Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori middle range merupakan level kedua dari teori keperawatan, abstraknya
pada level pertengahan, inklusif, memiliki sejumlah variabel terbatas, dapat diuji secara
langsung. Teori middle range memiliki hubungan yang lebih kuat dengan penelitian dan
praktik. Teori penderitaan kronik (chronic sorrow) merupakan salah satu teori middle
range keperawatan yang berfokus pada stress dan adaptasi yang berhubungan dengan
penderitaan kronik yang dialami individu sehingga timbul kesedihan dan rasa berduka
yang berkepanjangan.
Penyakit kronis dapat didefinisikan sebagai kondisi sakit yang menimbulkan
berkurangnya atau hilangnya fungsi sehari-hari lebih dari 3 bulan dalam 1 tahun atau
mengalami hospitalisasi lebih dari 1 bulan dalam 1 tahun. Hal ini menyebabkan individu
dengan penyakit kronik mengalami berbagai masalah keterbatasan sehingga individu
tersebut mempunyai kebutuhan akan perawatan khusus, komprehensif dan berkelanjutan.
Penyakit kronik mempunyai efek besar terhadap fungsi keluarga. Salah satunya adalah
efek substansial fungsi keluarga dimana keluarga akan mendapatkan tugas keluarga yang
lebih kompleks, tanggung jawab yang lebih besar, perhatian yang lebih besar,
pembiayaan, ketidakpastian masa depan, keterbatasan atas kecukupan ekonomi,
kehilangan secara emosional, reaksi terhadap persepsi dalam masyarakat, isolasi sosial,
dan kehilangan kesempatan dalam masyarakat secara normal, sehingga bisa dikatakan
bahwa keluarga adalah faktor pendukung yang sangat berpengaruh terhadap kondisi yang
terjadi pada salah satu anggota keluarganya.
Peran utama dari perawat menurut teori ini mencakup bersikap empati, menjadi
pendidik yang baik, memberi perhatian dan bersikap profesional. Penerapan teori ini
dalam pemberian asuhan keperawatan dapat membantu klien yang menderita penyakit
kronik maupun keluarga serta orang disekitarnya untuk meningkatkan kemampuan
mekanisme koping eksternal dalam menghadapi proses kehilangan yang terjadi. Dari
penyertaan diatas, bermaksud merumuskan makalah tentang bagaimana analisis middle
range theory dari teori penderitaan kronik (chronic sorrow) pada klien amputasi.

1
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menganalisis middle range theory chronic sorrow dengan menggunakan
proses keperawatan sebagai pendekatan aplikatif dalam kasus pada asuhan
keperawatan
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah :
a. Menganalisa middle range theory chronic sorrow
b. Menganalisa karangka asuhan keperawatan dan konsep terkait pengembangan
keilmuan berdasarkan middle range theory chronic sorrow
c. Merancang aplikasi middle range theory chronic sorrow dalam setting pelayanan
keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Biografi Eakes, Burke & Hainsworth


