Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tumbuh kembang merupakan satu kesatuan yang mencerminkan berbagai
perubahan yang terjadi selama hidup seseorang (Wong,2008). Proses pertumbuhan
dan perkembangan yang dilalui setiap anak tentunya tidak sama dan memiliki
keunikan masing-masing. Permasalahan yang dihadapi juga berbeda-beda dari satu
anak ke anak yang lain. Permasalahan yang muncul dapat berupa gangguan pada
tahap perkembangan fisik, mental, emosi, sosial, dan intelegensi (Soetjiningsih,2002).
Beberapa kelompok anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang yaitu retardasi
mental, tuna laras, tuna daksa, dan autis atau yang biasanya disebut anak dengan
kebutuhan khusus (Kementrian Kesehatan RI).
Istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang
dianggap mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal
umumnya, dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya
(Efendi,2006). Berdasarkan pengertian tersebut anak yang dikategorikan
berkebutuhan dalam aspek fisik meliputi kelainan dalam indra penglihatan
(tunanetra), kelainan indra pendengaran (tuna rungu), kelainan kemampuan berbicara
(tuna wicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (tuna daksa). Anak yang memiliki
kebutuhan dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki kemampuan mental lebih
(super normal) yang dikenal sebagai anak berbakat atau anak unggul dan yang
memiliki kemampuan mental sangat rendah (abnormal) yang dikenal sebagai tuna
grahita. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak yang memiliki
kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya. Anak
yang termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan tunalaras
(Abdullah,2013).
Berdasarkan Susenas Triwulan 1 Maret 2011, jumlah anak Indonesia sebanyak
82.980.000. Dari populasi tersebut, 9.957.600 anak adalah anak berkebutuhan khusus
dalam kategori penyandang disabilitas. Sedangkan jumlah anak dengan kecerdasan
istimewa dan berbakat istimewa adalah sebesar 2,2% dari populasi anak usia sekolah
(4-18 tahun) atau sekitar 1.185.560 anak. Data ini menjadi dasar Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Kementerian/Lembaga
terkait dan lembaga masyarakat dalam menyusun Buku Panduan Penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus.

BAB II

PEMBAHASAN

A. ADHD
1. Definisi
ADHD diadaptasi dari bahasa inggris yaitu Attention Deficit Hyperactivity
Disorder. ADHD merupakan perilaku yang berkembang secara tidak sempurna dan
timbul pada anak-anak dan orang dewasa. Perilaku yang dimaksud berupa
kekurangmampuan dalam hal menaruh perhatian, pengontrolan gerak hati serta
pengendalian motor, keadaan demikian menjadi masalah bagi anak-anak
(penderita) terutama dalam memusatkan perhatian terhadap pelajaran sehingga
akan menimbulkan kesukaran didalam kelas.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga
menyebabkan aktivitas motorik anak-anak yang cenderung berlebihan (Erinta
2012).
Landau, dkk dalam Novita (2010:3) menyatakan bahwa sebagian besar anak
dengan ADHDmengalami defisit pada keterampilan sosial. Peters dan Douglas
dalam Novita(2010:3) mendeskripsikan ADHD sebagai gangguan yang
menyebabkan individu memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah
pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi.
ADHD ditandai oleh aktivitas motorik berlebih dan ketidakmampuan untuk
memfokuskan perhatian, anak-anak dengan gangguan demikian harus segera diberi
penanganan yang tepat agar gangguannya tidak berlanjut usia remaja bahkan
dewasa.
2. Etiologi
a. Faktor Genetik (keturunan)
Dari faktor keturunan pada anak kembar dan anak adopsi tampak
bahwa faktor keturunan membawa peran sekitar 80%. dengan kata lain bahwa
sekitar 80% dari perbedaan antara anak-anak yang mempunyai gejala ADHD
dikehidupan bermasyarakat ditentukan oleh faktor genetik. Anak dengan orang
tua yang menyandang ADHD mempunyai delapan kali mempunyai resiko
mendapatkan anak ADHD. Namun belum diketahui gen mana yang
menyebabkan ADHD (Paternotte & Buitelaar, 2010:17).

b. Faktor Lingkungan
ADHD juga bergantung pada kondisi gen tersebut dan efek negatif
lingkungan, bila hal ini terjadi secara bersamaan maka dapat dikatakan
lingkungan penuh resiko, lingkungan yang dimaksd yaitu lingkungan
psikologis (relasi dengan orang lain, berbagai kejadian dan penanganan yang
telah diberikan), lingkungan fisik (makanan, obat-obatan,) lingkungan biologis
(cedera otak, radang otak, komplikasi saat melahirkan) (Pattornotte &
Buitelaar, 2010:18).

