dan Rw 06 yang berumur 20 - 60

tahun yang dengan jumlah total 98 orang. Dimana diantaranya jenis

kelamin perempuan 58 orang, sedangkan laki-laki berjumlah 40 orang.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan angket mengisi

kuesioner kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi sampel. Dan

dibantu oleh enumerator sebanyak 2 orang mahasiswa fakultas

keperawatan unand, 1 orang petugas puskesmas, dan 1 orang kader

kesehatan. Hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai

berikut :

62
63

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan, di Kelurahan Pasa Gadang
Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan
Padang Selatan Tahun 2018

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

1. Jenis Kelamin
Laki-laki 40 40,0
Perempuan 58 59,2
Total 98 100

2. Pekerjaan
RT/Tidak bekerja 51 52,0
Pedagang/Wiraswasta 34 34,7
Tani/Buruh 13 13,3

Total 98 100

2. Pendidikan
SD 24 27,6
SLTP 28 30,6
SLTA 41 41,8
Perguruan Tinggi 5 5,1
Total 98 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 98 responden, lebih

dari separoh (59,2%) responden berjenis kelamin perempuan, lebih dari

separoh (52,0%) responden bekerja sebagai rumah tangga/tidak bekerja, lebih

dari separoh (41,8%) tingkat pendidikan SLTA.


64

B. Analisa Univariat

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan,
Pengetahuan,Sikap, Budaya dan Stigma Masyarakat di Kelurahan
Pasa Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan
Padang Selatan Tahun 2018.

Variabel f %

Pendidikan
1. Rendah 52 53,1
2. Tinggi 46 46,9

Pengetahuan
1. Baik 58 59,2
2. Kurang Baik 40 40,8

Sikap
1. Positif 43 43,9
2. Negatif 55 56,1

Budaya
1. Mendukung dengan Kesehatan 40 40,8
2. Tidak mendukung dengan kesehatan 58 59,2

Stigma Masyarakat
1. Tinggi 50 51,0
2. Rendah 48 49,0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 98 responden,

lebih dari separuh (53,1%) responden berpendidikan rendah dan lebih dari

separuh (59,2%) masyarakat memiliki pengetahuan baik tentang gangguan

jiwa. Lebih dari separuh (56,1%) responden masyarakat bersikap negatif

dan lebih dari separuh (59,2%) budaya masyarakat tidak mendukung

kesehatan jiwa. Separuh dari (51,0%) masyarakat berstigma tinggi

sedangkan (49,0%) berstigma rendah terhadap orang dengan gangguan

jiwa.
65

C. Analisa Bivariat

1. Pendidikan

Tabel 5.3
Hubungan Pendidikan Dengan Stigma Masyarakat
Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
Tahun 2018

Stigma
Pendidikan Rendah Tinggi Total P value OR (CI 95%)
f % f % f %

1. Tinggi 33 63,5 19 36,5 52 100 0,016 0,580


2. Rendah 17 37,0 29 63,0 46 100 (0,380 - 0,883)

Total 54 55,1 44 44,9 98 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa persentase masyarakat

yang mempunyai stigma tinggi terhadap ODGJ lebih tinggi pada tingkat

pendidikan yang rendah (63,5%) sedangkan tingkat pendidikan tinggi

mengalami stigma rendah (63,0%). Secara statistik analisis antara tingkat

pendidikan dengan stigma masyarakat dengan uji statistic didapatkan p=

0,016 terdapat hubungan yang signifikan p<0,05, dimana OR 0,580 berarti

masyarakat yang berpendidikan rendah 0,580 kali memiliki stigma tinggi

terhadap ODGJ.
66

2. Pengetahuan

Tabel 5.4
Hubungan Pengetahuan Dengan Stigma Masyarakat
Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
Tahun 2018

Stigma
Pengetahuan Rendah Tinggi Total P value OR (CI 95%)
f % f % f %

1. Kurang baik 24 41,4 34 58,0 58 100 0,036 1,675


2. Baik 26 65,0 14 35,4 40 100 (1,042 - 2,692)

Total 50 49,0 48 49,0 98 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa persentase masyarakat

yang mempunyai stigma tinggi terhadap ODGJ lebih tinggi pada tingkat

pengetahuan kurang baik (58,0%) sedangkan tingkat pengetahuan baik

mengalami stigma rendah (65%). Secara statistik perbedaan tersebut

terdapat hubungan signifikan p<0,05 dengan uji statistic didapatkan p=

0,036, dimana OR 1,675 berarti masyarakat yang berpengetahuan kurang

baik 1,675 kali memiliki stigma tinggi terhadap ODGJ.


67

3. Sikap

Tabel 5.5
Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat
Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
Tahun 2018

Stigma
Sikap Rendah Tinggi Total P value OR (CI 95%)
f % f % f %

1. Negatif 13 30,2 30 58,0 43 100 0,001 2,132


2. Positif 37 67,3 18 32,7 55 100 (1,391 - 3,267)

Total 50 49,0 48 49,0 98 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa persentase masyarakat

yang mempunyai stigma tinggi terhadap ODGJ lebih tinggi yang memiliki

sikap negatif dari pada sikap positif yaitu (58%) berbanding (32,7%).

Secara statistik perbedaan tersebut terdapat hubungan signifikan (p<0,05)

dengan uji statistic didapatkan p= 0,001, dimana OR 2,132 berarti

masyarakat bersikap negatif 2,132 kali memiliki stigma tinggi sedangkan

terhadap ODGJ.
68

4. Budaya

Tabel 5.6
Hubungan Pengetahuan Dengan Stigma Masyarakat
Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
Tahun 2018

Stigma
Pengetahuan Rendah Tinggi Total P value OR (CI 95%)
f % f % f %

1. Mendukung 21 36,2 37 63,8 58 100 0,001 2,320


2. Tidak 29 72,5 11 27,5 40 100 1,353 - 3,978
Mendukung

Total 50 49,0 48 49,0 98 100

Berdasarkan tabel diatas hasil analisis antara hubungan budaya dengan

stigma masyarakat terhadap ODGJ menunjukan persentase masyarakat

yang mempunyai stigma tinggi terhadap ODGJ lebih tinggi pada

masyarakat memiliki budaya yang tidak mendukung kesehatan yaitu

(72,5%) berbanding (36,2%). Secara statistik perbedaan tersebut terdapat

hubungan signifikan (p<0,05) dengan uji statistic didapatkan p= 0,001,

dimana OR 2,230 berarti masyarakat bersikap negatif 2,230 kali memiliki

stigma tinggi sedangkan terhadap ODGJ


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Pendidikan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hampir separoh 53,1%

masyarakat kelurahan pasa gadang berpendidikan rendah. Pendidikan

secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi

orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

Pendidikan adalah suatu proses penerapan konsep-konsep sesuai

dengan bidang, konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang

berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan

atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, lebih matang pada

diri individu atau kelompok (Notoatmodjo, 2012). Semakin tinggi tingkat

pendidikan keluarga maka semakin tinggi pula kesadaran terhadap

kesehatan. Latar belakang pendidikan mempengaruhi seseorang dalam

berfikir dan bertindak. Melalui pendidikan keluarga dapat meningkatkan

kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang lebih

baik dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan (Siagian 2004).

Tingkat pendidikan yang rendah dari keluarga penderita gangguan

jiwa akan mempengaruhi bagaimana cara berfikir dan mengolah informasi

yang didapatkan termasuk bagaimana cara merawat penderita gangguan

jiwa (Yusnipah, 2012). Notoatmodjo (2012) tingkat pendidikan turut pula

menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami

pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi

69
70

pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuanya. Diperkuat dengan

pendapat Lueckenotte (2000) dalam Nasriati (2017), bahwa tingkat

pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyerap

informasi, menyelesaikan masalah, dan berperilaku baik. Pendidikan

rendah berisiko ketidakmampuan dalam merawat kesehatannya.

Menurut analisa peneliti pendidikan masyarakat rendah disebabkan

kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang cara penanganan yang

tepat sehingga masih rendahnya kemampuan masyarakat menganalisa

suatu masalah yang berkaitan dengan masalah gangguan jiwa. Masyarakat

juga tidak dapat berperan secara aktif sebagai pendukung utama bagi

penderita dan juga akan meningkatkan kemampuan penyesuaian dirinya

serta tidak rentan lagi terhadap pengaruh stresor psikososial. Status tingkat

pendidikan yang rendah membuat masyarakat kurang memiliki informasi

yang cukup terkait dengan pengetahuan penyakit dan penanganan tepat

dalam proses penyembuhan ODGJ.

Upaya untuk meningkatkan pengetahuan pada keluarga yang memiliki

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa perlu melalui

penyuluhan dan Pendidikan Kesehatan, baik yang dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung. Tingkat pendidikan seseorang dapat

mempengaruhi kemampuan untuk menyerap informasi, menyelesaikan

masalah, dan berperilaku baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Zahara, dkk (2015) tentang Pendidikan Kesehatan

Terhadap Peningkatan Pengetahuan Keluarga Penderita Skizofrenia


71

dengan Perilaku Kekerasan di UPIP RSUD dr. Fauziah Kabupaten

Bireuen.

Hasil penelitian menyimpulkan peran dan fungsi keluarga salah

satunya adalah keluarga dapat memberikan perawatan kesehatan melalui

pendidikan, keluarga yang mempunyai pendidikan tinggi dapat

memberikan dukungan berupa informasi cara merawat anggota keluarga

dengan riwayat perilaku kekerasan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan

oleh Notoatmodjo, (2012) peran anggota keluarga dalam mencegah

kekambuhan pasien gangguan jiwa perlu dilakukan pembinaan peran serta

masyarakat yaitu dengan pendidikan kesehatan. Adapun tujuan dari

pendidikan kesehatan ini adalah untuk mengubah perilaku yang merugikan

atau yang tidak sesuai dengan norma ke arah tingkah laku yang

menguntungkan kesehatan atau norma yang sesuai dengan kesehatan.

2. Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separoh 59,2%

masyarakat kelurahan pasa gadang berpengetahuan baik tentang gangguan

jiwa. Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu

pendidikan yang diterima dengan baik dari lingkungan, keluarga maupun

dari orang lain. Semakin bertambah pengetahuan seseorang juga

mempengaruhi pola pikir yang semakin berkembang (Sri & Meilina,

2016). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wawan dan Dewi

(2011), bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang adalah pendidikan, pekerjaan, umur, lingkungan dan sosial

budaya.
72

Dalam penelitian ini sebagian besar masyarakat memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan jiwa, hal ini dimungkinkan

karena tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar setingkat minimal

SMA. Menurut Wawan dan Dewi (2011) tingkat pendidikan seseorang

akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang

dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang

lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh

mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan

tersebut.

Menurut analisa peneliti masyarakat yang berpendidikan dan

berpengetahuan baik memiliki kemampuan menelaah atau menganalisis

suatu pertanyaan dan mencari solusi jawabannya. Dalam penelitian ini

pertanyaan tentang pengetahuan menggunakan model pilihan, sehingga

responden dapat berfikir sesuai dengan persepsinya terhadap pilihan

jawaban dan menentukan jawaban yang menurut mereka masuk akal,

sehingga mampu memilih jawaban yang terbaik.

Pengetahuan tentang penyakit gangguan jiwa adalah pemahaman

masyarakat tentang pencegahan kekambuhan gangguan jiwa diperoleh dari

sumber informasi ataupun dari pengalaman yang mereka dapatkan di

lingkungan mereka. Ketika masyarakat mendapati orang disekitar mereka

mengalami gangguan jiwa, maka akan terdapat pembicaraan-pembicaraan

dimasyarakat tentang orang tersebut, baik mengapa ia mengalami

gangguan jiwa, bagimana terjadinya, penyebabnya apa dan lain

sebagainya. Ketika responden memperoleh informasi tersebut, maka


73

responden akan menganalisisnya dan menjadikannya menjadi pengetahuan

tentang ganguan jiwa.

Hubungan informasi dan pengalaman terhadap pengetahuan

sebagaimana dikemukakan oleh Suliha (2002) yang mengemukakan

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah

pengalaman. Pengalaman yang dialami oleh responden tentang orang

gangguan jiwa di sekitar responden menjadi sumber informasi terhadap

pengetahuan responden tentang pencegahan kekambuhan gangguan jiwa.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Khoirul (2017)

dengan judul pengalaman keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa

halusinasi menyatakan, pengalaman bertahun tahun akan membentuk

persepsi keluarga dan masyarakat terhadap orang yang mengalami

gangguan jiwa dalam melakukan penanganan pada penderita gangguan

jiwa dimana persepsi dirasakan sebagai beban oleh keluarga dan

masyarakat. Didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Emerson, (2009)

dalam Putri, (2016) Pengalaman dibagi menjadi dua bagian

yaitu immediacy of experience dan subjective experience. Immediacy of

experience sendiri merupakan pengalaman yang baru saja dijalani, atau

dialami individu terhadap suatu peristiwa ataupun kejadian.

Sementara subjective experience adalah persepsi yang terbentuk karena

adanya interaksiyang lama dengan suatu kejadian atau peristiwa.

Keluarga yang memiliki pengalaman lebih lama dalam merawat

pasien dengan perilaku kekerasan cenderung memiliki pengetahuan yang

lebih terhadap sikap anggota keluarganya tersebut karena seringnya


74

mereka terpapar satu sama lain. Keluarga akan lebih mampu untuk

mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya, mampu

berfikir kritis dalam mengambil keputusan untuk melakukan tindakan

yang tepat pada anggota keluarga, berinisatif dalam memberikan

pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit, cenderung mampu

mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga serta mempertahankan

hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan

yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitasfasilitas kesehatan

yang ada (Friedman, 2003). Dalam hal ini pengalaman keluarga merawat

anggota keluarga yang sakit merupakan pengalaman yang terbentuk

karena adanya interaksi yang lama terhadap suatu kejadian.

3. Sikap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separoh 56,1%

Masyarakat kelurahan pasa gadang mempunyai sikap yang negatif

terhadap pasien gangguan jiwa. Hasil ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Husna, dkk (2018) dimana hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap negatif memberikan

pertolongan kesehatan jiwa yaitu sebanyak 57 responden (55,9%). Sikap

menurut Sulistyorini (2013) mengatakan bahwa sikap responden terhadap

penderita gangguan jiwa didorong oleh banyak faktor, salah satunya

adalah budaya, karena kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Hal ini

sejalan dengan penelitian Ramadhan (2011) yang mengatakan penilaian


75

akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk mempunyai

penilaian dan penghayatan seseorang harus memiliki pengalaman dan

pengetahuan yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah

penghayatan akan membentuk sikap positif atau negatif tergantung dari

berbagai faktor. Tidak adanya pengalaman dan pengetahuan terhadap

objek psikologis cenderung akan membentuk sikap yang negatif terhadap

objek tersebut.