Georgene Gaskill Eakes lahir di New Bern, North Carolina. Ia seorang Profesor
Emeritus di East Carolina University College of Nursing. Eakes menyelesaikan
pendidikan magister keperawatan dan doktoralnya di University of North Carolina. Pada
awal karirnya, Ekses bekerja di tatanan pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Eakes
bergabung di East Carolina University School of Nursing di Greenville, North Carolina.
Eakes tertarik dengan isu kematian, dying, respon berduka dan kehilangansaat ia
mengalami cidera parah yang mengancam nyawanya karena kecelakaan mobil.
Pengalaman menegangkan tersebut melatarbelakangi pemikirannya untuk mempersiapkan
tenaga kesehatan perawatan pada pasien yang kritis dan menanggapi reaksi berduka.
Mulai sejak saat itu, Eakes melakukan banyak penelitian dan praktik terkait kondisi pasien
terminal, dying, respon berduka dan respon kehilangan (Coughlin & Sethares, 2017;
Alligood 2014).
Mary Lermann Burke lahir Sandusky, Ohio. Riwayat pendidikan Burke di bidang
keperawatan anak menjadikannya mendapat penghargaan Certificate in Parent-Child
Nursing and Interdisciplinary Training in Development Disabilities. Pada tahun 1998, ia
mendapat penghargaan atas karyanya dalam mengembangkan instrumen dalam penelitian
chronic sorrow. Pada awalnya, Burke bekerja di pelayanan keperawatan anak kemudian
bergabung sebagai staf pengajar hingga menjadi profesor pada tahun 1996 di Nursing
Faculty Rhode Island College. Inovasinya dalam penelitian terkait konsep chronic sorrow
yang meliputi perawatan pada anak dengan spina bifida, Burke mengamati respon berduka
pada orang tua. Selanjutnya Burke mengembangkan instrumen Burke Chronic Sorrow
Questionnaire dalam penelitian anak dengan myelomeningocele. Penelitian Burke juga
dilakukan pada pasangan infertil dan pada individu dewasa dengan orangtua yang
memiliki penyakit kronis. Artikelnya yang berjudul “Middle Range Theory of Chronic
Sorrow” mendapatkan penghargaan Best of Image Award pada tahun 1999 (Alligood,
2014).

3
Margaret A. Hainsworth lahir di Brockville, Ontario, Kanada. Ia menyelesaikan
studi magister dan doktoralnya di bidang keperawatan jiwa. Pada tahun 1988, ia menjadi
perawat spesialis jiwa. Hainsworth tertarik pada topik penyakit kronis dan chronic sarrow
sejak ia menjadi fasilitator pada kelompok dukungan untuk pasien wanita denga multipel
sklerosis. Selanjutnya Hainsworth bergabung dengan Burke dalam penelitian chronic
sarrow NCRCS pada tahun 1989 hingga pada tahun 1999 mereka mendapatkan
penghargaan Best of Image Award in Theory dari Sigma Theta Tau International
(Alligood, 2014).

B. Landasan Teoritis
Konsep chronic sorrow berasal dari karya Olshansky pada tahun 1962 yang
selanjutnya dikembangkan oleh tim Eakes, Burke dan Hainsworth dalam NCRCS. Karya
Olshansky terkait chronic sorrow sebagai hasil observasi pada orangtua yang memiliki
anak dengan retardasi mental dan orangtua tersebut menunjukkan respon kesedihan yang
mendalam dan terus-menerus dan disebut dengan terminologi chronic sorrow. Chronic
sorrow digambarkan sebagai respon psikologis terhadap situasi tragis. Penelitian terkait
chronic sorrow berkembang sekitar tahun 1980 dengan temuan reaksi kesedihan
berkepanjangan pada orangtua dan pengalaman berduka dalam berhubungan dengan
kondisi anak dengan disabilitas fisik dan mental (Eakes, Burke & Hainsworth, 1998;
Alligood, 2014).
Berduka dikonseptulisasikan sebagai proses yang berlangsung secara terus-
menerus dan apabila tidak terselesaikan maka termasuk dalam kondisi abnormal. Burke
dalam penelitiannya pada orangtua dengan anak spina bifida mendifinisikan chronic
sorrow. Sebagai kesedihan mendalam yang bersifat permanen, periodik dan meningkat
secara alamiah. Tim NCRCS berfokus pada respon berduka yang dihubungkan dengan
penelitian Lazarus dan Folkman tentang stres dan adaptasi yang dilakukan pada tahun
1984. Strategi koping internal meliputi orientasi tindakan, pendekatan aspek kognitif dan
perilaku interpersonal. Middle Range Theory Chronic Sorrow tidak hanya menjelaskan
pengalaman chronic sorrow pada situasi tertentu melainkan respon koping terhadap
fenomena (Alligood, 2014; Vitale & Falco, 2014; Eakes et al., 1998).
Chronic sorrow merupakan respon normal manusia yang berhubungan dengan
disparitas berkelanjutan sebagai akibat dari situasi kehilangan. Kondisi ini merupakan
siklus yang terjadi secara alamiah. Dalam kondisi tersebut terdapat pencetus yang

4
memperberat respon berduka, bersifat internal maupun eksternal yang dapat diprediksi.
Manusia memiliki strategi koping yang efektif dalam mencapai keseimbangan saat
mengalami chronic sorrow. Pada dasarnya, chronic sorrow disebabkan oleh disparitas
anatar kondisi harapan dan kenyataan (Eakes et al., 1998; Alligood, 2014).

