Anda di halaman 1dari 26

KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO BUNUH DIRI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Psikiatri

Disusun Oleh :

NI PUTU KRISNA ANDIANI (223221342)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Stikes Wira Medika Bali
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Wilsom & Kneisel (1998) dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa tahun
2015 menyebutkan bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien
berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.
Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa
rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh
diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat yang tinggi
dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan
tindakan bunuh diri (Yusuf dkk., 2015).
2. Penyebab/Faktor Predisposisi/Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa tahun 2015, faktor penyebab bunuh diri adalah perceraian, pengangguran, dan
isolasi sosial.
Faktor Predisposisi mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri di
antaranya adalah :
a. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal
melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan minta tolong.
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut. a. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan
penyalahgunaan zat.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko bunuh diri adalah
rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko penting
untuk perilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan dopaminergik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan perilaku merusak diri.
Faktor Presipitasi percobaan bunuh diri antara lain :
a. Psikososial dan klinik
1) Keputusasaan
2) Ras kulit putih
3) Jenis kelamin laki-laki
4) Usia lebih tua
5) Hidup sendiri
b. Riwayat
1) Pernah mencoba bunuh diri.
2) Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
3) Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
c. Diagnostis
1) Penyakit medis umum
2) Psikosis
3) Penyalahgunaan zat
3. Rentang Respon Protektif Diri
Skema, rentang respons protektif diri (Yusuf & Hanik, 2015)

Adaptif Maladaptif

Peningkatan diri Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


Peningkatan destruktif diri diri
Berisiko tak langsung
Keterangan:

a. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan,


yakin, dan kesadaran diri meningkat.
b. Pertumbuhan-peningkatan beresiko, yaitu merupakan posisi pada rentang
yang masih normal dialami individu yang mengalami pengembangan
perilaku.
c. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang beresiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang
menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
d. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri
yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk
melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai
dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai
tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
e. Bunuh Diri, yaitu tindakan agresif yang langsug terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.
4. TANDA DAN GEJALA
Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala dari Risiko Bunuh Diri adalah :
1. Mempunyai ide untuk Bunuh Diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Implusif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan Bunuh Diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alkohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada Klien dengan penyakit kronik atau terminal).
11. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karir).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
5. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnya gangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani
juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi
elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

Berikut merupakan penatalaksanaan medis dan keperawatan pasien dengan risiko


bunuh diri menurut Gomez, dkk (2012) :
1. Penatalaksanaan Medis
Pada kasus bunuh diri membutuhkan obat penenang saat mereka
bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih
membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
Berikut merupakan obat- obatan Psikofarmakologi pada pasien dengan risiko
bunuh diri yang mengalami Tindakan kekerasan
a. Anti Cemas dan Sedatif Hipnotik
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepin seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering
digunakan didalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan
perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam
waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi. Selanjutnya
pada beberapa klien yang mengalami effect dari Benzodiazepin
dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat
anti cemas, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang
berkaitan dengan kecemasan dan depresi.

b. Anti depresi
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline, litium, dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan
agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organic.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
(1) Perkenalkan diri dengan klien
(2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
(3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
(4) Bersifat hangat dan bersahabat.
(5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
(1) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
(2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
(3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
(1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
(2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan ,ketakutan
dan keputusasaan.
(3) Beridorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
(4) Beriwaktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
(1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
(2) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
(3) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
(1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal :berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll.)

