Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga
sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang
normal menjadi impian setiap orangtua. Sebagian orangtua menganggap
anak usia prasekolah sebagai usia yang sering mengundang masalah.
Pada masa ini anak seringkali terlihat bandel, keras kepala, tidak menurut,
melawan dan seringkali marah tanpa alasan. Memasuki usia sekolah, anak
adalah seorang yang aktif, membentuk dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri pada saat mereka mengeksplorasi lingkungan dan tumbuh
secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis (Nurdin, 2011).
Perkembangan karakteristik anak pada usia sekolah dasar berbeda-
beda. Berbagai masalah akan mereka hadapi yang dapat bersumber dari
ketegangan karena ketidakmampuan mengerjakan tugas, persaingan
dengan teman, kemampuan dasar intelektual kurang atau kegagalan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Permasalahan yang dihadapi anak
tentu akan berdampak pada orang tua (Irma, 2012).
Masalah lain yang dihadapi orangtua adalah ketika anak
mengalami suatu gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya
seperti: retardasi mental, autisme maupun attention deficit hyperactivity
disorder (ADHD). Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) yang
dalam bahasa Indonesia digunakan istilah gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan salah satu masalah psikiatri yang
sering ditemukan pada anak (Yanis dkk., 2013).
Istilah ADHD merupakan istilah baru, tetapi anak yang over aktif telah
terjadi sejak lama. Gangguan tersebut disebabkan oleh sesuatu yang ada
dalam diri anak tersebut dan bukan karena faktor lingkungan. (Baihaqi &
Suparman, 2006 : 4)
Prevalensi anak dengan ADHD di Amerika Serikat pada anak usia
sekolah diperkirakan sebesar 2-20% dan 3-7% pada usia pubertas
(Banaschewski & Rohde, 2010). Prevalensi anak ADHD di Indonesia
meningkat menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD.
Peningkatan ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun
pengaruh lingkungan yang lain, seperti pengaruh alkohol pada kehamilan,
kekurangan omega 3, alergi terhadap suatu makanan, dll.
ADHD memiliki suatu pola perilaku yang menetap dengan gejala
kurangnya perhatian dan hiperaktivitas yang lebih sering dan lebih berat
bila dibandingkan dengan anak lain pada taraf perkembangan yang
sama. Saat ini diperkirakan 5% populasi anak-anak di seluruh dunia
mengalami masalah ADHD dengan berbagai tingkat keparahan, anak-anak
usia sekolah dasar dua kali lebih banyak dibandingkan dengan remaja
(Saputro , 2012). Perilaku anak dengan ADHD yang sering usil,
mengganggu anak lain, sering tidak sabar, tidak mampu menunggu giliran,
perilaku asal bicara yang tidak menghiraukan perasaan orang lain,
merupakan beberapa gejala yang sering dikeluhkan oleh orang tua dan
gurunya di sekolah (Sugiarmini, 2007).
Pelham dan Bender, 1982 (dikutip dalam Saputro, 2009) menyatakan
bahwa lebih dari 50% anak dengan gangguan pemusatan perhatian atau
hiperaktivitas mengalami kesulitan dalam menjalin relasi dan komunikasi.
Penderita ADHD mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan
orangtua sehingga terjadi peningkatan konflik antara orang tua dan anak.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak
dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh, baik bio
psiko, sosio
b. Mahasiswa mampu menemukan masalah keperawatan yang sering
dialami oleh penderita Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan anak yang
mengalami retardasi mental
d. Mahasiswa mampu merumuskan tujuan keperawatan untuk mengatasi
masalah anak dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
e. Mahasiswa mampu merumuskan rencana perawatan untuk mengatasi
masalah keperawatan yang dialami anak dengan Attention Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD).