C. Penggunaan Bukti Empiris


Studi NCRSC (The Nursing Consortium for Research on Chronic Sorrow) ini meliputi :
1. Individu dengan kanker (Eakes, 1993), infertility (Eakes et al., 1998), Multiple
Sclerosis (Hainsworth, Burke, Lindgren, & Eakes, 1993; Hainsworth, 1994) dan
Penyakit Parkinson (Lindgren, 1996).
2. Spouse caregivers/ individu yang memiliki pasangan hidup dengan penyakit mental
kronik (Hainsworth, Busch, Eakes, & Burke, 1995), Multiple Sclerosis (Hainsworth,
1995) dan Penyakit Parkinson (Lindgren, 1996).
3. Parent caregivers/ orang tua yang memiliki anak dewasa dengan penyakit mental
kronik (Eakes, 1995).
Studi kemudian dikembangkan kepada para individu yang mengalami kehilangan
(berduka) yang keadaan diri sendiri. Dinyatakan dalam studi ini bahwa populasi in juga
terus menerus mengalami kesedihan kronis. Berdasarkan bukti-bukti empiris tersebut
maka dinyatakan bahwa defnisi kesedihan kronis sama dengan kesedihan menetap yang
bersifat perodik dalam waktu permanen, atau perasaan terkait sedih lainnya secara terus
menerus yang terjadi karena pengalaman kehilangan (Eakes et al, 1998)

D. Konsep Utama dan Definisi


Middle Range Theory Chronic Sorrow merupakan teori yang menjelaskan penerimaan
keluarga dalam disparitas yang terjadi secara terus-menerus, teori ini dapat menjadi
panduan bagi tenaga kesehatan dalam menghadapi konsisi tersebut (Coughlin & Sethares,
2017; Vital & Falco, 2014). Dalam Middle Range Theory Chronic Sorrow terdapat
beberapa konsep utama dan definisi yaitu sebagai berikut:
1. Chronic sorrow (berduka kronis)
Disparitas secara terus-menerus sebagai akibat dari proses kehilangan, ditandai
dengan duka mendalam dan terus-menerus. Gejala dari peristiwa berduka terjadi
secara periodik dan gejala ini mungkin terus berkembang/meningkat.

5
2. Loss(kehilangan)
Kehilangan terjadi sebagai akibat dari disparitas antara situasi ideal yang yang
diinginkan dengan situasi nyata yang terjadi. Sebagai contoh orangtua berharap untuk
memiliki anak yang sempurna dan situasi nyata yang dialami adalah orangtua
memiliki anak dengan disabilitas.
3. Trigger Events (peristiwa pencetus)
Yaitu situasi, kondisi yang berlangsung dan kondisi yang menjadi fokus dari
pengalaman atau perasaan kehilangan dan dapat mencetuskan atau mengeksaserbasi
(memunculkan kembali) reaksi perasaan berduka.
4. Management Methods
Hal ini berkiatan dengan respon individu untuk berdamai dengan dukacita yang ia
rasakan atau perasaan chronic sorrow yang dialami. Respon ini dapat bersifat internal
yaitu strategi koping yang individu susun atau bersifat eksternal yaitu dengan
melibatkan intervensi dari tenaga kesehatan profesional.
5. Ineffective Management
Manajemen ini merupakan hasil dari strategi yang meningkatkan keetidaknyamanan
individual atau yang memperberat perasaan chronic sorrow yang dialami individu
tersebut.
6. Effective Management
Hal ini dihasilkan dari strategi yang meningkatkan kenyamanan dan mempengaruhi
individu.

