Anda di halaman 1dari 6

Tugas Manajemen Risiko dan Keselamatan Pasien

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen


Kesehatan Dan Keperawatan

Disusun Oleh:Kelompok 2
Romana Pebritia Nugraha (1420119056)

Megris Sibuea (1420119047)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020
Kasus 2

Penyebab utama timbulnya efek samping dalam tindakan invasif adalah buruknya
pencegahan infeksi, manajemen pasien, serta koordinasi dan komunikasi.

Gambar Ilustrasi kasus Sumber: diadaptasi dari AORN, 2009

Pertanyaan :

1. Berdasarkan gambar di atas, temukan minimal 5 masalah-masalah yang dapat


menimbulkan efek samping tindakan invasive !
a. Spuit yang tertancap di infus,
b. kaki pasien menyentuh lantai,
c. Darah dari kantung infeksius tumpah ke luar
d. Cairan di dalam Botol yang di meja meluber keluar
e. Perawat dan dokter memakai baju steril setelah pasien sudah dimeja operasi
f. Suara music pada sound yang sangat mengganggu
g. Perawat/dokter batuk tanpa menggunakan teknik batuk efektif di ruang operasi
h. Urine bag yang tumpah ke lantai
2. Diskusikan dengan kelompok Anda, bagaimana cara menyelesaikan masalahnya?

a.Spuit yang tertancap di infus.


Pada gambar di atas terdapat spuit yang tertancap pada selang infus tanpa di awasi atau di
lepas oleh dokter/perawat itu sangat membahayakan bila spuit tersebut jatuh lalu mengenai
dokter/perawat yang sedang melakukan tindakan operasi yang akan mengakibatkan risiko
infeksi bahkan bisa membahayakan klien juga. Seharusnya spuit tersebut di pegang atau
diawasi oleh dokter/perawat dan bila sudah memberikan cairan melalui spuit tersebut segera
di buang ke tempat sampah khusus pembuangan spuit dan jarum suntik agar tidak
mebahayakan yang lain.

b.kaki pasien menyentuh lantai


Harusnya pada gambar di atas terhadap posisi klien yang dimana kaki klien ke bawah
menyentuh lantai dapat diposisikan kaki klien di bed operasi karena untuk memberikan posisi
aman dan nyaman saat menjalani operasi dan menghindari risiko terjadinya infeksi pada klien

c.Darah dari kantung infeksius tumpah ke luar


Pada gambar di atas seharusnya kantung infeksius segera di tempatkan ke tempat sampah
infeksius sehingga tidak ada cairan yang meluber keluar ataupun darah yang akan
mengakibatkan risiko infeksi yang didapatkan oleh perawat/dokter bahkan klien juga

d.Cairan di dalam Botol yang di meja meluber keluar


cairan di meja pada gambar di atas seharusnya segera di pindahkan atau disingkirkan pada
ruang operasi karena dapat mengakibatkan konsleting pada alat-alat operasi atau mesin
sehingga akan mengganggu proses tindakan operasi yang mungkin akan menimubulkan
percikan api dan bahkan kebakaran bila terjadi konsleting

e.Perawat dan dokter memakai baju steril setelah pasien sudah dimeja operasi
Seharusnya pada gambar di atas dokter/perawat menggunakan baju steril saat klien belum
tiba di ruang operasi karena untuk mengantisipasi risiko infeksi yang diberikan pada
dokter/perawat kepada klien saat di ruangan
f.Suara music pada sound yang sangat mengganggu
Suara pada sound yang diatas pada ruangan operasi tersebut mungkin sangat mengganggu
jalannya operasi untuk dokter/perawat bahkan klien tersebut seharusnya bila ingin
menggunakan suara-suara atau music harus dengan volume yang rendah dan irama yang
tenang sehingga tidak mengganggu konsentrasi dokter/perawat yang melakukan tindakan
operasi dan klien yang bila sadar merasa tidak nyaman.

g.Perawat/dokter batuk tanpa menggunakan cara batuk efektif di ruang operasi


Seharusnya pada gambar di atas dokter/perawat tersebut menggunakan teknik batuk efektif
dimana akan mencegah bakteri atau virus dalam dirinya yang dapat ditularkan terhadap
rekan-rekan yang lain dan klien

h.Urine bag yang tumpah ke lantai


Pada gambar di atas menunjukkan urine bag klien tumpah dan membasahi lantai.Seharusnya
dokter/perawat lebih teliti dalam penyimpanan urine bag selalu memantau bila terjadi
kebocoran atau bila menutup kembali dicek apa benar sudah rapat menutupnya dan
tempatkan urine bag pada wadah khusus agar bila bocor tidak langsung mengenai lantai yang
bisa membuat kondisi ruangan tidak nyaman karena urine yang meluber ke lantai dan
membuat lantai licin.

