BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana yang tidak ada habisnya, baik karena manusia maupun karena
kejadian alam merupakan sumber stressor yang dapat mengakibatkan terjadinya
berbagai masalah kesehatan jiwa masyarakat, baik yang ringan sampai yang berat.
Masalah kesehatan jiwa yang ringan berupa masalah psikososial seperti
kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada orang yang mengalami bencana.
Bahkan keadaan lebih berat seperti depresi dan psikosis dapat terjadi jika orang
yang mengalami masalah psikososial tidak ditangani dengan baik (Keliat, 2007).
Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia
lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik dapat
mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam ansietas
yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan
harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan
resiko terjadi harga diri rendah (Rusniati 2008).
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri
rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self
evaluasi yang telah berlangsung lama). Dan dapat di ekspresikan secara
langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata). Konsep diri sangat erat
kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun
psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil.
Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan
serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya.
Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan
interpersonal. Meskipun konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di
lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh
ligkungannya. selain itu konsep diri juga akan di pelajari oleh individu melalui
kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang
dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap
dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi
tertentu. Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat di ketahui melalui
rentang respon dari adaptif sampai dengan maladaptif. Konsep diri itu sendiri
terdiri dari beberapa bagian, yaitu: gambaran diri (body Image), ideal diri,
harga diri, peran dan identitas (Rusniati, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa di
komunitas komunitas?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dari penyusunan makalah ini diharapkan penulis dapat mengetahui dan
memahami tentang konsep bagaimana penanganan pasien dengan gangguan jiwa
pada suatu komunitas.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep gangguan jiwa
2. Untuk mengetahui pelaksanaan metode penanganan pasien dengan gangguan
jiwa di komunitas
3. Untuk memahami bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada gangguan
jiwa
1.4 Manfaat
Setelah penulisan makalah ini, diharapkan penulis :
1. Mampu mengetahui konsep gangguan jiwa
2. Mampu mengetahui pelaksanaan metode penanganan pasien dengan gangguan
jiwa di komunitas
3. Mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada gangguan
jiwa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Jiwa
2.1.1
mengenai
gangguan
jiwa,
ada
yang
percaya
bahwa
gangguan
jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat
guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah
ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan
jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).
2.1.2
unsur psikis (Maramis, 1994). Macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998):
Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan
gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental,
gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan
onset masa kanak dan remaja.
1. Skizofrenia.
proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat
kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan dan after care di puskesmas.
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan
perawat utama bagi klien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit
dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan klien
harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga meningkatkan kemampuan
keluarga merawat klien di rumah sehingga kemungkinan dapat dicegah.
Pentingnya peran keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang
dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai
hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan institusi
pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai,
keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan Buchanan, 1982). Individu menguji
coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi
individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan
individu untuk berperan di masyarakat. Jika keluarga dipandang sebagai suatu
sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat
mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah
satu penyebab gangguan pada anggota. Bila ayah sakit maka akan mempengaruhi
perilaku anak, dan istrinya, termasuk keluarga lainnya. Salah satu faktor penyebab
kambuh gangguan jiwa adalah; keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku
klien di rumah (Sullinger, 1988). Klien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan
akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua dan 100% pada
tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena perlakuan yang salah selama
di rumah atau di masyarakat.
2.2 Dukungan sosial keluarga
2.2.1
diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang
tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan
perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan
fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata
keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan
emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.
Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota
keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar
keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih sayang
serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan sosial
keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari
dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang
terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.
Studi tentang dukungan sosial keluarga telah mengkonseptualisasi
dukungan sosial sebagai koping keluarga. Menurut Sheridan dan Radmacher
(1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999), keluarga memiliki dukungan, yaitu :
dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif.
2.2.2
10
3. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang
memberi pinjaman uang kepada orang itu.Bentuk dukungan ini dapat
mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi.
4. Dukungan Informatif
Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran atau umpan balik. Jenis informasi seperti ini dapat menolong
individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
2.2.3
dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga
yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara
spontan dengan orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini
bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan
yang dirancang dalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga
akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan
sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan
dukungan sosial keluarga artifisial.
Perbedaan terletak pada keberadaan sumber dukungan sosial keluarga
natural bersifat apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan
bersifat spontan, Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai
kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan,
sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar
lama, sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian
dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata, menemui seseorang dengan
menyampaikan salam, sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari
beban dan label psikologis.