E. Strategi Manajemen
NCRCS meyakinkan bahwa kesedihan kronis bukan masalah jika para individu dapat
melakukan manajemen perasaan secara efektif. Strategi tersebut adalah:
1. Strategi koping internal
Action (tindakkan), mekanisme koping action individu baik yang bersangkutan
maupun pelaku rawatnya. Contohnya metode distraksi yang umum digunakan untuk
menghadapi nyeri kognitif, mekanisme koping ini juga sering digunakan, misalnya
berfikir positif, iklas menerima semua ini.
2. Interpersonal, mekanisme koping interpersonal misalnya dengan berkonsultasi dengan
ahli jiwa, bergabung dengan kelompok pendukung, melakukan curhat.

6
3. Emosional, mekanisme koping emosional misalnya adalah menangis dan
mengekspresikan emosi. Strategi manajemen ini semua dianggap efektif bila para
pelaku atau individu mengaku terbantu untuk menurunkan perasaan kembali berduka
(re-grief).
4. Strategi koping eksternal, dideskripsikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh
professional kesehatan dengan cara meningkatkan rasa nyaman para subjek dengan
bersikap empati, memberi edukasi serta merawat dan melakukan tindakan
professional kompeten lainnya.

F. Asumsi Utama
Dalam Middle Range Theory Chronic Sorrow terdapat beberapa asumsi utama
yaitu sebagai berikut (Alligood, 2014; Eakes, Burke & Hansworth, 1998):
1. Keperawatan
Hal terkait menegakkan diagnosa chronic sorrow dan menyediakan
intervensinya termasuk dalam lingkup praktik keperawatan. Perawat dapat
menyediakan bimbingan antisipatif (anticipatory guidance) pada individu yang
berisiko. Tugas utama dari perawat adalah menunjukkan empati, keahlian, sikap
caring dan menunjukkan performa sebagai pemberi layanan yang kompeten.
2. Manusia
Dalam teori ini, manusia memiliki persepsi idealis dari proses hidup dan
kesehatan. Manusia akan membandingkan pengalamannya dengan pengalaman yang ia
harapkan (kondisi ideal) dan dengan pengalaman orang lain disekitarnya. Meskipun
pengalaman setiap individu terkait kehilangan merupakan respon yang unik akan tetapi
masih terdapat kesamaan dan respon yang diperkirakan dari proses kehilangan
tersebut.
3. Kesehatan
Menurut teori ini, kesehatan adalah fungsi normal. Kesehatan individu
bergantung pada adaptasi terhadap respon kehilanga. Koping efektif dihasilkan dari
respon normal terhadap peristiwa kehilangan.
4. Lingkungan
Interaksi yang terjadi berhubungan dengan konteks sosial. Dalam hal ini
termasuk keluarga, sosial, pekerjaan, norma sosial dan lingkungan pelayanan
kesehatan.

7
G. Model Teoritis Chronic Sorrow

Pada teori ini digambarkan model teoritis dari chronic sorrow yang menunjukkan
bahwa respon tersebut merupakan siklus alamiah, dapat menetap ataupun meningkat.
Chronic sorrow disebabkan oleh pengalaman kehilangan yang bersifat kejadian tunggal
atau kejadian yang terjadi berulang dan menimbulkan disparitas yang diperburuk dengan
adanya kejadian pencetus hingga individu berada pada kondisi chronic sorrow. Disparitas
yang dimaksud adalah ketidaksesuaian antara kejadian harapan dengan kenyataan yang
terjadi berhubungan dengan proses kehilangan. Dalam bagan tersebut juga
menggambarkan adanya manajemen pengelolaan kondisi chronic sorrow yang dapat
bersifat internal (strategi koping individu tersebut) maupun eksternal (memanfaatkan
intervensi dari tenaga kesehatan). Manajemen pengelolaan ini akan menuju pada kondisi
efektif maupun inefektif. Kemampuan orangtua dalam meningkatkan strategi koping dan
mengatur perasaan terkait chronic sorrow sangat bergantung pada kemampuan keluarga
dalam menerima dan beradaptasi terhadap sakit yang dialami anak (Neilsen, 2013).
Apabila pengelolaan kondisi chronic sorrow bersifat efektif maka akan meningkatkan
kenyamanan dan sebaliknya apabila manajemen bersifat inefektif akan meningkatkan
ketidaknyamanan (Alligood, 2014; Eakes, Burke & Hainsworth, 1998).

