Mini Riset
A. LatarBelakang
Gangguan jiwa psikotik merupakan permasalahan kesehatan seluruh
dunia. Semakin modern dan industrial masyarakat, semakin besar pula
stressor psikososialnya yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit
karena tidak mampu mengatasinya dan individu yang kemudian menjadi
pasien gangguan jiwa psikotik disebabkan karena hidupnya cenderung
menderita ketidakpastian tentang rasa dirinya atau keberadaannya di dunia ini.
Pasien psikotik diliputi macam-macam delusi dan halusinasi yang terus
menerus berganti coraknya, dan tidak teratur sifatnya sering merasa iri hati,
cemburu, curiga, dendam, emosinya pada umumnya beku dan sangat apatis.
Pasien gangguan jiwa psikotik juga merasa dirinya penting, besar dan ada
yang sering sangat fanatik religious, berlebih-lebihan sekali (Yosep, 2013).
Gangguan jiwa psikotik juga menunjuk pada semua bentuk perilaku
yang abnormal, mulai dari yang ringan sampai yang melumpuhkan. Ada yang
kurang senang dengan istilah ini karena dipandang mengandaikan adanya
dualisme antara jiwa dan badan serta memberikan kesan seolah-olah selalu
terjadi gangguan serius terhadap fungsi kehidupan normal (Gunarja, 2009).
Namun istilah ini diterima dan dipakai secara resmi. Dulu istilah
penyakit jiwa diartikan sama dengan gangguan mental. Kini, dipersempit
dengan hanya mencakup gangguan-gangguan yang melibatkan patologi otak
atau berupaya disorganisasi kepribadian yang parah. Istilah ini memang cocok
bila yang dimaksudkan adalah gangguan-gangguan yang benar-benar
melumpuhkan. Namun rasanya kurang tepat untuk jenis-jenis gangguan yang
lebih disebabkan oleh proses belajar yang tidak semestinya (Syam, 2010).
Melihat permasalah tersebut, bahwa pentingnya tenaga kesehatan
khususnya perawat dalam menangani pasien gangguan jiwa psikotik berupa
menghindari frustasi-frustasi dan macam- macam kesulitan psikis dengan
menciptakan kontak sosial yang sehat dan baik. Membiasakan pasien
memiliki sikap hidup atau attitude yang positif, dan melihat hari depan dengan
rasa keberanian serta menghadapi realitas dengan rasa yang optimis dan juga
usaha agar pasien bisa menjadi ekstrovert (Gultom, 2010)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas sangat
berpengaruh terhadap penderita gangguan jiwa. Penelitian oleh Sarjana,
Fitrikasari & Sari (2015) menyatakan bahwa faktor terbesar yang berpengaruh
terhadap proses penyembuhan ialah doa dan agama ditambah dengan
dukungan dari keluarga dan lingkungan. Agar pasien jiwa memiliki
kemampuan yang baik dalam spritualnya, bagaimana hubungan dengan
Tuhan.
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, focus masalah dalam penelitian ini adalah,
“Bagaimana Manajemen Spritual Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Ruang
RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah?”
C. TujuanPeneltian
1. Tujuan Umum
Diketahui gambaran manajemen spiritual pada pasien gangguan jiwa
di ruang RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik pasien gangguan jiwa di Ruang RIPD
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
b. Mendeskripsikan nilai spiritual pada pasien gangguan jiwa di Ruang
RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
c. Mendeskripsikan Masalah Keperawatan yang mengalami gangguan
jiwa di Ruang RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Mengaplikasikan jurnal dan ilmu yang di peroleh selama di bangku
perkuliahan
2. Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang gambaran
manajemen spritiual pada pasien gangguan jiwa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep GangguanJiwa
1. PengertianGangguanJiwa
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada
fungsi jiwa yang menimbulkanpenderitaan pada individu dan
hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Gangguan jiwa atau
mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang
karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya
tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri
(Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah
gangguan alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi
(affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan
kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan
tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam
berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan
(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-
perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak
mampu mencapaitujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. Gangguan Jiwa
menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah
mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri
(Yosep, 2009). Gangguan Jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan
jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks,
mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tingkat
berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila (Budiman,
2010).
2. Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa
Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan
2) Jasmaniah
3) Temperamen
4) Penyakitdancederatubuh
b. AnsietasdanKetakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan
yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
c. FaktorPsikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan
yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya.
Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku
dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta
memiliki kepribadian yang bersifat menolak dan menentang
terhadap lingkungan.
d. FaktorSosio-Kultural
Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu :
1) Penyebab primer (primary cause) Kondisi yang secara
langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau kondisi
yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan
muncul.
2) Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk
gangguan jiwa.
3) Penyebab yang pencetus (precipatating cause) Ketegangan-
ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung
dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan
gangguan jiwa.
4) Penyebab menguatkan (reinforcing cause) Kondisi yang
cenderung mempertahankan atau mempengaruhi tingkah laku
maladaptif yang terjadi.
5) Multiple cause Serangkaian faktor penyebab yang kompleks
serta saling mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu
gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal,
bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling
mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan penyebab
lainnya.
e. FaktorPresipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan
seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu
mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman, atau
tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri
disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu
menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan
komponennya. Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi
gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses
patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses
tumbuh kembang, dan prosedur tindakan serta pengobatan
(Stuart&Sundeen, 2009).
3. KlasifikasiGangguanJiwa
Klasifikasi gangguan jiwadibagi menjadi(Stuart&Sundeen,
2009) :
a. Gangguan Jiwa Psikotik
Gangguan jiwa psikotik yang meliputi gangguan otak organik
ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realita, ditandai
waham (delusi) dan halusinasi, misalnya skizofrenia dan demensia.
1) Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai
dengan berbagai tingkat kepribadian diorganisasi yang
mengurangi kemampuan individu untuk bekerja secara efektif
dan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gejala klinis
skizofrenia sering bingung, depresi, menarik diri atau cemas.
2) Demansia
Demansia diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan
kejiwaan, demensia terkait dengan hilangnya fungsi otak.
Demensia melibatkan masalah progresif dengan memori,
perilaku, belajar, dan komunikasi yang mengganggu fungsi
sehari-hari dan kualitas hidup.
3) GangguanJiwaNeurotik
Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang lainnya
merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik
dalamjiwanya, namun umumnya penderita tidak menyadari
bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang dirasakan
dengan konflik emosinya. Gangguan ini tanpa ditandai
kehilangan intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang
menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala
obsesi, fobia, dan kompulsif
4) Depresi
Depresi merupakan penyakit jiwa akibat dysphoria
(merasa sedih), tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung,
gelisah atau kombinasi dari karakteristik ini. Penderita depresi
sering mengalami kesulitan dengan memori, konsentrasi, atau
mudah terganggu dan juga sering mengalami delusi atau
halusinasi. Ketika seseorang dalam keadaan depresi ada
penurunan signifikan dalam personal hygiene dan mengganggu
kebersihan mulut.
B. Konsep Spiritual
1. Pengertian
Spiritual adalahkeyakinan seseorang terhadap Sang Pencipta
dan Yang MahaKuasa, dimana terdapat hubungan antara manusia
dengan Tuhannya(Hawari, 2002). Spiritual merupakan sesuatu yang
dipercayaimanusia terhadap kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), alami
ataukepada tujuan yang lebih besar dari kekuatan diri sendiri (Mauk
&Schmidt, 2004 dalam Potter & Perry, 2009). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa spiritualitasmerupakan suatu konsep keyakinan
yang ditunjukkan denganhubungan batiniah dengan Tuhan, sesama
manusia, alam danlingkungan.
Agama berhubungan dengan perbuatan atau bagian
dariperbuatan. Agama merupakan suatu sistem yang terorganisirdan
praktik pemujaan seseorang dalam mengekspresikanspiritualitasnya.