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap stimulus atau obyek. Sikap menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut

Notoatmodjo (2010), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Perbedaan sikap seseorang

memberikan indikasi bahwa sikap positif akan memberikan kontribusi

terhadap perilaku positif pada obyek yang dikenai perilaku tersebut. Dalam

hal ini apabila seorang keluarga memiliki sikap menerima (bersedia

memperhatikan stimulus) kemudian merespon terhadap apa yang diketahui

tentang pentingnya memberikan dukungan, sehingga bila sikap positif

secara terus menerus maka keluarga dan masyarakat dengan motivasi

dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa rendah bisa

menjadi sedang bahkan bisa menjadi tinggi.

Sikap yang baik dari keluarga dan masyarakat merupakan strategi

koping penting untuk dimiliki individu saat mengalami stress. Sikap yang
76

baik dari keluarga juga dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk

mengurangi stress dan konsekuensi negatifnya. Hal ini menunjukkan

bahwa sikap baik yang bersumber dari keluarga sangat berguna untuk

mencegah dan mengurangi stress serta meningkatkan kesehatan emosi

pada penderita gangguan jiwa.

Menurut analisa peneliti sikap negatif yang ditunjukkan masyarakat

terhadap ODGJ dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya kurangnya

informasi mengenai penyakit ini, masih banyak masyarakat yang tidak

mengetahui tentang penyakit jiwa dan persepsi negatif yang tertanam pada

masyarakat dalam bentuk tindakan diskriminasi, pengabaiyan orang

mengalami gangguan jiwa, takut terhadap perilaku klien, dan beranggapan

bahwa ODGJ berbahaya. Sehingga masih rendahnya kepedulian

masyarakat dalam menangani masalah yang berkaitan dengan masalah

gangguan jiwa. Keluarga malu terhadap tetangga sekitar tentang kondisi

keluarganya yang mengalami gangguan jiwa sehingga mempengaruhi

keluarga dalam merawat dan meminta bantuan masyarakat dalam

penanganan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Sri yani (2008) di

rumah sakit jiwa Bina Atma Sumatra Utara Medan, dimana di dapatkan

lebih dari separoh (56,4%) responden yang pengetahuan rendah

menunjukkan sikap yang negatif (66,7%) dalam perawatan pasien dengan

perilaku kekerasan selama dirumah. Pernyataan tersebut diperkuat oleh

pendapat Mohr (2006) bahwa beban yang dirasakan keluarga sebagai

respon terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa adalah


77

masalah rasa malu, rasa takut, merasa bersalah, rasa marah dan perasaan

negatif lainnya yang dialami.

4. Budaya

Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir separoh 59,2% Masyarakat

kelurahan pasa gadang dengan budaya yang tidak mendukung kesehatan

terhadap pasien gangguan jiwa. Hasil penelitian ini hampir sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Adam, dkk (2018) dimana dari 40 sampel

masyarakat diperoleh sebanyak 22 orang (55,0%) dengan sosial-budaya

yang tidak mendukung kesehatan. Adat istiadat dan kebiasaan berpengaruh

dan berperan dalam perwujudan sikap, karakter, respon dan cara pandang

yang merupakan ciri khas identitas individu. Budaya merupakan hal yang

berperan dalam mengartikan defenisi kesehatan jiwa (Nasilah & Kargenti,

2015). Hal ini mengidentifikasi bahwa tanpa disadari lingkungan,

kebiasaan, kepercayaa kebudayaan keluarga, dan stigma kurang baik dari

keluarga dan masyarakat dapat mempengaruhi kesehatan jiwa ODGJ

(Adam, dkk, 2018) Penelitian yang dilakukan Mu (2013) menyatakan

budaya dan kepercayaan masyarakat Etiopia yang meyakini gangguan jiwa

disebabkan oleh roh-roh halus. Kemudian penelitian di Indonesia yang

dilakukan oleh Kamil et, al (2017) di Yogyakarta menyatakan bahwa

pemahaman masyarakat mengenai etiologi gangguan jiwa sering dikaitkan

dengan nilai tradisi dan budaya.

Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia dalam kehidupan masyarakat yang dapat dijadikan milik diri

manusia dengan belajar. Ini artinya bahwa hampir seluruh tindakan


78

manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam

kehidupan 22 masyarakat yang tidak dibiasakan dengan belajar

(Koentjaraningrat, 2009).

Menurut analisa peneliti budaya masyarakat kelurahan pasa gadang

yang tidak mendukung kesehatan terhadap ODGJ dikarenakan kurangnya

pemahaman tentang penyakit jiwa dan tidak adanya kepedulian

masyarakat untuk mencegah masalah kesehatan jiwa. Selain itu, pengaruh

keyakinan negatif yang dipercaya masyarakat sudah sejak lama susah

dirubah terhadap suatu masalah terutama masalah gangguan jiwa.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Ramdhani & Patria, 2018 mengatakan

penerimaan masyarakat yang kurang baik terhadap penderita gangguan

jiwa sangat dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yaitu kurangnya

pemahaman dan pengetahuan tentang gangguan jiwa serta kepercayaan,

sikap masyarakat, budaya, dan adat istiadat. Pernyataan ini juga sejalan

dengan teori yang di kemukakan oleh Dananjaya (1986) dimana keyakinan

budaya di Indonesia tentang gangguan jiwa disebabkan oleh roh bukan

hanya sekedar keyakinan tetapi sudah menjadi perilaku dan pengalaman

hidup. Maksudnya bagaimanapun tingginya pendidikkan seseorang tidak

ada yang dapat melepaskan keyakinan rakyat ini (Zubirsalim, 2014).

5. Stigma Masyarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 40 orang reponden

51% masyarakat memiliki stigma tinggi sedangkan stigma rendah

sebanyak 48 orang 49%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Boru &

Berihun (2014) di Ethiopia didapatkan prevalesi stigma yang ditemukan


79

83,5% menjadi stigma tinggi. Begitu juga hasil penelitian oleh Retno, dkk

(2016) menyatakan bahwa stigma terhadap penderita gangguan jiwa di

Indonesia masih kuat. Dimana hasil anlisis kuesioner didapatkan bahwa

96,3% responden memiliki stigma terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

Stigmatisasi dan diskriminasi yang masih sering dialami oleh anggota

masyarakat yang dinilai berbeda dengan masyarakat pada umumnya,

termasuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), antara lain dikeluarkan

dari sekolah, diberhentikan dari pekerjaan, diceraikan oleh pasangan,

hingga ditelantarkan oleh keluarga, bahkan dipasung, serta dirampas harta

bendanya. Dengan adanya stigma ini, orang yang mengalami gangguan

jiwa terkucilkan dan dapat memperparah gangguan jiwa yang di deritanya

(Kemenkes RI, 2014). Stigma tcrhadap penderita gangguan jiwa tidak

hanya menimbulkan konsekuensi pada penderita gangguan jiwa saja

namun juga pada keluarganya (Lcstarı & Wardhani, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Findings (2016) menyatakan bahwa

stigma yang dirasakan keluarga dan ODGJ terdiri dari perasaan keluarga

dan sikap masyarakat. Keluarga merasakan respon masyarakat antara lain

menghina, tıdak menghargai, menghindar, menyalahkan, dan tidak suka.

Akibatnya respon keluarga menjadi malu dan menarik diri serta membatasi

interaksi dengan masyarakat sekıtarnya dan ODGJ. Hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Mestdagh & Hansen (2013) yang

menyatakan bahwa stigma tidak hanya berdampak pada penderita

gangguan jiwa namun juga pada masyarakat yang ada sekitar pun ıkut

terkena. masyarakat merasa cemas dan ketakutan apabila ada penderita


80

gangguan jiwa dilingkungan karena mereka berpikir penderita gangguan

jiwa sebagai ancaman bagi mereka karena cenderung suka mengamuk dan

membahayakan orang lain dan lingkungannya.

Menurut analisa peneliti masyarakat dikelurahan pasa gadang

memiliki stigma terhadap ODGJ. Stigma terhadap gangguan jiwa

membuat penderita dan keluarganya memilih untuk menyembunyikan

kondisinya dari pada mencari pertolongan. Keluarga sering merasakan

malu memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa, merasa gangguan

jiwa aib bagi keluarga, merasa gangguan jiwa tidak bisa disembuhkan

ditambah keluhan dari masyarakat yang merasa bahwa penderita gangguan

jiwa berbahaya jika kambuh sehingga membuat masyarakat merasa

kawatir. Keluarga memutuskan untuk menyembunyikan penderita

gangguan jiwa dan melakukan pemasungan supaya tidak membahayakan

masyarakat sekitarnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Adam dkk,

(2018) mengatakan gangguan jiwa sering kali mendapat stigma buruk dari

lingkungan sekitarnya. Rasa malu yang ditanggung oleh anggota keluarga

yang diperparah oleh lingkungan yang menjauhi keluarga OGDJ,

menyebabkan penderita tidak diperhatikan dengan baik. Rasa malu

tersebut membuat ODGJ menutup diri dari lingkungan.

Atribut lainnya yang melekat pada penderita gangguan jiwa termasuk

adanya keyakinan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh hal-hal supra

natural dan gejala negatif dari gangguan jiwa berpengaruh terhadap stigma

tinggi yang dialami keluarga yang merawat penderita gangguan jiwa.

Stigma tinggi pada keluarga menimbulkan beban psikologis yang cukup


81

besar . Keluarga yang merasakan stigma tinggi akan menghindari dan

menyembunyikan hubungan keluarga dengan anggota keluarga yang

menderita penderita gangguan jiwa (Magana et al, 2007). Kondisi tersebut

berdampak pada buruknya dukungan emosional yang diberikan oleh

keluarga. Dukungan emosional mencakup ungkapan simpati, perhatian dan

kepedulian kepada individu (Friedman, 2010). Berbagai bentuk dukungan

emosional tersebut tidak akan diberikan oleh keluarga karena keluarga

hubungan keluarga dengan penderitagangguan jiwa. Dampak merugikan

dari stigmatisasi termasuk kehilangan self esteem, perpecahan dalam

hubungan kekeluargaan, isolasi sosial,rasa malu; yang akhirnya

menyebabkan perilaku pencarian bantuan menjadi tertunda (Lefley, 1996).

Hasil penelitian Yiyin et al.,(2014) menyebutkan bahwa keluarga yang

mengalami stigma tinggi tidak mendapat dukungan dari teman dan orang

terdekat. Pengalaman diskriminasi yang dialami oleh keluarga akan

semakin memperparah stigma yang dialami oleh keluarga, sebaliknya

adanya dukungan sosial akan menurunkan stigma yang dialami oleh

keluarga sehingga memberikan dampak pada dukungan keluaarga kepada

anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan tingkat pendidikan dengan stigma masyarakat terhadap

orang dengan gangguan jiwa

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diperoleh bahwa lebih banyak stigma

tinggi pada masyarakat tingkat pendidikan rendah yaitu (63,5%)

dibandingkan dengan tingkat pendidikan tinggi (37%). Berdasarkan hasil


82

uji statistik diperoleh p-value 0,016 (p-value < 0,05) berarti terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan stigma

masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa

Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan Padang Selatan Tahun

2018. Sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Notoadmodjo (2007) Apabila

pendidikan masyarakat tinggi, maka masyarakat dapat menerima informasi

dari luar dan memberikan tindakan yang tepat tanpa harus memberikan

stigma. Teori ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Purnama, G.

Yani, D., dan Sutini, T. (2016), bahwa stigma masyarakat terhadap klien

gangguan jiwa cenderung tinggi ini bisa dihubungkan dengan kebanyakan

responden berpendidikan terakhir rendah sehingga pengetahuan akan

gangguan jiwa rendah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari

(2014) yang mana ada hubugan yang bermakna antara pendidikan dengan

tindakan pemasungan. Juga didukung penelitian oleh Bekti (2014) yang

menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan terhadap

aspek sosial tindakan pasung. Dimana pemasungan merupakan salah satu

tindakan diskriminasi akibat dari stigma yang didapat dari masyarakat. Hal

ini bertentangan dengan hasil penelitian Yessi (2015) yang menyatakan

bahwa tidak ada pengaruh pendidikan dengan kemampuan keluarga

merawat klien gangguan jiwa.

Menurut analisa peneliti, hal ini dapat dipahami karena fokus dari

penelitian adalah hubungan pendidikan dengan stigma masyarakat

terhadap penderita gangguan jiwa. Dapat dilihat bahwa (63,5%)


83

masyarakat yang berpendidikan rendah mempunyai stigma tinggi terhadap

ODGJ. Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya kemauan masyarakat

untuk mengenal dan mencari informasi tentang penyakit jiwa sehingga

tingkat pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap cara berfikir dan

mengolah informasi mengenai gangguan jiwa. Sesuai dengan penelitian

dari Teresha (2015) juga mendukung bahwa stigma dapat dikurangi

dengan tiga cara yaitu protes, pendidikan dan kontak. Pendidikan

memberikan informasi yang akurat dan menghilangkan mitos dan stereotip

negatif tentang gangguan jiwa sehingga menghindari pembentukan

prasangka (Collins et al., dalam Teresha, 2015)

Menurut Notoatmodjo (2012), pendidikan adalah suatu proses

perubahan tingkah laku dan juga faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

dan mendewasakan seseorang, sehingga dapat memilih dan membuat

keputusan dengan lebih tepat. Dengan pendidikan maka seseorang makin

mudah menerima informasi dan ide-ide baru, termasuk menerima keadaan

dan kondisi yang terjadi pada keluarga saat ini.

Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa masyarakat yang

berpendidikan tinggi ınemberi stigma tinggi (37%) dan stigma rendah

(63%) terhadap ODGJ, hal ini dapat terjadi karena dalam mengikuti

pendidikan formal masyarakat tidak terpapar dengan informasi mengenai

gangguan jiwa sehingga memiliki pemahaman yang kurang tepat tentang

gangguan jiwa sehingga berdampak pada stigma yang diterima Oleh

penderita dan keluarga. Dengan demikian diharapkan kepada keluarga dan

masyarakat untuk berperan aktif mencari informasi mengenai penyakit


84

jiwa. Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Lefley (2009), dimana

pendidikan kesehatan tentang perawatan gangguan jiwa bertujuan untuk

memberikan informasi kepada responden tentang cara perawatan

gangguan jiwa. Hal ini sesuai dengan pendapat Goldman (Bordbar &

Faridhosseini, 2010) yang mendefinisikan pendidikan kesehatan sebagai

suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang dengan

gangguan psikiatri yang bertujuan untuk proses treatment dan rehabilitasi.

2. Hubungan tingkat pengetahuan dengan stigma masyarakat terhadap

orang dengan gangguan jiwa

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diperoleh bahwa lebih banyak stigma

tinggi pada masyarakat berpengetahuan kurang baik yaitu (65%)

dibandingkan dengan pengetahuan baik (41,4%). Berdasarkan hasil uji

statistik diperoleh p-value 0,036 (p-value < 0,05) berarti terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan stigma

masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa

Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan Padang Selatan Tahun

2018. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sri & Meilina (2016)

menyatakan bahwa 94 orang (87%) mahasiswa yang pengetahuan tinggi

tentang gangguan jiwa mempunyai sikap yang lebih positif terhadap klien

gangguan jiwa. Hasil penelitian Mu (2013) diSouthwest Etiopia juga

menyatakan semakin rendah tingkat pengetahuan masyarakat tentang

gangguan jiwa maka semakin berat stigma terhadap ODGJ.