8
H. Dampak Kehilangan
1. Masa kanak-kanak :
a. Mangancam kemampuan anak untuk berkembang
b. Kadang-kadan regresi
c. Merasa takut ditinggalkan dibiarkan kesepian
2. Remaja dan dewasa muda :
a. Disentegrasi dalam keluarga
b. Kematian pada orang tua “wajar”
3. Dewasa tua :
a. Kematian pasangan
b. Masalah kesehatan meningkat

9
BAB III
ANALISIS TEORI

A. Analisis Teori
1. Clarity (Kejelasan)
Definisi konsep menjelaskan kejelasan dan mengarahkan agar dimengerti
dengan baik fenomena perilaku kesehatan yan kompleks, diagram visual
diilustrasikan dengan hubungan yang jelas namun kerangka konsep telah dibuat
dengan menampilkan semua konsep-konsep tetapi keterkaitan antar konsep terbatas
dari diagram hanya mengaitkan beberapa konsep padahal ada beberapa konsep yang
saling terkait namun tidak dikaitkan, pengaruh interpersonal tidak dikaitkan dengan
manfaat tindakan yang dirasakan, rintangan untuk melakukan tindakan , kemampuan
diri dan efek dari tindakan yang dirasakan. Hubungan antara konsep-konsep dengan
maksud menguraikan teori sudah jelas, asumsi-asumsi sudah dinyatakan secara jelas
dan konsisten sesuai dengan tajuan dari teori, susunan logis dari konsep telah
dinyatakan secara terstruktur.
2. Simplicity (kesederhanaan)
Kesederhanaan teori ini terlihat dari ruang lingkupnya yang berorientasi pada
fase berduka kronis. Teori berduka kronis (chronic sorrow) memperjelas pemahaman
hubungan antara variable dari konsep mayor yang dipaparkan. Melalui model ini,
jelas bahwa berduka kronis aalah siklus alami , menyebar dan berpotensi berkembang.
Teori ini juga secara sederhana menjelaskan subkonsep metode manajemen internal
versus metode manajemen eksternal. Selain itu teori ini secaa sederhana juga
menjelaskan bahwa respon metode manajemen yang dilakukan oleh pasien dan
keluarga (primary caregiver) menghasilkan respon manajemen inefektif versus
manajemen efektif. Teori secara sederhana menjelaskan bahwa perawat harus mampu
mengidentifikasi dan memfasilitasi metode manajemen internal dan eksternal pasien.
Perawat dan kelompok pendukung lainnya lebih banyak berperan pada metode
menejemen yang efektif untuk mencegah chronic sorrow menjadi progrsif.
Dengan jumlah variable yang terbatas, teori ini lebih mudah dimengerti .
sebagai kelompok middle rang teori ini berguna untuk panduan praktik dan penelitian
selanjutnya.