Individu dalam setiap agama akan memilikispiritualitas yang berbeda,
misalnya pada umat Budha merekamempercayai adanya empat
kebenaran mulia sedangkan umatKristen memandang bahwa dalam
mencari tujuan hidup dengancara mencintai Tuhan (Potter & Perry,
2009).
2. Indikator spiritual
Aktivitas spiritual merupakan suatu kegiatan yangbertujuan
untuk memenuhi kebutuhan spiritual gunamendekatkan diri dengan
Tuhan untuk mencari tujuan hidup,kebutuhan mencintai dan dicintai
serta rasa keterkaitan danmendapatkan maaf (Gunarsa, 2009). Ruang
lingkup aktivitasspiritual meliputi semua jenis kegiatan spiritual
yangberhubungan dengan ibadah (Mustiadi, 2016).Indikator yang
mempengaruhi manusia dalammencapai kebermaknaan dalam
hidupnya yaitu denganmenjalankan kegiatan spiritual yang kaitannya
dengan ibadah(Bastaman, 2005). Semakin banyak seseorang
melakukankegiatan spiritual maka akan semakin baik
hubungannyadengan Tuhan, dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungan(Gultom, Bidjuni dan Kallo, 2016).
Dengan ibadah yangkhusus, berulang melibatkan aspek
motorik, kognisi, afektifyang dan dilakukan dengan tata cara tertentu
dan terstrukturmaka manusia akan mampu menemukan kemaknaan
hidupyang hakiki. Kegiatan spiritual yang terarah diatur oleh agama,
sehingga diperlukan pendekatan diri dengan agama dan serta
mendapatkan ketenangan dalam menghadapi persoalan. Individu akan
merasa tenang karena berdoa, meditasi maupun kegiatan spiritual
dapat mengaktivasi kerja otak dalam pengaturan emosi.
3. Karakteristik Spiritualitas
Pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan harus
memperhatikan kebutuhan spiritual pasien. Berikut adalah
karakteristik spiritualitas menurut Hamid, antara lain (Bastaman,
2005).
a. Hubungan dengan diri sendiri
Hubungan dengan diri sendiri berasal dari kekuatan dalam
individu atau kemandirian. Hubungan tersebut seperti pengetahuan
diri tentang siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya, dan sikap
percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, dan
memiliki ketenangan pikiran, harmoni atau selarasan dengan diri
sendiri.
b. Hubungan dengan alam harmonis
Mampu mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan
iklim. Selain itu juga mampu berkomunikasi dengan alam dengan
cara bertanam, berjalan kaki dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif
Mampu berhubungan baik dengan orang lain, seperti mengasuh
anak, orang tua dan orang sakit, serta meyakini kehidupan dan
kematian (mengunjungi, melayat, dan lain-lain).
d. Hubungan dengan ketuhanan
Hubungan dengan ketuhanan dapat dilihat dari individu agamis
atau tidak agamis, seperti teratur melaksanakan ibadah, selalu
berdoa, dan menjaga alam.
C. Aspek Spiritualitas
Bussing (2010) menjelaskan bahwa terdapat empat aspek spiritual
pada setiap individu, baik pada remaja maupun dewasa. Adapun empat
aspek spiritual adalah sebagai berikut:
1. Orientasi agama
Orientasi agama yaitu pandangan individu tentang kepercayaan
dan keyakinan adanya Tuhan. Hal tersebut diaplikasikan dalam
bentuk ritual agama seperti beribadah dan berdoa.
2. Mencari dan mengembangkan pengetahuan
Individu yang memiliki keyakinan spiritualitas tinggi akan
memiliki dorongan lebih untuk mencari tahu tentang makna
kehidupan, keinginan untuk mengembangkan kemampuan diri, dan
selalu ingin meningkatkan kebaikan.
3. Kesadaran berinteraksi
Kesadaran berinteraksi menjadi hal penting dalam kehidupan,
karena sebagai makhluk sosial akan saling membutuhkan. Individu
yang memiliki keyakinan spiritualitas tinggi akan menjaga
hubungan baik dengan sesama. Adapun macam-macam kesadaran
berinteraksi meliputi hubungan interaksi dengan diri sendiri,
dengan orang lain, dan lingkungan sekitar.