C. Manfaat
1. Memberikan konstribusi untuk berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang ilmu keperawatan
2. Memberikan informasi cara mengatasi masalah pada ADHD agar dapat
mengembangkan suatu program pendidikan serta konseling siswa ADHD
dan orangtuanya yang dilakukan secara berkala
3. Memberikan tambahan informasi terkait menangani kondisi anak ADHD
beserta orangtuanya sehingga dapat mengembangkan pendekatan
pengobatan yang lebih komprehensif untuk keluarga dan anak-anak
ADHD.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Attention Deficit Hyperactive Disoeder (ADHD) adalah nama yang
diberikan untuk anak – anak, remaja dan beberapa orang dewasa yang kurang
mampu memperhatikan, mudah dikacaukan dengan over aktif dan juga
impulsif. ADHD adalah suatu gangguan neurobiologi dan bukan penyakit
yang mempunyai sebab spesifik (Millichap, 2013 : 1). Sejalan dengan itu,
Baihaqi dan Sugiarman (2006 :2) juga mendefinisikan bahwa ADHD adalah
kondisi anak-anak yang memperlihatkan ciri-ciri atau gejala kurang
konsentrasi, hiperaktif dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Gangguan neurobehaviour pada anak, yang ditandai dengan
berkurangnya perhatian dan aktivitas atau impulsivitas yang berlebihan.
ADHD sebagai suatu gangguan psikiatri yang ditandai oleh suatu
perkembangan yang tidak sesuai, pervasif (berbagai situasi berbeda
seperti di rumah dan sekolah) dan persisten dari pola kurangnya
perhatian, hiperaktivitas, dan atau impulsivitas berat dengan onset pada
masa kanak awal yang berkaitan dengan fungsi sosial, akademik, dan
atau pekerjaan (Banaschewski & Rohde, 2010).
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa ADHD adalah salah satu gangguan pemusatan perhatian, hiperaktif
serta impulsivitas yang dapat dideteksi sejak usia dini.

B. Karakteristik ADHD
Menurut Baibaqi & sugiaman (2006) kriteria ADHD sebagai berikut:
1. Kurang perhatian
Penderita paling sedikit mengalami enam atau lebih gejala-gejala
berikutnya. Dan berlangsung selama  6 bulan sampai suatu tingkatan
yang mal adaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
a. Sering gagal memperhatikan baik baik terhadap sesuatu yang detail atau
membuat dalam pekerjaan sekolah dan kegiatan- kegiatan lainnya
b. Seringkali mengalami kesulitan dalam memutuskan perhatian terhadap
tugas-tugas atau kegiatan bermain
c. Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung
d. Seringkali tidak mengikuti instruksi dan gagal dalam menyelesaikan
pekerjaan sekolah
e. Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan
f. Seringkali kehilangan barang ataupun benda penting untuk tugas dan
kegiatan misalnya, kehilangan tugas, pensil, buku dan alat tulis lainnya.
g. Sering menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang menyentuh usaha mental yang didukung seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah
h. Seringkali bingung atau terganggu oleh rangsangan dari luar, dan sering
lekas lupa dan menyelesaikan kegiatan sehari- hari.

2. Hiperaktivitas impulsifitas
Paling sedikit atau lebih dari gejala – gejala Hiperaktivitas impulsifitas
berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 sampai dengan tingkat
maladaptive dan tidak dengan tingkat perkembangan
a. Gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana
seharusnya duduk tenang.
c. Berlari berlebihan atau memanjat yang tidak tepat situasi (pada remaja
atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/gelisah).
d. Kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan.
e. Seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin.
f. Berbicara terlalu banyak, sering menjawab pertanyaan sebelum selesai
diberikan, kesulitan menunggu giliran, menyela atau memaksakan
pendapat kepada orang lain
C. Penyebab ADHD
1. Faktor Genetik
Anak dengan orang tua yang menyandang ADHD mempunyai
delapan kali kemungkinan mempunyai risiko mendapatkan anak dengan
gangguan ADHD juga, meskipun demikian lingkungan tempat anak
tumbuh dan berkembang juga membantu menentukan perilaku anak yang
spesifik (Buitelaar&Paternotte, 2010).
2. Faktor Lingkungan
Menurut Buitelaar & Paternotte (2010) ADHD juga bergantung pada
efek negatif lingkungan, dalam hal ini lingkungan terbagi menjadi
lingkungan psikologi, fisik, dan biologis. Pada lingkungan psikologis
adalah bagaimana anak berelasi dengan orang lain, kejadian seperti apa
yang terjadi, dan bagaimana menanganinya. Pada lingkungan biologis
adalah kondisi apakah anak pernah mengalami cedera otak atau
komplikasi yang bisa saja menyebabkan timbulnya gangguan pada anak.
Sedangkan pada lingkungan fisik adalah faktor-faktor dari makanan, obat-
obatan, dan penyinaran.
3. Factor Fungsi Otak
Selain faktor genetik dan psikologis, menurut Somantri (2007), anak
ADHD memiliki struktur yang berbeda pada otak mereka, dimana struktur
tersebut membuat anak ADHD menjadi kesulitan dalam belajar dan
mengendalikan emosinya. Anak-anak ADHD memiliki fungsi dan struktur
otak yang berbeda dari anak normal lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat
pada bagian pre-frontal (di bagian paling depan dari otak), korpus kalosum
yang menghubungkan belahan otak kiri dan belahan otak kanan, otak kecil
dan di berbagai nukleus basalis. Di beberapa bagian belahan otak kanan
pada anak ADHD tampak lebih kecil dibandingkan anak tanpa ADHD.
Ada perbedaan neuro-anatomi dan neuro-kimiawi yang berbeda pula pada
anak ADHD, dimana perbedaan ini membuat perbedaan dalam
penyampaian sinyal-sinyal di dalam otak (Buitelaar & Paternotte, 2010).
D. Jenis-jenis ADHD
Menurut Jessica Grainger (2003 : 48) ada dua jenis perilaku ADHD.
Pertama, Oppositional Deficit disorder atau gangguan perilaku melawan,
meliputi kelemahan, ketidakpatuhan, agresi, destruktif, kemarahan dan
bohong. Dan kedua yaitu Attention Deficit hiperactive disorder atau
gangguan hiperaktif lemah, perhatian, meliputi anak-anak yang kontrol
perhatiannya lemah.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Cherkasova (2013) manifestasi perilaku ADHD adalah tingginya
tingkat aktivitas, kontrol penghambatan yang buruk, perhatian pendek. Anak
– anak prasekolah dengan ADHD sering menderita kondisi lain seperti :
gangguan pemberontak, gangguan komunikasi, gangguan kecemasan.

