Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan social
atau komunikasi yang normal. Hal ini mngekibatkan anak tersebut terisolasi dari
manusia lain dan masik dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.
(Baron-Cohen, 1993). Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur
sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya.
Ditinjau dari segi pendidikan : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan
secara khusus sejak dini.
Ditinjau dari segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi,
sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
Ditinjau dari segi psikologi : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan
secara psikologis.
Ditinjau dari segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial,
sehingga anak ini memerlukan bimbingan ketrampilan sosial agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya.
1. Teori Biologis
Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih
tinggi dibanding populasi keluarga normal.
Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-
obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam
kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi,
perdarahan, atau infeksi.
Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel
Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai
kandungan serotinin yang tinggi.
Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam
darah.
1. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat
tambang batu bara, dsb.
2. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang
ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna.
Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam
pendengaran dan penglihatan.
Beberapa yang dicurigai sebagai salah satu faktor-faktor penyebab autisme, yaitu:
1. Genetik
Menurut Proquest, (2004) Hasil penelitian yang dilakukan dari tahun 1961 sampai
2003 menunjukkan adanya interaksi berbagai macam faktor genetic sebagai
penyebab utama dari gangguan autisme. Namun identitas dan jumlah gen yang
tidak stabil dapat menganggu perkembangan otak yang akhirnya menghasilkan
gangguan autisme. Dalam satu keluarga, jika anak pertama mengalami autisme
maka kemungkinan anak kedua juga mengalami autisme sekitar 10-20 %.
2. Kelainan Otak
Walaupun gangguan autisme belum ditemukan secara pasti, abnormalitas dalam
struktur otak merupakan penjelasan yang diterima secara umum. Pemeriksaan
terhadap otak menunjukkan adanya perbedaan bentuk, struktur, dan fungsi otak
pada anak autisme.
3. Lingkungan
Selama proses kehamilan dan kelahiran bayi, faktor lingkungan seperti infeksi yang
disebabkan oleh virus, ketidakseimbangan metabolisme, dan terkena bahan kimia
dapat menjadi penyebab gangguan autisme pada bayi. Ibu hamil berusia di atas 35
tahun lebih rentan melahirkan bayi dengan gangguan autisme. Obat-obatan yang
dikonsumsi ibu selama masa kehamilan, pendarahan yang terjadi antara usia
kehamilan empat sampai delapan bulan juga dapat menyebabkan bayi terlahir
autisme (Bettelheim, 1963).
5. Vaksinasi
Sampai saat ini pernyataan mengenai vaksinasi sebagai penyebab gangguan
autisme masih diperdebatkan kebenarannya. Walaupun demikian, satu hal yang
pasti adalah bahwa anak memang terlahir dengan potensi untuk mengalami
gangguan autisme (autism-society, 2004).
Cohen dan Bolton (1994) mengemukakan bahwa pada anak yang menderita autism
diketemukan adanya masalah neurobiologis dengan cerebral cortex, cerebellum,
otak tengah, otak kecil, batang otak, pons, hipotalamus, hipofisis, medulla dan saraf-
saraf panca indera seperti saraf penglihatan atau saraf pendengaran. Selain itu,
beberapa penyebabnya diketahui, antara lain keracunan logam berat ketika anak
dalam kandungan, seperti timbale, merkuri, cadmium, spasma infantile, rubella
congenital, sclerosis tuberose, lipidosis serebral, dan anomaly kromossom x rapuh.
Dawson dan Castelloe (1985) mengemukakan bahwa autisme dikatakan sebagai
gangguan neurobiologis yang disertai dengan beberapa masalah,
seperti autoimunitas, gangguan pencernaan, dysbiosis pada usus, gangguan
integrasi sensori, dan ketidakseimbangan susunan asam amino. Hal ini merupakan
beberapa kondisi yang sering dijumpai.
1. KARAKTERISTIK ANAK AUTISME
Autism Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada
ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-
gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara
lain:
1. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang
acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
2. Selalu diam sepanjang waktu.
3. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada
monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya
dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.
4. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi
sekelilingnya.
5. Tidak tampak ceria.
6. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang
disukainya.
Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf
dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan
ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
1. Komunikasi:
Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian
sirna,
Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat
dimengerti orang lain
Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
Senang meniru atau membeo (echolalia)
Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa
mengerti artinya
Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa
Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu
2. Interaksi sosial:
Penyandang autistik lebih suka menyendiri
Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
3. Gangguan sensoris:
sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Pola bermain:
Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,
Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,
tidak kreatif, tidak imajinatif
tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di
putar-putar
senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,
dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana
5. Perilaku:
Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)
Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke
pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang
Tidak suka pada perubahan
Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
6. Emosi:
sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa
alasan
temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan
keinginannya
kadang suka menyerang dan merusak
Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain
– respon anak
– konsekwensi
Pentingnya relationship
enam acuan (milestone) sosial yang spesifik
teori hipotetikal tentang autistic
4. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related
Communication Handicapped Children)
Divisi TEACCH merupakan program nasional di North Carolina USA, yang
melayani anak penyandang autistik, dan diakui secara internasional sebagai
sistem pelayanan yang tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketiga
program yang telah dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yang
berkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk anak
penyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk diagnosa,
terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat sekitar, tunjangan
hidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam program TEACCH harus
memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang termasuk, speech pathology,
lembaga kemasyarakatan, intervensi dini, pendidikan luar biasa dan
psikologi. Konsep pembelajaran dari model TEACCh berdasarkan tingkah laku,
perkembangan dan dari sudut pandang teori ekologi, yang berhubungan erat
dengan teori dasar autisme.
Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak
antara lain:
Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih
baik.
Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil
bermain.
Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan
anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat
gangguan autisme.
Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya
indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak
lebih sempurna
Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh
agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat,
efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang
berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak
mata dan konsentrasi.
Bentuk Layanan Pendidikan Anak Autisme
Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan.
Berbagai model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan
khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur.
Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat
tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas
persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan
dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
Pengenalan diri
Sensori motor dan persepsi
Motorik kasar dan halus
Kemampuan berbahasa dan komunikasi
Bina diri, kemampuan sosial
Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
1. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK AUTISME
2. Pelaksanaan Identifikasi anak autisme harus mengacu pada :
3. Rujukan untuk terapi
4. Asesment, yang dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu.
5. IEP (Indivual educational Plan and Program)
6. Persetujuan Orang tua
7. Evaluasi
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan
adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik
evaluasi dapat dilakukan dengan cara:
Evaluasi Proses
Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan
berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang atau
pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal ini dilakukan oleh
pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasi secara visual dan
kongkrit. Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai anak
dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.
Evaluasi Bulan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau permasalahan
yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah. Evaluasi bulanan ini
dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak antara
guru dan orang tua anak autistik guna mendapatkan pemecahan masalah (solusi
dan pemecahan masalah), antara lain dengan mencari penyebab dan latar belakang
munculnya masalah serta pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok
untuk anak autistik yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru
dan orang tua dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.
2. Pengembangan Kurikulum
Anak autisme memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses
perkembangan dan tingkat pencapaian programpun tidak sama antara satu dengan
yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih dan dikembangkan oleh guru
dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil
identifikasi.
3. Ketenagaan
Ketenagaan dalam penyelenggaran pendidikan autistik meliputi beberapa
komponen yaitu :
Tenaga kependidikan
Tenaga non kependidikan para akademisi
Tenaga administrasi
Tenaga penyelenggara
Tenaga pengelola
4. Sarana dan Prasana
Sarana disesuaikan dengan tahapan usia anak, ayitu usia pra sekolah, sekolah
dasar dan pendidikan menengah. Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu
kelancaran proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian
secara kongkrit bagi anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah
pola pikir kongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit.
Beberapa anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih
dengan sarana belajar yang kongkrit
5. Lingkungan
Lingkungan pada anak autisme yaitu :
Keluarga
Masyarat sekitar tempat pendidikan
Masyarakat pemilik sarana integrasi dan sosialisasi bagi anak autisme
Masyarakat secara luas
6. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa dan tenaga pengajar.
1. Komponen kegiatan belajar mengajar
Anak didik
Guru pembimbing
1. Prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran
Terstruktur
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur, artinya
dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi
yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut
dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun
merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya.
Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari
instruksi “Ambil bola merah”. Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada
anak adalah konsep pengertian kata “ambil”, “bola”. Dan “merah”. Setelah anak
mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah
mengaktualisasikan instruksi “Ambil bola merah” kedalam perbuatan kongkrit.
Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi :
– Struktur waktu
– Struktur kegiatan
Terpola
Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan terjadwal,
baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai
tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau
dibiasakan dengan pola yang teratur.
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat
dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku
(menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima
perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat
berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapi).
Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin
dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat
dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan harus
dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga
apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua,
demikian pula selanjutnya.
Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip
konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi
respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus
cepat memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila anak
berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan
waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon
yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Kontinyu
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang
berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu disini meliputi
kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan
pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah,
tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak.
Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus
dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan
terpadu).
Memberikan Reinforcement.
Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri
Siapkan kegiatan yang menarik dan positif
Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.
Masalah Emosi :
Masalah ini menyangkut kondisi emosi yang tidak stabil, misalnya; menangis,
berteriak, tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk,
destruktif, tantrum.Cara mengatasinya :
1. Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya
2. Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang.
3. Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.
Masalah Perhatian (Konsentrasi)
Perhatian anak dalam belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu yang lama
dan masih berpindah pada obyek/kegiatan lain yang lebih menarik bagi anak. Untuk
itu maka usaha yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah:
Orang Tua
Untuk memberikan wawasan pada orang tua, perlu dibentuk Perkumpulan Orang
Tua Siswa, sebagai sarana penyebaran berbagi pengalaman sesama seperti
informasi baru dari informasi internet, buku-buku bahkan jika mungkin tatap muka
dengan tokoh yang berkaitan dalam pendidikan untuk anak autistik atau anak
dengan kebutuhan khusus.
Masalah Sarana Belajar
Dengan menyediakan materi-materi yang mungkin diperlukan untuk kepentingan
terapi anak-anaknya misalnya :
DAFTAR SUMBER
Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta :
Depdiknas
Dina. 2010. Makalah Anak
Autis. http://blogpoenyadina.blogspot.com/2010/12/makalah-anak-autis.html (online)
diakses tanggal 27 April 2012
Ningsih, Puja. 2010.Anak Berkebutuh Khusus. http://eprints.uny.ac.id/3023. (online)
diakses tanggal 10 Februari 2012
Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus, Cara Membantu Mereka Agar
Berhasil dalam Pendidikan Inklusif. Padang : UNP Press
https://mellyhandayanicyrus.wordpress.com/2015/05/16/cara-membantu-anak-autisme-
agar-berhasil-dalam-pendidikan-inklusif/