4. Keyakinan kepada Tuhan
Keyakinan kepada Tuhan merupakan elemen penting dalam
aspek spiritualitas. Meyakini adanya kekuatan yang lebih tinggi
menjadikan individu meyakini bahwa manusia merupakan
makhluk spiritual.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei, jenis penelitian kuantitatif,
sedangkan dalam menganalisa data menggunakan statistik deskriptif. Jenis
penelitian kuantitatif menggunakan angka-angka dan analisis mengunakan
statistik (Sugiyono, 2011). Statistik deskripif digunakan untuk melihat gambaran
fenomena yang terjadi di populasi dan digunakan untukmembuat penilaian
terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program dimasa
sekarang(Notoatmodjo, 2010). Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan
yaitu dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat (point time approach). Penelitian ini menggambarkan manajeman
spiritual terhadap pasien di Ruang RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi(Notoatmodjo, 2010). Metode pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah total sampling. Metode total sampling yaitu pengambilan sampel
penelitian dari keseluruhan total populasi yang ada (Notoatmodjo, 2010).
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang ada di Ruang RIPD RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 16 -17 Agustus
2018 yaitu 6 sampel.
Penelitian ini menggunakan kriteria sampel sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi ialah karakteristik umum dari subyek peneliti dari suatu
populasi target yang layak untuk diteliti (Setiadi, 2013). Adapun
kriterianya adalah pasien yang berada di ruang RIPD
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi ialah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang
memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab (Setiadi,
2013). Pasien yang tidak setuju menjadi responden.
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Definisi operasional, variable penelitian dan skala pengukuran
Definisi Alat ukur
Variabel Hasil ukur Skala
Operasional dan cara ukur
Umur Lama hidup Kuesioner 1. 12-18 tahun (Remaja) Ordinal
pasien dari 2. 19-25 tahun (Dewasa
data awal)
sekunder 3. 26-38 tahun (Dewasa
yaitu sejak pertengahan)
dilahirkan 4. 39-60 tahun (Dewasa
sampai saat akhir)
penelitian
Tingkat Jenjang Kuesioner 1. SD Ordinal
Pendidikan pendidikan 2. SMP
terakhir 3. SMA
yang telah 4. SARJANA
ditamatkan
pasien
D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah.
E. Waktu Penelitian
Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 16 - 17 Agustus 2018 yang terdiri
dari tiga tahap yaitu, penyusunan proposal, pengumpulan data, dan pelaporan
hasil penelitian.
F. Etika Penelitian
Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian. Hal ini dikarenakan keperawatan merupakan cabang ilmu yang
berhubungan langsung dengan manusia, sehingga segi etika penelitian harus
diperhatikan. Menurut Hidayat (2009), masalah etika yang harus diperhatikan
oleh seorang peneliti meliputi :
Peneliti membuat surat permohonan sebagai calon responden
penelitian.
1. Lembar persetujuan (Informed concent)
Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden. Informed concent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Anonimity adalah tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur
tapi hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Confidentiality adalah menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan kepada hasil riset.
I. Analisa Data
1. Pengolahan Data
a. Editing
Peneliti melakukan proses editing yang berupa pengecekan jumlah
lembar kuesioner, kelengkapan data seperti identitas atau data yang masih
rancau.
b. Coding
Peneliti melakukan proses coding yang merupakan pemberian kode
berupa angka agar tidak menyebabkan kerancuan dalam mengklarifikasi
data. Beberapa kategori, yaitu
Untuk item pengetahuan dapat menggunakan coding sebagai berikut :
Untuk memudahkan dalam pengolahan data hasil kuisioner dengan
memberikan kode. Dalam penelitian ini untuk pertanyaan negatif, 1:
berkali-kali dalam sehari, 2: setiap hari, 3: kebanyakan hari, 4: beberapa
hari, 5: sesekali, 6: tidak pernah dan untuk pertanyaan positif 1: tidak dekat
sama sekali, 2: agak dekat, 3: sangat dekat, 4: sedekat mungkin, untuk
pengkodingan pada program spss-16. Selanjutnya nilai tersebut di jumlah
dan dibagi ke dalam 3 kategori yaitu 15-40 spiritual rendah, 41-65 spiritual
sedang, 66-88 spiritual tinggi.