3. Manifestasi Klinis
ADHD dapat ditengarai sejak anak berusia sangat kecil. Pada bayi, gejala yang
nampak, adalah:
a. Terlalu banyak bergerak, sering menangis, dan pola tidurnya buruk
b. Sulit makan/minum
c. Selalu kehausan
d. Cepat marah/sering mengalami temper tantrum
Pada anak balita, gejala ADHD yang kerap terlihat, adalah:
a. Sulit berkonsentrasi/memiliki rentang konsentrasi yang sangat pendek
b. Sangat aktif dan selalu bergerak
c. Impulsif
d. Cenderung penakut
e. Memiliki daya ingat yang pendek
f. Terlihat tidak percaya diri
g. Memiliki masalah tidur dan sulit makan
h. Sangat cerdas, namun prestasi belajar tidak prima.
i. Tidak semua anak yang mengalami ADHD terlihat memiliki gejala ini,
karena sangat tergantung pada tingkat ADHD yang diidap.
4. Penatalaksanaan
Penanganan holistik anak ADHD yang terbaik adalah :
a. Farmakoterapi (medikamentosa)
b. Terapi perilaku
c. Kombinasi pengobatan nedikamentosa dengan terapi perilaku
d. Edukasi pasien dan keluarga anak ADHD

B. Autisme
1. Definisi
Menurut Pieter, H.Z., Janiwarti, B., Saragih,M.,2011 yang dikutip di
dalam jurnal Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Autisme adalah gangguan perkembangan pada masa kanak-kanak dengan
manifestasi interaksi sosial dan imajinatif yang rusak.
Autisme adalah gangguan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi
dan interaksi sosial. Kata autis berasal dari bahasa Yunani auto berarti sendiri
yang ditujukan kepada seseorang yang hidup dalam dunianya sendiri. Autisme
atau gangguan autistic adalah salah satu gangguan terparah dimasa kanak-kanak.
Autism bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup. Anak-anak yang
menderita autis tampak benar-benar sendiri di dunia, terlepas dari upaya orang tua
untuk menjembatani muara yang memisahkan mereka.
2. Etiologi
Autisme disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor genetik,
pendarahan pada awal kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi pada masa
kehamilan, gangguan pernapasan, anemia, infeksi yang mengakibatkan fungsi
sel otak terganggu, keracunan logam berat, autoimun (yayasan pembinaan
anak cacat, 2011).
3. Manifestasi Klinis
a. Sikap anak yang menghindari tatapan mata (eye contaact) secara langsung
b. Melakukan gerakan atau kegiatan yang sama secara berulang-ulang
(repetitive), gerakan yang terlalu aktif atau sebaliknya terlalu lamban
c. Terkadang pertumbuhan fisik atau kemampuan bicara sangat terlambat
d. Sangat lamban dalam menguasai bahasa sehari-hari, hanya mengulang-ulang
beberapa kata saja atau mengeluarkan suara tanpa arti
e. Hanya suka akan mainannya sendiri dan mainan itu saja yang dia mainkan
f. Serasa dia mempunyai dunianya sendiri, sehingga sulit untuk berinteraksi
dengan orang lain
g. Suka bermain air dan memperhatikan benda yang berputar, seperti roda sepeda
atau kipas angin
h. Kadang suka melompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab. Anak autis
sangat sulit dibujuk, bahkan menolak untuk digendong dan dibujuk oleh
siapapun
i. Sangat sensitive terhadap cahaya, suara maupun sentuhan
j. Mengalami kesulitan mengukur ketinggian dan kedalaman, sehingga mereka
sering takut melangkah pada lantai yang berbeda tinggi.
4. Penatalaksanaan
b. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan
penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang
dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan
positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur
kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
c. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam
bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula
individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu
untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang
lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
d. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam
perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka
kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk
memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan
otot -otot halusnya dengan benar.
e. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak
diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik
kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang
kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan
memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
f. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam
bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan
main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan
memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya
dan mengajari cara2nya.
g. Terapi Bermain
Seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar
bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak
dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
h. Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali
tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan
sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku
terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan
mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin
anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
i. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental
Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari
minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan
kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan
berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
j. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual
learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, Dan
PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games
bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
k. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung
dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai
anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa
gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang
akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini
diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua
hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari
gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila
mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam
tubuh sendiri (biomedis).

