Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak
Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak Autisme juga
merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan,
maupun secara akademik. Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap
orang tidak mengetahui tentang anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus
kaji lebih dalam tentang anak Autisme. Dalam pengkajian tersebut kita butuh
banyak informasi mengenai siapa anak Autisme, penyebabnya dan lainnya. Dengan
adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya
anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat
mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam
karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat
membantu kita mengetahui anak Autisme tersebut.
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih
sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena
akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi dan
neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik atau memberi kecenderungan
penderita pada perkembangan gejala austik. Juga ditemukan peningkatan yang
berhubungan dengan kejang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari data pada latar belakang masalah pada Anak Berkebutuhan Khusus
Autisme, maka rumusan masalah Anak Berkebutuhan Khusus Autisme adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ?
2. Apa yang menyebabkan anak Autisme ?
3. Bagimana patofisiologi anak yang Autisme ?
4. Apa saja manifestasi klinis anak Autisme ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ?

1
6. Apa saja penatalaksanaan pada anak autis?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan
Khusus “Autisme”?

1.3 TUJUAN MASALAH


1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep
Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
2. Tujuan Khusus
A. Konsep Medis Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
b. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
d. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
e. Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik
Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
B. Konsep keperawanan Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawatan pada
Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
c. Memperoleh informasi tentang intervensi keperawanan pada
Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.

2
1.4 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih dan
menambah pengetahuan tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autisme. Dan
diharapkan agar menjadi acuan mahasiswa/mahasiswi dalam membuat asuhan
keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus Autisme. Disamping itu juga sebagai
syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.

3
BAB II
TEORI KONSEP

2.1 DEFENISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli
adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003)
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku
“Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”.
(American Psychiatic Association, 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi,
perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan
terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi
bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan
Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan
sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut
terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3
tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak
autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria

4
DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan
secara khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan
otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan
secara psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi
sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi
otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme
mempunyai dunianya sendiri.

5
2.2 KLASIFIKASI
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya.
Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi
ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).
Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:

a. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit
respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan
dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
b. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata
namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif
atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang
stereopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
dikendalikan.
c. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-
tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan
kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti.
Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan
tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya,
anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah
merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).

2.3 ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh

6
para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan
makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri
baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara
diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan
pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap
lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama
pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya
ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan
jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan
impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan
emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak
terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan
dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh
anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang
relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau
sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya
ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-
ulang yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor
genetika dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak,
namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun
bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya
gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi
gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme.
Bahkan sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai

7
pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika
yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan
menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya
terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut
terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan
terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam
pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur
dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.

2.4 PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah
anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga
akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

8
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive
intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak
yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth
factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth
without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan
penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak
secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan
sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan
neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi
makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian
terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika
dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses
mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi
atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.

9
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan
yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang
berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping
depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang
diderita ibu pada masa kehamilan.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak
mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu
artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak
senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan
orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu
untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila
didekati malah menjauh.

10
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau
mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda
lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak
dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang
bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin
yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering
terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus
melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-
lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya
seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti
memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat
pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah
tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu
benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya.
Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif
tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa

11
menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan
anak lain.

6. Gangguan dalam persepsi sensori


Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci
rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak
menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari
pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal,
karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ
diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran
simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang
menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti
dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral
maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa
instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk
mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS) : skala peringkat autisme masa
kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan

12
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT) : berupa daftar pemeriksaan
autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur
18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare : adalah daftar pertanyaan yang terdiri
dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old : tes screening autisme
bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor
dan konsentrasi.

2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan :
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis
mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin,
dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan
saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan
gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas
dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin
dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru,
yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor
serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan

13
sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk
mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri
sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas
pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan
bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons
sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri,
agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan
pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu
Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi
sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang
mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-
integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan
integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap
suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa
memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu
meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan
alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta
pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani
hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang
mandiri dan berprestasi

2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak

14
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.

15
BAB III
TEORI ASKEP

3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat
bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau
mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat
atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
b) Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal, Cidera otak
c) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
1. Anak kurang merespon orang lain.
2. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.

16
4. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5. Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
1. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
2. Terdapat ekolalia.
3. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
4. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
5. Peka terhadap bau.
e. Psikososial
1. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4. Perilaku menstimulasi diri
5. Pola tidur tidak teratur
6. Permainan stereotip
7. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8. Tantrum yang sering
9. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
10. Kemampuan bertutur kata menurun
11. Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
1. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
2. Refleks mengisap buruk
3. Tidak mampu menangis ketika lapar

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan.

