Anda di halaman 1dari 28

MINI RISET

PENERAPAN TERAPI SUPORTIF DENGAN TEKNIK BIMBINGAN


UNTUK MENGURANGI DORONGAN BUNUH DIRI PADA PASIEN
SKIZOFRENIADI RUANG RIPD RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Oleh :Kelompok 13 :


1. Aditia Sapto Nugroho
2. Ulinnuha Tubagus Rifai
3. Rahma Julia Setyaningtyas
4. Mustika Arindita Nurmalitasari
5. Ali Rais
6. Dhatu Rama Mahardhika

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukursayapanjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan mini riset dengan judul
“Penerapan terapi suportif dengan teknik bimbingan untuk mengurangi dorongan
bunuh diri pada pasien skizofrenia” Yang ditempuh sebagai salah satu tugas
praktik klinik di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo Ruang RIPD Keperawatan Stase
Jiwa pada Program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Dengan terselesainya makalah ini, maka kami mengucapkan banyak terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah membantu sehingga
tugas telaah jurnal ini terselesaikan, terutama pada pembimbing Stase Jiwa.
Kamimenyadari bahwa dalam penyusunan telaah jurnal ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, demi kesempurnaan telaah jurnal ini saya
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.
Semoga makalah telaah jurnal ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Semarang, September2019
Penulis

( Kelompok 13 )

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah
gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah
yang sangat serius. WHO menyatakan, tahun 2001 paling tidak ada satu dari
empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan
jiwa (Yosep. 2009).
Menurut data Departemen Kesehatan (2009), jumlah penderita
gangguan jiwa saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6% dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat.
Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah menyebutkan dari 1000 warga Jawa
Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19
orang dari 1000 warga Jawa Tengah mengalami stress. Pada penderita
gangguan jiwa, hanya 30% sampai 40% pasien gangguan jiwa bisa sembuh
total, 30% harus berobat jalan dan 30% lainnya harus menjalani perawatan.
Dibanding ratio dunia yang hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang
telah mengalami gangguan kejiwaan ringan sampai berat telah mencapai
18,5 % (Depkes RI, 2009).
Prevalensi penderita menciderai diri di Indonesia adalah 0,3-1% dan
bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia
11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia
sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana
sekitar 99% pasien di Rumah Sakit Jiwa adalah: penderita yang menciderai
dirinya (WHO, 2015). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain, 2012). Berdasarkan survey yang telah kami
lakukan, pasien di Ruang RIPD RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang

3
80% diisi oleh pasien yang masuk dengan resiko bunuh diri. Jumlah total
keseluruhan ada 9 pasien, dan 6 diantaranya adalah pasien dengan resiko
bunuh diri.
Mencederai diri sendiri/resiko bunuh diri mengakibatkan petunjuk
gejala antara lain : Keputusasaan, menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal
dan tidak berharga, alam perasaan tertekan, agitasi dan gelisah, insomnia
yang menetap, penurunan berat badan, berbicara lamban, keletihan, menarik
diri dari lingkungan social, pikiran dan rencana bunuh diri, percobaan atau
ancaman verbal.
Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti
BagaimanaPengaruh terapi suportif dengan teknik bimbingan untuk
mengurangi dorongan bunuh diri pada pasien skizofrenia Diruang RIPD
RSJD Dr Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkanlatarbelakang di atas, fokusmasalahdalampenelitianiniadalah,
“Bagaimana Pengaruh terapi suportif dengan teknik bimbingan untuk
mengurangi dorongan bunuh diri pada pasien skizofrenia Diruang RIPD
RSJD Dr Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah?”