10
3. Generality (generalisasi/keumuman)
Konsep chronic sorrow dimulai dengan studi pada orang tua dengan anak yang
mengalami gangguan fisik atau kognitif . melalui pembuktian secara empiris, teori
diperluas untuk memasukan berbagai paengaruh aman dari kehilangan . teori ini
menerapkan secara jelas bagaimana rentang kehilangan dan dapat diaplikasikan untuk
mempengaruhi individu seperti halnya pemberian perawatan. Sebagai tambahan, teori
ini berguna untuk berbagai praktisi pelayanan kesehatan . dengan konsep ini,
keunikan yang alami dari pengalaman digambarkan kurang luas seperti halnya
pemicu-pemicu dan manajemen pada setiap situasi individu dan bisa diaplikasikan
pada situasi yang lebih beragam. Teori ini secara general dapat diaplikasikan pada
berbagai kasus asuhan keperawatan pasien yang berisiko mengalami chronic sorrow.
Karena secara umum kesedihan atau berduka merupakan fase fisiologis yang bisa
dihadapi oleh manusia. Teori dapat diaplikasikan pada semua tahapan usia kehidupan.
4. Empirical Precision (presisi empiris)
Model melalui uji coba empiris seperti kerangka untuk menjelaskan promosi
kesehatan, profil gaya hidup meningkatkan status kesehatan adalah sebuah instrumen
yang digunakan untuk mengkaji perilaku promosi kesehatan. Model selanjutnya
berkembang melalui program perencanaan riset khususnya studi intervensi, perbaikan
model lebih lanjut. Fokus penelitian berlanjut berdasarkan bukti dan strategi-strategi
promosi kesehatan yang efektif yang melayani individu dalam konten komunitas,
instrumen yang ada dapat menjadi akses untuk menghubungkan indikator empiris
untuk pengujian dan penggunaan teori untuk menjelaskan aspek praktis dari teori.
Teori HPM memiliki akses untuk sebagai indikator empiris agar konsep dapat
diidentifikasidan untuk dikembangkan sehingga tujuan teori dapat diperoleh. HPM
memiliki menyediakan pengembangan instrumen yaitu HPHP dan EBBS yang
berguna untuk mengukur gaya hidup untuk meningkatkan status kesehatan.
5. Derivable Consequence (komsekuensi yang didapat)
Mengidentifikasi promosi kesehatan sebagai tujuan pada abad ke 20, hanya
sebagai pencegahan penyakit adalah tugas dari abad ke-20. Model menjelaskan
interaksi antara perawat dan kostumer ketika mempertimbangkan lingkungan dalam
promosi kesehatan. Merespon politikus, sosialis, dan lingkungan pribadi diwaktunya
untuk mengklarifikasi peran perawat dalam pelayanan-pelayanan promosi kesehatan
yang dilaksanakan, model mengembangkan pemikiran mengenai kesempatan-

11
kesempatan kedepan dan mempengaruhi pemakaian perkembangan-perkembangan
teknologi seperti pencatatan kesehatan elektronik sebagai upaya atau alat mencegah
dan meningkatkan status kesehatan, selain itu manfaat pentingnya HPM dalam
bidang keperawatan adalah mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pasien terkait
dengan konsep-konsep yang ada pada HPM baik dari aspek karakteristik individual
dan pengalaman, perilaku kognitif yang spesifik dan pengaruh-pengaruhnya bila ada
kesenjangan maka asuhan keperawatan dapat dilakukan tentunya dalam perspektif
intervensi keperawatan sehingga tercapai tujuan perilaku untuk meningkatkan dan
mempertahankan status kesehatan yang optimal.

B. Contoh Aplikasi Teori Chronic Sorrow


Kasus
An.S seorang wanita umur 9 tahun sejak kecil mengalami Retardasi mental
sekarang dia sekolah di SLB kelas III, kemajuan yang didapat belum menunjukkan hal-
hal lebih baik, masih harus dibantu oleh keluarga terutama ibunya dalam hal berpakaian,
makan, toilet, mandi belum bisa mandiri masih harus dibantu. Ibunya kadang dengan
senang hati membantu anaknya, namun kadang merasa jenuh, marah-marah, kadang
menyesal mempunyai anak seperti bila An.S susah untuk diatur, apalagi sekarang An.S
telah mengalami menarche tentu saja perawatan ketika haid harus diberikan tetapi
namanya An.S emang susah untuk diatur ibunya semakin khawatir dengan keadaan
tersebut takut terjadi apa-apa, khawatir dengan pergaulannya, kebersihannya apalagi
sekarang ibunya sering mengalami migrain, kadang tekanan darah naik.
Analisis orang tua dengan anak yang memiliki ketidakmampuan/ disabilitas, mulai
belajar proses yang disebut dengan kehilangan “loss” anak yang normal dan peran orang
tua dan peran serta aktivitas anak yang normal yang mereka harapkan. Professional
perawatan kesehatan primer membutuhkan pemahaman terhadap kehilangan alamiah ini
dan dampaknya terhadap kehidupan keluarga dan masa depan orang tua. Saat ini
merupakan waktu emosional, kekhawatiran yang sering juga kecemasan atau ketakutan
yang berlebihan. Orang tua tidak akan pernah siap untuk mendengar berita tentang anak
mereka dan pendapat anggota keluarga, teman, para kenalan dan laporan media yang
menambah kebingungan dan kehawatiran mereka.