c. Processing
Setelah dilakukan editing dan coding selanjutnya peneliti memproses
data yang didapatkan melalui progam komputer.
d. Cleansing
Setelah peneliti memproses data yang didapatkan selanjutnya peneliti
melakukan cleansing yang merupakan kegiatan mengecek kembali data
yang diolah apakah ada kesalahan atau tidak.
2. Analisa data
A. KarakteristikResponden
1. Tahapan Umur Responden
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Tahapan Umur di Ruang RIPD
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah (n = 6)
2. Pendidikan Responden
Tabel4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Ruang RIPD
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah (n=6)
Pendidkan Frequency Persent (%)
SD 0 0%
SMP 1 16,7%
SMA 3 50,0%
D3 0 0%
SARJANA 2 33,3%
Total 6 100%
Berdasarkan table 4.2 diatas tingkat pendidikan paling banyak yaitu
SMA 3 responden (50,0%) dan D3 0 responden (0%) tingkat pendidikan
SD 0 responden (0%), SMP 1 responden (16,7%) dan Sarjana sebanyak 2
responden (33,3%).
3. Pekerjaan Responden
Table 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Ruang RIPD RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah (n=6)
Pekerjaan Frequency Persent (%)
Bekerja 3 50,0%
TidakBekerja 3 50,0%
Total 6 100%
C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rentang umur pasien terbanyak
yaitu dewasa akhir (39-60 tahun) sebanyak 4 responden (66,7%) dan
diikuti oleh dewasa pertengahan (26-38 tahun) sebanyak 1 responden
(16,7%) dan umur remaja (12-18 tahun) sebanyak 1 responden (16,7%).
Hal ini menunjukkan nilai rata-rata responden di ruangan RIPD di RSJD
Dr. Amino GondohutomoProvinsi Jawa Tengah dengan umur 39 tahun
keatas. dari 6 responden, peneliti mendapatkan hasil nilai spiritual tinggi
dengan jumlah 3 responden yaitu 50,0% masing-masing remaja 0
responden, dewasa awal 1 responden, dewasa pertengahan 0 responden,
dewasa akhir 2 responden. Nilai spiritual sedang dengan jumlah responden
2 yaitu 33,7% masing-masing remaja, dewasa awal dan pertengahan 0
responden, sedangkan dewasa akhir 2 responden. Nilai spiritual rendah
dengan jumlah responden 1 yaitu 16,7% masing-masing remaja 1
responden, sedangkan dewasa awal, dewasa pertengahan dan dewasa akhir
0 responden.
Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki
spiritual tinggi yaitu sebanyak 3 responden yaitu (50,0%) masing-masing
responden dengan kategori umur 39-60 tahun (dewasa akhir) sebanyak
responden 3 yaitu 50,0% dan dewasa pertengahan 1 responden yaitu
(16,7%).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Jalaludin
(2015) dengan hasil penelitian adanya hubungan yang signifikan antara
perkembangan spiritualitas dan tingkat usia. Namun demikian selain
tingkat usia masih di jumpai faktor faktor lain yang mempengaruhi pada
tingkat perkembangan spiritual. Adapun faktor faktor tersebut adalah : tipe
kepribadian, lingkungan masa kecil dan pemahaman terhadap materi.
Konfersi agama tidak lepas kaitanya dengan kondisi dan situasi yang
dialami seseorang termasuk kedalamnya tingkat usia. Sehingga tingkat
usia memiliki kaitan yang cukup erat dengan pertumbuhan fisik dan
spiritual manusia.
Menapak pertambahan usia di tahap-tahap pertumbuhan itu pula
berlangsung proses pertumbuhan fisik, dan juga spiritual. Melalui proses
pertumbuhan secara bertahap, fisik mencapai tingkat kematangannya.