C. TUJUAN
Tujuan Umum :
Untuk mengidentifikasi pengaruh terapi suportif dengan teknik bimbingan
untuk mengurangi dorongan bunuh diri pada pasien skizofrenia.
Tujuan Khusus :
1. Mendeskripsikan karakteristik pasien Resiko Bunuh Diri di ruang RIPD
2. Mengidentifikasi kemampuan pasien Resiko Bunuh Diri di ruang RIPD

D. MANFAAT
1. Manfaat Bagi Peneliti

4
Mengaplikasikan jurnal dan ilmu yang di peroleh selama di bangku
perkuliahan.

2. Manfaat Bagi Institusi


Hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang terapi suportif
dengan teknik bimbingan untuk mengurangi dorongan bunuh diri pada
pasien skizofrenia.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Gangguan Jiwa


1. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan
pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan
hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Gangguan jiwa atau
mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang
karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena
persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya
sendiri-sendiri (Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah
gangguan alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi
(affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan
kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan
tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam
berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah
ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa
lemah, tidak mampu mencapaitujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai
dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk

6
mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya
sendiri (Yosep, 2009). Gangguan Jiwa sesungguhnya sama dengan
gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan jiwa bersifat
lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut
hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal
sebagai gila (Budiman, 2010).

2. Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa


Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan
2) Jasmaniah
3) Temperamen
4) Penyakit dan cedera tubuh
b. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan
yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu
merasa terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan
dirinya terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan
yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya.
Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh,
kaku dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta
memiliki kepribadian yang bersifat menolak dan menentang
terhadap lingkungan.
d. Faktor Sosio-Kultural
Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu
:

7
1) Penyebab primer (primary cause) Kondisi yang secara
langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau
kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak
akan muncul.
2) Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk
gangguan jiwa.
3) Penyebab yang pencetus (precipatating cause) Ketegangan-
ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung
dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan
gangguan jiwa.
4) Penyebab menguatkan (reinforcing cause) Kondisi yang
cenderung mempertahankan atau mempengaruhi tingkah
laku maladaptif yang terjadi.
5) Multiple cause Serangkaian faktor penyebab yang kompleks
serta saling mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu
gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu penyebab
tunggal, bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan
saling mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan
penyebab lainnya.
e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan
seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu
mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman, atau
tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri
disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu
menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri
dan komponennya. Lingkungan dan stressor yang dapat
mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan,
tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur

8
dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur
tindakan serta pengobatan (Stuart & Sundeen, 2009).

3. Klasifikasi Gangguan Jiwa


Klasifikasi gangguan jiwadibagi menjadi (Stuart & Sundeen,
2009) :
a. Gangguan Jiwa Psikotik
Gangguan jiwa psikotik yang meliputi gangguan otak
organik ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realita,
ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya skizofrenia
dan demensia.
1) Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai
dengan berbagai tingkat kepribadian diorganisasi yang
mengurangi kemampuan individu untuk bekerja secara
efektif dan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gejala
klinis skizofrenia sering bingung, depresi, menarik diri atau
cemas.
2) Demansia
Demansia diklasifikasikan sebagai gangguan medis
dan kejiwaan, demensia terkait dengan hilangnya fungsi
otak. Demensia melibatkan masalah progresif dengan
memori, perilaku, belajar, dan komunikasi yang
mengganggu fungsi sehari-hari dan kualitas hidup.
3) Gangguan Jiwa Neurotik
Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang
lainnya merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan
konflik dalamjiwanya, namun umumnya penderita tidak
menyadari bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang

9
dirasakan dengan konflik emosinya. Gangguan ini tanpa
ditandai kehilangan intrapsikis atau peristiwa kehidupan
yang menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-
gejala obsesi, fobia, dan kompulsif

4) Depresi
Depresi merupakan penyakit jiwa akibat dysphoria
(merasa sedih), tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung,
gelisah atau kombinasi dari karakteristik ini. Penderita
depresi sering mengalami kesulitan dengan memori,
konsentrasi, atau mudah terganggu dan juga sering
mengalami delusi atau halusinasi. Ketika seseorang dalam
keadaan depresi ada penurunan signifikan dalam personal
hygiene dan mengganggu kebersihan mulut.