12
Menurut teori yang dikembangkan oleh Gergene Gaskill Eakes, Mary Lerman
Burke dan Margaret A. Hainsworth, Chronic Sorrow : kesedihan dan kehawatiran
mendalam dialami oleh keluarga karena An. S adalah anak dengan keterbatasan mental/
disabilitas yang merupakan anak yang merupakan harapan untuk orang tuanya dimasa
depan. Loss : orang tua An. S menghadapi loss atau kehilangan anak normal/ sempurna.
Orang tua mengharapkan (idealnya) anak mereka bisa hidup dan beraktivitas dengan
normal seperti anak yang lain, tetapi kenyataan anak yang mereka lahirkan mengalami
keterbelakangan mental atau disabilitas sehingga memiliki keterbatasan dalam
beraktivitas terutama memahami kondisi emossional anak disabilitas yang tidak menentu
terutama saat ini An. S sedang mengalami menarche. Trigger events : An. S merupakan
anak disabilitas yang memiliki kehidupan remajanya tidak sesuai harapan (kondisi
emosional dan ideal diri). An. S tidak mampu beraktivitas seperti remaja umumnya dan
keterbatasan komunikasi yang membuat An. S susah untuk mengeksplorasi keinginannya
dan menyampaikan keinginannya. Management method : secara internalkedua orang tua
dan anak berusaha menggunakan strategi koping untuk mengidentifikasi proses berduka.
Secara eksternal didapat dari dukungan keluarga terutama ibu yang selalu membantu An.
S dalam melakukan segala aktivitas. Perawat sebaiknya juga dapat membantu
mengidentifikasi strategi koping secara personal.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Tahap perkembangan ;
a) An.S berada pada umur 9 tahun mengalami penurunan pada perkembangan
mental
b) An.S sudah memgalami Menarche
c) Ibunya berada dalam chronic sorrow selama 9 tahun
b. Kebudayaan/ kebiasaan-kebiasaan ; Kebutuhan sehari- hari dibantu oleh ibunya
c. Kepercayaan/ spiritual; Ibunya memang sudah pasrah kepada Tuhan yang Maha
esa, namun kadang merasa putus asa dan menyesal mempunyai anak seperti itu
d. Kondisi sosial ekonomi sebagai support sistem ; Keluarga An.S orang yang cukup
berada terbukti An.S disekolahkan di SLB
e. Kondisi psikologis :

13
a) Ibu mengalami chronic sorrow, merasa jenuh, kadang menyesal dengan
keadaan anaknya
b) Ibunya ketakutan terhadap An.S karena sudah mengalami menarche, takut dan
khawatir terhadap kebersihan ketika datang bulan dan pergaulannya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektif koping keluarga
b. Kurang pengetahuan keluarga tentang tumbuh kembang anak berhubungan
dengan kurangnya informasi

3. Rencana Tindakan
a. Tidak efektif koping keluarga
a) Bantu keluarga mengenal masalah yang terjadi dalam keluarga
b) Bantu keluarga mengidentifikasi cara menelesaikan masalah yang sudah
dilakukan
c) Bantu keluarga memilih alternatif pemecahan masalah secara sehat
d) Latih keterampilan keluarga dalam manajemen konflik
e) Komunikasi terbuka dan memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang
bermasalah
b. Kurang Pengetahuan keluarga tentang tumbuh kembang anak berhubungan
dengan kurangnya informasi
a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang tumbuh kembang anak
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang anak
c) Libatkan orang tua dalam meningkatkan kesehatan anak
d) Bantu klien dalam memperoleh pengetahuan