2.2.4
11
12
13
14
15
standar professional).
2.3.3 Jenis jenis CMHN
1. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran
: perawat keswamas (puskesmas)
Kegiatan : perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan
(7Dx Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien gangguan jiwa
dirumah.
2. Intermediate Course (IC) CMHN
Sasaran
: Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas
Kegiatan :
a. Membentuk desa siaga sehat jiwa
16
b. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat,
masalah psikososial dan sehat jiwa.
c. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial
dan mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
3. Advance Course (AC) CMHN
Sasaran
: individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan informal
serta masyarakat luas
Kegiatan :
a. Manajemen keperawatan kesehatan jiwa
b. Kerjasama Lintas sektoral
1) Psycoanalytical (Freud, Erickson).
Menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila
ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau
insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego)
untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber
ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of
Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah
adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya
ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu
secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata,
dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya
pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang
membekas pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah
menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk
memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan
ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam
bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali
traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang
memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Dengan cara demikian,
klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan
therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian
mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap
bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah
disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan
17
18
19
20
jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi
masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat sakit yang memerlukan
pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat
pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan
dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah
terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan
jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan ,
program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa ,
manajemen stress, persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah :
a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
1) Pendidikan menjadi orangtua
2) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
3) Memantau dan menstimulasi perkembangan
4) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
1) Stress pekerjaan
2) Stress perkawinan
21
3) Stress sekolah
4) Stress pasca bencana
c. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang
kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang
semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah :
1) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
2) Menggerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi orangtua asuh bagi
anak yatim piatu.
3) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk
mendapatkan pekerjaan
4) Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat
tinggal.
d. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering
digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang
dilakukan:
1) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
2) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa
menyakiti orang lain.
3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada
diri seseorang.
e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan program :
1) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang tanda-tanda bunuh diri.
2) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
3) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
2. Pencegahan Sekunder
Fokus pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan
dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah
anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah
dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari
berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan dan penemuan langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah sebagai berikut :
1) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua
pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
22
23
Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada (anak, remaja dan lansia)
24
25
26
27
berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti
mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau
mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita
sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.
b. Parafrenia
Parafrenia merupakan gangguan jiwa gawat yang pertama timbul
pada (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini
sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak
dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita
dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri
paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya
tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika
punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia
dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya
banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
c. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
1) Gangguan Afektif tipe Depresif
2) Gangguan Afektif tipe Manik
d. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lansia. Sering
sukar untuk mengenali gangguan ini pada lansia karena disangka sebagai
gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak
masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang
didapatkannya pada masa memasuki lansia. Gangguan neurosis pada lansia
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lansia.
Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya
tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya
tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara
kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis
dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Neurosis cemas dan panic
2) Neurosis obsesif kompulsif
3) Neurosis fobik
28
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS JIWA MASYARAKAT
3.1 Pengkajian Keperawatan
3.1.1 Data Inti (Core)
1. Riwayat :
a. Usia penderita:
Anak
: 15 20 tahun
Orang tua
: 32 tahun
b. Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: gangguan konsep diri: harga diri
rendah, memandang dirinya tidak sebaik teman-temannya di sekolah.
c. Riwayat trauma
: takut yang berlebihan
d. Konflik
: penganiayaan
2. Demografi
a. Vital statistik:
Kelurahan Patimuan terletak di Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap.
Kelurahan Patimuan berbatasan langsung dengan 4 Kelurahan. Sebelah
utara berbatasan dengan Kelurahan purwodadi, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kelurahan cinyawang, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan
sidamukti, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maos. Kelurahan
Patimuan terdapat 5 RW, dan setiap RW ada 5 RT, dan setiap RT terdapat 28
Kepala Keluarga.
b. Agama
: Islam
c. Budaya
: Jawa
3. Data Delapan subsistem
a. Lingkungan fisik
Kualitas udara di Kelurahan Patimuan cukup bersih tidak ada polusi udara,
karena Kelurahan tersebut masih banyak terdapat pohon-pohon rindang. Di
Kelurahan Patimuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari memakai air
sumur jadi selama pohon-pohon itu masih mampu menampung air,
ketersediaan air bersih akan terpenuhi.