17
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk
mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan
pervasife autisme antara lain:
1. Risiko mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons
terhadap kecemasan dengan criteria hasil:
1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak
memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa
cemas
Intervensi
1. Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif
untuk mencegah perilaku merusak diri.
Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak
2. Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai respon
terhadap kecemasan
Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara /alternative
pemecahan yang tepat.
3. Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul-mukul
kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik – narik rambut, pemberian
bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat gerakan-gerakan
histeris
Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
4. Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat
Rasional : Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya dengan
pasien
5. Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu – waktu mening-katnya
kecemasan agar tidak terjadi mutilasi

18
Rasional : dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilaku-perilaku
mutilasi diri dan memberikan rasa aman
2. Kerusakan interaksi social
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata
dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
1. Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
2. Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-
perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain
3. Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi
1. Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan keper-cayaan
Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan
pembentukan kepercayaan
2. Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut) untuk
memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami
distress
Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman
bila anak merasa distress
3. Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak berusaha
untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan
pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya
Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
4. Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-interaksi, mulai
dengan penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan
berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman , dan pelukan
Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang
gencar pada pasien yang tidak terbiasa
5. Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk
membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya

19
Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya
dapat memberikan rasa aman
3. Kerusakan komunikasi verbal
Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang
telah ditentukan dengan kriteria hasil:
1. Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh
orang lain
2. Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
3. Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi
1. Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan
komunikasi anak
Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami
tindakan-tindakan dan komunikasi pasien
2. Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola
komunikasi terbentuk
Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan
anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain
dengan asertif
3. Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan kode
pola komunikasi ( misalnya :” Apakah anda bermaksud untuk mengatakan
bahwa…..?” )
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan
yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam
pesan. Hati-hati untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya”
4. Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan ekspresi-
ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan hormat
kepada seseorang

20
4. Gangguan Indentitas Pribadi
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-
bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk
mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan
kriteria hasil:
1. Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan
bagian-bagian dari tubuh orang lain
2. Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari
lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata
yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang
dilihatnya)
Intervensi:
1. Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data
kepercayaan
2. Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama
kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda
terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
3. Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak
terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
4. Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan
sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan
perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah
terbentuk Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai
suatu ancaman oleh pasien
5. Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-
batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-
gambar dari anak

21
Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan
gambaran diri pada anak secara tepat.

22
BAB IV
TEORI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


DENGAN GANGGUAN SISTEM SARAF: AUTISME
DI SLB B SILIH ASIH CIBIRU

A. Pengkajian
I. Identitas Klien dan Keluarga (Penanggung jawab)
a. Identitas Klien
Nama : An.Z
Tanggal Lahir : 09 Oktober 2010
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Mekarjati RT/RW 05/05 Cibiru
Dx.Medis : Autisme
Tgl.Pengkajian : 29 November 2019

b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. T
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub.Dengan Klien : Ibu

II. Keluhan Utama


An.Z tidak bisa bersosialisasi
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat dikaji An.Z dapat berbicara namun dengan waktu yang singkat
dan an.z terus mengatakan kata-kata yang sama. Apabila ditanya An.z hanya

23
menjawab “Tayo”, An.z juga mempunyai kedekatan dengan benda yang
disukainya yaitu kertas gambar dan pensil warna. Dan pada saat diajak bermain
An.z tidak mau, dia lebih memilih menggambar sendiri.
IV. Riwayat Tumbuh Kembang
a) Riwayat Perkembangan
1. Anak kurang merespon orang lain.
2. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5. Keterbatasan kognitif.
V. Riwayat Sosial Anak
1. Tidak mau kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup dan
gerak gering kurang tertuju
2. Tidak dapat bermain dengan teman sebaya
3. Kurang mampu mengadakan hubungan social dan emosional yang timbal
balik
4. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
5. Mempertahankan satu minat yang berlebihan
VI. Tingkat Perkembangan
1. Motorik Halus : Menggambar
2. Motorik Kasar : Duduk terus-menerus
3. Bicara : kata-katanya terus diulang-ulang
VII. LEMBAR OBSERVASI
Kemampuan perilaku adaptif:
1. Kemampuan menolong diri sendiri : -
2. Keterampilan gerak : anak hanya diam
3. Kemampuan motoric halus : bagus, anak dapat menggambar apa yang
dia sukai
4. Kemampuan komunikasi : tidak dapat berkomunikasi dengan baik

24
VIII. ANALISA DATA

No Data senjang Etiologi Masalah


(interpretasi data) Keperawatan
1. DS : An.Z tidak bisa Infeksi meternal
bersosialisasi Kerusakan interaksi
DO : sosial
- Tidak mau kontak Abnormalitas
mata struktur otak
- tidak dapat bermain
dengan teman sebaya
- Terpaku pada satu Fiksasi pada fase
kegiatan yaitu prasimbiotik dari
menggambar perkembangan

Tugas
perkembangan tidak
terselesaikan

Ketidakmampuan
membedakan batas-
batas tubuh diri
sendiri dengan
orang lain

Tidak adanya orang

25
terdekat

Kerusakan interaksi
sosial

2. DS : An.Z tidak bisa Keterlambatan Kerusakan


bersosialisasi dalam berbahasa komunikasi verbal
DO :
- an.z berbicra dengan
singkat Bicara monoton dan
- an.z berbicara tidak dimengerti
dengan kata-kata yang orang lain
sama dan terus
diulang-ulang (tayo)
Gangguan
komunikasi verbal

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS

1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan


perkembangan
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.