B. Konsep Resiko Bunuh Diri


1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari untuk
mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya
melaksanakan hasratnya untuk mati (Yosep, 2007). Bunuh diri
menurut Edwin Schneidman dalam Kaplan 2010 adalah tindakan
pembinasaan yang disadari dan ditimbulkan diri sendiri, dipandang
sebagai malaise multidimensional pada kebutuhan individual yang
menyebabkan suatu masalah di mana tindakan yang dirasakan
sebagai pemecahan yang terbaik.
Bunuh diri berhubungan dengan kebutuhan yang dihalangi
atau tidak terpenuhi, perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan,
konflik ambivalen antara keinginan hidup dan tekanan yang tidak
dapat ditanggung, menyempitkan pilihan yang dirasakan dan
kebutuhan meloloskan diri; orang bunuh diri menunjukkan tanda-

10
tanda penderitaan (Kaplan & Saddock, 2010) Perilaku yang muncul
meliputi :
a. Isyarat, Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri Pada kondisi ini mungkin klien sudah memiliki
ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan
ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman, Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien,
berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk
mengakhiri hidupnya dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana
bunuh diri, namun tidak disertai percobaan bunuh diri.
c. Percobaan Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien
mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

2. Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Diagnosa medis: gangguan jiwa
Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia.
b. Sifat Kepribadian
Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka
bermusuhan, implusif, kepribadian anti sosial dan depresif.
c. Lingkungan Psikososial
Individu yang mengalami kehilangan dengan proses berduka
yang berkepanjangan akibat perpisahan atau bercerai, kehilangan

11
barnag kehilangan dukungan sosial merupakan faktor penting
yang mempengaruhi individu untuk melalukan tindakan bunuh
diri.
d. Riwayat Keluarga
Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang
terjadi dalam keluarga merupaka faktor penting untuk melakukan
bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Menurunnya neurotansmiter serotonin, opiat dan dopamin dapat
menimbulkan perilaku destruktif diri
Faktor presipitasi
Stresor pencetus bunuh diri terjadi karena stres berlebihan
yang dialami individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa
kehidupan yang memalukan seperti masalah hubungan
interpersonal, dipermalukan didepan umum, kehilanhan pekerjaan,
ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh media yang
menampilkan peristiwa bunuh diri.

3. Tanda dan gejala


a. Isyarat Bunuh DiriKlien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri
1) Subyektif :
a) "Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!"
atau "Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya."
b) Mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih /
marah / putus asa / tidak berdaya.
c) Mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah
2) Obyektif :
a) Sedih

12
b) Murung
c) Marah
d) Menangis
e) Banyak diam
f) Kontak mata kurang
g) Emosi labil
h) Tidak tidur
b. Ancaman Bunuh Diri
1) Subyektif:
a) Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi
keinginan untuk mati.
b) Ungkapan rencana untuk mengakhiri kehidupan
c) Ungkapan dan tindakan menyiapkan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut.
2) Obyektif:
a) Banyak melamun
b) Menyiapkan alat untuk rencana bunuh diri
c) Gelisah
d) Mudah emosi
e) Sedih
f) Murung
g) Menangis
h) Jalan mondar-mandir
c. Percobaan Bunuh Diri
1) Subyektif :
a) Mau mati
b) Jangan tolong saya
c) Biarkan saya
d) Saya tidak mau ditolong
e) Emosi labil

13
2) Obyektif
klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung
diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi , membenturkan kepala.

4. Akibat
Resiko bunuh diri mengakibatkan petunjuk gejala antara lain :
Keputusasaan, menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak
berharga, alam perasaan tertekan, agitasi dan gelisah, insomnia yang
menetap, penurunan berat badan, berbicara lamban, keletihan,
menarik diri dari lingkungan social, pikiran dan rencana bunuh diri,
percobaan atau ancaman verbal.