Hal tersebut dapat disebabkan karena pada dasarnya pengetahuan

memang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya


85

sikap, tetapi pengetahuan bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan

sesorang mempunyai sikap yang negatif ataupun positif terkait objek. Hal

tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati

(2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara budaya, media

masa, pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting dan lembaga

pendidikan dengan p value α (0.184 > 0.05). Sehingga kesimpangan hasil

penelitian antara pengetahuan yang cukup dan sikap yang negatif, tidak

terlalu menjadi patokan dalam menilai seorang responden. Sikap juga

dipengaruhi oleh orang lain yang dianggap penting. Orang yang dianggap

penting biasanya adalah tokoh masyarakat, orang tua ataupun tetangga.

Selain itu, pemberian pertolongan kepada penderita gangguan jiwa masih

menghadapi hambatan salah satunya pemahaman masyarakat mengenai

gangguan jiwa dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap kelompok yang

berbeda antar budaya. Adanya faktor budaya yang masih dianut oleh

masyarakat tentang masalah kesehatan jiwa menyebabkan penanganan

yang diberikan terhadap permasalahan kesehatan jiwa tidak sesuai dengan

perkembangan ilmu saat ini, dan pada akhirnya akan menyebabkan sikap

negatif (Angermeyer & Dietrich, 2006 dalam Nurdiyanto, 2016).

Menurut analisa peneliti, pendidikan yang tinggi dan usia dewasa

bukanlah satu-satunya faktor yang membuat seseorang memiliki

pengetahuan yang baik, namun ada faktor lain seperti pengalaman dan

lingkungan sehingga memberikan pengaruh terhadap sikap seseorang.

Selain itu, informasi yang diperoleh mengenai pertolongan kesehatan jiwa

juga masih rendah untuk diperoleh oleh masyarakat, hal ini dikarenakan
86

masih kurangnya fasilitas pelayanan promosi kesehatan yang menjangkau

wilayah tersebut sehingga masyarakat kurangnya keingintahuan dan

kurang memahami masalah kesehatan jiwa secara mendalam dan masih

terpaku pada stigma yang berkembang di masyarakat selama ini tentang

gangguan jiwa.

Pernyataan diatas diperkuat WHO, 2010 dalam Nurdiyanto, 2016

yang menyatakan keterlibatan masyarakat tersebut berupa pemberian

pertolongan kesehatan jiwa oleh masyarakat awam, melalui upaya

pemberian pelatihan kesehatan jiwa kepada kelompok masyarakat tertentu

untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menangani

ganguan jiwa. Upaya yang optimal tentunya didasari oleh pengetahuan

yang benar terkait gangguan jiwa sehingga dapat memberikan sikap yang

tepat. Tetapi jika pengetahuan masyarakat masih rendah terkait

pertolongan kesehatan jiwa, maka dapat menimbulkan penanganan yang

salah terkait masalah yang dihadapi.

Stigma terhadap ODGJ yang berasal dari kalangan orang

berpengetahuan baik muncul disebabkan oleh karena pengaruh budaya,

norma masyarakat, pandangan agama yang melekat pada orang yang

berpengetahuan. Sedangkan masyarakat luas belum berada pada kondisi

pemahaman kemajuan yang bersifat global. Menurut Goffmen (1963) yang

dikutip oleh Pamor dan Anggleton (2003) mengatakan bahwa stigma itu

berasal dari masyarakat. masyarakat memberikan stigma kepada orang

yang melanggar norma sosial. Masyarakat memberikan identitas khusus

bagi orang yang melanggar norma sosial. Kemudian mereka membedakan


87

dalam kelompok terstigma dan kelompok normal dalam masyarakat

(Wood, at. all., 2005 & Goffmen, 1963). Menurut Mayor B dan O’Brien,

(2005) masyarakat yang memiliki keyakinan terhadap budaya, norma

masyarakat yang kuat serta beragama dengan fanatik akan memberikan

stigma terhadap orang yang melanggar norma lebih kuat juga.

Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka

dianggap sebagai musuh, penyakit, elemen masyarakat yang memalukan,

atau mereka yang tidak taat terhadap norma masyarakat dan agama yang

berlaku. Implikasi dari stigma dan diskriminasi bukan hanya pada diri

orang atau kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihak-pihak

yang terkait dengan kehidupan mereka (Kemenkes.RI, 2012).

3. Hubungan sikap dengan stigma masyarakat terhadap orang dengan

gangguan jiwa

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diperoleh bahwa sebagian besar

masyarakat bersikap negatif memberikan stigma tinggi pada ODGJ yaitu

(67,3%) dibandingkan dengan bersikap positif (30,2%). Berdasarkan hasil

uji statistik diperoleh p-value 0,001 (p-value < 0,05) berarti terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap dengan stigma masyarakat

terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang Wilayah

Kerja Puskesmas Pemancungan Padang Selatan Tahun 2018.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putriyani

& Sari (2018) yang mana (69,1%) masyarakat memiliki sikap negatif

yang tinggi terhadap orang dengan gangguan jiwa hal ini disebabkan

karena tingkat pengetahuan masyarakat, keyakinan masyarakat yang


88

menyatakan ODGJ sama dengan orang gila, berbahaya, dan cendrung

melakukan kekerasan yang didapatkan dengan persentase (75%).

Sikap merupakan reaksi / respon yg masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus/ objek. Pengetahuan dan paparan informasi yang

diperoleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari baik dari pendidikan

maupun pekerjaan dapat membentuk sikap seseorang (Notoatmodjo,

2007). Sulistiyorini (2013) mengatakan sikap masyarakat terhadap

penderita gangguan jiwa didorong oleh banyak faktor, budaya yang

didalamnya ada suatu keyakinan masyarakat karena keyakinan budaya

tersebut memiliki pengaruh sangat besar terhadap pembentukkan sikap.

Hal ini juga disampaikan oleh Notoatmodjo (2010), bahwa sikap yang

utuh sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung seperti keyakinan, emosi,

dan kehidupan sosial.

Menurut Analisa peneliti sikap negatif yang lebih tinggi dimasyarakat

terhadap orang dengan gangguan jiwa dilatarbelakangi dengan apa yang

dilihat dilingkungan budaya masyarakatnya, banyaknya masyarakat yang

berpendidikan rendah dan masyarakat yang mengenal masalah kesehatan

jiwa tetapi tidak dapat melakukan perawatan terhadap ODGJ penyebab

utamanya. Hal ini sesuai dengan Teori yang dikemukakan oleh Green,

(2000) mengatakan bahwa sikap seseorang juga sangat dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan dan sosial budaya. Pendapat green ini dapat diartikan

bahwa orang memandang sesuatu itu baik atau buruk juga dipengaruhi

oleh lingkungan sekitar. Selain itu kondisi dan situasi yang dipengaruhi

kekuatan norma sosial yang di mana seseorang tinggal.


89

Sikap merupakan salah satu faktor penting mempengaruhi stigma

yang diberikan masyarakat terhadap ODGJ. Sikap yang dapat

meningkatkan stigma terhadap ODGJ berupa persepsi, penilaian dan

pandangan buruk yang diberikan masyarakat terhadap ODGJ. Gambaran

sikap masyarakat terhadap ODGJ yang salah yaitu persepsi negatif bahwa

penyakit jiwa adalah beban bagi masyarakat, orang dengan gangguan jiwa

tidak pantas menerima simpati masyarakat, dan orang sakit jiwa harus

diisolasi dari masyarakat agar tidak membahayakan jika penyakitnya

kambuh. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiharjo (2014)

tentang hubungan persepsi dengan sikap masyarakat terhadap penderita

skizofrenia di Surakarta didapatkan hasil koefisien korelasi = 0,442,

dengan sig. = 0,000 (p ≤ 0,01). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan

positif yang sangat signifikan antara Persepsi masyarakat dengan sikap

masyarakat terhadap penderita skizofrenia. Artinya semakin positif

persepsi masyarakat maka semakin positif sikap masyarakat terhadap

penderita skizofrenia, sebaliknya semakin negatif persepsi masyarakat

maka semakin negatif pula sikap masyarakat terhadap penderita

skizofrenia.

Diperkuat dengan pendapat Thurston dan Chave (dalam Mitchell,

1990) ditulis Wawan & Dewi, 2011 mengatakan sikap adalah keseluruhan

dari kecendrungan dan perasaan, curiga atau bias, asumsi-asumsi, ide-ide,

ketakutan-ketakutan, tantangan-tantangan, dan keyakinan-keyakinan

manusia mengenai topik tertentu (Wawan & Dewi, 2011). Berdasarkan

definisi ini dapat dipahami bahwa sikap terhadap gangguan jiwa


90

merupakan keseluruhan dari kecendrungan dan perasaan, curiga atau bias,

asumsi, ide, ketakutan, tantangan dan keyakinan seseorang terhadap

gangguan jiwa. Dalam proses pembentukan sikap dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang

dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga

pendidikan dan lembaga agama dan pengaruh faktor emosional (Azwar,

2005).

Menurut Dharwiyanto (2018) Sikap yang tidak mau peduli, takut,

anggapan yang keliru, memandang rendah dan penolakan pada penderita

gangguan jiwa merupakan masalah rumit yang dilabelkan masyarakat

pada penderita gangguan jiwa. Inilah yang harus dirubah oleh masyarakat.

Perasaan masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa adalah sesuatu yang

mengancam juga harus diluruskan sehingga perilaku penolakan pada

penderita gangguan jiwa lambat laun akan menurun.

Sikap seseorang dalam memberikan dukungan merupakan langkah

awal dalam sebuah motivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien

gangguan jiwa terutama agar proses penyembuhannya berjalan dengan

cepat, apabila sikap dalam dalam memberikan dukungan tidak baik, bisa

dipastikan motivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien

gangguan jiwa rendah, sikap dalam memberikan dukungan tersebut

seperti dukungan informasi, dukungan harga diri, dan dukungan praktis

harus di miliki keluaarga agar motivasi dalam memberikan dukungan

terhadap klien gangguan jiwa tinggi (Utami dan Marlyn, 2004).


91

4. Hubungan Budaya dengan stigma masyarakat terhadap orang

dengan gangguan jiwa

Berdasarkan hasil uji bivariat terdapat hubungan yang bermakna

antara budaya masyarakat dengan stigma terhadap ODGJ dimana

sebagian besar (72,5%) masyarakat memberikan stigma tinggi dan

(36,2%) stigma rendah terhadap ODGJ dengan tingkat kemaknaan p-

value (p=0,001). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

Oleh Zubir (2014) di Yogyakarta bahwa budaya mempengaruhi dalam

seseorang berekspresi, bersikap terhadap suatu objek. Dimana terdapat

perbedaan yang signifikan antara buadaya batak, Minangkabau dan jawa

dalam berekspresi, emosi dan bersikap terhadap suatu objek seperti

halnya respons terhadap ODGJ. Sesuai juga dengan hasil peneltian

Ukpong dan Abasiubong (2010) di Nigeria bahwa Stigma terhadap ODGJ

sulit dihilangkan disana karena masyarakat berkeyakinan gangguan jiwa

disebabkan oleh sesuatu yang mistis. Menurut dananjaya (1986) dalam

zubir (2014) keyakinan masyarakat bukan hanya sekedar keyakinan tetapi

sudah menjadi perilaku dan pengalaman hidup. Bagiamanapun tingginya

pendidikan seseorang tidak akan bisa melepaskan diri dari keyakinan-

keyakinan yang ini.

Semua budaya memiliki kepercayaan terhadap penyakit dan

kesehatan yang diperoleh dari cara pandang mereka dan disampaikan dari

generasi ke generasi. Teori mengenai kesehatan dan penyebab penyakit

didasarkan pada pandangan yang dimiiki oleh suatu kelompok.

Pandangan ini meliputi sikap, kepercayaan dan praktik – praktik suatu


92

kelompok terhadap kesehatan dan biasanya disebut dengan sistem

kepercayaan kesehatan (Andrews, 2008). Kepercayaan budaya yang salah

terhadap penyebab terjadinya gangguan jiwa tanpa disadari akan

berpengaruhi terhadap sikap dan prilaku masyarakat terhadap ODGJ salah

satunya akan menimbulkan stigma negatif. Kepercayaan - kepercayaan

yang salah dimasyarakkat berupa penyebab penyakit berhubungan dengan

kekuatan spiritual, adanya ilmu sihir, melanggar hal yang tabu,

mengganggu roh yang menyebabkan seseorang memiliki penyakit dan

kehilangan jiwa. Kondisi tersebut akan mempengaruhi keluarga atau

masyarakat yang terpapar dengan ODGJ dalam mencari pertolongan

untuk masalah kesehatan jiwa (Dharwiyanto, 2018).

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2017)

masyarakat Bali memiliki keunikan adat istiadat dan nilai-nilai yang

dianut oleh masyarakatnya. Orang Bali sangat dekat dengan nilai-nilai

budaya, termasuk dalam mencari pengobatan. Kumbara (2017)

menyabutkan bahwa orang Bali umumnya mencari pertolongan kepada

dukun atau balian untuk memperoleh penjelasan mengenai penyebab dari

penyakit dan cara mengatasinya. Karena dipersepsi bahwa penyebab dari

gangguan jiwa dikarenakan kurangnya ibadah, maka anggota keluarga

biasanya mengantarnya untuk membersihkan diri di mata air suci

(melukat). Keunikan tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap

pembentukan stigma terhadap keluarga dan ODGJ.


93

Menurut analisa peneliti, budaya masyarakat yang harus

dipertahankan dalam mendukung kesehatan jiwa berupa masyarakat yang

telah menyadari bahwa budaya sangat berpengaruh terhadap pengobatan

penyakit jiwa. Kesadaran masyarakat tentang penyakit jiwa sama seperti

penyakit lainnya dan dapat disembuhkan, adanya hambatan keakraban

sosial budaya masyarakat dengan ODGJ dapat berdampak pada

pengobatannya serta pemberian dukungan sosial merupakan salah satu

terapi agar mempercepat proses penyembuhan ODGJ. Diperkuat dengan

pendapat Subandi, Guru Besar Psikologi UGM mengatakan faktor budaya

bisa memberikan pengaruh terhadap timbulnya dan kekambuhan

gangguan jiwa dan juga berperan penting dalam proses kesembuhan dan

pemulihan penderita gangguan jiwa .

Sedangkan besarnya persentasi budaya yang tidak mendukung

kesehatan jiwa dikarenakan masyarakat masih belum memahami

penyebab masalah gangguan jiwa secara tepat serta persepsi dan

keyakinan yang salah sudah ada sejak lama sangat sulit dihilangkan.

Sebagian masyarakat masih percaya dengan adanya kemasukan roh dan

pengobatan terbaik untuk gangguan jiwa bukan hanya dengan obat saja

tetapi selain obat ODGJ bisa dilakukan dengan rukiah. Sementara itu,

keyakinan terhadap penyebab gangguan jiwa juga berpengaruh pada niat

keluarga dalam mencari pertolongan yang berbeda dari pegobatan medis.