26
X. NURSING CARE PLANNING

INTERVENSI
DIAGNOSA
NO RENCANA
KEPERAWATAN TUJUAN RASIONAL
TINDAKAN
1. Kerusakan interaksi Tujuan : Anak akan 1.Jalin hubungan 1.Interaksi staf
sosial berhubungan mendemonstrasikan satu – satu dengan pasien
dengan hambatan kepercayaan pada dengan anak yang konsisten
perkembangan seorang pemberi untuk meningkatkan
perawatan yang meningkatkan pembentukan
ditandai dengan keper-cayaan kepercayaan
sikap responsive 2Benda-benda
pada wajah dan 2.Berikan benda- ini memberikan
kontak mata dalam benda yang rasa aman dalam
waktu yang dikenal waktu-waktu
ditentukan dengan (misalnya: aman bila anak
criteria hasil: mainan merasa distress
-Anak mulai kesukaan, 3.Karakteristik-
berinteraksi dengan selimut) untuk karakteritik ini
diri dan orang lain memberikan rasa meningkatkan
- Pasien aman dalam pembentukan
menggunakan waktu-waktu dan
kontak mata, sifat tertentu agar mempertahankan
responsive pada anak tidak hubungan saling
wajah dan perilaku- mengalami percaya
perilaku nonverbal distress 4.Pasien autisme
lainnya dalam dapat merasa
berinteraksi dengan 3.Sampaikan terncam oleh
orang lain sikap yang suatu rangsangan
- Pasien tidak hangat, yang gencar

27
menarik diri dari dukungan, dan pada pasien yang
kontak fisik dengan kebersediaan tidak terbiasa
orang lain ketika anak 5.Kehadiran
berusaha untuk seorang yang
memenuhi telah terbentuk
kebutuhan – hubungan saling
kebutuhan percaya dapat
dasarnya untuk memberikan rasa
meningkatkan aman
pembentukan
dan
mempertahankan
hubungan saling
percaya

4.Lakukan
dengan
perlahan-lahan,
jangan
memaksakan
interaksi-
interaksi, mulai
dengan
penguatan yang
positif pada
kontak mata,
perkenalkan
dengan
berangsur-
angsur dengan
sentuhan,

28
senyuman , dan
pelukan

5.Dengan
kehadiran anda
beri dukungan
pada pasien yang
berusaha keras
untuk
membentuk
hubungan
dengan orang
lain
dilingkungannya
2. Kerusakan Tujuan : Anak akan 1.Pertahankan 1.Hal ini
komunikasi verbal membentuk konsistensi tugas memudahkan
berhubungan kepercayaan staf untuk kepercayaan dan
dengan gangguan dengan seorang memahami kemampuan
neuromuskuler. pemberi perawatan tindakan- untuk
ditandai dengan tindakan dan memahami
sikap responsive komunikasi anak tindakan-
dan kontak mata tindakan dan
dalam waktu yang 2.Antisipasi dan komunikasi
telah ditentukan penuhi pasien
dengan kriteria kebutuhan- 2.Pemenuhan
hasil: kebutuhan anak kebutuhan
- Pasien mampu sampai kepuasan pasien akan
berkomunikasi pola komunikasi dapat
dengan cara yang terbentuk mengurangi
dimengerti oleh kecemasan anak
orang lain sehingga anak

29
- Pesan-pesan 3.Gunakan akan dapat mulai
nonverbal pasien tehnik validasi menjalin
sesuai dengan konsensual dan komunikasi
pengungkapan klarifikasi untuk dengan orang
verbal menguraikan lain dengan
- Pasien memulai kode pola asertif
berinteraksi verbal komunikasi ( 3.Teknik-teknik
dan non verbal misalnya :” ini digunakan
dengan orang lain Apakah anda untuk
bermaksud memastikan
untuk akurasi dari
mengatakan pesan yang
bahwa…..?” ) diterima,
menjelaskan
4.Gunakan pengertian-
pendekatan tatap pengertian yang
muka tersembunyi di
berhadapan dalam pesan.
untuk
menyampaikan 4.Kontak mata
ekspresi-ekspresi mengekspresikan
nonverbal yang minat yang
benar dengan murni terhadap
menggunakan dan hormat
contoh kepada
seseorang

30
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara
klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar,
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula
adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia
3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal
yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai
faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak
yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya
perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap
dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan
cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi
bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan
normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar.

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi
mahasiswa-mahasiswi keperawatan dapat memahami asuhan keperawatan pada
anak berkebutuhan khusus autisme dan bagi orang tua yang memiliki anak autisme.

31
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.

Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta: Salemba
Medika

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.

Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2): 9-17.

32

Anda mungkin juga menyukai