Mencapai puncak pertumbuhan, yakni di usia dewasa. Sementara
psikologi perkembangan belum mampu memberi spiritual batas yang jelas
tentang batas usia kematangan spiritual. Apakah puncak perkembangan
dimasksud terjadi pada usia-usia tertentu. Berdasarkan hadis Qudsi
menunjukan munculnya kecenderungan manusia untuk “ memantas diri”
adalah pada usia 60 tahun. Normalnya pada usia ini manusia terdorong
untuk kembali kenilai-nilai fitrahnya melalui upaya menyesuaikan diri
kepada hakekat penciptanya.
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Spiritual dan
Pendidikan Responden di Ruang RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah didapat data dari 6 responden yang tingkat
pendidikan paling banyak yaitu SMA 3 responden (50,0%) dan D3 0
responden (0%) tingkat pendidikan SD 0 responden (0%), SMP 1
responden (16,7%) dan Sarjana sebanyak 2 responden (33,3%).
Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat pendidikan SMP hanya spiritual sedang dengan jumlah 1
responden yaitu 6,7%, tingkat pendidikan SMA dengan spriritual rendah
dengan jumlah 1 responden yaitu 16,7%, dan spiritual tinggi 2 responden
yaitu 33,3%. Tingkat sarjana dengan spiritual sedang sebanyak 1
responden yaitu 16,7% dan spiritual tinggi 1 responden yaitu 16,7 %.
Sesuai dengan teori Craven dan Himle yang mengatakan semakin tinggi
pengetahuan yang diperoleh maka semakin luas atau pengalaman yang
diperoleh untuk nilai-nilai spiritual (Yosep, 2013).Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2016), Menunjukkan hasil
bahwa pasien dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 7 pasien (4,5%)
memiliki nilai spiritual tinggi (Permatasari, 2017).
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Spiritual dan
Pekerjaan Responden di Ruang RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah didapat data dari 6 responden dengan nilai spiritual
yang relatif sama masing-masing yang bekerja 3 responden (50,0%) dan
yang tidak bekerja 3 responden (50,0%). Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa tingkat spiritual antara responden yang bekerja dan
tidak bekerja adalah sama-sama 50,0%. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Permatasari (2016), Menunjukkan hasil bahwa
pasien yang tidak bekerja sebanyak 10 pasien (50,0%) memiliki nilai
spiritual tinggi (Permatasari, 2017).
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Masalah
Keperawatan di Ruang RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah di dapat data dari 6 responden dengan nilai spiritual rendah
dengan masalah keperawatan RPK 0 responden yaitu 0%, nilai spiritual
sedang dengan masalah keperawatan RPK 1 responden yaitu 16,7%, nilai
spiritual tinggi dengan masalah keperawatan RPK 3 responden yaitu
50,0%. Nilai spiritual rendah dengan isos 1 responden yaitu 16,7%, nilai
spiritual sedang 1 responden yaitu 16,7% dan nilai spiritual tinggi 0
responden yaitu 0%.
Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden
memiliki nilai spiritual tinggi 3 responden (50,0%) dengan masalah RPK.
Sedangkan nilai spritual terendah 1 responden (16,7%) dengan masalah
keperawatan isos. Sesuai dengan teori Yosep (2013), yang mengatakan
bahwa pasien gangguan jiwa memiliki nilai spiritual sedang apabila
tindakan yang dilakukannya melanggar nilai moral dan agama seperti
tindakan kekerasan, maka salah satu strategi pelaksanaan RPK adalah
berdo’a dan shalat agar lebih dekat dengan pencipta-Nya (Yosep, 2013).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syam (2010),
Menunjukkan hasil bahwa pasien dengan gangguan RPK sebanyak 15
pasien (63,5%) memiliki nilai spiritual sedang (Syam, 2010).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pasien gangguan jiwa di ruangan RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah rata rata berumur 33 tahun keatas.
