Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak
Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak Autisme juga
merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan,
maupun secara akademik. Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap
orang tidak mengetahui tentang anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus
kaji lebih dalam tentang anak Autisme. Dalam pengkajian tersebut kita butuh
banyak informasi mengenai siapa anak Autisme, penyebabnya dan lainnya. Dengan
adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya
anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat
mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam
karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat
membantu kita mengetahui anak Autisme tersebut.
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih
sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena
akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi dan
neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik atau memberi kecenderungan
penderita pada perkembangan gejala austik. Juga ditemukan peningkatan yang
berhubungan dengan kejang.

1.2 Rumusan Masalah:


1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ?
2. Apa yang menyebabkan anak Autisme ?
3. Bagimana patofisiologi anak yang Autisme ?
4. Apa saja manifestasi klinis anak Autisme ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ?
6. Apa saja penatalaksanaan pada anak autis?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan Khusus
“Autisme”?

A. TUJUAN MASALAH
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep Keperawatan
Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
2. Tujuan Khusus
Konsep Medis Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
b. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
d. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
e. Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
Konsep keperawanan Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawatan pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
c. Memperoleh informasi tentang intervensi keperawanan pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
BAB II

TINJAUAN TEORIS

2.1 Definisi

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli
adalah sebagai berikut:
Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003)
Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku
“Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American
Psychiatic Association, 2000)
Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak lahir
atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari Pedoman
Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa”
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak
tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3
tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak
autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria
DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara
khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak
yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku sesuai
dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi
secara klinis.
c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi
sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara
psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini
memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi
otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme
mempunyai dunianya sendiri.

1.1 Klasifikasi
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya.
Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi
ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).
Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
1. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit
respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan
dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
2. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata
namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif
atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang
stereopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
dikendalikan.
3. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-
tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan
kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti.
Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan
tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya,
anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah
merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).

2.3 Etiologi
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh
para pakar yaitu :
1. kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.
Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak
sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
2. penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang
menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
3. Kelainan pada otak kecil (cerebellum)
Terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas
proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi
(perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat
sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine,
akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.
4. kelainan di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus
Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi
yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak
terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya
ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui
dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri
dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif
atau sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan
daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang
diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan
hippocampus.
5. Faktor genetika
Dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel
otak, namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme,
walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam
timbulnya gejala autism :
a. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama)
Dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat
memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum) juga
dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan
sampai berat pada bayi.
b. Pemakaian antibiotika yang berlebihan
Dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan
menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini
hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua
protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek
morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena
nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap
oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau
nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
2.4 Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah
anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga
akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive
intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak
yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth
factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth
without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan
penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak
secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan
sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan
neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi
makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian
terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika
dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses
mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi
atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan
yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang
berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping
depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang
diderita ibu pada masa kehamilan.
2.5 Manifestasi Klinis
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu
singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti
atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru
atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara
monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang
atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang
terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak
berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah
menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan
benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa
kemana saja dia pergi. Ketika senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak
spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain.
Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai
permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri,
kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik
sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus
melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi,
ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu
arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti
burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala
di dinding.
Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam
bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat
sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak
dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau
dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan
perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama
bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif
dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit,
menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak
nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong
sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena
terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis
sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun
ada yang mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi
bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara
behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka
beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan
untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS)
Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric
Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku.
Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan
hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap
perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan
untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron
Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare
Adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan
pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan
komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old
Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh
Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak,
yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan.
1. Penatalaksanaan Medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar
sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar
serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT
pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi,
tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan
gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin
dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru,
yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin
5-HT dan dopamin tipe 2 (D2).
Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan
serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku
menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat
secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas,
gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan
respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri,
agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan
pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu
Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi
sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang
mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-
integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi
pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara,
intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa
memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu
meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi
(kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan
terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup
sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri
dan berprestasi

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara
Membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak
berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi
Untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku
Anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan.
Maka tak heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih
untuk mencari latar belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak
tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
BAB III

ASKEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan
atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada
kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak
mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan
atau bend apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan
IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar
5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan.
Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
1) Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
2) Terdapat ekolalia.
3) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
4) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
5) Peka terhadap bau.
e. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Tantrum yang sering
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
10) Kemampuan bertutur kata menurun
11) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko mutilasi diri b.d dengan individu autistik.
2. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial b.d hambatan perkembangan.
4. Gangguan identitas diri b.d tidak terpenuhinya tugas perkembangan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tujuan dan kriteria hasil NIC


N DIAGNOSA
O
1. Risiko Setelah dilakukan 1. Pantau dan Jamin
mutilasi diri tindakan keperawatan keselamatan anak dengan
b.d individu
Tujuan : Pasien akan memberi rasa aman,
autistik.
mendemonstrasikan lingkungan yang kondusif
perilaku-perilaku untuk mencegah perilaku
alternative (misalnya merusak diri
memulai interaksi
antara diri dengan 2. Kaji dan tentukan penyebab
perawat) sebagai perilaku – perilaku
respons terhadap mutilatif sebagai respon
kecemasan dengan terhadap kecemasan.
kriteria hasil:
1. Rasa gelisah di
3. Pakaikan pengaman pada
pertahankan pada
anak untuk menghindari
tingkat anak merasa
trauma saat anak memukul-
tidak memerlukan
mukul kepala, sarung tangan
prilaku-prilaku
untuk mencegah menarik –
mutilatif diri
narik rambut, pemberian
2. Pasien memulai
bantal yang sesuai untuk
interaksi antara
mencegah luka pada
dirinya dan perawat
ekstremitas saat gerakan-
apabila merasa
gerakan histeris
cemas