Telaah Teori:
Jelaskan masing-masing perbedaan Tools atau metode yang digunakan dalam analisis
risiko untuk peningkatan kualitas berikut:

1. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


FMEA awalnya dikembangkan di luar bidang pelayanan kesehatan dan sekarang
digunakan di pelayanan kesehatan untuk menilai resiko kegagalan dan kesalahan pada
berbagai proses dan untuk mengidentifikasi area-area penting yang membutuhkan
perbaikan. Di bidang kesehatan sendiri. Failure mode and effects analysis (FMEA)
merupakan suatu teknik yang digunakan untuk perbaikan sistem yang telah terbukti dapat
meningkatkan keselamatan. FMEA merupakan teknik yang berbasis tim, sistematis, dan
proaktif yang digunakan untuk mencegah permasalahan dari proses atau produk sebelum
permasalahan tersebut muncul/terjadi. FMEA dapat memberikan gambaran tidak hanya
mengenai permasalahan-permasalahan apa saja yang mungkin terjadi namun juga
mengenai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan.

2. Infection Control Risk Assessment (ICRA)


Infection Control Risk Assessment (ICRA) merupakan suatu sistem pengontrolan
pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas aplikasi
pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat dipertanggung
jawabkan;mencakup penilaian beberapa aspek penting pengendalian infeksi seperti
kepatuhan cuci tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan
kontak,dan pengelolaan resistensi antibiotik. ICRA adalah suatu proses
berkesinambungan yang memiliki fungsi preventif dalam peningkatan mutu pelayanan.
Menurut defnisi APIC ( Association for ProfessionalsIn Infection Control and
Epidemiology), ICRA merupakan suatu perencanaan proses dan bernilai penting dalam
menetapkan program dan pengembangan control infeksi. Proses ini berdasarkan
kontinuitas surveilans pelaksanaan regulasi jika terdapat perubahan dan tantangan di
lapangan.

3. Hazard Vulnerability Analysis (HVA)


HVA (Hazard Vulnerability Analysis) menyediakan pendekatan sistematis untuk
mengenali bahaya yang dapat mempengaruhi permintaan untuk layanan rumah sakit atau
kemampuannya untuk menyediakan layanan tersebut. Risiko yang terkait dengan bahaya
yang dianalisis untuk memprioritaskan perencanaan, mitigasi, respon dan kegiatan
pemulihan. HVA berfungsi sebagai penilaian kebutuhan untuk program manajemen
risiko.Analisis Kerentanan Bahaya (Hazard Vulnerability Analysis) adalah cara untuk
fokus/memusatkan perhatian pada bahaya-bahaya yang paling mungkin terjadi dan
memberikan dampak pada fasilitas Rumah Sakit dan masyarakat sekitarnya dan harus
ditinjau lagi setiap tahun atau suatu proses untuk melakukan identifikasi, menilai dan
mengevaluasi panduan keadaan darurat dan dampak langsung atau tidak langsung akibat
keadaan emergensi yang terjadi di rumah sakit dan upaya layanannya yang akan
memberikan dampak terhadap fasilitas RS dan masyarakat sekitarnya.
4. Root Cause Analysis (RCA) atau analisis akar masalah
Root Cause Analysis (RCA) merupakan pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi
faktor-faktor berpengaruh pada satu atau lebih kejadian-kejadian yang lalu agar dapat
digunakan untuk meningkatkan kinerja).
Root cause merupakan alasan yang paling mendasar terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan. Apabila permasalahan utama tidak dapat diidentifikasi, maka kendala-
kendala kecil akan makin bermunculan dan masalah tidak akan berakhir. Oleh karena itu,
mengidentifikasi dan mengeliminasi akar suatu permasalahan merupakan hal yang sangat
penting. Root cause analysis merupakan suatu proses mengidentifikasi penyebab-
penyebab utama suatu permasalahan dengan menggunakan pendekatan yang terstruktur.
Selain itu, pemanfaatan RCA dalam analisis perbaikan kinerja dapat memudahkan
pelacakan terhadap faktor yang mempengaruhi kinerja. Root Cause(s) adalah bagian dari
beberapa faktor (kejadian, kondisi, faktor organisasional) yang memberikan kontribusi,
atau menimbulkan kemungkinan penyebab dan diikuti oleh akibat yang tidak diharapkan.

5. Clinical Practice Improvement (CPI)


Clinical Practice Improvement (CPI) adalah suatu metode untuk menganalisa kapan dan
apa saja yang sebaiknya dilakukan tiap individu yang terlibat dalam proses pelayanan
kesehatan dalam rangka mencapai hasil terbaik dengan cara yang palingefisien selama
berlangsung nya seluruh proses pelayanan pasien (continuum of care).

Anda mungkin juga menyukai