14
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu perencanaan atau strategi untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan untuk untuk menjawab pertanyaan
penelitian atau hipotesisserta sebagai alat untuk mengontrol variabel yang
berpengaruh dalam penelitian (Sugiyono, 2010).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif, menggunakan
metode kualitatif wawancara dengan pendekatan survei yaitu penelitian yang
bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap suatu hal, keadaan, kondisi,
situasi, peristiwa, kegiatan dan lain-lain(Arikunto, 2010). Penelitian deskriptif
ini berarti setiap subjek penelitian hanya di wawancara sekali saja terhadap
suatu karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan dan tidak berarti
bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Siyoto &
Sodik, 2015).

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena
yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian
(Swarjana, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang
mengalami halusinasi yang ada di ruang RIPD RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Sampel dalam penelitian ini sebanyak
6 responden.

15
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil
Resiko Bunuh Diri Bunuh diri adalah Wawancara Data berupa
suatu upaya yang dokumentasi
disadari untuk hasil wawancara
mengakhiri 0-10 : Resiko
kehidupan individu Bunuh Diri
Rendah
secara sadar
11-20 : Resiko
berhasrat dan Bunuh Diri
berupaya Sedang
melaksanakan 20-30 : Resiko
hasratnya untuk mati Bunuh Diri
Tinggi

D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang RIPD RSJD dr. Amino Gondohutomo
Semarang.

E. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 12 September – 17 September 2019.

F. Etika Penelitian
Di dalam penelitian, terdapat banyak hal yang harus diperhatikan, salah satunya
yaitu etika penelitian. Menurut Polit dan Beck (Swarjana, 2012) terdapat prinsip
etika penelitian yang harus dipatuhi yaitu:
1. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.

16
Di penelitian ini, nama responden tidak akan ditulis secara lengkap
melainkan hanya akan berupa kode-kode. Tujuannya adalah supaya
identitas responden tidak diketahui oleh orang lain.
2. Principle of beneficience (Prinsip kebaikan)
Penelitian yang dilakukan harus memberikan manfaat serta tidak
menimbulkan bahaya atau ketidaknyamanan bagi partisipan.
3. Principle of Respect for Human Dignity (Prinsip menghormati martabat
manusia)
Partisipan berhak untuk ikut atau menolak dalam penelitian,
menolak memberikan informasi, bertanya serta terbebas dari paksaan.
Peneliti juga harus menjelaskan secara penuh mengenai sifat penelitian,
risiko dan manfaat dari peneltian. Semua hal yang terkait dengan prinsip
ini terdapat dalam lembar informed consent yang disediakan oleh peneliti.
4. Principle of Justice (Prinsip Keadilan)
Semua partisipan mendapatkan perlakuan yang sama serta
menghormati budaya yang berlaku, menghargai perjanjian yang telah
disepakati serta menjalankan penelitian sesuai prosedur yang telah
dijelaskan.
5. Kerahasiaan (confidentiality)
Peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi dengan tidak
mencanumkan nama partisipan, membuat penomoran partisipan, hanya
dilihat oleh orang-orang yang berkepentingan, serta menyimpan data
secara aman.

G. Alat Pengumpulan Data


Data dalam penelitian ini diambil menggunakan instrumen berupa
kuesioner SIS (Suicide Intant Scale) yang berisi 15 butir pernyataan.

H. Prosedur Pengumpulan Data

17
Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan melalui tahap sebagai
berikut:
1. Peneliti mengambil data dari catatan medis pasien
2. Peneliti melakukan pengkajian kepada pasien
3. Peneliti melakukan wawancara kemudian mengisi sesuai tool yag telah di
tetapkan
4. Peneliti melihat secara langsung ekspresi serta respon pasien ketika
halusinasi muncul
5. Peneliti melakukan dokumentasi hasil wawancara dengan pasien
6. Mengentry data dan mengolahnya dengan komputer