F. Deteksi Dini ADHD


Mendeteksi ADHD diperlukan informasi tentang riwayat
perkembangan serta observasi perilakunya sehari-hari dirumah, disekolah,
maupun di berbagai tempat, karena saat di klinik anak dengan ADHD sering
menunjukkan perilaku yang baik, sehingga tidak ditemukan gejala
ADHD. Dampak negatif pada fungsi sehari-hari anak, baik dirumah,
maupun di lingkungan yang lain serta kesulitan yang dialami anak perlu
dipastikan dari informasi orangtua, guru maupun pengasuh anak (Juniar &
Setiawati, 2014).
Dua kuisioner skala penilaian yang dapat digunakan untuk keperluan skrining
GPPH, yaitu:
1. Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (SPPAHI)
Indonesian ADHD Rating Scale (IARS)
Isi tiap butir menurut perilaku anak/murid dalam periode enam bulan
terakhir dapat dijadikan bahan untuk diisi atau dijawab oleh orangtua atau
guru. Ada 35 butir pengamatan
Penilaian SPPAHI:
a. Jawaban setiap butir pertanyaan diberi nilai 0-3
b. Nilai 0 = jawaban pada kolom 1 (tidak pernah sama sekali atau sangat
jarang)
c. Nilai 1 = jawaban pada kolom 2 (kadang-kadang)
d. Nilai 2 = jawaban pada kolom 3 (sering)
e. Nilai 3 = jawaban pada kolom 4 (selalu atau sangat sering)
f. Total nilai = 0 – 105

Cut-off Score SPPAHI


a. Bila yang menilai Orangtua > 30
b. Bila yang menilai Guru > 29
c. Bila yang menilai Dokter > 22

Skor SPPAHI lebih besar dari cut-off score dinyatakan berisiko tinggi
mengalami ADHD.
Dianjurkan untuk segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai
dengan prosedur pemeriksaan anak dengan ADHD.

2. Abbreviated Conner’s Teacher Rating Scale (ACTRS) oleh C. Keith


Conners, Ph. D yang telah divalidasi ke dalam bahasa Indonesia.
Validitas dan tes reliabilitas dalam bahasa Indonesia dilakukan oleh Dr.
Sasanti Juniar tahun 1989 dengan mengamati perilaku anak/murid dalam
periode enam bulan terakhir
Cut-off Score ACTRS-Indonesia:
Skor 12 atau lebih mencurigakan adanya ADHD
a. Penilaian ACTRS. 10 butir pengamatan
b. Jawaban setiap butir pertanyaan diberi nilai 0-3
c. Nilai 0 = jawaban pada kolom 1 (tidak sama sekali)
d. Nilai 1 = jawaban pada kolom 2 (sekali-sekali)
e. Nilai 2 = jawaban pada kolom 3 (cukup sering)
f. Nilai 3 = jawaban pada kolom 4 (hampir selalu)
g. Total nilai = 0 – 30 (Saputro D., 2009).