Penyataan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ajzen

(2005) bahwa keyakinan dan sikap yang memiliki pegaruh pada

pembentukan niat untuk mencari pertolongan. Sebagaimana yang


94

diungkapkan oleh Subandi dan Utami (1996) dalam Zubir (2014) bahwa

tidak semua penderita gangguan jiwa mencari pertolongan kepada ke

tenaga profesional tetapi ada pula yang mencari pertolongan kepada

tenaga-tenaga non-profesional seperti tokoh masyarakat atau ahli agama

seperti kiai. Stigma masyarakat secara umum dapat mempengaruhi stigma

pribadi seseorang (Bathje & Pryor, 2011). Pada akhirnya kondisi tersebut

akan mempengaruhi niat untuk mencari pertolongan sesuai dengan

keyakinan dan stigma masing-masing individu terkait penyakit gangguan

jiwa.
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Lebih dari separuh 53,1% masyarakat berpendidikan rendah dikelurahan

Pasa Gadang wilayah kerja Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota

Padang tahun 2018.

2. Lebih dari separuh 59,2% masyarakat memiliki pengetahuan baik

mengenai penyakit gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota Padang tahun 2018.

3. Lebih dari separuh 56,1% masyarakat memiliki sikap negatif terhadap

orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota Padang tahun 2018.

4. Lebih dari separuh 59,2% budaya masyarakat tidak mendukung kesehatan

terhadap penyakit gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja

Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota Padang tahun 2018.

5. Lebih dari separuh 51% masyarakat memiliki stigma tinggi dan 49%

stigma rendah terhadap gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah

kerja Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota Padang tahun 2018.

6. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan

stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa

Gadang wilayah kerja Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota

Padang tahun 2018.

92
93

7. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan

stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa

Gadang wilayah kerja Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota

Padang tahun 2018.

8. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan stigma masyarakat

terhadap orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Pasa Gadang wilayah

kerja Puskesmas Pemancugan Padang Selatan Kota Padang tahun 2018.

9. Terdapat hubungan yang bermakna antara lingkungan budaya masyarakat

dengan stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa

dikelurahan Pasa Gadang wilayah kerja Puskesmas Pemancugan Padang

Selatan Kota Padang tahun 2018.

B. Saran

1. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

a. Diharapkan dapat memberikan kebijakan dalam menetapkan program-

program kesehatan jiwa dengan pendekatan CMHN baik untuk

pembinaan kesehatan keluarga maupun masyarakat secara lintas sector

dan rumah sakit hendaknya memberikan sarana informasi untuk

menambah pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang peran

sertanya dalam perawatan klien gangguan jiwa.

b. Diharapkan memberikan penyuluhan-penyuluhan dan leaflet yang

berisi informasi dan pengetahuan tentang kesehatan jiwa agar

keluaraga dan masyarakat mengetahui bagaimana perawatan pasien

gangguan jiwa dirumah, lingkungan sosial sehingga diharapkan dapat


94

menghilangkan stigma yang dapat menyebabkan proses penghambat

dalam penyembuhan klien gangguan jiwa.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan

informasi untuk penelitian lebih lanjut dan mengambarkan kekuatan arah

setiap variabel yang saling berhubungan mengenai faktor - faktor yang

berhubungan dengan stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan

jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, F., Rahman & Dahrianis. (2018). Faktor Yang Mempengaruhi Keluarga

Tidak Melakukan Deteksi Dini Gangguan Jiwa Diwilayah Kerja Puskesmas

Batua Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan : Volume 12 No 5. Retrieved

from http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/843/707.

Amir, Nurmiati. 2016. Depresi : Aspek Neurobiologi Diagnosis Dan Tatalaksana.

FKUI,: Jakarta.

Ariananda, R. E. (2015). Stigma Masyarakat Terhadap Penderita Skizofrenia.

A.Wawan & Dewi M. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusi.Cetakan II. Yogyakarta : Nuha Medika.

Azwar, S. (2005). Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar

Badan Statistik Pusat, (2018) Data Statistik Daerah Kota Padang Tahun 2018.

Bordbar, Mohammad. Faridhosseini, Farhad. 2010. Psychoeducation for Bipolar


Mood Disorder. Jurnal: Clinical, Research, Treatment Approaches to
Affective Disorders.

Bathje, Geoff J;Pryor, John B. The Relationship of Public and Selt Stigma to
seeking Mental Health Services. Journal of Mental Health Counseling, 2011;
33(2); 161-177.

Carey, S. L., Lura, D. J., & Highsmith, M. J. (2014). Public Stigma of Mental.
Journal of Research Rehabilitation and Development, 52(3), 17–19.
https://doi.org/10.1007/s10488-012-0430-z.Public

Dafli, I. H., Annis, F., & Karim, D. (2018) Hubungan Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Memberikan
Pertolongan Kesehatan Jiwa. di unduh pada tanggal 7 Januari 2019 di
http:file:///C:/Users/Acer/Downloads/19089-36929-1-SM.pdf'

Darwiyanto, B. P (2018) Stigmasasi gangguan jiwa. UNIVERSITAS UDAYANA


FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI.

Dinas Kesehatan Kota Padang. (2017). Laporan Tahunan Tahun 2017, 115.

Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika

Emma, Sari (2014). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemasungan Terhadap


Penderita Skizofrenia Di Kota Binjai Sumatera Utara. Diunduh tanggal 8
Januari 2019 di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52304/7/Cover.pdf

Farida & Yudi, (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. edisi 1. Jakarta : Salemba
Medika

Findings, E. (2016) Stigma Keluarga Pasien Gangguan Jiwa Skizofrenia.


https://www.researchgate.net/publication/311910653_Stigma_Keluarga_Pas
ien_Gangguan_Jiwa_Skizofrenia

Girma, E., Tesfaye, M., Froeschl, G., Moller- Leimkuhler, A. M., Muller, N.,
Dehning, S. (2013). Public stigma against people with mental illness in the
gilgel gibe field research center (ggfrc) in southwest ethiopia: Literatur
riview. PLoS ONE 8(12): e82116. doi:10.1371/journal.pone.0082116. Di
unduh di http://search.proquest.com/docview/14
64982544/fulltextPDF/BF300E438637 4C26PQ/9?accountid=48290.

Goffman E. 1963. Stigma: Notes on the Management of a Spoiled Identity.


Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Diakses dari
Http://Www.Slideshare.Net/Hutaur ukmusa/Stigma-Dan-Diskriminasi..

Green. L. 2000. Health Promotion Planning An Aducational And Environmental


Approach. London. Mayfield Publishing Company. Eds.2.
HUMAS UGM. Budaya dan Agama Pengaruhi Kesehatan Jiwa, di unduh pada
tanggal 16 januari 2019 di https://psikologi.ugm.ac.id/budaya-dan-agama-
pengaruhi-kesehatan-jiwa/

Kamil, H., Jannah, S. R., & Tahlil, T. (2017). Stigma Keluarga terhadap Penderita
Skizofrenia Ditinjau dari Aspek Sosial Budaya dengan Pendekatan Sunrise
Model, 121-128.

Kartika, Y. H., Hizkia, D. T,. & Vembriati, N. (2017). Stigma Terhadaop Orang
Dengan Gangguan Jiwa Di Bali. Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 8 No 2, 121-
132.

Keliat, B.A, Akemat, Helena Novy, dan Nurhaeni Heni. 2011. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta :EGC

Keliat.BA, dkk. (2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic


Course). Jakarta: EGC

Kemenkes. RI. 2012. Buku Pedoman Penghapusan Stigma & Diskriminasi Bagi
Pengelola Program, Petugas Layanan Kesehatan Dan Kader. Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung . Jakarta.

Khoirul, M,. A (2017) dengan judul pengalaman keluarga dalam merawat pasien
gangguan jiwa halusinasi. Diunduh pada tanggal 09 januari 2019 di
file:///C:/Users/Acer/Downloads/ipi751885%20.pdf

Kumbara, A.N. (2017). Fungsi dan makna ritual melukat dalam penyembuhan
gangguan jiwa di Bali. Diakses dari http://phdi.or.id/artikel/fungsidan-
makna-ritual-melukat-dalam penyembuhan-gangguan-jiwa-dibali pada 16
JANUARI 2019.

Kusumawati. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat


terhadap pasien dengan gangguan jiwa. Diperoleh pada tanggal 7 Januari
2019.https://repository.unri.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1952/1/PDF%2
0JURNAL.pdf.
Lemeshow, Stanley. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Lestari, W., & Wardhani, Y. F. (2014). Stigma and Management on People with
Severe Mental Disorders with “ Pasung ” ( Physical Restraint ). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 17 (2 April 2014), 157–166.
https://doi.org/Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat, Badan Litbang Kemenkes RI, Jl. Indrapura 17 Surabaya
Korespondensi : weny_litbangkes@yahoo. co. id / ika_pinky@yahoo. com

Marasmis, Rusdi. 2010. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III).
Jakarta : FK Unika Atmajaya.

Mestdagh, A,. and Hansen, B. (2013). Stigma in patients with schizophrenia


receiving community mental health care: a review of qualitative studies. Soc
Psychiatry Psychiatr Epidemiol (2014) 49:79–87.

Michaels, P. J., López, M., Rüsch, N., & Corrigan, P. W. (2012). Constructs and
concepts comprising the stigma of mental illness, 4, 183–194.

Mohr, W.K. (2006). Psychiatric Mental Health Nursing. Sixth edition.


Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.

Muhlisin, A. (2015). Model pelayanan kesehatan berbasis partisipasi masyarakat


untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat setempat:
Literatur riview. The 2nd University Research Coloquim 2015, 51-57.

Mu, N. (2013). Public Stigma against People with Mental Illness in the Gilgel
Gibe Field Reasearch Center (GGFRC) in Shouthwest, 8 (12).
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0082116.

Nasilah, S & Kargenti, E. M (2015) Integritas Diri Sebagai Konsep Sehat Mental
Orang Melayu Riau. Jurnal Psikologi, Volume 11 No 1. diunduh pada
tanggal 7 Januari 2018 di http:file:///C:/Users/Acer/Downloads/1393-3239-1-
SM.pdf
Nasir, Abdul dan, Abdul, Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan jiwa,
Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.

Nasriati, Ririn (2017) Stigma Dan Dukungan Keluarga Dalam Merawat Orang
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Noorkasiani,. Heryati,. dan Ismail, R. (2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Konsep perilaku kesehatan dalam: promosi kesehatan


teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo. S. (2012). Metedologi penelitian kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nurdiyanto. (2016). Hubungan antara stigma ublik gangguan mental terhadap


sikap memberikan pertolongan kesehatan mental. Diperoleh tanggal 6
Januari 2019 dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=ht
ml &buku_id=100708&obyek_id=4

Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Nuha Medika

Purnama, G., Yani, D. I., Sutini, T., Keperawatan, F., & Padjadjaran, U. (2016).
Gambaran Stigma Masyarakat Terhadap Klien Gangguan Jiwa Di Rw 09
Desa Cileles Sumedang. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 2(1),
29–37. Retrieved from http://ejournal.upi.edu/index.php/JPKI

Puspitasari, E. P., Psikologi, F., & Surakarta, U. M. (2009). Peran dukungan


keluarga pada penanganan penderita skizofrenia, 1–10.

Putriyani, Desi. & Sari, Hasmila. (2016). Stigma Of The Society Towards People
With Mental Disorders In Kuta Malaka Sub-District Great Aceh Regency. di
unduh pada tanggal 7 Januari 2019 di
http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKep/article/viewFile/1530/1835.

Putri, E,. D. Pratiwi, A & Dewi, E (2017). Pengalaman Keluarga Dalam Merawat
Pasien Skizofrenia Tak Terorganisir Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Naskah Publikasi.

Ramadhon, A. S. (2011). Persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami


gangguan jiwa .Kota Tanggerang. Diperoleh tanggal 7 Januari 2019.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25488/1/ALFIAN
A%20SU CI%20ROMADON%20-%20fkik%20.pdf

Ramdhani, N., & Patria, B,. (2018). Psikologi Untuk Indonesia Maju dan
Beretika. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Retno, D. P, May, L. O., & Sutarjo, P. (2016). Stigma Terhadap Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatn
Stikes Jendral Achmad Yani Yogyakarta. Media Ilmu Kesehatan, Vol 33(8).
5. No. 2, 128–132.

Rikesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional


2013, 1–384. https://doi.org/1 Desember 2013

Shelley, E. Letitia, A. P,. & David. O, S,. (2009) Psikologi Sosial (XII). Jakarta :
Gria Medika Pratama.

Siagian, Sondang P., 2004. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka
Cipta.,. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Simbolon, J. (2014). Hubungan Ketidakpatuhan Pengobatan dan Stigma Pada


Keluarga dengan Perawatan Kembali Pasien Skizofrenia Di RSJ Daerah
Sumatera Utara. Journal Wahana Inovasi volume 3 (2), ISSN : 2089 - 8592

Subu, . Holmes,. dan Elliot, J. (2016). Stigmatisasi dan Prilaku Kekerasan pada
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Indonesia. Jurnal Keperawatan
Indonesi, Volume 19 No.3. Hal 191-199
Suharto, B. (2014). Budaya Pasung dan Dampak Yuridis Sosiologis (Studi
Tentang Upaya Pelepasan Pasung dan Pencegahan Tindakan Pemasungan di
Kabupaten Wonogiri). Diunduh pada tanggal 6 Januari 2019 di
http://ejournal.ijmsbm.org/index.php/ijms/article/view/21

Sulistyorini, N. (2013). Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa


Terhadap Sikap Masyarakat kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah
Kerja Puskesmas Colomadu 1. Naskah Publikasi, 1, 1–15.

Surahmiyati, S., Yoga, B. H., & Hasanbasri, M. (2017). Dukungan sosial untuk
orang dengan gangguan jiwa di daerah miskin : studi di sebuah wilayah
puskesmas di Gunungkidul. Berita Kedokteran Masyarakat, 33(8), 403–410.

Stuart, G. wai. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa.


Singapore: Elsevier.

The International Federation –Anti Leprocy Association (ILEP, 2011), Guidelines


to Reduce Stigma.

Ukpong, D. I., & Bs, M. B. (2010). articles Stigmatising attitudes towards the
mentally ill : A survey in a Nigerian university teaching hospital. Sajp, 16(2),
56–60.

Utami dan Marlyn, 2004. Gender Dan Keluarga : Konsep Realita. Jurnal
Psychiatric. http://www.uin-alauddin.ac.id/download.pdf,

Varamitha, S., Akbar, S. N., & Erlyani, N. (2014). Jurnal Ecopsy. Stigma Sosial
Pada Keluarga Miskin Dari Pasien Gangguan Jiwa, 1(3), 109–110.