(2) Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia


sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
(3) Beridorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
b. Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga
1) Tujuan
a) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah rasa
ingin bunuh diri dengan tindakan keperawatan :
1) Membina hubungan saling percaya
(a) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
(b) Bicara dengansikaptenang, rileks dan tidakmenantang.
2) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
(a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(b) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
(c) Utamakan pemberian pujian yang realitas
3) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan
untuk diri sendiri dan keluarga
(a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
(a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
(b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
(c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
(a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
(b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
(c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
(d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan
keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana spesifik. Perawat harus
mengkaji tingkat risiko bunuh diri, faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme koping dan
sumber koping pasien.
1. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Alasan masuk Rumah Sakit
Umumnya klien risiko bunuh diri dibawa kerumah sakit dikarenakan keluarga merasa tidak
mampu menangani atau merawat pasien, terganggu karena dengan prilaku klien, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
dan penanganan yang lebih lanjut dan tepat
3. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah
sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang
dicapai.
4. Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien destruktif diri (bunuh diri)
adalah sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Yusuf dkk, 2015) a. Pengkajian
lingkungan upaya bunuh diri.
1) Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
2) Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana, membicarakan
tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh
diri.
3) Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan.
4) Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
5) Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
b. Petunjuk gejala
- Data Subjektif
Klien mengungkapkan tentang :
1) merasa hidupnya tak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Mengancam bunuh diri -
- Data Objektif :
1) Keputusasaan.
2) Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga.
3) Alam perasaan depresi.
4) Agitasi dan gelisah.
5) Insomnia yang menetap.
6) Penurunan berat badan.
7) Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
c. Penyakit psikiatrik
1) Upaya bunuh diri sebelumnya.
2) Kelainan afektif.
3) Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
4) Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
5) Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
6) Kombinasi dari kondisi di atas.
d. Riwayat psikososial
1) Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
2) Hidup sendiri.
3) Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami.
4) Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah
sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin).
5) Penyakit medis kronis.
6) Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
e. Faktor-faktor kepribadian
1) Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
2) Kekakuan kognitif dan negatif.
3) Keputusasaan.
4) Harga diri rendah.
5) Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
f. Riwayat keluarga
1) Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
2) Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya.
5. Faktor Perilaku
Menurut Yusuf, dkk (2015), faktor perilaku yang mempengaruhi terjadinya perilaku risiko
bunuh diri adalah sebagai berikut.
1) Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang dilakukan
(pemberian obat). Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih untuk tidak
memperhatikan dirinya.
2) Pencederaan diri
Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan diri dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
3) Perilaku bunuh diri
Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
1) Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara
verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga
mengomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya,
dan sebagainya.

2) Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika tidak dicegah.
3) Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
6. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
a)Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b) Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal
melakukan hubungan yang berarti.
c) Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
d) Cara untuk mengakhiri keputusaan.
e) Tangisan minta tolong.
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut. a. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai
hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan penyalahgunaan zat. b. Sifat
kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh
diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko penting
untuk perilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan dopaminergik menjadi media
proses yang dapat menimbulkan perilaku merusak diri.
Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai berikut (Cook dan
Fontaine, 1987).
a. Penyebab bunuh diri pada anak
1) Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.
2) Situasi keluarga yang kacau.
3) Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik.
4) Gagal sekolah.
5) Takut atau dihina di sekolah.
6) Kehilangan orang yang dicintai.
7) Dihukum orang lain.

b. Penyebab bunuh diri pada remaja.


6) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
7) Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
8) Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
9) Perasaan tidak dimengerti orang lain.
10) Kehilangan orang yang dicintai.
11) Keadaan fisik.
12) Masalah dengan orang tua.
13) Masalah seksual.
14) Depresi.
c. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.
1) Self ideal terlalu tinggi.
2) Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.
3) Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
4) Kompetisi untuk sukses.
d. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.
1) Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
2) Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
3) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
4) Kesepian dan isolasi sosial.
5) Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.
6) Sumber hidup bergantung.
1. Faktor Predispitasi
a. Riwayat
1) Pernah mencoba bunuh diri
2) Riwayat kluarga tentang percobaan bunuh diri
3) Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
b. Diagnostik
1) Penyakit medis umum
2) Psikosis
3) Penyalahgunaan zat
2. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
3. Konsep Diri
1) Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
2) Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau belom, kalau sudah
menikah apakah sudah memiliki anak.
3) Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga, ibu/ ibu rumah
tangga atau sebagai anak dari berapa bersaudara.
4) Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien akan
melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah lebih bersemangat atau membuat
lembaran baru.
5) Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang
berinteraksi dengan orang lain.
6) Hubungan Sosial: Tanyakan menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa,
ataukah teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli
dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan lingkugannya, apakah klien sering
diam, menyendiri, murung dan tak bergairah, apakah klien merupakan orang yg jarang
berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain, ataukah sangat sensitive.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya Tuhan atau dia
sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang beribadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
5. Status Mental
a. Penampilan:
Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak
pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti
tidak intrest, kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek
datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang
tajam, terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat
berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
6. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan
dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum

7. Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural.
Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada subkategori bunuh diri
berdasarkan motivasi seseorang, yaitu : a. Bunuh diri egoistik akibat seseorang yang
mempunyai hubungan sosial yang buruk
b. Bunuh diri altruistik akibat kepatuhan pada adat dan
kebiasaan
c. Bunuh diri anomik akibat lingkungan tidak dapat
memberikan kenyamanan bagi individu
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak langsung
adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang yang melakukan
tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah gagal menggunakan mekanisme pertahanan diri
sehingga bunuh diri sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.
9. Intensitas Bunuh diri
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997, dikutip oleh
shivers, 1998 dalam Yusuf kk, 2015). Mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS
(Suicidal Intertion Rating Scale). Intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada
tabel (Suicidal Intertion Rating Scale).

Skor Intensitas

0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang


1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri
2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh
3 diri
Mengancam bunuh diri, misalnya :’ Tinggalkan saya sendiri atau
4 saya bunuh diri”.
Aktif mencoba bunuh diri
Menurut Hatton, Valente, dan Rink, 1997 (dikutip oleh Shiver, 1986 dalam Yusuf dkk,
2015), Faktor risiko adalah sebagai berikut. Pengkajian tingkat resiko Bunuh Diri

NO Perilaku atau Intensitas Resiko


Gejala Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panic
2 Depresi Ringan Sedang Berat
3 Isolasi- Perasaan Perasaan tidak berdaya, Tidak berdaya,putus
Menarik diri depresi putus asa, menarik diri
asa, menarik diri,
yang samar, tidak
menarik diri protes pada diri sendiri
4 Fungsi Umumnya baik Baik pada beberapa Tidak baik pda semua
seharihari aktivitas aktivitas
pada semua
aktivitas
5 Sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi koping Umumnya Sebagian konstruktif Sebagian besar
konstruktif destruktif
7 Orang dekat Beberapa Sedikit atau hanya satu Tidak ada
8 Pelayanan Tidak, sikap positif Ya, umumnya Bersikap negative
psikiatri yang memuaskan terhadap pertolongan
lalu
9 Pola Hidup Stabil Sedang Tidak stabil
10 Pemakai Tidak sering Sering Terus menerus
alcohol/obat

11 Percobaan Tidak atau yang Dari tidak sampai Dari tidak sampai
bunuh diri tidak fatal dengan cara yang agak berbagai cara yag fatal
sebelumnya fatal
12 Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi

13 Bermusuhan Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau ada


14 Rencana Samar, kadang- Sering dipikirkan,
Bunuh diri kadang-kadang ad aide
kadang ada
untuk merencanakan
pikiran, tidak ada
rencana

2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko bunuh diri dibuktikan dengan posttraumatic stress disorder
3. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWATAN Tujuan (TUK/TUM) Kriteria Evaluasi Intervensi
(SLKI) (SIKI)
TUM : Setelah diberikan asuhan Observasi
Risiko bunuh diri Klien mampu untuk tidak keperawatan dalam 1 1. Identifikasi gejala resiko bunuh diri ( mis. gangguan
dibuktikan dengan
mencederai dirinya. x pertemuan, mood, halusinasi , delusi, panic , penyalahgunaan zat,
post traumatic
stress disorder diharapkan pasien kesedihan, gangguan kepribadian)
TUK 1 : menunjukkan : 2. Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (mis.
Klien dapat melindungi 1. Klien tidak barang pribadi, pisau cukur, jendela)
dirinya dari percobaan berperilaku agresif /
bunuh diri. amuk. Terapeutik

2. Klien tidak 1. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan

berperilaku merusak mudah dipantau (mis. tempat tidur dekat ruang perawat)

lingkungan sekitar. 2. Lakukan intervensi perlindungan ( mis. pembatasan area,

3. Klien tidak pengekangan fisik), jika diperlukan

berperilaku melukai 3. Pastikan obat ditelan.

diri sendiri/ orang


Kolaborasi
lain.
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
4. Klien tidak atau
berperilaku
menyerang. antipsikotik, sesuai indikasi
2. Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA

TUK 2 : Setelah diberikan asuhan Observasi


keperawatan dalam 1 x 1. Identifikasi keinginann dan pikiran rencana bunuh diri
Klien dapat dirinya
melindung
dari pertemuan, diharapkan
isyarat bunuh diri. i Terapeutik
pasien :
1. Klien mampu 1. Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi
memverbalisasi saat membahas bunuh diri.
keinginan bunuh diri. 2. Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa
2. Klien mampu deoan (mis. orang yang dihubungi, kemana mencari
memverbalisasi bantuan )
isyarat bunuh diri.
3. Klien mampu Edukasi

memverbalisasi 1. Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga

rencana bunuh diri. atau orang terdekat .