Tingkat kebisingan di Kelurahan Patimuan masih diambang batas normal,
karena di Kelurahan tersebut tidak terdapat pabrik ataupun industri. Selain
29
itu kendaraan bermotor yang bisa menjadi sumber kebisingan juga jarang
berlalu-lalang di Kelurahan tersebut, karena warga di Kelurahan Patimuan
lebih banyak menggunakan sepeda untuk beraktifitas sehari-hari.
Jarak antar rumah di Kelurahan Patimuan sangan dekat, hampir tak ada
pagar pembatas untuk tiap-tiap rumah. Kepadatan penduduk di Kelurahan
Patimuan sangat padat. Faktor pengganggu seperti hewan buas ataupun
hewan pemangsa tidak ada. Sebagian besar pendidikan warga masyarakat
Kelurahan Patimuan lulusan SD, urutan yang kedua lulusan SMP dan
sisanya lulusan SMA. Untuk yang sekolah sampai sarjana masih bisa di
hitung dengan jari. Sarana pendidikan belum begitu terpenuhi, apalagi
terkait sarana pendidikan jiwa, belum ada. Terkait sarana pendidikan formal
terdapat 5 SD di Kelurahan Patimuan, untuk sekolah SMP ada satu dan
SMA juga ada satu.
b. Keamanan & transportasi
Petugas keamanan di Kelurahan Patimuan sistemnya digilir. Jadi setiap
malam ronda yang terpusat di pos kamling kemudian keliling Kelurahan,
untuk pembagian jadwalnya diatur oleh penanggung jawab keamanan di
Kelurahan tersebut. Setiap malam ada 2 orang yang bertugas.
Sarana tranportasi yang biasa digunakan adalah sepeda onthel dan
sebagian kecil menggunakan motor sebagai alat transportasinya. Tidak
jarang orang bepergian ke kota harus jalan kaki dahulu keluar Kelurahan,
setelah itu naik angkot atau kendaraan umum lainnya. Untuk keamanan
transportasi sendiri masih terjaga, selain karena ada jadwal pos kamling
setiap malam, warga Kelurahan Patimuan orangnya lebih bangga dengan
barang-barangnya sendiri. Jadi untuk situasi keamanan lingkungan masih
terjaga. Tidak ada pencurian, perampokan, perkosaan apalagi perkelahian
antar warga. Kelurahan Patimuan walaupun sebagian besar tingkat
penghasilan warganya tergolong menengah kebawah, namun mereka bangga
dengan hasil yang halal, untuk pencurian atau perampokan jarang terjadi.
Keamanan di jalan bisa dipastikan kurang terpenuhi, selain karena jalannya
apabila hujan licin, dan apabila musim kemarau berdebu. Jadi untuk
keamanan di jalan kurang terjaga, masih ada yang terjatuh gara-gara selip
ataupun senggolan karena sempitnya gang masuk di Kelurahan tersebut.
c. Petugas di jalan raya
30
31
32
Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di kelurahan
Patimuan adalah bermain bersama di lapangan bola setiap sore, dan sering
berkumpul mengobrol di lingkungan rumah. Warga yang ada di kelurahan
Patimuan biasanya melakukan rekreasi di lapangan pada sore hari dan
berkumpul di lingkungan rumah pada saat malam sehabis magrib.
Dampak rekreasi terhdap kesehatan jiwa masyarakat rekreasi yang ada
cukup memberikan dampak positif pada warga, karena semakin terjalinnya
kebersamaan dan rasa peduli antar warga dan sering berdiskusi untuk
mengatasi masalah ekonomi yang sulit sehinga kondisi emosional sebagian
warga yang sering marah dapat di kurangi dengan saling berdiskusi pada
saat berkumpul di lingkungan rumah.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah situasional pada remaja di kelurahan Patimuan
berhubungan dengan Gangguan gambaran diri yang dimanifestasikan dengan
Akibat dimarahi dan diperlakukan kasar sama orang tua.
3.3 Perencanan
1. Tujuan jangka panjang
Koping komunitas di kelurahan Patimuan menjadi efektif dalam menjalani
masalah.
2. Tujuan jangka pendek
a. Orangtua di kelurahan patimuan dapat mengatasi stres.
b. Tidak terjadi kekerasan pada remaja di kelurahan patimuan.
c. Remaja di kelurahan patimuan tidak lagi takut dengan orangtuanya.
d. Percaya diri paa remaja di kelurahan patimuan meningkat.
e. Kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.