2. Pasien gangguan jiwa di ruangan RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah sebagian besar responden memiliki spiritual tinggi
yaitu sebanyak 3 (50,0%) responden dengan kategori umur 39 – 60 tahun
(dewasa akhir) sebanyak 2 (33,3%) responden, umur 26 – 38 (dewasa
pertengahan) sebanyak 1 (16,7%) responden dan umur 19-25 (remaja)
sebanyak 0 (0%).
3. Pasien gangguan jiwa di ruangan RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah sebagian besar responden memiliki nilai spiritual tinggi
3 (50,0%), responden yang terdiri dari 2 (33,3%) responden dengan tingkat
pendidikan SMA, 1 (16,7%) responden dengan tingkat pendidikan Sarjana,
dan 0 (0%) responden dengan tingkat pendidikan SMP dan SD.
4. Pasien gangguan jiwa di ruangan RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah sebagian besar responden memiliki nilai spiritual tinggi
3 (50,0%) responden yang terdiri dari 2 (33,3%) responden tidak bekerja, 1
(16,7%) responden bekerja.
5. Pasien gangguan jiwa di ruangan RIPD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah sebagian besar responden memiliki nilai spiritual tinggi
3 responden (50,0%) dengan masalah RPK 3 (50,0%) responden, isos
sebanyak 0 (0%)
B. SARAN
1. Bagi Institusi Pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menciptakan generasi penerus yang
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam hal penelitian tentang
manajemen spiritual pada pasien dengan gangguan kejiwaan.
2. Bagi Responden.
Diharapkan pasien dengan gangguan jiwa untuk lebih teratur dalam
menjalankan kegiatan spiritual khususnya dalam menjalankan sholat wajib 5
waktu.
3. Bagi perawat atau teman sejawat.
Dapat memberikan wawasan baru dan informasi tambahan tentang seperti
apa gambaran manajemen spiritual pasien dengan gangguan jiwa. Sehingga
diharapkan dapat mendukung perkembangan praktik tidak hanya dirumah
sakit namun juga di komunitas
4. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnyadiharapkan mampu mempertimbangkan waktu
penelitian dan lamanya penelitian agar hasil dapat optimal, serta lebih
memperhatikan pasien apa yang dibicarakan pasien karena pembicaraan
pasien jiwa terkadang tidak sesuai dengan apa yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Bastaman, H.D. (2005). Logoterapi :Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan
Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Budiman, 2010. Stres Tanpa Distres: Seni Mengolah Stres Yogyakarta: Kanisius.
Bussing A, Foller M A, Gidley J, Heusser P. Aspects of spirituality in adolescents.
Int J Child Spiritual. 2010;15(1):25–44.
Gultom, P., Bidjuni, H., & Kallo, V. (2016). Hubungan Aktivitas Spiritual dengan
Tingkat Depresi di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Kota Manado.
E-Journal Keperawatan (e-Kp), 4, 1-7.
Gunarsa, S.D. (2009). Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hawari, Dadang. 2002. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Jalaludin. (2015). Tingkat Usia Dan Perkembangan Spiritualitas Serta Faktor Yang
Melatarbelakanginya Di Majelis Tamasyarohani Riyadhul Jannah Palembang
Tahun 2015. Jurnal. Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Raden
Fattah Palembang. Vol 21, No 2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. 2010
Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga;
20010. p. 215–34.
Mustiadi. (2016). Hubungan Aktivitas Spiritual dengan Tingkat Depresi pada Lanjut
Usia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kab. Provinsi
Jawa Tengah. Skripsi. Provinsi Jawa Tengah: Program Studi Keperawatan
STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Permatasari, Dini, 2016. Hubungan Tingkat Spiritualitas dengan Motivasi Sembuh
Pasien Kritis di RSUD DR. Moewardi Surakarta. UNDIP.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
Syam, Amir. 2010. Hubungan Antara Kesehatan Spiritual Dengan Kesehatan Jiwa
Pada Lansia Muslim Di Sasana Tresna Werdha KBRP Jakarta Timur. UI.
Yosep, Iyus. 2013. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT Refika Aditama.