World Health Organization. (2016). WORLD HEALTH STATISTICS -


MONITORING HEALTH FOR THE SDGs. World Health Organization,
1.121. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Yessi, Z. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Beban Keluarga


Dalam Merawat Gangguan Jiwa. (Tesis Universitas Andalas).
Yin,Y, Zhang,W, Hu..Z. (2014). Experiences of Stigma and Discrimination
among Caregivers of Persons with Schizophrenia in China: A Field Survey.
PLOS ONE . Volume 9 Issue 9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. diakses
tanggal 14 Januari 2019

Yulianti. (2016). Hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tentang


kesehatan jiwa dengan sikap masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa di
rw xx desa duwet kidul, baturetno, wonogiri. Diperoleh pada tanggal 06
januari 2019 dari https://ejurnal.akperpantikosala.ac.id/i
ndex.php/jik/article/download/79/53.

Yusnipah, Y. (2012). Tingkat pengetahuan keluarga dalam merawat pasien


Halusinasi diPoliklinik Psikiatri Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor.
diperoleh pada tanggal 06 Januari 2019 dari http :
//3Ffile%Ddgit/20311373s43301/pdf.

Yusriani & Khidri, 2018. Buku Ajar Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan
Masyarakat. Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)

Yusuf, A., Rizky F. PK., Hanik EN. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Yusuf, (2017). Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa.

Zahara, R,. Hizir & Hermansyah (2015) Pendidikan Kesehatan Terhadap


Peningkatan Pengetahuan Keluarga Penderita Skizofrenia dengan Perilaku
Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan.

Zubirsalim, Azlizamani, 2014. Keterkaitan Antara Stigma, Keyakinan, Dan Niat


Keluarga Dalam Mencari Pertolongan Untuk Anggota Keluarga Yang
Rentan Mengalami Gangguan Mental Di Yogyakarta (disertasi), Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Lampiran 1
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
Nama : Rini Safitri
BP : 1711316058

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
Dikelurahan Pasa Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan Padang Selatan
Kota Padang Tahun 2018
No Kegiatan Agustus September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul penelitian
2 Acc judul penelitian
3 Penyusunan proposal
penelitian
4 Persiapan seminar ujian
proposal
5 Seminar ujian proposal
6 Perbaikan proposal
penelitian
7 Pelaksanaan penelitian
8 Pengolahan dan analisis data
9 Penyusunan hasil penelitian
10 Ujian skripsi
11 Perbaikan hasil ujian skripsi
12 Penyusunan hasil penelitian
dan pengadaan skripsi
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat : Dekanat Fakultas Keperawatan Unand Kampus Limau Manis, Padang - 25163
Telp. 0751-779233, Fax. 0751-779233
Laman: http//fkep.unand.ac.id – Email : sekretariat@fkep.unand.ac.id

Nomor : /UN16.13.WDI/PL/2018 27 November 2018


Lamp : -
Hal : Izin Pengambilan data dan penelitian

Kepada yth.
Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Padang
di
Tempat

Dengan hormat,
Bersama ini disampaikan, bahwa mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang
namanya tersebut dibawah ini, memerlukan data dari instansi Bapak/Ibu untuk memenuhi
persyaratan tugas akhir penyusunan skripsi :

Nama : Rini Safitri


No. BP : 1711316058
Judul proposal : Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Stigma Masyarakat Terhadap Orang
Dengan Gangguan Jiwa Dikelurahan Pasa Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Pemancungan Padang Selatan Tahun 2018.

Oleh karena itu dimohon bantuan Bapak/Ibu agar yang bersangkutan dapat melaksanakan
tugasnya sebagaimana mestinya.

Demikian disampaikan agar dapat dikabulkan dan atas izin serta kerjasama yang baik, diucapkan
terima kasih

a. n. Dekan
Wakil Dekan I

Hema Malini, MN, PhD


NIP. 19760204 200003 2 001
Lampiran 6

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth.Calon Responden

Di Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas, semester III (tiga)

Nama : Rini Safitri

BP : 1711316058

Akan mengadakan penelitian mengenai “Faktor - Faktor Yang

Berhubungan Dengan Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Gangguan

Jiwa Dikelurahan Pasa Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan

Padang Selatan Tahun 2018”.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu

responden. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden

dalam penelitian ini. Semua informasi dan kerahasiaan yang diberikan akan di

jaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Atas kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Rini Safitri
Lampiran 7

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia berpartisipasi dalam

penelitian yang dilakukan oleh saudara Rini Safitri, mahasiswa Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas dengan judul “Faktor - Faktor Yang

Berhubungan Dengan Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Gangguan

Jiwa Dikelurahan Pasa Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan

Padang Selatan Tahun 2018”.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak menimbulkan kerugian kepada

saya, oleh karena itu saya bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini. Dengan

demikian persetujuan saya tandatangani dengan kesadaran penuh dan tanpa

paksaan dari siapapun.

Padang, Desember 2018

Responden
Lampiran 8

KUISIONER PENELITIAN
FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STIGMA
MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA

No. Responden :
Karakterteristik Responden
1. Jenis Kelamin :
2. Pekerjaan :
3. Pendidikan terakhir : a. Tamat SD
b. Tamat SMP/SMA
c. Tamat Perguruan Tinggi
4. Alamat :
A. Pengetahuan (Mental Health Knowledge Schedule (MHKS))
Bagian A, petunjuk: Untuk setiap pernyataan 1- 6 di bawah ini, merespon dengan
mencentang (√) satu kotak saja. masalah kesehatan mental di sini merujuk,
misalnya, untuk kondisi yang seorang individu akan dilihat oleh mayarakat.
Keterangan :
1. SS : Sangat Setuju
2. S : Setuju
3. TS : Tidak Setuju
4. STS : Sangat Tidak Setuju

No Pertanyaan SS S TS STS
1 Orang dengan masalah kesehatan jiwa
yang parah dapat sepenuhnya pulih. 4 3 2 1
2 Jika teman punya masalah kesehatan jiwa,
saya tahu apa saran untuk memberi mereka
untuk mendapatkan bantuan profesional. 4 3 2 1
3 Obat dapat menjadi pengobatan yang
efektif untuk orang dengan masalah
gangguan jiwa. 4 3 2 1
4 Psikoterapi (misalnya berbicara terapi atau
konseling) dapat menjadi pengobatan yang
efektif untuk orang dengan masalah
kesehatan jiwa. 4 3 2 1
5 Kebanyakan orang dengan masalah
kesehatan jiwa ingin membayar pekerjaan. 4 3 2 1
6 Kebanyakan orang dengan masalah
kesehatan jiwa pergi ke seorang 1 2 3 4
profesional kesehatan untuk mendapatkan
bantuan.

Bagian B, petunjuk: Mengatakan apakah Anda berpikir setiap kondisi adalah jenis
penyakit mental dengan mencentang satu kotak saja.
7 Depresi 4 3 2 1
8 Menekan 1 2 3 4
9 Skizofrenia 4 3 2 1
10 Gangguan bipolar (maniak-depresi) 4 3 2 1
11 Kecanduan narkoba 4 3 2 1
12 Kesedihan 1 2 3 4

B. Sikap (Scaling Community Attitudes Toward The Mentally Ill (CAMI))


1. Otoriterisme
No Pertanyaan SS S TS STS
1 Segera setelah seseorang menunjukkan
tanda-tanda gangguan jiwa, dia harus
dirawat di rumah sakit. 4 3 2 1
2 Ada sesuatu tentang sakit jiwa yang
membuatnya mudah untuk melihat mereka
dari orang normal. 4 3 2 1
3 Pasien gangguan jiwa membutuhkan
kontrol dan disiplin yang sama seperti anak
kecil 4 3 2 1
4 Cara terbaik untuk menangani orang
gangguan jiwa adalah menjaga mereka di
belakang pintu yang terkunci. 4 3 2 1
5 Salah satu penyebab utama penyakit jiwa
adalah kurangnya disiplin diri dan
kemauan keras. 4 3 2 1
6 Penyakit jiwa adalah penyakit sama seperti
yang lainnya 1 2 3 4
7 Tekanan dimasyarakat harusnya dikurang
untuk melindungi dan mencegah orang
mengalami gangguan jiwa. 1 2 3 4
8 Orang dengan gangguan jiwa seharusnya
tidak diperlakukan sebagai orang buangan/
orang yang tidak berguna di masyarakat.
1 2 3 4
9 Rumah sakit jiwa adalah sarana yang
ketinggalan jaman untuk mengobati
gangguan jiwa 1 2 3 4
10 Hampir setiap orang bisa menjadi 1 2 3 4
gangguan jiwa.

2. Kebijakan
11 Banyak uang pemerintah yang harus
dikeluarkan untuk biaya perawatan orang
penyakit jiwa. 4 3 2 1
12 Penyakit jiwa sudah terlalu lama menjadi
bahan olok olok. 4 3 2 1
13 Kita perlu mengadopsi sikap yang jauh
lebih toleran terhadap penyakit jiwa di
masyarakat 4 3 2 1
14 Rumah sakit jiwa lebih mirip penjara dari
pada tempat-tempat di mana orang sakit
jiwa dapat dirawat. 4 3 2 1
15 Kita memiliki tanggung jawab untuk
memberikan perawatan terbaik bagi
mereka yang sakit jiwa. 4 3 2 1
16 Sakit jiwa adalah beban masyarakat. 1 2 3 4
17 Peningkatan pengeluaran untuk kesehatan
mental layanan adalah pemborosan uang
pajak. 1 2 3 4
18 Ada cukup layanan yang ada untuk sakit
jiwa. 1 2 3 4
19 Orang sakit jiwa tidak pantas menerima
simpati kita. 1 2 3 4
20 Yang terbaik adalah menghindari siapa
pun yang memiliki masalah kejiwaan. 1 2 3 4

3. Keterbatasan sosial
21 Sakit jiwa harus diisolasi dari masyarakat
lainnya. 4 3 2 1
22 Seorang wanita akan menjadi bodoh untuk
menikahi pria yang telah menderita
penyakit mental, meskipun tampaknya dia
sepenuhnya pulih. 4 3 2 1
23 Saya tidak ingin hidup bersebelahan
dengan seseorang yang sakit jiwa. 4 3 2 1
24 Siapapun yang memiliki sejarah masalah
gangguan jiwa harus dikeluarkan dari
jabatan publik. 4 3 2 1
25 Orang yang sakit jiwa seharusnya tidak
diberikan tanggung jawab apa pun. 4 3 2 1
26 Tidak ada yang berhak mengecualikan
sakit jiwa dari lingkungan mereka. 1 2 3 4
27 Orang yang sakit jiwa jauh dari bahaya
dari kebanyakan orang kira. 1 2 3 4
28 Pasien gangguan jiwa harus didorong 1 2 3 4
untuk memikul tanggung jawab kehidupan
normal.
29 Orang yang sakit jiwa seharusnya tidak
ditolak hak-hak individu mereka. 1 2 3 4
30 Kebanyakan wanita yang dulunya pasien
di rumah sakit jiwa dapat dipercaya
sebagai baby sitter. 1 2 3 4

4. Ideologi kesehatan jiwa masyarakat


31 Terapi terbaik untuk banyak pasien
gangguan jiwa adalah menjadi bagian dari
komunitas normal. 4 3 2 1
32 Sedapat mungkin layanan kesehatan jiwa
harus disediakan melalui fasilitas berbasis
masyarakat. 4 3 2 1
33 Warga harus menerima lokasi fasilitas
kesehatan jiwa di mereka lingkungan
untuk melayani kebutuhan komunitas
lokal. 4 3 2 1
34 Menemukan layanan kesehatan jiwa
dilingkungan perumahan tidak
membahayakan penduduk setempat. 4 3 2 1
35 Warga tidak perlu takut dari orang-orang
yang datang kelingkungan mereka untuk
mendapatkan layanan kesehatan jiwa. 4 3 2 1
36 Menemukan fasilitas kesehatan jiwa
didaerah perumahan menurunkan
peringkat lingkungan. 1 2 3 4
37 Memiliki pasien mental yang tinggal
dilingkungan pemukiman mungkin
merupakan terapi yang baik, tetapi risiko
terhadap penduduk terlalu besar. 1 2 3 4
38 Penduduk lokal memiliki alasan yang kuat
untuk menolak layanan kesehatan jiwa
dilingkungan mereka. 1 2 3 4
39 Fasilitas kesehatan jiwa harus dijauhkan
dari lingkungan perumahan. 1 2 3 4
40 Mengerikan untuk memikirkan orang-
orang dengan masalah jiwa yang tinggal di
lingkungan perumahan. 1 2 3 4

C. Budaya (Multicultural Mental Health Awareness Scale (MMHAS))


No Pertanyaan SS S TS STS
1 Sadar akan asumsi negatif pada orang
dengan gangguan jiwa tentang terapi dapat
mempengaruhi pengobatannya 4 3 2 1
2 Kesadaran bagaimana budaya keyakinan 4 3 2 1
berdampak pada hubungan antara
masyarakat dengan penyakit jiwa
3 Bahasa dan budaya dapat mempengaruhi
penilaian terhadap orang dengan penyakit
jiwa 4 3 2 1
4 Kesadaran bagaimana keyakinan
berdampak pada pengobatan penyakit jiwa 4 3 2 1
5 Memahami dampak dari bahasa dan
budaya pada penderita penyakit jiwa 4 3 2 1
6 Hambatan Keakraban dalam budaya
berdampak pada pengobatan penderita
penyakit jiwa 4 3 2 1
7 Pemahaman tentang adanya hubungan
antara identitas budaya berpengaruh
terhadap kesehatan jiwa 4 3 2 1
8 Menyadari bahwa bekerja dengan
penderita yang pernah mengalami
penyakit kejiwaan dapat mempengaruhi
saya 4 3 2 1
9 Menyadari kesulitan berbicara dengan
orang penyakit jiwa karena penyakitnya 4 3 2 1
10 Pemahaman tentang bagaimana latar
belakang budaya saya sendiri
mempengaruhi pekerjaan saya dengan
orang gangguan jiwa 4 3 2 1
11 Pemahaman tentang pengalaman stres
keluarga sebagai akibat dari perubahan
pada kondisi penyakit jiwa 4 3 2 1
12 Menyadari budaya berdampak pada orang
gangguan jiwa atau kesehatan mentalnya 4 3 2 1

D. Stigma (Scale: Perception of Discrimination Devaluation (PDDS))


No Pertanyaan SS S TS STS
1 Kebanyakan orang akan menerima orang
yang telah dirumah sakit jiwa sebagai
teman dekat 4 3 2 1
2 Kebanyakan orang percaya bahwa
seseorang yang telah dirawat dirumah sakit
untuk penyakit jiwa berbahaya. 4 3 2 1
3 Kebanyakan orang percaya bahwa
seseorang yang telah dirawat dirumah sakit
untuk penyakit jiwa sama dipercaya
sebagai warga rata-rata. 4 3 2 1
4 Kebanyakan orang akan menerima orang
yang telah sepenuhnya pulih dari penyakit
jiwa sebagai guru dari anak-anak di
sekolah umum. 4 3 2 1
5 Sebagian besar pengusaha tidak akan
mempekerjakan seseorang yang telah
dirawat di rumah sakit untuk penyakit jiwa 4 3 2 1
6 Kebanyakan orang berpikir kurang
terhadap seseorang setelah ia / dia telah
dirawat di rumah sakit untuk penyakit
gangguan jiwa. 4 3 2 1
7 Kebanyakan orang akan bersedia menikah
dengan orang yang telah menjadi pasien di
rumah sakit jiwa. 4 3 2 1
8 Kebanyakan pengusaha akan
mempekerjakan seseorang yang telah
dirawat di rumah sakit untuk penyakit jiwa
jika ia memenuhi syarat untuk pekerjaan
itu 4 3 2 1
9 Kebanyakan orang percaya bahwa
memasuki sebuah rumah sakit jiwa adalah
tanda kegagalan pribadi. 4 3 2 1
10 Kebanyakan orang tidak akan
mempekerjakan seseorang yang telah
dirawat di rumah sakit untuk penyakit jiwa
yang serius untuk mengurus anak-anak
mereka, bahkan jika ia telah dengan baik
untuk beberapa waktu. 4 3 2 1
11 Kebanyakan orang dikomunitas saya akan
memperlakukan seseorang yang telah
dirawat di rumah sakit untuk penyakit jiwa
seperti mereka akan memperlakukan siapa
pun. 4 3 2 1
12 Kebanyakan anak muda akan enggan
untuk berpacaran dengan seseorang yang
telah dirawat di rumah sakit untuk penyakit
jiwa yang serius. 4 3 2 1

Terima kasih atas partisipasi bapak/ ibu dalam pengisian kluesioner ini. Semoga
hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat khususnya Orang Dengan
Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan Kota Padang Tahun
2018 untuk kehidupan yang lebih sehat dan sejahtera.