4. Bina hubungan saling


percaya dengan anak, untuk
membentuk kepercayaan
satu anak dirawat oleh satu
perawat
5. temani anak jika terjadi
kecemasan agar tidak terjadi
multilasi diri
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. jalin hubungan
komunikasi
tindakan saling percaya dengan anak
verbal b.d
gangguan keperawatan untuk meningkat
neuromuskuler
gangguan kepercayaan anak
komunikasi pada 2. Berikan benda-
anak tidak terjadi benda yang dikenal
dengan Tujuan : (misalnya: mainan kesukaan,
Anak akan selimut) untuk memberikan
mendemonstrasikan rasa aman dalam waktu-
kepercayaan pada waktu tertentu agar anak
seorang perawat tidak mengalami distress
yang ditandai 3. Sampaikan sikap
dengan sikap yang hangat, dukungan, dan
responsive pada kebersediaan ketika anak
wajah dan kontak berusaha untuk memenuhi
mata dalam waktu kebutuhan – kebutuhan
yang ditentukan dasarnya untuk
dengan kriteria meningkatkan pembentukan
hasil: dan mempertahankan
1. Anak hubungan saling percaya
mulai 4. Lakukan dengan
berinteraksi perlahan-lahan, jangan
dengan diri dan memaksakan interaksi-
orang lain interaksi, mulai dengan
2. Pasien penguatan yang positif pada
menggunakan kontak mata, perkenalkan
kontak mata, sifat dengan berangsur-angsur
responsive pada dengan sentuhan, senyuman ,
wajah dan dan pelukan
perilaku-perilaku
nonverbal lainnya 5. Berikan dukungan
dalam pada pasien yang berusaha
berinteraksi keras untuk membentuk
dengan orang lain hubungan dengan orang lain
3. Pasien tidak dilingkungannya
menarik diri dari
kontak fisik
dengan orang lain

3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Pertahankan


interaksi sosial tindakan konsistensi tugas staf untuk
b.d hambatan
keperawatan memahami tindakan-
perkembangan
. gangguan interaksi tindakan dan komunikasi
sosial teratasi anak
dengan tujuan : 2. Antisipasi dan
Anak akan penuhi kebutuhan-kebutuhan
membentuk anak sampai kepuasan pola
kepercayaan dengan komunikasi terbentuk
seorang pemberi 3. Gunakan tehnik
perawatan ditandai validasi konsensual dan
dengan sikap klarifikasi untuk
responsive dan menguraikan kode pola
kontak mata dalam komunikasi ( misalnya :”
waktu yang telah Apakah anda bermaksud
ditentukan dengan untuk mengatakan
kriteria hasil: bahwa…..?” )
1. Pasien
mampu 4. Gunakan
berkomunikasi pendekatan tatap muka
dengan cara yang berhadapan untuk
dimengerti oleh menyampaikan ekspresi-
orang lain ekspresi nonverbal yang
benar dengan menggunakan
2. Pesan-pesan contoh
nonverbal pasien
sesuai dengan
pengungkapan
verbal
3. Pasien
memulai
berinteraksi verbal
dan non verbal
dengan orang lain

4. Gangguan Setelah dilakukan 1. Membantu anak


identitas diri
tindakan keperawatan untuk mengetahui hal-hal
b.d tidak
terpenuhinya tidak adanya gangguan yang terpisah selama kegiatan-
tugas
identitas diri pada anak kegiatan perawatan diri,
perkembangan
Dengan Tujuan : seperti berpakaian dan makan
Pasien akan 2. Jelaskan dan bantu
menyebutkan bagian- anak dalam menyebutkan
bagian tubuh diri bagian-bagian tubuhnya
sendiri dan bagian- 3. Tingkatkan kontak
bagian tubuh dari fisik secara bertahap demi
pemberi perawatan tahap, menggunakan sentuhan
dalam waktu yang untuk menjelaskan perbedaan-
ditentukan untuk perbedaan antara pasien
mengenali fisik dan dengan perawat. Berhati-hati
emosi diri terpisah dari dengans entuhan sampai
orang lain saat pulang kepercayaan anak telah
dengan kriteria hasil: terbentuk
1. Pasien 4. Tingkatkan upaya
mampu untuk anak untuk mempelajari
membedakan bagian-bagian dari batas-batas
bagian-bagian dari tubuh dengan menggunakan
tubuhnya dengan cermin dan lukisan serta
bagian-bagian dari gambar-gambar dari anak
tubuh orang lain
2. Pasien
menceritakan
kemampuan untuk
memisahkan diri
dari lingkungannya
dengan
menghentikan
ekolalia
(mengulangi kata-
kata yang di dengar)
dan ekopraksia
(meniru gerakan-
gerakan yang
dilihatnya)

Anda mungkin juga menyukai