I. Analisa Data
1. Pengolahan Data
Pengumpulan data ini dilakukan setelah kegiatan penelitian selesai. Alat
ukur pengumpulan data perlu diperhatikan kembali agar dapat memperkuat
hasil penelitian (Hidayat, 2007). Data dalam peneitian ini diolah melalui
tahap sebagai berikut :
a. Editing
Peneliti melakukan proses editing yang berupa pengecekan jumlah
lembar kuesioner, kelengkapan data seperti identitas atau data yang
masih rancau.
b. Coding
Peneliti melakukan proses coding yang merupakan pemberian kode
berupa angka agar tidak menyebabkan kerancuan dalam mengklarifikasi
data.
c. Processing
Setelah dilakukan editing dan coding selanjutnya peneliti memproses
data yang didapatkan melalui progam komputer.

d. Cleansing

18
Setelah peneliti memproses data yang didapatkan selanjutnya peneliti
melakukan cleansing yang merupakan kegiatan mengecek kembali data
yang diolah apakah ada kesalahan atau tidak.

2. Analisa data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis
univariat. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan evaluasi tanda dan gejala, kemampuan pasien pada
diagnosa keperawatan halusinasi. Pada umumnya analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Analisis
univariat dalam penelitian ini mendeskripsikan karakteristik sampel
penelitian, mendeskripsikan variabel penelitian yaitu kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku, sosial dan kemampuan. Deskripsi data berbentuk
numerik akan dilakukan perhitungan nilai mean, median, modus, minimal,
maksimal, dan standar deviasi. Data berbentuk kategorik dilakukan dengan
pengujian distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2010).

19
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa
Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang. Responden yang digunakan
merupakan klien yang ada di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang.

B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dijelaskan dalam bentuk tabel dan narasi berdasarkan
hasil analisis univariat maupun bivariat.
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Penelitian ini terdapat berbagai karakteristik responden seperti jenis
kelamin. Semua karakteristik dalam penelitian ini disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi antara lain sebagai berikut :
1) Jenis Kelamin
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
pada pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah
(RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang (n=6)

Jenis Kelamin F %
Perempuan 6 100.0
Total 6 100.0

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jenis kelamin pasien resiko bunuh diri di
ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah
dr. Amino Gondohutomo Semarang adalah berjenis kelamin perempuan
sebanyak 6 responden (100,0 %).

20
b. Hasil Tingkat Resiko Bunuh Diri
Hasil pengukuran tingkat Resiko Bunuh Diri ini disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi yaitu sebagai berikut :
1) Hasil Pre Test
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan hasil resiko bunuh
diri sebelum terapi pada pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit
Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo
Semarang (n=6)
Hasil Pre Test f %
Resiko Bunuh Diri Sedang 2 33.3
Resiko Bunuh Diri Tinggi 4 66.7
Total 6 100.0

Tabel 4.3 didapatkan data Hasil Pre Test pada kelamin pasien resiko
bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang yang
berjumlah 6 responden adalah Resiko Bunuh Diri Sedang sebanyak
2 responden (33,3 %) dan Resiko Bunuh Diri Tinggi sebanyak 4
responden (66,7 %).

2) Hasil Post Test


Tabel 4.4
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan hasil resiko bunuh
diri sesudah pada pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa
Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang
(n=6)
Post Test f %
Resiko Bunuh Diri Rendah 2 33.3
Resiko Bunuh Diri Sedang 4 66.7
Total 6 100.0

Tabel 4.4 didapatkan data Hasil Post Test kelamin pasien resiko
bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang yang

21
berjumlah 6 responden adalah Resiko Bunuh Diri Rendah sebanyak
2 responden (33,3 %) dan Resiko Bunuh Diri Sedang sebanyak 4
responden (66,7 %).