C. Retadasi Mental
1. Definisi
American Assosiation For Mental Deficiency (AAMD) yaitu : retardasi mental
adalah keadaan dimana intelegensia umum berfungsi di bawah rata rata, yang
bermula sewaktu masa perkembangan dan disertai gangguan pada tingkah laku
penyesuaian.
Retardasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan
rendahnya kecerdaan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi
dengan kehidupan sehari-hari (ChoirunNisa, 2010).
Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara
bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial dan
bermanifestasi selama masa perkembangan
2. Klasifikasi
Derajat keparahan Perkiraan rentang IQ Jumlah penyandang MR dalam
rentang ini
Ringan (mild) 50-55 sampai sekitar 70 Kira-kira 85 %
Sedang (moderate) 35-40 sampai 50-55 10 %
Berat (severe) 20-25 sampai 35-40 3-4 %
Parah (profound) Di bawah 20 atau 25 1-2 %

3. Etiologi
Retardasi mental dapat disebabkan oleh aspek biologis, psikososial, atau
kombinasi keduanya. Penyebab biologis mencakup gangguan kromosom dan
genetis, penyakit infeksi, dan penggunaan alcohol pada saat ibu mengandung.
Walaupun demikian, lebih dari separuh kasus retardasi mental tetap tidak dapat
dijelaskan, terutama dalam retardasi rental ringan. Kasus-kasus yang tidak dapat
dijelaskan itu mungkin melibatkan penyebab dari unsure budaya atau keluarga,
seperti pengasuhan dalam lingkungan rumah yang miskin. Atau mungkin
penyebabnya merupakan interaksi antar factor psikososial dan genetis, hal yang
masih amat minim dipahami.
4. Manifestasi klinis
Dibawah ini beberapa kelaianan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi
mental, yaitu :
a. Kelainan pada mata :
Katarak
Bintik cherry-merah pada daerah macula
Korioretinitis
Kornea keruh
b. Kejang
Kejang umum tonik klonik
Kejang pada masa neonatal
c. Kelainan kulit
Bintik caf-au-lait (bintik-bintik pigmen / bercak pada kulit berwarna
merah kecoklatan)
d. Kelainan rambut
Rambut rontok
Rambut cepat memutih
Rambut halus
e. Kepala
Mikrosefali
Makrosefali

f. Perawakan pendek
Kretin
Sindrom Prader-Willi
g. Distonia
Sindrom Hallervorden-Spaz
5. Penatalaksanaan
Medis
a. Obat-obat psikotropika (tioridazin,Mellaril untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri)
b. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan
konsentrasi/gangguan hyperaktif.
c. Antidepresan ( imipramin : Tofranil)
d. Karbamazepin ( tegrevetol) dan propanolol ( Inderal )
e. Meningkatkan perkembangan otak yang sehat dan penyediaan pengasuhan dan
lingkungan yang merangsang pertumbuhan
Nonmedis
a. Terapi bermain
b. Terapi menggambar