Responden

( )
Lampiran 9
KISI – KISI INSTRUMEN

Kisi-kisi Instrumen Pengetahuan (Mental Health Knowledge Schedule (MAKS))

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1 Bagian A 1, 2, 3, 4, 5 6 6

2 Bagian B 7, 9, 10, 11 8, 12 6

Kisi-kisi Instrumen Sikap (Scaling Community Attitudes Toward The Mentally

Ill (CAMI))

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1 Otoriterisme 1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8, 9, 10 10

11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19,


2 Kebijakan 10
15 20
21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29,
3 Keterbatasan Sosial 10
25 30
31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 39,
4 Ideologi Kesehatan jiwa 10
35 40
MASTER TABEL
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STIGMA MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
DIKELURAHAN PASA GADANG WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEMANCUNGAN PADANG SELATAN
KOTA PADANG TAHUN 2019

NO RESPONDEN PENGETAHUAN SIKAP BUDAYA STIGMA MASYARAKAT


JK Kerja Pddk KT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TOTAL KT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 TOTAL KT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TOTAL KT 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL KT
1 1 2 1 1 2 3 4 3 4 1 4 2 3 3 3 3 35 1 4 3 4 4 3 3 4 2 4 4 3 4 3 1 3 3 4 4 3 4 2 2 2 3 4 2 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 129 1 3 4 3 3 2 2 2 4 4 3 3 3 36 1 3 2 2 2 2 3 2 2 4 3 3 4 32 2
2 1 2 3 2 3 4 4 4 2 1 4 1 4 3 3 2 35 1 4 2 3 2 2 3 4 2 3 2 4 2 3 2 3 3 4 3 3 3 2 2 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 2 2 4 2 4 4 120 1 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 41 1 4 1 3 3 1 2 3 2 3 4 4 4 34 1
3 1 3 1 1 3 3 4 4 2 1 4 2 4 3 4 2 36 1 3 3 2 4 2 4 2 4 4 1 4 3 4 1 2 1 1 3 4 4 2 3 3 1 2 3 2 2 2 4 3 3 4 2 3 3 2 4 4 3 111 1 1 4 1 1 1 3 1 3 4 3 3 3 28 2 3 1 4 2 1 1 1 1 3 3 4 4 28 2
4 2 1 2 1 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 32 1 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 102 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 33 1 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 32 2
5 2 2 4 2 3 3 3 3 2 2 3 3 4 4 3 3 36 1 4 3 4 2 3 4 1 3 1 1 1 4 3 1 3 2 1 1 3 4 2 3 2 3 2 1 2 1 1 4 3 3 2 2 3 1 1 2 3 3 93 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 1 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 29 2
6 1 2 3 2 4 4 4 3 2 4 1 4 4 4 4 1 39 1 4 4 4 2 3 1 2 1 4 1 3 3 4 1 3 4 3 1 4 4 1 1 2 2 2 2 2 3 2 3 4 4 3 3 3 3 2 3 3 3 107 1 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 33 1 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2 30 2
7 2 1 3 2 1 3 1 1 1 1 4 4 1 3 3 4 27 2 1 1 3 3 3 2 2 2 4 4 1 3 1 3 2 1 4 3 1 2 3 4 4 3 4 1 1 3 2 4 1 3 1 3 3 1 2 4 3 1 97 2 3 3 2 3 3 3 1 4 1 4 1 4 32 1 1 4 4 1 4 3 1 1 4 4 1 4 32 2
8 1 3 2 1 2 3 1 4 2 2 3 4 2 3 3 4 33 1 1 3 2 4 1 4 2 4 2 3 1 3 3 2 2 1 3 3 4 4 4 4 2 3 4 2 2 3 1 2 4 4 3 2 3 2 3 2 2 2 106 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 35 1 1 2 3 1 1 1 1 2 1 2 1 1 17 2
9 2 1 3 2 1 2 3 2 1 4 3 2 1 1 1 4 25 2 3 3 4 4 3 2 3 1 3 3 4 4 4 3 4 1 1 2 1 1 3 4 4 4 4 2 1 3 2 1 3 4 4 3 3 2 2 1 1 2 107 1 4 4 4 3 4 3 2 3 3 3 3 3 39 1 1 4 1 1 1 3 1 1 4 4 1 4 26 2
10 2 2 1 1 2 4 1 1 1 2 3 4 1 1 1 1 22 2 2 2 3 1 4 1 3 2 4 2 2 4 2 3 2 1 2 4 2 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 4 4 1 101 2 4 3 3 1 1 2 2 3 1 1 3 3 27 2 1 4 3 1 1 3 3 4 1 1 1 1 24 2
11 2 2 2 1 2 2 3 2 3 2 3 4 2 3 2 4 32 1 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 2 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 133 1 4 3 2 3 2 3 2 4 2 4 2 4 35 1 1 1 2 1 4 4 1 1 4 1 1 1 22 2
12 2 1 3 2 1 3 3 1 1 2 3 4 1 3 1 4 27 2 3 2 4 4 1 3 4 2 4 4 2 1 1 3 3 4 4 2 3 3 3 2 4 1 1 3 3 2 2 1 2 3 2 4 3 4 1 3 3 1 105 1 3 3 2 3 1 1 3 2 1 3 3 1 26 2 1 4 1 1 3 3 1 1 1 3 1 1 21 2
13 1 2 3 2 2 2 3 3 3 2 3 4 3 2 1 4 32 1 3 4 3 3 2 3 2 2 2 2 3 4 4 3 3 3 3 2 4 4 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 4 4 3 3 2 3 3 2 3 111 1 4 4 3 3 2 3 1 1 3 1 2 2 29 2 2 4 1 1 4 3 1 2 1 1 2 2 24 2
14 2 1 1 1 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 33 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 106 1 3 3 2 3 4 3 2 3 4 3 3 3 36 1 2 3 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 31 2
15 2 1 3 2 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 32 1 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 1 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 102 2 1 1 3 4 3 2 2 4 4 2 1 1 28 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 35 1
16 2 1 2 1 2 3 2 4 3 1 4 2 3 4 4 2 34 1 3 3 4 2 2 4 2 1 3 2 3 2 2 4 3 3 1 2 2 2 4 3 2 3 4 2 2 2 3 3 4 2 3 4 2 1 2 2 3 2 103 2 4 3 3 3 3 2 4 4 3 3 4 3 39 1 3 4 3 2 3 4 3 2 3 3 4 3 37 1
17 1 3 3 2 4 1 4 2 3 1 1 3 3 2 2 1 27 2 3 4 2 2 3 3 3 3 1 3 4 3 4 4 1 2 2 3 2 3 2 3 4 4 1 1 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 4 105 1 3 3 3 2 2 3 2 3 1 1 1 1 25 2 4 4 4 4 3 3 3 2 3 3 3 3 39 1
18 2 1 3 2 4 2 2 3 1 2 2 4 1 2 2 4 29 2 2 3 4 1 2 4 1 2 3 1 1 3 2 4 2 3 1 4 4 4 2 3 4 4 3 2 3 1 1 2 3 2 4 1 3 3 2 3 2 2 101 2 4 3 2 1 4 3 2 1 2 3 4 4 33 1 4 3 2 1 4 3 3 4 4 2 4 2 36 1
19 1 3 1 1 3 2 4 1 3 3 3 2 2 3 2 2 30 2 4 2 4 2 3 4 1 3 2 3 4 2 3 1 3 3 1 3 2 4 4 2 3 1 4 3 2 3 1 3 3 2 3 1 3 3 1 3 1 3 103 2 1 1 2 2 1 1 2 2 3 3 2 4 24 2 4 3 3 2 3 3 4 2 4 2 3 2 35 1
20 1 1 2 1 2 3 2 3 1 2 1 3 3 2 3 4 29 2 4 2 4 4 1 4 4 1 1 4 1 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 1 4 4 1 1 2 2 1 4 4 3 4 3 1 1 1 2 3 4 112 1 4 3 2 4 3 1 2 1 4 2 4 3 33 1 3 2 3 4 1 2 1 2 4 4 2 4 32 2
21 1 2 2 1 3 2 2 4 3 3 2 3 4 4 3 3 36 1 3 3 1 1 2 3 2 1 3 1 2 4 4 4 4 4 3 4 4 1 1 2 2 3 1 3 1 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 109 1 4 4 3 2 2 3 3 1 3 3 4 1 33 1 3 3 3 3 3 3 3 4 1 2 3 3 34 1
22 2 1 3 2 3 2 1 4 2 1 4 3 1 4 3 1 29 2 3 2 4 3 2 1 1 2 1 2 3 4 2 3 2 1 1 4 4 4 3 2 2 2 1 1 4 3 2 2 3 2 2 4 4 2 3 2 3 3 99 2 3 4 3 3 2 3 2 3 2 3 3 1 32 1 3 2 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 38 1
23 1 2 3 2 4 2 1 4 3 2 4 2 4 4 3 1 34 1 2 3 2 1 2 4 1 1 3 1 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 1 1 1 1 2 2 2 2 1 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 110 1 3 2 2 3 3 3 2 1 2 2 4 2 29 2 3 1 3 2 1 1 3 4 1 1 4 3 27 2
24 2 1 1 1 3 3 4 4 2 2 4 1 3 3 4 2 35 1 3 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 1 4 1 1 2 3 2 3 2 4 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 100 2 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 39 1 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 34 1
25 1 3 3 2 3 4 3 4 2 4 4 2 2 4 2 2 36 1 3 3 3 2 2 3 2 2 1 2 2 2 3 2 3 1 1 4 1 1 3 2 2 3 4 2 2 1 2 2 4 3 2 4 2 2 3 4 3 1 94 2 4 3 2 1 4 3 2 1 4 4 3 2 33 1 4 4 3 2 4 3 2 4 3 2 4 3 38 1
26 2 1 3 2 3 3 2 4 2 2 3 2 2 3 3 3 32 1 3 3 2 2 3 4 2 1 3 4 3 3 2 3 3 3 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 102 2 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 2 3 31 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 35 1
27 2 1 1 1 3 3 3 3 4 3 4 2 2 4 3 2 36 1 3 3 4 2 3 3 1 1 3 2 2 3 3 2 4 4 2 4 4 1 1 1 1 3 2 3 1 1 3 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 99 2 4 3 3 3 4 4 3 4 3 3 2 2 38 1 1 3 2 2 4 3 3 3 4 4 4 4 37 1
28 2 1 2 1 1 2 3 4 4 1 4 2 3 4 1 2 31 2 4 3 3 1 1 4 3 1 4 4 3 2 4 4 3 4 4 1 4 4 3 3 2 4 4 2 1 4 3 4 3 4 4 2 1 3 1 1 2 1 113 1 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 32 1 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 30 2
29 2 2 3 2 2 4 1 4 2 2 4 1 3 3 4 4 34 1 3 3 3 2 2 3 2 2 3 1 1 1 1 4 4 4 4 3 3 1 3 3 2 2 2 2 3 2 1 1 1 3 4 4 4 2 4 2 3 2 100 2 3 3 2 3 2 3 4 2 2 3 1 4 32 1 4 3 2 3 3 3 2 3 4 3 2 3 35 1
30 2 1 3 2 3 4 2 3 3 2 4 1 3 3 4 2 34 1 3 3 4 2 2 3 1 1 1 1 4 4 4 4 3 3 3 1 3 3 2 2 2 3 1 1 2 3 4 3 4 3 4 2 2 2 2 2 2 2 101 2 3 3 2 3 2 4 2 2 3 1 3 1 29 2 4 3 2 3 3 2 3 4 2 4 2 4 36 1
31 2 1 1 1 3 4 1 4 1 1 1 4 1 1 1 3 25 2 4 3 3 1 1 4 1 1 3 2 3 4 4 4 4 4 3 4 4 2 2 2 3 2 3 2 2 3 1 1 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 111 1 3 3 3 3 2 1 3 3 2 3 1 2 29 2 4 3 3 2 3 1 3 2 3 3 2 4 33 1
32 3 3 3 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 2 4 4 36 1 4 3 4 2 4 2 1 1 4 2 4 3 4 4 4 4 2 3 4 4 1 2 2 1 2 2 3 2 2 2 3 3 1 1 2 2 2 1 2 3 102 2 3 3 4 2 2 2 2 3 3 3 2 2 31 2 3 2 3 3 3 3 2 4 2 1 3 3 32 2
33 2 1 2 1 3 3 4 2 2 2 3 2 3 3 3 1 31 2 2 3 3 2 2 2 2 1 3 1 3 4 3 3 4 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 104 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 32 1 1 2 3 3 3 2 2 2 1 2 3 3 27 2
34 1 2 2 1 3 4 4 4 2 2 4 2 2 4 3 2 36 1 3 3 3 1 2 3 2 1 3 3 2 4 4 4 4 4 4 1 4 4 1 4 3 2 4 3 2 1 3 1 4 3 2 1 4 2 3 1 2 3 108 1 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 41 1 4 3 2 1 4 1 4 3 2 1 3 4 32 2
35 2 1 4 2 1 4 3 3 1 2 3 3 1 1 4 1 27 2 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 2 2 3 132 1 3 4 2 2 4 1 3 3 2 1 3 4 32 1 4 2 3 4 2 3 1 2 4 2 4 1 32 2
36 3 3 2 2 3 3 4 3 2 3 3 2 2 4 3 2 34 1 4 3 4 1 2 4 1 4 4 4 3 1 2 1 1 3 4 3 4 4 1 2 3 3 3 3 2 3 4 3 2 1 3 2 2 2 2 3 3 3 107 1 2 3 1 1 2 2 3 2 2 2 2 1 23 2 3 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2 1 27 2
37 1 1 3 2 2 3 3 2 3 2 1 1 1 1 1 1 21 2 3 4 2 3 2 1 3 1 3 2 2 3 2 4 2 1 3 1 4 2 4 2 3 2 3 3 1 4 1 3 3 2 4 2 4 3 1 3 2 4 102 2 4 2 4 2 3 1 3 2 4 2 4 2 33 1 4 2 4 2 3 1 3 2 4 2 4 2 33 1
38 2 1 2 1 3 1 1 1 2 2 3 1 3 2 3 2 24 2 3 3 3 2 4 4 4 1 1 3 2 3 1 3 2 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 4 2 2 2 3 2 4 3 2 3 3 2 3 2 2 104 2 3 2 3 4 2 2 3 3 4 2 3 2 33 1 1 3 3 2 1 2 3 2 2 3 2 2 26 2
39 2 1 2 1 2 3 3 3 3 2 4 1 4 4 4 1 34 1 3 3 4 2 3 4 2 2 3 2 2 3 4 3 4 4 4 3 4 4 2 2 1 2 2 2 3 2 2 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 120 1 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 4 37 1 3 2 4 3 4 4 4 4 4 3 2 2 39 1
40 1 1 4 2 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 40 1 4 2 3 4 2 2 3 2 2 3 4 3 4 4 3 2 2 2 2 1 3 2 2 3 2 2 1 2 4 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 104 2 3 3 3 4 3 3 3 4 3 2 3 4 38 1 2 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 4 32 2
41 2 1 2 1 3 3 3 4 3 1 4 3 3 4 4 3 38 1 3 3 4 4 3 2 1 2 1 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 3 3 3 3 4 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 92 2 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 4 37 1 2 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 31 2
42 2 1 1 1 3 3 3 2 4 1 4 1 4 2 3 2 32 1 3 3 3 3 2 3 1 2 3 1 4 3 3 4 4 1 1 1 3 2 3 4 3 4 4 1 1 3 2 1 3 3 4 3 4 1 2 2 2 2 102 2 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 42 1 4 3 2 3 4 3 1 2 4 4 3 4 37 1
43 2 1 3 2 3 3 3 4 4 1 4 1 4 4 4 1 36 1 3 3 4 3 2 3 1 1 3 2 4 3 4 4 4 1 1 2 3 2 3 4 4 3 4 2 1 3 2 2 3 3 4 3 3 2 1 1 2 1 104 2 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 30 2 4 3 2 3 4 3 1 1 3 4 3 3 34 1
44 1 1 2 1 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 31 2 3 4 4 4 2 3 2 2 2 2 3 4 4 4 4 1 2 2 1 1 4 4 4 4 4 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 1 1 4 1 1 108 1 3 3 2 3 3 3 3 2 2 1 3 2 30 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 4 3 4 34 1
45 1 3 3 2 3 3 2 4 2 1 2 3 3 3 4 3 33 1 2 1 4 2 2 4 2 1 3 3 3 3 4 2 3 4 3 2 4 4 2 2 1 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 110 1 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 37 1 3 1 3 3 2 2 2 3 1 3 3 2 28 2
46 1 3 1 1 3 3 3 4 4 1 4 1 3 2 3 1 32 1 2 2 3 2 4 4 2 2 2 4 1 3 1 2 3 1 3 2 2 1 2 4 3 4 4 2 1 4 1 4 1 3 3 3 3 4 4 1 1 1 99 2 3 4 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 31 2 4 3 2 3 4 3 1 1 3 4 3 4 35 1
47 2 4 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 4 4 36 1 3 3 4 1 3 3 1 1 3 3 2 3 4 3 4 2 3 3 4 4 1 4 2 3 3 2 2 2 1 3 3 4 4 4 4 2 2 2 2 2 109 1 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 42 1 2 2 2 2 4 3 1 1 3 4 2 4 30 2