2. Analisa Bivariat
Sebelum dilakukan analisis data, maka dilakukan uji kenormalan data
menggunakan Shapiro-wilk.
a. Uji Normalitas

Tabel 4.5
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Hasil Pre Test 0,245 6 0,200 0,861 6 0,193
Hasil Post Test 0,346 6 0,024 0,717 6 0,009

Berdasarkan tabel 4.5 uji normalitas Shapiro-Wilk Test diketahui salah


satu nilai signifikansi < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa nilai
residual berdistribusi tidak normal.

b. Pengaruh Terapi Suportif Dengan Teknik Bimbingan Terhadap


Resiko Bunuh Diri pada pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino
Gondohutomo Semarang
Setelah dilakukan uji normalitas dengan hasil nilai residual
berdistribusi tidak normal, maka penelitian ini menggunakan uji
Wilcoxon Match Pair. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji
Wilcoxon Match Pair. Uji Wilcoxon Match Pair Test digunakan untuk
menganalisis hasil pengamatan yang berpasangan dari dua data apakah
berbeda atau tidak dan hasilnya sebagaimana terdapat pada tabel berikut
:

Tabel 4.6

22
Pengaruh Terapi Suportif Dengan Teknik Bimbingan Terhadap Resiko Bunuh
Diri pada pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah
(RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang (n=6)
(n=30)
Mean Sum
Resiko Bunuh
Frekuensi Rank of Z hitung p-Value
Diri
Ranks
Negative Rank 6 3.50 21.00 -2.232 0,026
Positive Rank 0
Ties 0
Jumlah 6

Berdasarkan tabel 4.6 berdasarkan hasil diatas, 6 responden diperoleh hasil


bahwa terdapat 6 responden dengan hasil Resiko Bunuh Diri yang mengalami
penurunan dan nilai p-value = 0,026 < α 0,05. Dengan demikian jika p = 0.026
< α 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya bahwa Ada Pengaruh
Terapi Suportif Dengan Teknik Bimbingan Terhadap Resiko Bunuh Diri pada
pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang.

C. Pembahasan
1. Karakteristik responden
Berdasarkan penelitian, jenis kelamin pasien resiko bunuh diri di ruang
RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino
Gondohutomo Semarang adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 6
responden (100,0 %).
2. Hasil Tingkat Depresi
a. Hasil Pre Test
Berdasarkan Penelitian, Hasil Pre Test pada kelamin pasien resiko
bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi
Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang yang berjumlah 6
responden adalah Resiko Bunuh Diri Sedang sebanyak 2 responden
(33,3 %) dan Resiko Bunuh Diri Tinggi sebanyak 4 responden (66,7 %).

23
1) Ny. A : “aku tidak berguna bagi bapak. Aku sudah
melakukan kesalahan kepada bapak. Mending aku mati saja
daripada menyusahkan bapak”
2) Ny. R : “Aku sudah tidak kuat mbak, mending daripada aku
disiksa begini, mending aku mati aja”
3) Ny, N : “ Aku itu bingung, buat apa aku hidup kalau aku
menyusahkan orang-orang terutama suamiku”
4) Ny. T : “ Aku sudah melakukan dosa kepada Tuhan.
Daripada nambah dosa, mending aku mati saja mbak”
5) Ny. D : “ Aku itu udah enggak kuat mba selalu rebutan
harta. Masak umur saya udah hampir 50 tahun ini ngurusin harta
terus. Aku udah capek mbak. Mending aku mati biar mereka puas
lihat aku mati”
6) Ny. O : “ Aku itu trauma mba, masak aku selalu dipukuli
begini sama suamiku. Mending sekalian aku mati biar enggak
ngerasain sakit lagi. Capek aku mba”.

b. Hasil Post Test


Berdasarkan penelitian, Hasil Post Test kelamin pasien resiko bunuh diri
di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah
dr. Amino Gondohutomo Semarang yang berjumlah 6 responden adalah
Resiko Bunuh Diri Rendah sebanyak 2 responden (33,3 %) dan Resiko
Bunuh Diri Sedang sebanyak 4 responden (66,7 %). Pasien Ny. A, Ny.
N, dan Ny, O mengalami penurunan pada poin 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11,
12, dan 13. Pada Ny. R mengalami penurunan pada poin 3, 9,10, 11, 12,
dan 13. Pada Ny. T dan Ny. D mengalami penurunan pada poin 3, 8, 9,
12, dan 13. Dari keenam responden tidak ada poin pertanyaan yang naik.
Semua menunjukkan hasil penurunan setelah dilakukan terapi suportif
dengan teknik bimbingan.