Rencana Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Pengetahuan keluarga tentang ketersediaan sistem pendukung
2. Persepsi keluarga mengenai penyakit/ketidakmampuan
3. Pengetahuan umum anggota keluarga tentang kondisi sebelum diagnosis anak
dibuat(Wong 2008, p. 671)
4. Pengetahuan tentang stres yang terus-menerus, misalnya keuangan, karier
5. Kesadaran mengenai reaksi anggota keluarga terhadap anak dan penyakit
6. Kaji perasaan anak tentang ketidakmampuan yang dimilikinya. (Wong 2008, p.
670)
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan proses keluarga b.d pergeseran pada status kesehatan anggota keluarga
2. Ansietas/ketakutan yang berhubungan dengan diagnosis
3. Ketidak berdayaan yang berhubungan dengan lingkungan perawatan kesehatan
4. Harga diri rendah b.d gangguan psikiatrik
5. Isolasi sosial b.d faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan personal yang
memuaskan
(Wong2008, p. 671)
C. Intervensi
1. Gangguan proses keluarga b.d pergeseran pada status kesehatan anggota keluarga
NOC
Keterlibatan sosial
Kriteria hasil
Interaksi anatara anggota keluarga meningkat
NIC
Dukungan pengasuhan
Mengkaji tingkat penerimaan caregiver terkait dengan perananya
Mengajarkan caregiver mengenai terapi yang diberikan kepada pasien
Monitor adanya indikator stres
Pemeliharaan proses keluarga

Tentukan proses keluarga yang khas


Tentukan gangguan khas pada proses keluarga
Identifikasi efek perubahan peran terhadap proses keluarga
Bantu keluarga untuk memaksimalkan dukungan yang ada
Berikan kesempatan orang tua untuk tetap merawat anaknya yang masuk
rumah sakit atau tempat perawatan lainnya
Susun jadwal untuk perawtan home care bila di perlukan
2. Ansietas/ketakutan yang berhubungan dengan diagnosis
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x24 jam tidak terjadi
ansietas
NOC
Tingkat kecemasan
Kriteria hasil
1. Berjalan mondar mandir
2. Perasaan gelisah
3. Wajah tegang
4. Masalah perilaku
5. Menarik diri
6. Kesulitan berkonsentrasi

Skala outcome keseluruhan 1 5

Keterangan :

1 : berat
2 : cukup berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada

Skala target outcome dipertahankan pada (skala 1-5) ditingkatkan ke


(skala 1-5)

NIC

Pengurangan kecemasan ( 5820)

1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan


2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien
3. Pahami situasi krisis yang terjadi dari persepsi klien
4. Berada disisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengutrangi kecemasan
5. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
6. Dorong verbalisasi perasaa, persepsi dan ketakutan
7. Identifikasi saat terjadi perubahan tingkat kecemasan
3. Ketidak berdayaan yang berhubungan dengan lingkungan perawatan kesehatan
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam maslah
ketidakberdayaan teratasi
NOC
Penerimaan : status kesehatan (1300)

Kriteria hasil

1. Mengenali realita situasi kesehatan


2. Melaporkan harga diri yang posisitif
3. Mempertahankan hubungan
4. Menyesuaikan perubahan dalam status kesehatan
5. Melaporkan keadaan berharga dalam hidup

Skala outcome keseluruhan 1 5

Keterangan :

1 : tidak pernah dilakukan

2 : jarang dilakukan

3 : kadang kadang dilakukan

4 : sering dilakukan

5 : dilakukan secara konsisten

Skala target outcome dipertahankan pada skala ( 1- 5) diringkatkan pada skala


(1-5)

NIC

Inspirasi Harapan (5310)

1. Informasikan kepada klien mengenai apakah situasi yang terjadi sekarang


bersifat sementara
2. Demonstrasikan harapan dengan menunjukkan bahwa sesuatu dalam diri pasien
adalah sesuatu yang berharga dan memandang bahwa penyakit pasien adalah
hanya satu segi dari individu
3. Kembangkan daftar mekanisme koping pasien
4. Ajarkan pengenalan realitas dengan mensurvey situasi dan membuat rencana
kedepan
5. Libatkan pasien secara aktif pada perawatannya sendiri
4. Harga diri rendah b.d gangguan psikiatrik
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam masalah harga
diri rendah teratasi
NOC
Harga diri (1205)
Batasan Karakteristik
1. Verbalisasi penerimaan diri
2. Penerimaan terhadap keterbatasan diri
3. Gambaran diri
4. Komunikasi terbuka
5. Pemenuhan peran yang signifikan secara pribadi
6. Tingkat kepercayaan diri