Tidak
Cukup
sama Sesekali Hampir
No Aktifitas sering
Sekali (2) Selalu (4)
(3)
(1)
1 Tidak kenal lelah atau aktivitas yang
berlebihan
2 Mudah menjadi gembira, impulsive
3 Gagal menyelesaikan kegiatan yang
telah dimulainya, selang waktu
perhatiannya pendek
4 Menggerakkan anggota badan atau
kepalasecara terus menerus
5 Perhatian kurang, mudah teralihkan
6 Permintaannya harus segera dipenuhi,
mudah menjadi frustasi
7 Ssering dan mudah menangis
8 Suasana hatinya berubah dengan cepat
dan drastic
9 Ledakan kekesalan, tingkah laku
eksplosif dan tak terduga
10 Mengganggu anak anak lain

G. Penanganan pada anak dengan ADHD


ADHD merupakan kondisi berbasis biologis, sehingga memerlukan
farmakologis agent untuk memperbaiki gejalanya selain terapi non
farmakologis. Anak dengan ADHD memerlukan penanganan yang efektif
dengan kombinasi penanganan terapi obat-obatan dan terapi perilaku.
Orangtua anak dengan ADHD diberikan edukasi tentang kondisi anak
dengan ADHD dan penyebabnya, sehingga mereka dapat berperan aktif
dalam menangani anak di rumah.
a. Pengobatan secara medis : antidepresan, Ritalin, Dexedrine, Desoxyn,
Pemoline, Busiprone, Clonidine merupakan obat yang paling sering
digunakan. Terapi biomedis yaitu dengan memperbaiki metabolisme tubuh
anak, terapi nutrisi dan diet diantaranya adalah keseimbangan diet
karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan, penanganan alergi
makanan.
b. Terapi non medis :
 Terapi modifikasi perilaku berupa interaksi sosial, bahasa dan
perawatan diri sendiri. Selain itu juga akan mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan, seperti agresif, emosi labil.
 Terapi integrasi sensori yaitu pengorganisasian informasi melalui
beberapa jenis sensori diantaranya adalah sentuhan, gerakan,
kesadaran tubuh, dan gravitasi, penglihatan, pendengaran,
pengecapan, dan penciuman yang sangat berguna untuk
menghasilkan respon yang bermakna.
 Terapi perilaku (Behavioral Therapy)
Anak dengan ADHD menunjukkan reaksi berlebihan terhadap
situasi tertentu. Anak menunjukkan perilaku agresif dibandingkan
dengan teman – temannya. Terapi perilaku membantu anak untuk
lebih bisa mengontrol perilaku dan mengendalikan tindakan
mereka dan diharapkan anak mampu mengendalikan reaksi
berlebihan, kemarahan serta menjadikannya lebih tenang.
 Terapi kognitif (cognitive Therapy)
Terapi kognitif ditujukan untuk membantu seseorang
mengendalikan pikiran, emosi yang akan mengarah pada perilaku
yang lebih positif. Terapi ini akan melatih anak ADHD untuk
berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Terapi kognitif sering
digunakan bersama dengan terapi perilaku.
 Terapi membaca (Literaly Therapy)
Terapi ini menggunakan buku, artikel, dan bahan bacaan lain.
Terapi ini ditujukan untuk membuat seseorang memahami masalah
yang dihadapinya secara mendalam dengan mengumpulkan
informasi sebanyak – banyaknya perihal masalah tersebut.
Informasi yang diberikan juga harus disertai dengan solusi untuk
mengendalikan masalah hiperaktif. Membaca juga membantu
pasien memfokuskan seluruh energi pada kegiatan tertentu dalam
waktu lama untuk menyalurkan energi secara konstruktif.
 Terapi bicara
Melalui terapi bicara, mendorong orang tua untuk selalu
berkomunikasi dengan anak serta membicarakan apa yang
dirasakan anak. Terapi bicara didasarkan pada prinsip bahwa
ADHD dapat disembuhkan, jika anggota keluarga menunjukkan
dukungan, cinta dan perhatian dengan memberikan waktu untuk
mendengarkan anak.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian                        
Pengkajian Riwayat Penyakit
a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami
masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai
anak berusia todler atau masuk sekolah atau daycare.
b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan
yang utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku
overaktif atau bahkan perilaku yang membahayakan di rumah.
c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu
menghadapi perilaku anak.
d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk
mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu
sebagian besar tidak berhasil.