33
3.3 Implementasi
Dx
.I
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Strategi
Rencana Kegiatan
1. Pembentukan
tind.keperawatan
kelompok kerja
selama 3 minggu
selama 1 minggu:
kesehatan jiwa di
diharapkan
Warga Kelurahan
orangtua bisa
Patimuan dapat
melakukan
membentuk
tindakan koping
kelompok kerja
yang efektif.
kesehatan jiwa di
desa
2. Pembentukan
Sumber
Tempat
1. Kader
Aula
kesehatan
2. Tokoh
Kelurahan hari
Setiap
masy.
3. Maha
Mahasiswa
verbal
kelompok kerja
Kader
kesehatan jiwa
kesehatan
dilakukan
di desa
2. Warga mengikuti
2 kali/
siswa
4. Materi ttg
pendukung seperti
kesehatan
kelompok
jiwa
pengajian,
kelompok
minggu.
pengajian
kelompok diskusi
kelompok
kesehatan jiwa.
pendukung .
1. kader
Aula
kepemimpinan
Kelurahan hari
(mengadakan
kesehatan
2. Tokoh
warga kelurahan
Kriteri
Patimuan minggu,
kelompok
desa dan
Waktu
melalui
masy.
training motivasi)
3. Tokoh
4. Edukasi
Setiap
Patimuan minggu,
dilakukan
Mahasiswa
34
patimuan dapat
Formasi
(penyuluhan
melakukan
kepemimp
tentang
demonstrasi ttg
inan
bagaimana cara
bagaimana cara
memecahkan
menyelesaikan
masalah)
Agama
4. mahasiswa
5. materi
2 kali/ 1
memecahkan
minggu
masalah
tentang
kesehatan
jiwa
suatu masalah
yang baik.
Setelah dilakukan Pemberda 1. Pembinaan
tind. keperawatan yaan dan
1. Kader
melakukan studi
kasus tentang
stress dan di
masalah yang
sering dihadapi
diskusikan.
2. Pembinaan
kelompok &
masy. melalui
kunjungan Perawa
tentang
kesehatan
jiwa
Aula
Setiap
Mahasiswa
Kelurahan hari
Psikom
Kader
Patimuan minggu,
otor
dilakukan
2 kali/ 1
minggu
diskusi terkait
diskusi tersebut
3. Masyarakat lebih
Respon
mampu
Afektif
menghadapi
kemungkinan
kesehatan
35
t Puskesmas/
masalah yg ada
Komunitas
3. Kerjasama LP
warga terbuka
wawasan dan
dengan Dinas
peluang usaha
Kesehatan
untuk perbaikan
Kabupaten berupa
ekonominya.
pengadaan
kegiatan rutin Life
Skill Education
dan LS berupa
pelatihan
kewirausaan dari
Dinas Perikanan.
Setelah dilakukan Intervensi 1. Terapi modalitas 4. Perawat
5. Tokoh
tind.keperawatan profesiona keperawatan
masy.
selama 4 minggu l
berupa pemberian
6. Tokoh
warga kelurahan
teknik relaksasi
agama
patimuan dapat
nafas dalam.
7. Maha
2. Terapi
siswa
melakukan studi
Aula
Setiap 2
Kelurahan hari
Patimuan sekali/min
ggu
Mahasiswa
verbal
dan kader
lebih tenang
2. Warga merasa
lebih semangat
3. Warga bisa
mengontrol
emosinya
kesehatan
36
kasus tentang
komplementer
masalah yang
berupa
sering dihadapi
manajemen stress
3. Pemberian
bimbingan
keagamaan
(spiritual)
37
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan OaladaptiveO didasarkan
pada ilmu perilaku, Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus
kehidupan dengan respon psiko-sosial yang Oaladaptive yang disebabkan oleh
gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi
keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan terapi modalitas keperawatan
kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,
mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa. Klien,
(individu, keluarga, kelompok komunitas).
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang
berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung
pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar
dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya
sehari-hari sebagaimana mestinya, Dalam mengembangkan upaya pelayanan
keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan
peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yangf berhubungan
denga asuhan keperawatan jiwa.
4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai tambahan informasi bagi mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
jiwa di komunitas manusia serta pencegahanya
2.
Bagi Institusi
Sebagai acuan wawasan pengetahuan dalam praktek pengajaran
DAFTAR PUSTAKA
38