24
1) Ny. A : “Aku harus berusaha buat bapak bangga
sama aku. Aku harus nemenin bapak mba”
2) Ny. R : “Anak-anak ku masih butuh aku. Aku harus
kuat buat mereka”
3) Ny, N : “ Aku akan berusaha jadi orang yang
berguna bagi keluargaku”
4) Ny. T : “Bunuh diri akan menambah dosaku. Aku
akan menebus dosa-dosa ku sebelumnya”
5) Ny. D : “ Aku masih ingin menikah dengan calon
suamiku dan membahagiakan orangtua ku”
6) Ny. O : “ Aku masih punya bapak mba. Aku anak
tunggal. Kalau aku mati kasian bapak ku sendirian. Aku harus
nemenin dia”.

3. Pengaruh Terapi Suportif Dengan Teknik Bimbingan Terhadap


Resiko Bunuh Diri pada pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino
Gondohutomo Semarang
Berdasarkan penelitian, 6 responden diperoleh hasil bahwa terdapat 6
responden dengan hasil Resiko Bunuh Diri yang mengalami penurunan dan
nilai p-value = 0,026 < α 0,05. Dengan demikian jika p = 0.026 < α 0,05
maka Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya bahwa Ada Pengaruh Terapi
Suportif Dengan Teknik Bimbingan Terhadap Resiko Bunuh Diri pada
pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Rekomendasi yang dapat disarankan dari mini riset ini adalah, perawat atau
petugas kesehatan yang berada dilingkungan Rumah Sakit dapat
menerapkan Terapi Suportif Dengan Teknik Bimbingan Terhadap Resiko
Bunuh Diri pada pasien resiko bunuh diri.

25
D. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien yang kooperatif dan dapat
dilakukan wawancara.
2. Responden di ruang RIPD yang terbatas. Sehingga dapat lebih ditambahkan
jumlah responden.

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarakan hasil penelitian ini dapat disimpulkan pada pasien resiko bunuh
diri adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian, jenis kelamin pasien resiko bunuh diri di ruang
RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr. Amino
Gondohutomo Semarang adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 6
responden (100,0 %).
2. Berdasarkan Penelitian, Hasil Pre Test pada kelamin pasien resiko bunuh
diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah
dr. Amino Gondohutomo Semarang yang berjumlah 6 responden adalah
Resiko Bunuh Diri Sedang sebanyak 2 responden (33,3 %) dan Resiko
Bunuh Diri Tinggi sebanyak 4 responden (66,7 %).
3. Berdasarkan penelitian, Hasil Post Test kelamin pasien resiko bunuh diri di
ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Jawa Tengah dr.
Amino Gondohutomo Semarang yang berjumlah 6 responden adalah Resiko
Bunuh Diri Rendah sebanyak 2 responden (33,3 %) dan Resiko Bunuh Diri
Sedang sebanyak 4 responden (66,7 %).
4. Berdasarkan penelitian, 6 responden diperoleh hasil bahwa terdapat 6
responden dengan hasil Resiko Bunuh Diri yang mengalami penurunan dan
nilai p-value = 0,026 < α 0,05. Dengan demikian jika p = 0.026 < α 0,05
maka Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya bahwa Ada Pengaruh Terapi
Suportif Dengan Teknik Bimbingan Terhadap Resiko Bunuh Diri pada
pasien resiko bunuh diri di ruang RIPD Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Provinsi Jawa Tengah dr. Amino Gondohutomo Semarang.

27
B. Saran
1. Bagi Perawat dan Mahasiswa
Sebaiknya mengajarkan mengekspresikan perasaannya, meningkatkan
harga diri dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2. Bagi masyarakat dan keluarga
Sebaiknya memberikan dukungan social seperti melindungi dari perilaku
bunuh diri dan mendorong klien ikut serta aktif dalam kegiatan sederhana
di lingkungan keluarga atau masyarakat.

28

Anda mungkin juga menyukai