Penampilan umum dan perilaku motorik


a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-
goyang saat mencoba melakukannya.
b. Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain
dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat
melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan
sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa
yang telah dikatakan.
d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke
topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat
perkembangannya

Mood dan afek


a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau
tempertantrum.
b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan
perlawanan dan kemarahan.

Proses dan isi pikir


Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk
mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat
perkembangan.

Sensorium dan proses intelektual


a. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau
persepsi seperti halusinasi.
b. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi
tergangguan secara nyata.
c. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2
atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab,
saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada
pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan sesuati.
e. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang
yang mampu menyelesaikan tugas.
Penilaian dan daya tilik diri
a. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang
buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan
impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
c. Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak
kecil.
d. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai
jika dibandingkan dengan anak seusianya.
e. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari
sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, “tidak ada yang
menyukaiku di sekolah”, tetapi mereka tidak dapat menghubungkan
kurang teman dengan perilaku mereka sendiri.

Konsep diri
a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapisecara
umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak
teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah,
mereka biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri
sebagai orang yang buruk dan bodoh

Peran dan hubungan


a. Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis maupun
sosial.
b. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang
menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c. Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang
didiagnosis dan diterapi.
d. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki
keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak
terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak
barang-barang miliki keluarga.
e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara
fisik.
f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan
pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang
mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak.

Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri


Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak
meluangkan waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat
duduk selama makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur
juga merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku
ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan
hiperaktif mencakup :
1. Rambut yang halus
2. Telinga yang salah bentuk
3. Langit-langit yang melengkung tinggi
4. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
5. Terdapat gangguan keseimbangan dan permasalahan-permasalahan di
dalam koordinasi motorik yang halus.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan
diagnosis gangguan hiperaktif. Anak yang mengalami hiperaktivitas
dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang lambat yang bertambah
banyak pada elektroensefalogram (EEG). Suatu EEG yang dianalisis oleh
komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang
ketidakmampuan belajar pada anak.
2. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan
gangguan ini.
a. Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan
pengkodean)
b. Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom checklist for
attention. Defisit Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation
Scale)
c. Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III) juga
sering digunakan, sering terlihat kesulitan meniru rancangan.
 
B. Diagnosa
1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidaktepatan
verbalisasi et causa disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
2. Resiko konflik peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
3. Resiko cidera berhubungan dengan hiperaktivitas
4. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit
mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
 
C. Intervensi
1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidaktepatan
verbalisasi et causa disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
NOC : Ketrampilan komunikasi verbal
Tujuan : Pasien mampu menunjukan komunikasi verbal yang baik.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukan komunikasi yang dapat meningkatkan atau
memperbaiki interaksi social
b. Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan komunikasi
(misalnya: kedekatan, kerja sama, sensitivitas dan sebagainya).
c. Mengungkapkan keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
NIC : Peningkatan sosialisasi, aktivitas keperawatan :
a. Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain
b. Anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan
orang lain dan menghargai hak orang lain.
c. Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.
d. Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan
keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
e. Berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi
dengan orang lain.  
2. Resiko konflik peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
NOC : Menjadi orang tua
Tujuan : Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko yang terjadi
terhadap anak dengan hiperaktivitas.
Kriteria Hasil :
a. Mempunyai harapan peran orang tua yang realistis
b. Mengidentifikasi factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah
menjadi orang tua yang tidak efektif.
c. Mengungkapkan dengan kata-kata sifat positif dari anak.
NIC : Peningkatan Perkembangan, aktivitas keperawatan :
a. Berikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengatasi
perilaku anak yang hiperaktif.
b. Ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting perkembangan
normal dan perilaku anak.
c. Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku anak
yang positif.
d. Bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam lingkungan rumah
yang dapat menurunkan perilaku negative anak.
 
3. Resiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas
NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Klien dapat terhindar dari resiko cedera
Kriteria Hasil :
a. Mengubah gaya hidup untuk mengurangii resiko.
b. Pasien/keluarga akan mengidentifikasikan resiko yang dapat
meningkatkan kerentanan terhadap cedera.
c. Orang tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak
social lingkungannya dengan baik.

NIC : Mencegah Jatuh, aktivitas keperawatan :


a. Identifikasikan factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan,
misalnya: perubahan status mental, keletihan setelah beraktivitas, dll.
b. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah cedera.
c. Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya
(misalnya : naik tangga, kolam renang jalan raya, dll )
d. Hindarkan benda-benda disekitar pasien yang dapat membahayakan
dan menyebabkan cidera.
e. Ajarkan kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya
dan intruksikan kepada keluarga untuk memilih permainan yang
sesuai dan tidak menimbulkan cedera.

4. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan. penyakit


mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
NOC: Child Development
Tujuan: Pasien tidak mengalami keterlambatan perkembangan
Kriteria Hasil:
Anak akan mencapai tahapan dalam perkembangan yaitu tidak
mengalami keterlambatan 25 % atau lebih area sosial/perilaku
pengaturan diri atau kognitif , bahasa, keterampilan motorik halus dan
motorik kasar.
NIC: Meningkatan Perkembangan
a. Lakukan pengkajian kesehatan yang seksama (misalnya, riwayat
anak, temperamen, budaya, lingkungan keluarga, skrining
perkembangan) untuk menentukan tingkat fungsional.
b. Berikan aktivitas bermain yang sesuai, dukung beraktivitas dengan
anak lain.
c. Kaji adanya faktor resiko pada saat prenatal dan pasca natal.
d. Berkomunikasi dengan pasien sesuai dengan tingkat kognitif pada
perkembangannya.
e. Berikan penguatan yang positif/umpan balik terhadap usaha-usaha
mengekspresikan diri.
f. Ajarkan kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam
perkembangan anak.

D. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jenis tindakan
pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan /
kolaborasi, dan tindakan rujukan/ketergantungan. Implementasi tindakan
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. 

E. Evaluasi
1. Kemampuan komunikasi verbal
2. Harapan peran orang tua
3. Gaya hidup untuk mengurangi resiko
4. Harapan peekembangan sesuai dengan umur

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga
sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang
normal menjadi impian setiap orangtua. Masalah lain yang dihadapi
orangtua adalah ketika anak mengalami suatu gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangannya seperti: retardasi mental, autisme
maupun attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) yang dalam bahasa Indonesia
digunakan istilah gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
(GPPH) merupakan salah satu masalah psikiatri yang sering ditemukan pada
anak (Yanis dkk., 2013).
Penderita ADHD mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan
dengan orangtua sehingga terjadi peningkatan konflik antara orang tua dan
anak. Anak dengan ADHD memerlukan penanganan yang efektif dengan
kombinasi penanganan terapi obat-obatan dan terapi perilaku. Orangtua
anak dengan ADHD diberikan edukasi tentang kondisi anak dengan
ADHD dan penyebabnya, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam
menangani anak di rumah.

B. Saran
Terapi sensori integrasi (SI) Merupakan pendekatan treatment yang
secara klinis bertujuan memberi kesempatan anak yang memiliki kesulitan
belajar tertentu untuk mencapai potensi maksimalnya. Terapi ini focus pada
meningkatkan kapasitas anak untuk mengintegrasikan input dari sensori.
Khususnya dalam bidang keperawatan, tidak hanya praktik dan teori saja,
namun asuhan keperawatan ikut andil dalam pelaksanaan keperawatan itu
sendiri. Dalam menyikapi proses keperawatan seorang perawat juga dituntut
untuk ikut serta berperan aktif dalam perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Banaschewski, T., & Rohde, L. 2010. Phenomenology. In T. C.


Banaschewski, Press.

Nurdin, A. E. 2011. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran.

Juniar, S., & Setiawati, Y. 2014. Buku Saku Pedoman Deteksi Dini
Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH). Sidoarjo:
CV. Dwiputra Pustaka Jaya.

Saputro, D. 2009. ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. Jakarta:


CV. Sagung Seto.

Yanis, A., Novriana, D. E., & Masri, M. 2013. Prevalensi Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas pada siswa dan siswi Sekolah Dasar
Negeri Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2013.
MAKALAH

TINJAUAN TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDER (ADHD)

Disusun oleh :
1. ASRI DWI PRISTIWATI (010216A010)
2. DWI NURHIDAYATI (010216A022)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN REGULER TRANSFER


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
karunia Nya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas sampai
sekarang ini.
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan, kami dapat menyusun makalah
yang berjudul “Tinjauan Teori dan Asuhan keperawatan pada Anak dengan
Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)”. Kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah membimbing kami dalam setiap
materi anak tentang Tinjauan Teori dan Asuhan keperawatan pada Anak dengan
Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD), tidak lupa teman-teman yang
senantiasa kami banggakan yang semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan
YME.
  Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu
kami mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun. Akhirnya kami
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih
terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum.

Temanggung, 10 Maret 2017

Penyusun

Anda mungkin juga menyukai