48 1 3 1 1 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 32 1 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 99 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 33 1 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 35 1
49 2 1 2 1 3 3 4 3 3 1 1 3 3 3 2 1 30 2 3 1 4 1 4 1 3 4 4 4 1 1 2 2 3 3 2 4 1 1 3 2 1 3 4 3 1 1 2 2 3 2 1 1 2 2 2 4 3 3 94 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 33 1 3 4 4 4 4 3 3 4 4 2 3 3 41 1
50 1 2 3 2 3 4 3 3 1 2 3 2 2 1 1 2 27 2 3 3 3 2 3 4 2 2 4 4 2 2 3 2 3 4 4 2 4 4 2 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 113 1 4 3 3 4 4 3 3 2 3 3 4 4 40 1 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 28 2
51 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 4 33 1 3 3 4 3 2 3 1 1 3 2 4 4 4 4 4 1 1 1 3 2 3 4 4 4 4 2 1 3 2 1 3 4 4 2 3 2 2 2 2 2 107 1 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 2 35 1 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 31 2
52 1 1 1 1 3 3 3 4 4 1 4 1 4 4 3 2 36 1 3 3 2 2 3 2 2 1 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 2 1 3 2 2 97 2 3 3 3 3 2 4 3 2 2 3 3 2 33 1 4 4 2 3 4 3 1 2 3 4 3 4 37 1
53 2 1 3 2 4 4 2 3 1 2 4 3 3 4 4 3 37 1 2 2 3 1 3 2 3 4 3 2 3 4 3 1 2 4 1 1 4 4 1 2 2 4 1 2 2 4 1 4 1 2 4 4 2 3 2 1 1 1 96 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 33 1 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 33 1
54 2 1 1 1 2 2 2 4 4 2 3 2 2 2 4 2 31 2 4 3 3 4 2 3 1 1 3 2 3 3 4 4 3 1 1 1 3 2 3 4 4 4 4 2 1 3 2 2 4 3 3 2 3 2 2 2 1 2 104 2 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 43 1 4 4 2 3 4 3 1 2 3 4 3 2 35 1
55 1 2 3 2 2 2 2 4 3 2 3 2 4 3 2 2 31 2 4 3 3 4 2 3 1 1 3 2 2 3 4 4 3 1 1 1 3 2 3 4 4 4 4 2 1 3 2 2 4 3 3 4 3 2 2 2 1 2 105 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 26 2 4 4 2 3 4 3 1 1 3 4 3 4 36 1
56 2 2 2 1 3 3 3 1 4 1 3 1 3 3 1 1 27 2 3 4 4 4 3 2 2 2 3 1 3 3 4 4 3 2 2 2 1 1 3 3 4 4 4 2 2 3 1 1 4 4 4 3 3 2 1 1 2 2 106 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 34 2 4 3 2 3 4 3 1 2 3 4 4 3 36 1
57 1 2 1 1 4 4 3 3 3 1 3 2 4 4 4 1 36 1 3 4 4 4 3 2 2 1 3 2 4 4 3 3 4 1 1 1 2 2 3 3 4 4 4 2 2 3 1 1 4 4 3 3 3 2 1 1 2 1 104 2 3 3 4 2 2 3 3 2 4 4 2 3 35 1 4 3 2 3 4 3 1 2 3 4 4 3 36 1
58 1 3 3 2 2 3 2 3 2 3 4 1 2 2 3 1 28 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 106 1 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 43 1 2 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 30 2
59 1 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 33 1 4 4 4 3 3 2 2 2 3 2 3 3 4 4 4 1 2 2 2 2 3 3 4 4 4 2 1 3 2 1 3 3 3 4 4 1 1 2 2 2 108 1 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 39 1 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 29 2
60 1 3 2 1 3 4 4 3 3 1 4 1 3 3 3 2 34 1 3 3 3 2 2 3 2 1 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2 4 3 1 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 102 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 34 2 4 4 2 3 4 3 1 2 3 4 3 3 36 1
61 2 1 3 2 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 32 1 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 101 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 34 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 35 1
62 2 1 1 1 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 1 2 30 2 2 3 4 3 3 2 2 2 2 3 4 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 4 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3 1 2 1 2 3 1 103 2 3 3 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 30 2 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 41 1
63 2 1 2 1 3 3 3 1 2 1 4 1 3 4 3 1 29 2 3 3 4 3 2 3 1 1 3 2 4 4 4 4 4 1 1 1 3 2 3 4 4 4 4 2 1 3 2 1 3 4 4 3 3 2 2 2 2 2 108 1 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 38 1 4 3 2 3 4 3 1 1 3 4 3 4 35 1
64 2 1 3 2 4 3 3 3 4 1 4 2 3 1 2 2 32 1 3 3 4 3 2 3 2 2 3 1 4 4 4 3 3 2 1 1 3 2 3 4 4 4 4 1 1 3 1 1 3 3 4 3 3 2 1 1 2 2 103 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 4 2 3 34 2 4 4 2 3 4 3 1 2 3 4 3 4 37 1
65 1 2 3 2 2 4 3 4 1 3 4 3 4 4 3 3 38 1 4 2 2 1 3 3 2 1 4 1 3 3 3 2 3 4 4 4 4 1 3 1 1 4 4 3 2 4 1 3 1 1 2 1 2 1 3 4 3 2 100 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 34 1 3 4 3 2 4 3 2 3 4 4 3 4 39 1
66 2 2 2 1 3 4 3 3 3 2 4 2 3 4 4 2 37 1 3 4 3 4 2 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 1 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 2 4 4 3 3 4 4 3 2 3 2 3 2 128 1 4 3 2 3 3 3 4 4 3 3 2 2 36 2 2 4 2 2 3 2 1 3 4 4 4 4 35 1
67 1 2 3 2 3 3 3 2 4 1 3 2 2 3 3 2 31 2 3 3 3 4 4 2 1 2 3 2 4 4 3 3 4 2 2 1 1 2 3 3 3 3 4 2 1 3 2 1 3 3 3 4 3 1 1 1 2 2 101 2 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 40 2 4 4 2 4 4 3 1 2 3 4 4 3 38 1
68 2 1 1 1 2 2 2 1 3 2 3 2 4 4 4 2 31 2 4 3 3 4 2 3 1 1 3 2 3 3 4 4 3 1 1 1 3 2 3 4 4 3 4 2 1 3 2 2 1 3 3 2 3 2 2 2 1 2 100 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 31 2 4 4 2 3 4 3 1 1 2 4 3 4 35 1
69 1 1 3 2 3 3 2 3 4 2 4 4 1 1 3 4 34 1 3 3 2 3 4 3 2 2 4 2 1 4 4 3 4 1 3 4 1 3 1 1 1 1 4 3 2 3 4 4 3 2 4 4 2 2 4 3 3 4 111 1 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 2 3 39 1 1 1 3 1 3 3 1 3 2 2 3 4 27 2
70 2 2 3 2 4 4 4 3 1 2 1 2 2 3 3 4 33 1 2 3 3 1 1 4 2 2 2 4 1 4 3 2 4 4 2 4 1 4 2 3 2 2 4 2 1 2 2 1 3 3 3 2 3 1 3 1 3 3 99 2 3 4 3 2 3 3 2 3 3 2 3 4 35 1 3 3 1 1 4 3 1 3 4 4 1 4 32 2
71 1 2 4 2 1 3 4 3 2 1 3 4 4 4 3 4 36 1 1 3 2 3 3 3 2 4 4 1 4 4 4 4 4 1 4 4 1 4 1 4 1 1 4 4 3 3 2 2 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 115 1 4 3 3 3 4 3 3 1 3 4 4 4 39 1 2 1 3 1 2 3 1 3 2 1 4 3 26 2
72 1 2 2 1 3 4 1 2 2 4 4 4 1 3 4 4 36 1 2 3 4 2 2 3 2 1 2 1 2 3 3 2 3 4 4 2 1 3 2 3 2 4 4 2 3 2 2 4 3 3 3 3 3 3 1 3 2 2 103 2 4 3 4 2 3 3 4 2 3 3 2 3 36 1 3 1 2 1 1 4 1 2 3 4 4 4 30 2
73 2 2 4 2 2 4 2 3 2 4 4 4 2 4 2 4 37 1 3 4 3 1 1 4 1 1 4 1 1 4 3 1 3 1 4 2 3 4 4 4 1 1 3 3 1 4 2 1 1 2 3 3 3 1 2 2 4 3 97 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 1 2 3 1 1 3 3 1 3 3 1 3 4 28 2
74 2 2 2 1 3 3 4 3 1 2 4 1 2 3 3 4 33 1 3 2 3 2 1 4 1 1 4 4 1 4 4 1 2 1 3 4 1 3 2 4 2 4 4 4 4 3 1 4 4 3 4 2 3 3 2 3 4 4 113 1 4 3 3 4 2 4 2 1 1 2 3 3 32 1 1 4 3 4 2 3 1 3 3 3 3 3 33 1
75 1 2 2 1 3 1 4 1 1 1 3 2 1 3 1 4 25 2 2 3 1 2 1 3 2 2 4 4 1 4 4 2 4 1 2 4 4 3 1 4 2 3 3 2 3 4 2 4 3 3 2 2 2 3 1 2 3 1 103 2 1 3 3 2 3 3 2 4 3 1 1 4 30 2 1 4 1 2 4 3 1 3 3 4 4 4 34 1
76 2 1 3 2 2 3 5 3 2 3 3 3 2 4 3 2 35 1 4 2 4 2 1 1 3 2 1 3 4 1 3 1 3 1 2 4 1 2 4 2 3 1 4 3 2 3 2 2 3 2 4 3 2 1 3 2 3 1 95 2 2 3 2 3 2 3 4 3 3 4 3 3 35 1 4 2 3 1 4 3 1 3 4 2 3 2 32 2
77 2 1 3 2 4 2 2 4 4 1 3 3 4 3 1 4 35 1 4 3 3 4 4 2 2 2 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 2 3 3 4 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 117 1 1 1 2 2 1 1 2 2 3 3 2 4 24 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 29 2
78 1 2 1 1 4 3 1 3 1 2 2 2 4 2 4 3 31 2 1 3 4 2 3 3 1 1 3 2 2 3 4 2 4 4 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 3 2 3 104 2 1 4 2 3 2 2 2 3 1 3 4 4 31 2 2 3 2 2 4 3 4 3 3 3 4 2 35 1
79 2 3 3 2 3 1 4 4 3 2 3 2 3 3 3 2 33 1 4 2 3 2 3 3 1 1 2 3 2 4 3 3 3 3 3 4 1 4 2 3 2 2 4 2 1 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 106 1 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 38 1 1 1 3 1 3 3 1 3 2 2 3 4 27 2
80 1 1 2 1 2 3 2 2 2 1 4 4 3 4 4 2 33 1 2 2 3 3 2 4 2 1 3 1 2 3 2 3 1 2 2 2 4 4 4 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 4 2 2 3 2 1 2 95 2 3 1 3 4 2 3 1 1 4 2 4 3 31 2 1 2 1 1 3 3 1 3 4 4 1 4 28 2
81 2 1 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 2 29 2 3 3 3 4 3 2 3 2 2 4 3 3 3 4 3 2 1 3 1 2 2 4 4 3 3 2 2 2 1 2 4 3 4 3 3 2 1 2 2 2 105 1 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 38 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 1
82 1 2 1 1 3 2 3 3 3 2 3 1 3 2 2 2 29 2 4 3 2 3 2 1 3 2 2 2 3 3 4 4 3 2 2 2 2 2 4 3 3 3 3 2 2 2 1 1 3 3 3 3 3 1 2 1 1 2 97 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 1 2 3 30 2 3 2 4 3 4 3 2 3 2 3 3 4 36 1
83 2 2 3 2 3 3 1 3 3 1 3 2 1 1 1 2 24 2 4 4 4 4 4 2 1 2 1 1 4 3 4 2 3 4 4 2 1 3 4 3 2 1 1 3 2 1 2 3 4 3 2 1 2 2 1 2 3 3 102 2 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 38 2 3 2 3 2 3 2 1 1 3 3 2 4 29 2
84 1 2 2 1 2 3 2 4 2 1 4 2 4 3 2 2 31 2 3 3 3 4 3 2 2 1 2 2 4 3 4 3 3 1 2 2 2 1 3 4 3 4 3 2 2 1 2 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 106 1 4 3 2 1 2 3 4 3 2 1 3 1 29 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 37 1
85 2 1 1 1 1 3 1 4 1 1 4 2 3 3 4 4 31 2 3 3 4 3 1 3 2 2 4 3 1 1 4 3 4 1 2 4 4 2 2 2 4 1 1 3 1 2 4 1 4 2 3 1 4 2 3 1 4 2 101 2 4 3 1 4 2 3 4 2 4 2 3 4 36 2 4 2 4 3 4 4 3 1 3 4 3 2 37 1
86 2 1 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 1 1 29 2 3 3 4 4 3 2 1 2 2 2 3 3 3 3 4 1 2 2 3 2 4 3 3 3 3 2 2 2 2 1 4 3 2 4 3 1 2 4 2 2 104 2 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 1 3 33 1 4 2 3 3 4 4 2 3 3 3 2 3 36 1
87 2 1 1 1 3 3 3 3 3 2 2 2 1 2 2 3 29 2 4 4 3 3 4 3 1 2 2 3 3 3 4 4 3 1 2 3 2 1 2 3 2 3 4 2 1 2 1 2 4 3 4 3 4 3 3 4 2 3 110 1 4 2 4 2 4 2 3 3 4 1 3 1 33 2 4 3 2 1 2 4 3 2 4 3 2 4 34 1
88 2 1 1 1 4 3 2 4 3 2 4 2 2 1 3 1 31 2 4 3 2 2 4 2 3 3 3 1 4 3 4 3 4 2 1 1 2 2 3 2 2 2 4 1 1 1 1 1 4 3 3 3 3 2 2 2 1 1 95 2 4 4 3 3 1 1 2 3 3 2 3 2 31 2 4 3 3 2 4 3 4 4 3 2 3 3 38 1
89 2 1 3 2 4 3 4 4 2 2 3 2 2 2 3 3 34 1 4 4 3 4 4 3 1 1 1 3 4 3 4 1 4 2 3 1 2 1 4 3 4 2 4 2 1 2 3 1 4 1 4 3 3 3 2 2 3 2 106 1 2 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 39 1 3 2 3 3 1 3 3 2 2 3 2 3 30 2
90 1 3 2 1 3 3 3 3 4 1 1 3 2 2 3 2 30 2 3 3 4 3 3 1 2 2 1 1 3 4 3 4 3 2 3 2 1 1 3 2 3 3 1 2 2 1 1 2 4 3 4 3 3 2 2 1 2 2 95 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 1 2 3 30 2 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 41 1
91 2 2 2 1 3 4 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 32 1 3 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 1 2 3 3 3 4 3 3 2 1 1 2 3 2 4 3 2 4 2 3 3 1 3 100 2 3 1 3 4 2 3 1 1 4 2 4 3 31 2 4 3 4 4 4 4 2 3 2 3 1 3 37 1
92 2 1 1 1 4 3 4 1 4 1 1 2 4 3 2 1 30 2 4 4 2 3 1 2 3 2 1 2 2 3 3 3 1 4 3 3 2 3 4 3 2 3 4 1 1 2 2 2 2 3 3 2 3 4 3 2 1 2 100 2 4 3 2 1 2 2 1 2 4 2 4 2 29 2 4 2 3 2 4 3 4 4 3 4 2 4 39 1
93 1 2 1 1 3 3 3 4 2 1 2 3 3 3 4 2 33 1 4 1 3 3 2 4 1 3 3 1 3 2 4 3 3 1 3 4 4 3 4 2 3 2 4 4 3 1 3 1 4 2 3 2 2 2 3 4 3 2 109 1 2 3 3 2 3 3 4 3 3 2 3 3 34 1 3 3 1 2 4 3 3 2 3 1 2 2 29 2
94 2 1 3 2 2 3 4 4 2 2 3 2 3 3 2 3 33 1 2 3 4 1 3 4 2 1 1 2 2 3 4 3 4 3 4 3 4 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 4 4 3 4 3 2 3 2 2 110 1 3 3 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 37 1 2 3 2 2 3 2 2 1 2 3 2 4 28 2
95 4 2 3 4 4 3 3 3 2 2 3 4 4 3 3 2 36 1 3 3 2 2 3 3 2 2 3 4 2 1 3 3 3 1 3 2 3 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 102 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 1 2 3 3 1 4 3 1 3 2 3 2 4 31 2
96 2 1 1 1 3 2 3 4 3 2 3 1 3 3 1 4 32 1 3 2 3 3 3 1 2 1 2 4 3 3 3 4 3 2 2 2 2 2 4 4 3 3 3 2 2 1 2 2 3 4 3 2 3 2 2 2 1 2 100 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 1 2 3 30 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 41 1
97 2 2 2 1 2 3 2 1 3 2 3 2 3 2 3 2 28 2 3 3 3 2 2 3 2 1 4 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 100 2 4 3 4 3 2 3 3 2 2 2 3 2 33 1 3 3 4 3 4 3 2 3 4 4 3 3 39 1
98 2 1 2 1 1 2 3 3 1 3 4 2 2 3 2 3 29 2 1 2 3 4 3 3 4 2 2 3 2 3 4 3 2 2 3 4 3 4 4 3 1 3 4 2 3 4 3 2 4 3 3 2 3 1 2 3 2 3 112 1 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2 3 31 2 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 4 35 1
270 288 267 295 238 187 305 231 261 283 268 241 3134 138 295 281 310 253 246 277 195 178 263 230 268 301 313 288 303 224 243 242 271 261 249 270 259 270 300 219 197 237 199 240 299 294 306 275 287 225 219 234 239 236 304 292 279 284 278 276 274 262 288 269 284 284 3296 282 272 252 237 301 274 201 247 279 289 275 305 3214