14
4. Implementasi Keperawatan

Tangga/waktu Implementasi

17 Oktober 2012 Dx 1
08.00 1. Membantu keluarga mengenal masalah yang terjadi dalam
keluarganya
08.30 2. Membantu keluarga mengidentifikasi cara menyelesaikan
masalah yang sudah dilakukan
09.00 3. Membantu keluarga memilih alternatif pemecahan masalah
secara sehat
09.15 4. Melatih keterampilan dalam manajemen konflik
09.30 5. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang bermasalah

Dx 2
09.45 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang tumbuh
kembang anak
10.00 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang
anak
11.15 3. Melibatkan orangtua dalam kesehatan anak
11.30 4. Memberikan pengetahuan tentang masalah yang diderita anak

5. Evaluasi
Tanggal/waktu Evaluasi

17 Oktober 2012 S : Ibu mengatakan khawatir dengan keadaan anaknya yang belum
14.00 menunjukkan adanya kemajuan ke hal-hal yang lebih baik

O: Aktivitas An”S” masih dibantu oleh ibunya

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

15
Tabel Kekurangan dan Kelebihan Teori Chronic Sorrow
Chronic Sorrow
Kekurangan Terdapat hal yang belum jelas dari teori ini adalah
penjelasan tentang mengapa tidak semua individu yang
mengalami kehilangan juga akan mengalami berduka kronis.
Kelebihan Teori ini secara general dapat diaplikasikan pada berbagai
kasus asuhan keperawatan pasien yang berisiko mengalami
chronic sorrow. Karena secara umum kesedihan atau
berduka merupakan fase fisiologis yang bisa dihadapi oleh
manusia. Teori dapat diaplikasikan pada semua tahapan usia
kehidupan.
Perbedaan Membahas tentang berduka kronis yang tercakup dalam
metode pencetusnya , manajemen penyelesaianya dan lain-
lain.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Chronic sorrow merupakan salah satu middle range theory yang konsep awalnya
berasal dari teori yang dicetuskan oleh Olshansky pada tahun 1962. Kemudian
dikembangkan oleh pusat study The Nursing Consortium for Reasearch on Chronic
Sorrow (NCRCS) yang di prakarsai oleh Eakes, Burke dan Hainsworth. Burke
mendefinisikan duka cita kronis sebagai suatu kesedihan yang meresap dan merupakan
pengalaman permanen, periodik dan berpotensi menjadi lebih berat (Eakes, Burke,
Hainsworth, et al., 1993). Chronic sorrow merupakan respon normal manusia yang
berhubungan dengan disparitas berkelanjutan sebagai akibat dari situasi kehilangan.
Kondisi ini merupakan siklus yang terjadi secara alamiah. Dalam kondisi tersebut terdapat
pencetus yang memperberat respon berduka, bersifat internal maupun eksternal yang dapat
diprediksi. Manusia memiliki strategi koping yang efektif dalam mencapai keseimbangan
saat mengalami chronic sorrow. Pada dasarnya, chronic sorrow disebabkan oleh disparitas
antara kondisi harapan dan kenyataan (Eakes et al., 1998; Alligood, 2014).
Pendiagnosaan chronic sorrow dapat membuat seseorang jatuh pada keadaan sedih
yg mendalam, karena harapan atau keinginan tidak sesuai dengan realita. Kesedihan
kronis merupakan kesenjangan yang berlangsung akibat kerugian dari suatu fungsi dan
bersifat permanen. Gejala kesedihan akan berulang secara berkala dan gejala-gejala ini
berpotensi progresif (Alligood, 2014). Peran perawat dalam teori ini adalah menunjukkan
rasa empati dan memberikan support system agar klien tidak jatuh dalam keadaan depresi,
sehingga klien mampu melakukan manajemen koping baik manajemen koping internal
maupun eksternal yang melibatkan klien, perawat, dokter, psikolog atau tenaga kesehatan
lainnya serta dukungan dari orang-orang terdekat.

B. Saran
Peran perawat sebagai pemberi support system sebaiknya dilakukan dengan
sungguh-sungguh, karena klien mungkin akan mengalami chronic sorrow berulang
sehingga klien beresiko untuk jatuh dalam keadaan depresi.

17

Anda mungkin juga menyukai