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
atau
antipsikotik, sesuai indikasi
2. Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA
TUK 3 : Setelah diberikan asuhan Observasi
Klien dapat meningkatkan keperawatan dalam 1 x 1. Identifikasi risiko keselamatan diri atau orang lain.
harga diri pasien. pertemuan, diharapkan 2. Monitor aktivitas dan tingkat stimulasi lingkungan.
pasien :
1. Klien memiliki Terapeutik
penilaian diri positif 1. Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan
2. Klien merasa memiliki dengan cara yang tepat (mis. sandsack, terapi seni,
kelebihan / kemampuan aktivitas fisik)
positif.
Edukasi

3. Klien menerima 1. Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaian masalah


penilaian positif baru
terhadap diri sendir
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
TUK 4 : Setelah diberikan asuhan Observasi
Klien dapat keperawatan dalam 1 1. Monitor fungsi kognitif (mis. konsentrasi, memori,
meningkatkan x pertemuan, kemampuan membuat keputusan )
kemampuan dalam diharapkan pasien : Terapeutik
menyelesaikan masalah 1. Klien mampu dalam 1. Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan
mengatasi masalah. dengan cara yang tepat (mis. sandsack, terapi seni,
2. Klien mampu melakukan aktivitas fisik)
apapun hal positif. Edukasi
1. Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaian masalah
baru

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
Lampiran 1 Strategi Pelaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien risiko bunuh diri dapat dilakukan dengan pendekatan strategi
pelaksanaan (SP). Strategi pelaksanaan tersebut adalah

a. Pasien SP 1 Pasien
- Mengidentifikasi benda-benda yang dapatmembahayakan pasien.
- Mengamankan benda-benda yang dapatmembahayakan pasien
- Melakukan kontrak treatment
- Mengajarkan cara mengendalikan doronganbunuh diri - Melatih cara mengendalikan
dorongan bunuhdiri

SP 2 Pasien
- Mengidentifikasi aspek positif pasien
- Mendorong pasien untuk herfikirpositif terhadap diri
- Mendorong pasien untuk menhargaidiri sebagai individu yang berharga

SP 3 Pasien
- Mengidentifikasi pola koping yangbiasa diterapkan pasien
- Menilai pola koping yg biasa dilakukan
- Mengidentifikasi pola koping yangkonstruktif
- Mendorong pasien memilih pola kopingyang konstruktif
- Menganjurkan pasien menerapkan polakoping konstruktif dalam kegiatan harian

SP 4 Pasien
- Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
- Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
- Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang
realistis
b. Keluarga SP
1 Keluarga
- Mendiskusikan masalah yg dirasakan keluarga dalam merawat pasien
- Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh diri
yang dialami pasien beserta proses terjadinya
- Menjelaskan cara-cara merawat pasienrisiko bunuh diri

SP 2 Keluarga
- Melatih keluarga mempraktekkan caramerawat pasien dg risiko bunuh diri
- Melatih keluarga melakukan tara merawat langsung kepada pasien risikobunuh diri

SP 3 Keluarga
- Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat(dischargc
planning)
- Menjelaskan follow lip pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP& SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S1Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fatimah, & Fitriani, D. R. (2017). Inovasi Guided Imagery Terhadap Gejala Resiko Bunuh Diri
Di Ruang Punai RSJD Atmahusada Samarinda, 1– 29.
Gomez, dkk. (2012). Klinis dan Aspek Epidemologi bunuh diri pada penderita Skizoprenia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. StandarLuaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Yusuf, A., H., et al. (2015). BUKU AJAR KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA.
Jakarta Selatan. Salemba Medika.
Yusuf, A, Fitryasari, R, and Nihayati, H. 2015. Bahan Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai