Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

”PANGKREASTITIS AKUT”

DI RUANGAN BEDAH RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

Disusun oleh :

Nama : MELATI ANANDA

Nim : 2114901023

Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II

( ) ( )

Pembimbing Klinik

( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

PRODI PROFESI NERS

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan Laporan

pendahuluan dengan judul Pangreatitis akut Dalam penyusunan Laporan

pendahuluan peangkreatitis sini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, pada

kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan Lapran

pendahuluan ini. Kami menyadari bahwa Laporan pendahuluan ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan untuk penyempurnaan pada tugas pembuatan berikutnya.Semoga Lp

ini dapat diterapkan sehingga berguna bagi mahasiswa keperawatan secara umum,

terutama mahasiswa stikes alifah padang pada khususnya.

Padang, 3 November 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB 1.TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................1

1.1 Anatomi Fisiologi Pankreas.........................................................1

1.2 Definisi Pankreatitis.....................................................................5

1.3 Epidemiologi..................................................................................6

1.4 Etiologi...........................................................................................7

1.5 Klasifikasi......................................................................................10

1.6 Manifestasi Klinis.........................................................................13

1.7 Patofisiologi...................................................................................15

1.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................17

1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................22

1.10 Pathway.......................................................................................27

BAB 2.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PANKREATITIS...........28

Pengkajian...........................................................................................28

Diagnosa...............................................................................................33

Intervensi.............................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................41
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kejadian pankreatitis sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain. Di

negara barat penyakit ini sering ditemukan dan berhubungan erat dengan

penyalahgunaan pemakaian alkohol dan enyakit hepatobilier. Frekuensi

berkisar antara 0,14-1% atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk.

Penyebab utama kejadian pankreatitis adalah penyalahgunaan pemakaian

alkohol, penyakit batu empedu dan idiopatik (penyebabnya tidak

diketahui). Ketiga penyebab ini merupakan 90% penyebab utama

pankreatitis akut. Sisanya 10% antara lain karena trauma ada pankreas,

tukak peptic yang menembus pankreas, obstrukti saluran pankreas oleh

fibrosis atau konkrema, penyakit-penyakit metabolik antara lain

hiperlipoproteinemia, hyperkalemia, diabetes, gagal ginjal, kehamilan

pemakaian obat-obatan tertentu infeksi virus (Aru, 2006).

Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada

pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang

relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat

dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.

1.2 TUJUAN

1.1.1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian Pangkreatitis

1.1.2. Mahasiswa mampu mengetahui Klasifikasi Pangkreatitis

1.1.3 Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi Pangkreatitis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan yang strukturnya sangat

mirip dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum

sampai limpa, terdiri atas tiga bagian yaitu kepala (kaput), badan (korpus), dan

ekor (kauda). Pankreas berwarna merah muda keabuan yang terletak secara

transversal melintasi dinding abdomen posterior di belakang lambung.

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah

lambung dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan

fungsi eksokrin (Sloane, 2003). Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi

sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi

melalui duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003).

Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan

eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Fungsi eksokrin yang

utama adalah untuk memfasilitasi proses pencernaan melalui sekresi enzim-

enzim ke dalam duodenum proksimal. Sekretin dan kolesistokinin-

pankreozimin (CCC-PZ) merupakan hormon traktus gastrointestinal yang

membantu dalam mencerna zat-zat makanan dengan mengendalikan sekret

pankreas. Sekresi enzim pankreas yang normal berkisar dari 1500-2500

mm/hari.
Kepala pankreas yang paling lebar, terletak sebelah kanan rongga

abdomen dan di dalam lekukan duodenum yang melingkarinya. Badan

pankreas merupakan bagian utama pada pankreas dan letaknya di belakang

lambung serta di depan vetebra lumbalis pertama. Ekor pankreas adalah bagian

runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.

Pankreas terdiri atas dua jenis kelenjar yaitu kelenjar eksokrin dan kelenjar

endokrin. Kelenjar eksokrin membentuk sebagian besar pankreas dan terdiri

atas lobulus yang mengandung alveoli yang berbatasan dengan sel sekretori.

Setiap alveolus masuk ke dalam duktus, yang menyatu untuk meninggalkan

lobulus dan memisah menjadi dua duktus sentral yaitu duktus pankreatikus dan

duktus aksesorius. Duktus pankreatikus menyatu dengan duktus biliaris

komunis sebelum masuk ke duodenum. Duktus aksesorius langsung ke dalam

duodenum. Kelenjar eksokrin berperan dalam produksi getah pankreas, dalam

sehari dapat menghasilkan getah pankreas sekitar 1,5 liter. Kelenjar endokrin

ditemukan sepanjang pankreas sebagai sekumpulan sel khusus berukuran kecil

yang dikenal dengan pulau Langerhans. Pulau tersebut mengandung sel alfa

dan sel beta. Sel alfa berfungsi menyekresi glukagon sedangkan sel beta

berfungsi menyekresi insulin.

Jaringan pankreas terdiri atas lobula tersusun sel sekretori yang mengitari

saluran-saluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-

saluran kecil dari lobula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan

melalui badan pankreas dari kiri ke kanan. Saluran-saluran kecil itu menerima

saluran dari lobula lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama,

yaitu duktus wirsungi. Fungsi pankreas adalah menghasilkan getah pankreas


yang mengandung enzim tripsinogen, amilase dan lipase serta menghasilkan

hormon insulin dari pulau-pulau Langerhans. Pankreas terdiri dari 2 jaringan

utama yaitu :

1. Asini mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum

2. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi,

mengekskresikan insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari

pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3% dari berat total

pankreas. Pulau langerhans berbentuk opiod dengan besar masing-masing

pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50µ, sedangkan

yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225µ. Jumlah semua

pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane, 2003) Sel

endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil

sel yang tersebar di seluruh organ. Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang

teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut :

1. Sel alfa : jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi

faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like

activity.

2. Sel beta : mengekskresikan insulin yang berfungsi untuk menurunkan kadar

gula darah.

3. Sel delta : mengekskresi somastatin, hormon yang berfungsi menghalangi

hormon pertumbuhan untuk menghambat sekresi glukagon dan insulin.

4. Sel F : mengekskresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan

dimana fungsinya tidak jelas.


Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,

dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada

rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke

dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa

darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin ( precursor

hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim

peptidase, prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin,

yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle)

dalam sel tersebut. Disini dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai

menjadi insulin dan peptidase C yang keduanya sudah siap untuk disekresikan

secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanisme secara fisiologis diatas, diperlukan bagi berlangsungnya proses

metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi

glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan

komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta untuk

memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan,

juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin

setelah adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum

sepenuhnya dipahami secara jelas (Manaf,2006).

Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa

memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati

membran sel yang membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT)

adalah senyawa asam amino yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan

dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan”


pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose

transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan

dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke

dalam sel. Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya ke dalam

sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi

yang akan membebaskan molekul ATP.

Molekul ATP yang terbebas tersebut dibutuhkan untuk mengaktifkan proses

penutupan channel K yang terdapat pada membran sel, yang diikuti kemudian

oleh proses pembukaan channel Ca. Keadaan inilah yang memungkinkan

masuknya ion Ca2+ sehingga meningkatkan kadar ion Ca2+ intrasel, suasana

yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup

rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.

Gambar 1.1 Kandung Empedu dan Pankreas

Keterangan:

1.Duktus hepatika dekstra dan sinistra 9. Papila duodenalis

2. Duktus sistikus 10. Kaput pankreas

3. Arteri sistikus 11. Arteri hepatika dekstra


4. Kolum 12. Duktus biliaris komunis

5. Korpus 13. Duktus pankreatikus (wirsungi)

6. Kandung empedu 14. Ekor (kauda) pankreas

7. Fundus 15. Korpus pankreas

8. Duktus aksesorius 16. Pembuluh mesentrika superior

Gambar 1.2 Pankreas

B. Definisi Pankreatitis

Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik

menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar

eksokrin, (meskipun pada akhirnya fungsi sebagai kelenjar endokrin juga

terganggu akibat kerusakan organ pankreas). Pankreatitis (inflamasi pankreas)

merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat

berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga

penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap
berbagai pengobatan (Brunner & Suddart, 2001; 1338). Pankreatitis adalah

inflamasi pankreas yang berlangsung akut (onset tiba-tiba, durasi kurang dari 6

bulan) atau akut berulang (>1 episode pankreatitis akut sampai kronik - durasi

lebih dari 6 bulan) (Pratama, Hamzah, 2016). Pankreatitis adalah kondisi

inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara

prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas (Doengoes, 2000;558).

The Second International Symposium on The Classification of

Pancreatitis, (Marseille,1980) membuat klasifikasi sebagai berikut:

1. Pankreatitis akut

2. Pankreatitis kronik

Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat

di perut bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah.

Pankreatitis akut adalah peradangan akut pankreas akibat proses autodigestif

oleh karena aktifasi prematur dari zimogen menjadi enzim proteolitik dalam

pankreas. Pankreatitis akut bisa ringan ataupun berat tergantung manifestasi

klinis, tes laboratorium, dan diagnosa. Perjalanan penyakit dari ringan self

limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang

bisa berakibat fatal. Pankreatitis akut adalah suatu reaksi peradangan akut pada

pankreas, yang menurut Scientific American Inc 1994 , 60-80% pankreatitis

akut berhubungan dengan pemakaian alkohol yang berlebihan dan batu saluran

empedu. Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi

akibat alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan

kolesistisis. (Sandra M. Nettina, 2001).

Pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan


bahan-bahan toksik lainnya keluar dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke

dalam ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang

pararenal posterior, lesser sac dan rongga peritoneum. Bahan ini

mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Bahan-bahan tersebut memasuki

sirkulasi umum melalui saluran getah bening retroperitoneal dan jalur vena

dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal pernapasan, gagal

ginjal dan kolaps kardiovaskuler.

Pankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang

biasanya menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi pankreas. Pada

kebanyakan pasien bersifat irreversible. Terjadi kerusakan permanen sehingga

menyebabkan gangguan fungsi eksokrin dan endokrin. Pankreatitis kronis

merupakan suatu penyakit inflamasi pada pankreas yang ditandai dengan

fibrosis pankreas yang persisten dan progresif serta menimbulkan kerusakan

jaringan eksokrin dan endokrin (Fuadi, Achmad, 2015).

C. Epidemiologi

1. Pankreatitis Akut

Secara global, insidens pankreatitis akut berkisar antara 5-80 tiap

100.000 populasi. Di Jerman, insidens pankreatitis akut 17,5 kasus tiap

100.000 orang. Di Finlandia, 73,4 kasus tiap 100.000 orang, insidens yang

sama juga dilaporkan di Australia. Data insidens penyakit ini di luar

Amerika Utara, Eropa, dan Australia masih terbatas.

Pankreatitis akut lebih banyak terjadi pada pria. Pada pria, etiologi

lebih banyak dihubungkan dengan alkohol, sedangkan pada wanita lebih


sering dihubungkan dengan penyakit saluran bilier.2 Berdasarkan ras, risiko

keturunan AfrikaAmerika berumur 35-64 tahun adalah 10 kali lipat lebih

tinggi dibandingkan kelompok lain. Risiko untuk ras Afrika-Amerika selalu

lebih tinggi daripada ras Kaukasia pada tiap kelompok umur (Pratama,

Hamzah, 2016).

2. Pankreatitis Kronis

Pankreatitis kronis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya

karsinoma pankreas. Pada penelitian yang melibatkan 6 grup senter

internasional yaitu Denmark, Jerman, Italia, Swedia, Switzerland dan

Amerika didapatkan angka kejadian karsinoma pankreas 1,8% pada pasien

yang telah terdiagnosis pankreatitis kronis 2 tahun sebelumnya, dan 4%

setelah terdiagnosis 10 sampai 20 tahun sebelumnya. Adenokarsinoma

pankreas terjadi pada 1 per 10,000 penduduk Amerika. Laki-laki 2 kali lebih

sering terkena dari pada wanita.

D. Etiologi

1. Pankreatitis Akut

Etiologi yang paling sering adalah batu empedu (40-70%) dan alkohol

(25-35%). Karena prevalensi yang tinggi dan pentingnya pencegahan, USG

abdomen untuk menilai kolelitiasis harus dilakukan pada semua pasien

pankreatitis akut. Pankreatitis karena batu empedu biasanya merupakan

kejadian akut, dan sembuh apabila batu telah disingkirkan atau lewat/lepas

secara spontan (Pratama, Hamzah, 2016). Faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya pankreatitis akut cukup banyak. Tapi sampai saat ini faktor-faktor
tersebut bisa dikategorikan dalam beberapa kelompok. Penyakit pada traktus

biliaris dan alkohol menempati 80 % penyebab terjadinya pankreatitis akut,

sementara sisanya disebabkan antara lain : infeksi, trauma pada perut bagian

atas, hiperlipidemia, hiperparatiroid, iatrogenik pasca bedah, ERCP, dan

herediter.

Gambar 1.3 Etiologi dari pankreatitis akut

Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh

enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh persen

penderita pankreatitis akut mengalami penyakit pada duktus billiaris;

meskipun demikian, hanya 5% penderita batu empedu yang kemudian

mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki duktus koledokus dan

terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri, menyumbat-

aliran getah pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks) getah empedu

dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian

akan mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam pankreas. Spasme dan

edema pada ampula Vateri yang terjadi akibat duodenitis kemungkinan

dapat menimbulkan pankreatitis. Penyebab Pankreatitis Akut :

a. Batu empedu

b. Alkoholisme
c. Obat-obat, seperti furosemide dan azathioprine

d. Gondongan (parotitis)

e. Kadar lemak darah yang tinggi, terutama trigliserida

f. Kerusakan pankreas karena pembedahan atau endoskopi

g. Kerusakan pankreas karena luka tusuk atau luka tembus

h. Kanker pankreas

i. Berkurangnya aliran darah ke pankreas, misalnya karena tekanan darah

yang sangat rendah

j. Pankreatitis bawaan

Apabila tidak ada riwayat batu empedu dan minum alkohol, medikasi,

agen infeksius, dan penyebab metabolik seperti hiperkalsemia dan

hiperparatiroid dianggap sebagai penyebab. Beberapa obat termasuk 6-

mercaptopurine, azathioprine, dan DDI (2’-,3’-dideoxyinosine) dapat

menyebabkan pankreatitis akut. Trigliserida serum harus di atas 1000

mg/dL untuk dipertimbangkan sebagai penyebab pankreatitis akut jika tidak

ditemukan etiologi lain.

Pankreatitis akut idiopatik didefinisikan sebagai pankreatitis

dengan/tanpa etiologi yang dapat ditemukan setelah pemeriksaan awal

(termasuk kadar kalsium dan lemak) dan pemeriksaan radiologi (USG

abdomen dan CT scan).

2. Pankreatitis Kronis

Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis

adalah alkoholisme. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan


penyumbatan saluran pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran

atau kanker pankreas. Pankreatitis akut jarang menyebabkan penyempitan

pada saluran pankreas yang akan mengarah pada terjadinya pankreatitis

kronis. Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak diketahui. Di

negara-negara tropis (Indonesia, India, Nigeria), pankreatitis kronis dengan

sebab yang tidak diketahui yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda,

bisa menyebabkan diabetes dan penumpukan kalsium di pankreas.

Keseluruhan penyebab pankreatitis kronik ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Penyebab Pankreatitik Kronik

E. Klasifikasi

1. Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang

relatif ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan

cepat menjadi fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi.

Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis

parenkim atau berdasar patologinya dapat dibedakan menjadi:

a. Pankreatitis akut tipe intersitial


Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan

tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila

ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah intersitial melebar

karena adanya edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit

polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-

bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Meskipun bentuk

ini dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun

pasien berada dalam keadaan sakit yang akut dan berisiko mengalami

syok, gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis.

b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik

Secara mikroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai

dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya

nekrosis lemak pada jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis

parenkim dan pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan

perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit

berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang

berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat

menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah

adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong

infiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada

jaringan yang rusak dan mati. Pembuluh-pembuluh darah di dalam

dan di sekitar daerah yang nekrotik menunjukkan kerusakan mulai

dari inflamasi peri vaskular, vaskulitis yang nyata sampai nekrosis dan

trombosis pembuluh-pembuluh darah.


Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes

laboratorium, dan parameter klinis menjadi:

1) Pankreatitis Akut Ringan; Biasanya tidak disertai komplikasi atau

disfungsi organ

2) Pankreatitis Akut Berat; disertai gangguan fungsi pankreas, terjadi

komplikasi lokal atau sistemik

Pankreatitis akut berat dapat didefinisikan sebagai pankreatitis

akut yang disertai dengan gagal organ dan atau dengan komplikasi

lokal (pembentukan abses, nekrosis dan pseudocyst). Menurut

klasifikasi Atlanta, pankreatitis akut dikategorikan sebagai

pankreatitis akut berat apabila memenuhi beberapa kriteria dari 4

kriteria:

1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok

(tekanan sistolik <90 mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60

mmHg), gagal ginjal (kreatinin >2 mg/dl),perdarahan

gastrointestinal (>500 ml/24 jam);

2. Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis

nekrotika;

3. Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria;

4. APACHE II, paling tidak nilai skor >8.

Klasifikasi yang sering digunakan adalah the Atlanta

Classification (Tabel 1.2), klasifikasi tersebut membagi pankreatitis

akut secara umum menjadi 2 kategori, yaitu pankreatitis akut ringan

(edematous dan interstitial) dan pankreatitis akut berat (biasanya


disamakan dengan necrotizing). Berat ringannya pankreatitis akut

dapat diprediksi berdasarkan faktor risiko klinis, laboratorium,

radiologik, dan serum marker. Beberapa kriteria dapat ditemukan saat

mulai dirawat atau saat triage sementara, lainnya hanya dapat

ditemukan 48-72 jam setelahnya.

Kriteria Atlanta (1993) Revisi Atlanta (2013)


Pankreatitis Akut Ringan Pankreatitis Akut Ringan
Tidak adanya gagal organ Tidak adanya gagal organ
Tidak adanya komplikasi lokal Tidak adanya komplikasi lokal
Pankreatitis Akut Berat Pankreatitis Akut Sedang-Berat
1. Komplikasi lokal DAN/ATAU 1. Komplikasi lokal DAN/ATAU
2. Gagal organ: 2. Gagal organ transien (<48 jam)
Perdarahan saluran cerna (> Pankreatitis Akut Berat

500 ml/24 jam)


Syok (Sistolik ≤90 mmHg) Gagal organ persisten >48 jam
PaO2 ≤60%
Kreatinin ≥2 mg/dL
*Gagal organ persisten didefinisikan dengan modified Marshal scores.
Tabel 1.2 Klasifikasi Atlanta pankreatitis akut serta revisinya

pada tahun 2013

Sebagian besar episode pankreatitis akut ringan dan self-

limiting, hanya membutuhkan perawatan singkat. Setelah perawatan

selama 48 jam, pasien biasanya telah mengalami perbaikan dan mulai

refeeding. Pada penyakit berat, dikenal 2 fase pankreatitis akut yaitu

awal (dalam minggu pertama) dan lambat. Komplikasi lokal termasuk

penumpukan cairan (steril atau terinfeksi) peripankreatik dan nekrosis

pankreas atau peripankreatik.


Pankreatitis akut berat terjadi pada 15-20% pasien. Pankreatitis

akut berat jika ada gagal organ persisten (tidak membaik dalam 48

jam) dan kematian.

2. Pankreatitis Kronis

Kalsifikasi pankreas merupakan tanda pada diagnosis pankreatitis

kronis, tetapi tingkatan kalsifikasi tidak berkorelasi dengan tingkat

insufisiensi eksokrin.

Klasifikasi Pankreatitis Kronis menurut Marseilles-Rome:

a. Chronic Calcifying Pancreatitis → Kalsifikasi Difus Kelenjar Pada

Pemeriksaan Radiologis → Bentuk Paling Sering, Dihubungkan Dengan

Alkoholisme.

b. Chronic Obstruction Pancreatitis → Terjadi Oleh Karena Sumbatan

Duktus Pancretikus (Akibat Peradangan Atau Strikutr Traumatik Saluran

Pankreas )

c. Chronic Inflamatory Pancreatitis → Hanya Menyerang Jaringan Asinus

Dan Duktus Yang Kecil.

F. Manifestasi Klinis

1. Pankreatitis Akut

Pasien biasanya mengalami nyeri epigastrium atau di kuadran kiri

atas. Nyeri konstan dengan penyebaran ke punggung, dada, atau pinggang,

namun tidak spesifik. Intensitas nyeri kebanyakan berat, namun dapat

bervariasi. Intensitas dan lokasi nyeri tidak berhubungan dengan berat


ringannya penyakit. Pemeriksaan imaging dapat membantu diagnosis

pankreatitis akut dengan gejala tidak spesifik.

a) Nyeri

Hampir setiap penderita mengalami nyeri yang hebat di perut atas

bagian tengah, dibawah tulang dada (sternum).

Nyeri sering menjalar ke punggung. Kadang nyeri pertama bisa

dirasakan di perut bagian bawah. Nyeri ini biasanya timbul secara tiba-

tiba dan mencapai intensitas maksimumnya dalam beberapa menit. Nyeri

biasanya berat dan menetap selama berhari-hari. Bahkan dosis besar dari

suntikan narkotikpun sering tidak dapat mengurangi rasa nyeri ini. Batuk,

gerakan yang kasar dan pernafasan yang dalam, bisa membuat nyeri

semakin memburuk. Duduk tegak dan bersandar ke depan bisa membantu

meringankan rasa nyeri.

b) Mual dan muntah

Sebagian besar penderita merasakan mual dan ingin muntah.

Penderita pankreatitis akut karena alkoholisme, bisa tidak menunjukkan

gejala lainnya, selain nyeri yang tidak terlalu hebat.

c) Sedangkan penderita lainnya akan terlihat sangat sakit, berkeringat

d) Denyut nadinya cepat (100-140 denyut per menit) dan

e) Pernafasannya cepat dan dangkal. o

f) Pada awalnya, suhu tubuh bisa normal, namun meningkat dalam beberapa

jam sampai 37,8-38,8? Celsius.

g) Tekanan darah bisa tinggi atau rendah, namun cenderung turun jika orang

tersebut berdiri dan bisa menyebabkan pingsan.


h) Kadang-kadang bagian putih mata (sklera) tampak kekuningan.

i) 20% penderita pankreatitis akut mengalami beberapa pembengkakan pada

perut bagian atas. Pembengkakan ini bisa terjadi karena terhentinya

pergerakan isi lambung dan usus (keadaan yang disebut ileus

gastrointestina atau karena pankreas yang meradang tersebut membesar

dan mendorong lambung ke depan.

j) Bisa juga terjadi pengumpulan cairan dalam rongga perut (asites). Pada

pankreatitis akut yang berat (pankreatitis nekrotisasi), tekanan darah bisa

turun, mungkin menyebabkan syok. Pankreatitis akut yang berat bisa

berakibat fatal.

2. Pankreatitis Kronis

Gejala pankreatitis kronis umumnya terbagi dalam dua pola. Yang

pertama, penderita mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap,

yang beratnya bervariasi. Yang kedua, penderita mengalami episode

pankreatitis yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip dengan

pankreatitis akut ringan sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan

berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.

Pada kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya,

sel-sel yang menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami

kerusakan, sehingga akhirnya rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya

jumlah enzim pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan

penderita akan mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja

bisa berwarna terang dan berminyak dan bahkan bisa mengandung tetesan-
tetesan minyak. Gangguan penyerapan juga menyebabkan turunnya berat

badan.

Secara ringkas, terdapat empat gejala klasik pada pankreatitis kronis,

yaitu:

a) Nyeri perut

b) Malabsorpsi

c) Berat badan turun

d) Diabetes

G. Patofisiologi

1. Pankreatitis Akut

Dalam keadaan normal, pankreas terlindung dari efek enzimatik dari

enzimnya sendiri. Semua enzim pankreas terdapat dalam bentuk inaktif .

Aktifitas normal terjadi oleh enterokinase di duodenum yang mengaktivasi

tripsin dan selanjutnya mengaktivasi enzim pankreas lainnya. Pada

pankreatitis akut terjadi aktivasi prematur enzim pankreas tidak di dalam

duodenum melainkan di dalam pankreas, selanjutnya terjadi autodigesti

pankreas.

Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain

adalah refluks cairan empedu, aktivasi sistem komplemen, dan stimulasi

yang berlebihan sekresi enzim. Isi duodenum merupakan campuran dari

enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin, dan asam lemak yang

talah mengalami emulsifikasi, dan semuanya ini dapat menginduksi

terjadinya pankreatitis akut. Pelepasan enzim aktif intraseluler ini


menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel asiner ini akan menyebabkan

aktivasi tripsin dan menyebabkan pelepasan lipase. Lipase akan

menyebabkan nekrosis lemak lokal maupun sistemik.

Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua

fase:

Pertama, fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator

inflamasi, disebut sindrom respons inflamasi sistemik atau systemic

inflamatory response syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar 72 jam.

Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada bukti-bukti infeksi.

Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh

alami yang menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang

biasanya dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu

organ merupakan penanda beratnya penyakit dan buruknya faktor prognosis.

Patofisiologi pankreatitis akut masih belum jelas; dapat terjadi apabila

faktor pemeliharaan hemostasis seluler tidak seimbang. Faktor ekstraseluler

(misalnya: respons saraf dan vaskuler) dan intraseluler (misalnya: aktivasi

enzim pencernaan intrasel, peningkatan sinyal kalsium, dll) dapat

berpengaruh. Diduga, kejadian yang dapat memicu pankreatitis akut adalah

kejadian yang mengganggu sel acinar dan mengganggu sekresi granul

zymogen, contohnya pada penggunaan alkohol berlebih, batu empedu, dan

beberapa jenis obat (Pratama, Hamzah, 2016).

Gangguan sel acinar dimulai dari kekacauan di membran sel, dapat

mengakibatkan:
a. Bagian granul lisosom dan zymogen bergabung, dan dapat

mengaktivasi tripsinogen menjadi tripsin

b. Tripsin intraseluler dapat memicu aktivasi seluruh jalur zymogen

c. Vesikel sekretorik dikeluarkan dari membran basolateral ke

interstitial, fragmen molekulnya bekerja sebagai chemoattractants

untuk sel inflamasi.

Aktivasi neutrofil dapat mengeksaserbasi masalah dengan

dilepaskannya superoxide atau enzim proteolitik (misalnya: cathepsins B, D,

dan G; kolagenase, dan elastase). Akhirnya makrofag melepaskan sitokin

yang memediasi respons inflamasi lokal (pada kasus berat dapat sistemik).

Mediator awal yang diketahui adalah TNF-α, interleukin (IL)-6, dan

IL-8. Mediator inflamasi tersebut meningkatkan permeabilitas vaskuler

pankreas, dapat berlanjut menjadi perdarahan, edema, dan terkadang

nekrosis pankreas. Karena disekresi ke sistem sirkulasi, dapat muncul

komplikasi sistemik seperti bakteremia, acute respiratory distress syndrome

(ARDS), efusi pleura, perdarahan saluran cerna, dan gagal ginjal. Systemic

inflammatory response syndrome (SIRS) juga dapat terjadi, dapat berlanjut

menjadi syok sistemik.

Pada beberapa kasus pankreatitis akut, awalnya terjadi edema

parenkim dan nekrosis lemak peripankreas, dikenal sebagai pankreatitis

edema akut. Saat nekrosis parenkim terjadi, disertai perdarahan dan

disfungsi kelenjar, inflamasi berkembang menjadi pankreatitis hemoragik

atau necrotizing pancreatitis.


2. Pankreatitis Kronis

Sebagian besar kasus pankreatitis kronis disebabkan oleh alkohol,

tetapi mekanisme pasti bagaimana alkohol menyebabkan pankreatitis kronis

belum diketahui. Sepertinya alkohol menginduksi pankreatitis bermula dari

inflamasi yang berkembang menjadi nekrosis selular.

Kerusakan jaringan pankreas menyebabkan berkurangnya sekresi

enzim pankreas dan hormon-hormon seperti insulin. Malabsorpsi lemak dan

protein terjadi jika sekresi enzim berkurang sampai 90%.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pankreatitis Akut

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan C reactive protein (CRP) dikenal luas sebagai indikator

beratnya penyakit. Nilai kadar puncak serum 48 jam setelah onset penyakit

merupakan faktor prognostik yang akurat, nilai lebih dari 150 mg/L

mempunyai sensitivitas 80%, spesifisitas 76%, PPV/ positive predictive

value 76%, dan NPV/ negative predictive value 86%, sebagai indikator

pankreatitis akut berat.

Blood urea nitrogen (BUN) meningkat saat masuk (> 20 mg/dL) atau

meningkat 24 jam setelahnya, mengindikasikan perburukan.

Pemeriksaan Radiologik

Adanya efusi pleura pada X-ray dada saat masuk memprediksi

perburukan. Namun, CT scan abdomen lebih penting. Gradation system

pada hasil CT scan dikembangkan oleh Balthazar, digabung dengan skor


nekrosis, mendapatkan radiological severity index (CT Severity Index); skor

lebih tinggi dari 5 mempunyai mortalitas lebih tinggi, perawatan di RS;

lebih lama dan lebih membutuhkan nekrosektomi.

Grade Gambaran CT (Computer Tomography)


A Pankreas normal
B Ukuran lebih besar dari pankreas baik fokal

maupun difus, termasuk kontur ireguler atau non-

homogen
C Grade B + inflamasi pankreas
D Grade C + penumpukan cairan
E Grade D + 2 atau lebih penumpukan cairan dengan

atau tanpa gas pada pankreas atau di sekitarnya.


Tabel 1.3 Sistem Skor Balthazar

Sistem skor Nekrosis pada


Skor Skor
Balthazar CT (%)
A 0 Tidak ada 0
B 1 <30 2
C 2 30-50 4
D 3 > 50 6
E 4 - -
Tabel 1.4 CT Severity Index

Keterangan:

Pasien dengan skor >5 mempunyai mortalitas yang lebih tinggi,

perawatan di RS lebih lama, dan lebih membutuhkan nekrosektomi.

Tidak semua pasien pankreatitis akut membutuhkan CT scan, kecuali

mereka dengan pankreatitis akut berat atau menunjukkan penurunan

kondisi selama perawatan.

Adapun pemeriksaan penunjang lainnya antara lain:

a. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis


b. Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi

pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.

c. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa

fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas.

Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.

d. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya

infeksi.

e. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan

dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya

udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan

abses, kalsifikasi pankreas.

f. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran

pankreas/inflamasi.

g. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim

pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).

h. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.

i. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi

lebih lama.

j. Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh

penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).

k. Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh

penyakit bilier.

l. Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan

permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).


m. Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul

penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai

nekrosis pankreas).

n. Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster;

hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis,

insufisiensi ginjal.

o. Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen

penyebab pankreatitis akut.

p. LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena

gangguan bilier dalam hati.

q. Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb

mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat

(hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan

kedalam pankreas atau area retroperitoneal.

r. Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama

serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya

kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk.

Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin

ada (kerusakan glomerolus).

s. Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal

pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).

2. Pankreatitis Kronis
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak menampakkan ke arah

pankreatitis kronis. Serum alfa amilase dan lipase meningkat ringan atau

normal. Liver fungsi test normal. Serum albumin dapat menurun. Pencitraan

yang dapat dilakukan adalah foto polos abdomen, ultrasonografi, CT scan.

Sensitifitas CT scan dalam mendiagnosis pankreatitis kronis antara 77-90 %

dengan spesifitas 85-100 %. Kalsifikasi pankreas merupakan tanda pada

diagnosis pankreatitis kronis, tetapi tingkatan kalsifikasi tidak berkorelasi

dengan tingkat insufisiensi eksokrin. Magnetic resonance

cholangiopancreatography (MRCP) atau endoscopic retrograde

cholagiopancreatography (ERCP) diperlukan untuk menentukan ukuran dan

anatomi saluran pankreas.

Foto polos abdomen tampak gambaran kalsifikasi multipel sepanjang

daerah pankreas, kesan batu pada duktus pankreatikus. Ultrasonografi

tampak kalsifikasi / batu sepanjang duktus pankreatikus. CT scan kesan

pankreatitis kronis dengan kalsifikasi.

Gambar 1.4 Tampak gambaran klasifikasi Multipel sepanjang daerah

pankreas
Gambar 1.5 Tampak klasifikasi/batu di sepanjang duktus pankreatikus

Gambar 1.6 CT-scan : pankreas tampak membesar, tekstur parenkim

kabur dengan batas irreguler, tampak kalsifikasi mulai kaput, korpus

sampai kauda pankreas

I. Penatalaksanaan Medis

1. Pankreatitis Akut

Penatalaksanaan pankreatitis akut bersifat simtomatik dan ditujukan

untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per oral harus

dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan

TPN (total parental nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi

bagian terapi yang penting, khusus pada pasien dengan keadaan umum yang
buruk, sebagai akibat dari stres metabolik yang menyertai pankreatitis akut.

Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan

untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen

yang nyeri dan ileus paralitik serta untuk mengeluarkan asam klorida.

a. Tindakan pada penatalaksanaan :

1. Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat

merupakan tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit

pankreatitis akut karena akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan

yang dapat menstimulasi sekresi pankreas.

2. Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah

dan kadar albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan

volume cairan serta mencegah gagal ginjal akut.

3. Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif

diperlukan karena risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi

serta efusi dalam paru dan atelektasis cenderung tinggi.

4. Drainase Bilier. Pemasangan drainase bilier dalam duktus

pankreatikus melalui endoskopi telah dilakukan dengan keberhasilan

yang terbatas. Terapi ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan

akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat badan.

5. Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala

akut pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan makanan per

oral yang rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap. Kafein

dan alkohol tidak boleh terdapat dalam makanan pasien.


6. Pertimbangan Gerontik. Pankreatitis akut dapat mengenai segala

usia; meskipun demikian, angka mortalitas pankreatitis akut

meningkat bersamaan dengan pertambahan usia.

b. Tindakan Bedah

Tindakan segera untuk eksplorasi bedah pada umumnya tidak

dilakukan, kecuali pada kasus-kasus berat di mana terdapat:

1. Perburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa hari terapi

intensif.

2. Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang disertai dengan

rejatan yang sukar diatasi.

3. Timbulnya sepsis.

4. Gangguan fungsi ginjal yang progresif.

5. Tanda-tanda peritonitis.

6. Bendungan dari infeksi saluran empedu.

7. Perdarahan intestinal yang berat.

Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit berjalan

beberapa waktu (kebanyakan sesudah 2-3 minggu perawatan intensif)

bilamana timbul penyulit seperti pembentukan pseudokista atau abses,

pembentukan fistel, ileus karena obstruksi pada duodenum atau kolon, pada

perdarahan hebat retroperitoneal atau intestinal.

2. Pankreatitis Kronis
Pengelolaan penderita pankreatitis kronis dapat secara konservatif

berupa pantang alkohol, pengontrolan nyeri, terapi enzim pankreas, diet,

kontrol diabetes. Endoskopi berperan dalam terapi dengan melakukan

spingterotomi, ekstraksi batu dari saluran pankreas, dilatasi dan stenting.

Pembedahan yang dapat dilakukan berupa drainase dan reseksi pankreas.

Drainase pankreas dapat berupa prosedur Peustow (longitudinal

pancreaticojejunostomy). Reseksi pankreas dapat berupa total

pancreatectomy. Reseksi merupakan tindakan kuratif terhadap kanker

pankreas.

Terapi Non farmakologi

Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari

alkohol. Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui

infus, dapat mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa

nyeri.

Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang

mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol

harus tetap dihindari.

Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti

masa peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa

peradangan memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang

menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya, mungkin harus

menjalani dekompresi (pengurangan penekanan).

Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan


sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi

diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan

Terapi Farmakologi

Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk

mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan

tidak ada komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke

saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini

gagal, mungkin diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar,

pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa

nyeri pada sekitar 70-80% penderita. Jika salurannya tidak melebar,

sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala pankreas

terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari.

Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita.

Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim

pankreas pada saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak

dan memperbaiki penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat

teratasi. Bila perlu, larutan antasid atau penghambat H2 dapat diminum

bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat

badan penderita biasanya akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih

jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum

akan merasa lebih baik.


Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba

mengurangi asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin

yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).

Prosedur Operasi

Operasi yang dipilih pada pasien ini adalah prosedur Peustow

(longitudinal pancreaticojejunostomy), dilakukan dengan cara membuka

lesser sac melalui ligamentum gastrocolic, pankreas dapat dilihat mulai dari

kaput sampai kauda. Tampak pankreas berbenjol-benjol, teraba keras.

Saluran dibuka sepanjang arah memanjang pankreas mulai dari kauda

sampai kaput. Dilakukan biopsi pankreas dan pengangkatan batu-batu yang

ada. Dibuat retrocolic Roux en Y jejunum 40 cm dan anastomosis side to

side pancreaticojejunal.

Gambar 1.7 Saluran pankreas Gambar 1.8 Batu diambil dari

dibuka tampak batu saluran pankreas


Gambar 1.9 Jejunum dipersipkan Gambar 1.10 Jejunum distal siap

untuk pancreaticojejunostomy untuk dilakukan anastomosis

Roux en Y dengan pankreas side to side

Gambar 1.11 Penjahitan Gambar 1.12 Persiapan Roux en

anastomosis pankreas jejunum Y

Gambar 1.13 Penjahitan Roux en Gambar 1.14 Batu yang telah


Y dikeluarkan dari saluran pankreas

J. Pathway

Alkoholisme
Trauma Fisik Batu empedu Infeksi Virus/bakteri

Iritasi Pankreas

Edema Ampulla Vater PANKREATITIS Hipersekresi Protein

Refluk getah & enzim Sumbatan Protein


ke pankreas

Pankreatitis Akut Pankreatitis Kronis

Terjadi Inflamasi

Merangsang ujung- Meningkatkan Tekanan pada Aktivitas protease


BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PANKREATITIS

PENGKAJIAN

Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama

untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan

mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :

a. Biodata

1) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

agama, suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose

medis)

2) Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan

dengan pasien)

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan Utama

Pada penderita pankreatitis terdapat nyeri pada abdomen dan rasa nyeri

menyebar ke bagian tengah punggung.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Nyeri pada abdomen, hiertensi, berat badan menurun, mual muntah,

membrane mukosa kering.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien terdapat riwayat penyakit DM.


4) Riwayat kesehatan keluarga

Didalam keluarga tidak ada penyakit keturunan dan menular.

c. Pola Fungsional Gordon

1) Pola persepsi kesehatan: riwayat infeksi sebelumnya, persepsi pasien dan

keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.

2) Pola nutrisi dan cairan : pasien mengalami mual, muntah, nafsu makan

menurun.

3) Pola eliminasi : tidak ada gangguan

4) Pola aktivitas dan latihan : pasien dalam aktivitas sehari-hari membutuhkan

bantuan dari keluarga atau orang lain karen lemah dan nyeri.

5) Pola tidur dan istirahat : terdapat pasien dengan gangguan pola tidur yang

disebabkan oleh nyeri pada abdomen dan ras nyeri yang menyebar ke

bagian tengh punggung. 

6) Pola persepsi kognitif : pasien mampu berkomunikasi dan berorientasi

dengan baik dengan orang lain.

7) Pola persepsi dan konsep diri : perasaan terisolasi diri atau perasaan tidak

percaya diri karena sakitnya.

8) Pola reproduksi dan seksual : terganggu

9) Pola mekanisme dan koping : pasien terbuka dengan anggota keluarga

yang lain sehingga ketika ada masalah selalu dipecahkan bersama 


10) Pola hubungan peran : hubungan dengan keluarga,masyarakat dan

lingkungan sekitar baik

11) Pola keyakinan dan spiritual : pasien beribadah sesuai dengan

keyakinannnya

d. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda Vital

Nadi : 86

Pernafasan :20

Suhu : 36,5

Tekanan Darah : 120/80 

2) Keadaan umum

Kesan umum pasien baik, wajah tidak ada kelainan bentuk, kesadaran

compos mentis.

3) Sistem kardiovaskuler

Inspeksi  : bentuk dada simetris, tidak ada retraksi pada saat inspirasi 

Palpasi  : gerakan dada pada waktu bernafas simetris, tidak terdapat adanya

massa dinding thorak, tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi   : terdapat bunyi redup 

Auskultasi   : suara pernafasan vesikuler

4) Sistem pencernaan

Inspeksi   : abdomen tidak simetris,tampak adanya benjolan 

Palpasi   : adanya nyeri tekan 


Perkusi   : terdapat bunyi timpany 

Auskultasi   : suara usus hiperaktif

5) Sistem intregumen

Inspeksi : warna kulit tidak  normal, dan tidak ada lesi   pada kulit, jumlah

rambut tipis & warna kuku putih kemerahan dengan bentuk normal, kuku

tampak panjang dan kotor.

Palpasi : Suhu badn hipertermi, kelembapan kulit pasien kering turgor kulit

kering. 

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Nanda diagnosa keperawatan yang dapat muncul antara lain :

1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis

2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu

dalam memasukkan dan mencerna dan mengabsorbsi  makanan.

3. Defisien volume cairan b.d asupan cairan kurang


3.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI

KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (NIC)

(NOC)
1 Nyeri akut b.d agen Tujuan : 1. Kaji secara komphrehensif tentang

cedera biologis Setelah dilakukan nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik

tindakan keperawatan dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,

selama 2x24 jam klien intensitas/ beratnya nyeri :

dapat : • Observasi isyarat-isyarat non

1. Mengontrol Nyeri verbal dari ketidaknyamanan

(1605) • Berikan analgetik sesuai dengan

2. Menunjukkan anjuran

Tingkat Nyeri (2102) • Gunakan komunkiasi terapeutik

agar pasien dapat mengekspresikan

nyeri

• Kaji latar belakang budaya pasien

• Evaluasi keefektifan dari tindakan

mengontrol nyeri

• Modifikasi tindakan mengontrol

nyeri berdasarkan respon pasien

2. Pemberian Analgetik

• Kelola pemberian analgetik

• Cek riwayat alergi obat

• Libatkan pasien dalam pemilhan


analgetik yang akan digunakan

• kelola obat dengan prinsip 6 benar


2 Ketidak seimbangan Tujuan : 1. Tanyakan pada pasien/keluarga

nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tentang alergi terhadap makanan

kebutuhan tubuh b.d asuhan keperawatan 2. Tanyakan makanan kesukaan pasien

tidak mampu dalam selama 2x24 jam, klien 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang

memasukkan dan dapat: jumlah kalori dan tipe nutrisi yang

mencerna dan 1. Mengetahui status dibutuhkan

mengabsorbsi  nutrisi (1004) 4. Anjurkan masukan kalori yang tepat

makanan. yang sesuai dengan gaya hidup

5. Anjurkan peningkatan masukan zat

besi yang sesuai

6. Timbang  berat pasien

7. Dorong pasien/keluarga untuk

melakukan perawatan gigi

8. Tingkatkan informasi tentang nutrisi

yang dibutuhkan pasien


3 Defisien volume Tujuan: Setelah 1. Pertahankan intake dan output yang

cairan b.d asupan dilakukan tindakan akurat

cairan kurang.   keperawatan selama 2. Monitor status hidrasi yang adekuat

2x24 jam klien dapat : 3. Monitor hasil laboratorium yang

1. Menyeimbangkan berhubungan dengan retensi cairan

cairan (Fluid balance) 4. Monitor status nutrisi

(0601) 5. Monitor intake dan output

6. Monitor tanda-tanda dan gejala yang

terjadi 
7. Monitor tanda-tanda vital

8. Monitor berat badan 

DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara.1998. Rencana asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Vol. 3 /

Barbara Engram ; alih bahasa, Suharyati Samba ; editor edisi bahasa

Indonesia, Monica Ester. Jakarta : EGC.

Faiz, Omar, dkk. 2004. At a Glance Anatomi. Jakarta : Erlangga.

Fuadi, Achmad. 2015. Pengelolaan Pankreatitis Klasifikasi Kronis Dengan Hasil

Patologi Anatomi Adenokarsinoma Pankreas. Semarang : Bagian Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Gibson, John. 1981. Modern Physiology and Anatomy for Nurses. Blackwell Science

Limited: Oxford

Pratama, Hamzah. 2016. Tatalaksana Pankreatitis Akut. RSU Siloam Tangerang :

Tinjauan Pustaka.

Tenner S, Baillie J, DeWitt J, Vege SS. 2013. American College of Gastroenterology.

American College of Gastroenterology guideline: Management of acute

pancreatitis. Am J Gastroenterol. 2013;108(9):1400-15; 1416. doi:

10.1038/ajg.2013.218. [Epub 2013 Jul 30].

Anda mungkin juga menyukai