Keterangan :
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Pekerjaan : 1. RT/Tidak bekerja 2. Pedagang/Swasta 3. Tani/Buruh
Pendidikan : 1. Rendah (SD / SMP) 2. Tinggi (SMA / PT)
Pengetahuan : 1. Pengetahuan baik 2. Pengetahuan kurang baik
Sikap : 1. Positif 2. Negatif
Budaya : 1. Mendukung Kesehatan 2. Tidak Mendukung Kesehatan
Stigma Masyarakat : 1. Stigma Rendah 2. Stigma Tinggi
Lampiran 11

Frequencies

[DataSet1] D:\SKRIPSI\DATA RESPONDEN\DATA RINI.sav

Statistics

KT_P KT_PENG
JK KERJA PDDK DDK ETAHUAN KT_SIKAP KT_BUDAYA KT_STIGMA
N Valid 98 98 98 98 98 98 98 98
Missin
0 0 0 0 0 0 0 0
g

Frequency Table
JK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 40 40,8 40,8 40,8
Perempuan 58 59,2 59,2 100,0
Total 98 100,0 100,0

KERJA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT/TIDAK BEKERJA 51 52,0 52,0 52,0
PEDAGANG/WIRASWAST
A 34 34,7 34,7 86,7
TANI/BURUH 13 13,3 13,3 100,0
Total 98 100,0 100,0

PDDK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 24 24,5 24,5 24,5
SLTP 28 28,6 28,6 53,1
SLTA 41 41,8 41,8 94,9
Perguruan Tinggi 5 5,1 5,1 100,0
Total 98 100,0 100,0
KT_PDDK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 52 53,1 53,1 53,1
Rendah 46 46,9 46,9 100,0
Total 98 100,0 100,0

KT_PENGETAHUAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang baik 58 59,2 59,2 59,2
Baik 40 40,8 40,8 100,0
Total 98 100,0 100,0

KT_SIKAP

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Negatif 43 43,9 43,9 43,9
Positif 55 56,1 56,1 100,0
Total 98 100,0 100,0

KT_BUDAYA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak mendukung 58 59,2 59,2 59,2
mendukung 40 40,8 40,8 100,0
Total 98 100,0 100,0

KT_STIGMA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 50 51,0 51,0 51,0
Tinggi 48 49,0 49,0 100,0
Total 98 100,0 100,0
Crosstabs
[DataSet1] D:\SKRIPSI\DATA RESPONDEN\DATA RINI.sav

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
KT_PDDK * KT_STIGMA 98 100,0% 0 ,0% 98 100,0%
KT_PENGETAHUAN *
KT_STIGMA 98 100,0% 0 ,0% 98 100,0%
KT_SIKAP * KT_STIGMA 98 100,0% 0 ,0% 98 100,0%
KT_BUDAYA *
KT_STIGMA 98 100,0% 0 ,0% 98 100,0%

KT_PDDK * KT_STIGMA
Crosstab

KT_STIGMA Total
Rendah Tinggi Rendah
KT_PD Tinggi Count 33 19 52
DK Expected Count 26,5 25,5 52,0
% within KT_PDDK 63,5% 36,5% 100,0%
Rendah Count 17 29 46
Expected Count 23,5 22,5 46,0
% within KT_PDDK 37,0% 63,0% 100,0%
Total Count 50 48 98
Expected Count 50,0 48,0 98,0
% within KT_PDDK 51,0% 49,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,862(b) 1 ,009
Continuity
5,842 1 ,016
Correction(a)
Likelihood Ratio 6,942 1 ,008
Fisher's Exact Test ,015 ,008
Linear-by-Linear
Association 6,792 1 ,009
N of Valid Cases 98
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,53.
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for KT_PDDK
(Tinggi / Rendah) 2,963 1,301 6,746
For cohort KT_STIGMA =
Rendah 1,717 1,117 2,640
For cohort KT_STIGMA =
Tinggi ,580 ,380 ,883
N of Valid Cases 98

KT_PENGETAHUAN * KT_STIGMA

Crosstab

KT_STIGMA Total
Rendah Tinggi Rendah
KT_PENGETAHUAN Kurang baik Count 24 34 58
Expected Count 29,6 28,4 58,0
% within
KT_PENGETAHU 41,4% 58,6% 100,0%
AN
Baik Count 26 14 40
Expected Count 20,4 19,6 40,0
% within
KT_PENGETAHU 65,0% 35,0% 100,0%
AN
Total Count 50 48 98
Expected Count 50,0 48,0 98,0
% within
KT_PENGETAHU 51,0% 49,0% 100,0%
AN

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,286(b) 1 ,022
Continuity
4,383 1 ,036
Correction(a)
Likelihood Ratio 5,348 1 ,021
Fisher's Exact Test ,025 ,018
Linear-by-Linear
Association 5,232 1 ,022
N of Valid Cases 98
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,59.
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
KT_PENGETAHUAN ,380 ,165 ,875
(Kurang baik / Baik)
For cohort
KT_STIGMA = ,637 ,435 ,932
Rendah
For cohort
KT_STIGMA = Tinggi 1,675 1,042 2,692
N of Valid Cases 98

KT_SIKAP * KT_STIGMA
Crosstab

KT_STIGMA Total
Rendah Tinggi Rendah
KT_SI Negatif Count 13 30 43
KAP Expected Count 21,9 21,1 43,0
% within KT_SIKAP 30,2% 69,8% 100,0%
Positif Count 37 18 55
Expected Count 28,1 26,9 55,0
% within KT_SIKAP 67,3% 32,7% 100,0%
Total Count 50 48 98
Expected Count 50,0 48,0 98,0
% within KT_SIKAP 51,0% 49,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 13,249(b) 1 ,000
Continuity
11,808 1 ,001
Correction(a)
Likelihood Ratio 13,568 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 13,114 1 ,000
N of Valid Cases 98
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,06.

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
KT_SIKAP (Negatif / ,211 ,089 ,499
Positif)
For cohort KT_STIGMA
= Rendah ,449 ,275 ,734
For cohort KT_STIGMA
= Tinggi 2,132 1,391 3,267
N of Valid Cases 98

KT_BUDAYA * KT_STIGMA
Crosstab

KT_STIGMA Total
Rendah Tinggi Rendah
KT_BUDAYA mendukung Count 21 37 58
Expected Count 29,6 28,4 58,0
% within KT_BUDAYA 36,2% 63,8% 100,0%
tidak mendukung Count 29 11 40
Expected Count 20,4 19,6 40,0
% within KT_BUDAYA 72,5% 27,5% 100,0%
Total Count 50 48 98
Expected Count 50,0 48,0 98,0
% within KT_BUDAYA 51,0% 49,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 12,478(b) 1 ,000
Continuity
11,068 1 ,001
Correction(a)
Likelihood Ratio 12,829 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 12,351 1 ,000
N of Valid Cases 98
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,59.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
KT_BUDAYA
,215 ,090 ,517
(mendukung / tidak
mendukung)
For cohort KT_STIGMA
= Rendah ,499 ,338 ,739
For cohort KT_STIGMA
= Tinggi 2,320 1,353 3,978
N of Valid Cases 98
Lampiran 12

CURICULUM VITAE

Nama : Rini Safitri

Tempat Tanggal Lahir : Rantau-rasau, 30 April 1996

Status : Belum Menikah

Nama Bapak : Jhon Edison

Nama Ibu : Dartien

Riwayat Pekerjaan : Tidak Ada

Riwayat Pendidikan :

No Pendidikan Tahun Ajaran


1 TK Dharma Wanita, Kec. Nipah
Panjang II, Kab. Tanjung Jabung 2001 - 2002
Timur
2 SDN 177/X Nipah Panjang II, Kab.
2003 - 2008
Tanjung Jabung Timur
3 SMPN 3 Tanjung Jabung Timur, Kab.
2008 - 2010
Tanjung Jabung timur
4 SMAN 3 Tanjung Jabung Timur, Kab.
2011 - 2013
Tanjung Jabung Timur
5 Prodi D-III Keperawatan, Jurusan
Keperawatan Padang, Poltekkes 2014 - 2017
Kemenkes RI Padang
6 Program S1 Ilmu Keperawatan,
Fakultas Keperawatan Universitas 2017 - 2019
Andalas.

Anda mungkin juga menyukai