Skala outcome keseluruhan skala 1-5

Keterangan :

1 : tidak pernah positif

2 : jarang positif

3 : kadang kadang positif

4 : sering positif

5 : konsisten positif

Skala target outcome dipertahankan pada skala (1-5) ditingkatkan ke skala


(1-5)

NIC

Peningkatan Harga diri ( 5400)

1. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri


2. Tentukan kepercayaan diri pasien terutama dalam hal penilaian diri
3. Dukung pasien untuk bisa mengidentifikasi kekuatan
4. Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri
5. Dukung melakukan kontak mata pada saat berkomunikasi dengan orang lain
6. Dukung pasien untuk menerima tantangan baru
7. Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu dengan tepat

5. Isolasi sosial b.d faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan personal yang


memuaskan
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam masalah isolasi
sosial teratasi
NOC
Ketrampilan Interaksi Sosial ( 1502)
Kriteria Hasil
1. Menunjukkan penerimaan
2. Bekerja sama dengan orang lain
3. Menunjukkan sensistivitas kepada orang lain
4. Terlibat dengan orang lain
5. Tampak santai

Skala outcome keseluruhan skala 1-5

Keterangan

1 : tidak pernah menunjukkan

2 : jarang menunjukkan

3 : kadang kadang menunjukkan

4 : sering menunjukkan

5 : secara konsisten menunjukkann

Skala target outcome dipertahankan pada skala ( 1- 5) ditingkatkan ke (1-5)

NIC
Peningkatan Sosialisasi (5100)
1. Tingkatkan hubungan dengan orang orang yang memiliki minat dan tujuan
yang sama
2. Anjurkan kegiatan sosial dan masyarakat
3. Tingkatkan berbagi masalah umum dengan orang lain
4. Anjurkan kejujuran dalam mempresentasikan diri sendiri kepada orang lain
5. Lakukan bermain peran dalam rangka berlatih meningkatkan ketrampilan dan
teknik komunikasi
6. Anjurkan perencanaan kelompok kelompok kecil untuk kegiatan kegiatan
khusus
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. Nandiah, 2013. Mengenal anak dengan kebutuhan khusus jurnal magistra N0. 86
tahun XXV desember 2013 ISSN 0215-9511

http://download.portalgaruda.org/article. (diakses pada tanggal 14 September 2017)

Bulecheck. Gloria dkk. 2017. Nursing I NTERVENTIONS Classification (NIC). Sixth


edicatin. Lowa: Mosby Elsevier.

Johnson. Maeion dkk. 2017. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth edicatin. Lowa:
Mosby Elsevier

NANDA Internasional. 2015. Diagnosa Kepwrawatan: Defisi & Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC

Rahadian syah, Deby Zulkarnain dkk. (2016). Penerimaan Orangtua Terhadap Anak Dengan
Autisme Di Pusat Layanan Autis (PLA) Daerah Istimewa Yogyakarta Media Ilmu
Kesehatan Vol.5,No.3, Desember 2016.

http://ejournal.stikesayaniyk.ac.id/index.php/MIK/article/view/155/159(diakses pada
tanggal 14 September 2017)

Winarsih dkk, 2013 Panduan Penanganan Anak Dengan Kebutuhan Khusus bagi pendamping
( Orang tua, Keluarga, Dan Masyarakat). Kementrian pemberdayaan perempuan dan
pertumbuhan anak. Jakarta

Wong, Dona L. 2008. Wongs Esential of Pediatric Nursing. Mosby : USA.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

ADHD, AUTISME, DAN RM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa 2

Dosen Pengampu : Zumrotul Choiriyyah, S.Kep., Ns., M.Kes.

Disusun oleh :

Kelompok 6

Ade Ila Wahyu Nuraini (010115A003)


Dimas Agil Yosa (010115A032)
Friska Ayu Christina (010115A045)
Habibbatuzakiyah (010115A048)
Hanna Karunia Arum N (010115A049)
Krisna Wardani (010115A060)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2017

Anda mungkin juga menyukai