1
BAB I
PENDAHULUAN
2
dikaitkan dengan beberapa faktor, diantaranya adalah pasien sering kali terdiagnosis di
tahap akhir penyakit. (Hand and Conlon, 2019) (S. et al., 2012).
Diagnosa karsinoma pankreas ditegakan dengan temuan klinis, hasil
laboratorium, dan radiologi. Pada hasil laboratorium dapat ditemukan anemia, dan
peningkatan kadar bilirubin (gambaran obstructive jaundice), dan hiperglikemia.
Tumor marker yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan monitoring terapi
karsinoma pankreas adalah Carbohydrate Antigen (CA) 19-9. Namun CA 19-9
memiliki beberapa kekurangan (Hand and Conlon, 2019).
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai pankreatitis akut dan
karsinoma pankreas, serta salah satu biomarker terbaru dalam diagnosa karsinoma
pankreas yaitu microRNA.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2. Pulau Langerhans dan asini di sekitarnya.
Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari:
1. Sel Alfa, sekitar 17% dari sel-sel islet pankreas, sebagai penghasil hormon
glukagon. Glukagon meningkatkan kadar glukosa darah dengan mempercepat
perubahan glikogen, asam amino, dan asam lemak di hepatosit menjadi glukosa.
2. Sel Beta, sekitar 70% dari sel-sel islet pankreas, sebagai penghasil hormon insulin.
Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan transpor membran
glukosa ke dalam hepatosit, otot, dan sel adiposa.
3. Sel Delta, sekitar 7% dari sel islet pankreas, mensekresikan hormon somatostatin.
Hormon ini menurunkan dan menghambat aktivitas sekretorik sel alfa dan sel beta
melalui pengaruh lokal di dalam insula pancreatica.
4. Sel F, merupakan sisa sel islet pankreas, mensekresi polipeptida pankreas yang
menghambat pembentukan enzim pankreas dan sekresi alkali.
5
2.2.1. Epidemiologi
Insiden pankreatitis sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain disebabkan
karena faktor lingkungan. Di negara barat penyakit ini seringkali berhubungan erat
dengan konsumsi alkohol dan penyakit hepatobilier. Di dunia, insiden tahunan dari
pankreatitis akut berkisar dari 13 sampai 45 per 100.000 orang. Pankreatitis akut
merupakan penyebab rawat inap yang paling umum untuk kasus-kasus penyakit
gastrointestinal yang terjadi di Amerika Serikat. Sekitar 210.000 orang amerika dirawat
inap setiap tahunnya karena pankreatitis akut. (Vanwoerkom and Adler, 2009)
Resiko pankreatitis akut meningkat dengan pertambahan usia. Baik pria dan
wania memiliki risiko untuk terkena pankreatitis. Pankreatitis akut yang disebabkan
oleh alkohol lebih umum terjadi pada pria, yang mungkin merefleksikan konsumsi
alkohol yang lebih sering oleh pria. lebih dari 60% kasus pankreatitis akut terjadi pada
orang dewasa, dan sangat jarang terjadi pada anak-anak. Pankreatitis juga dua sampai
tiga kali lebih sering terjadi pada afrika amerika daripada kaukasian. Sekitar 80%
pasien dirawat karena pankreatitis akut mengalami gejala yang ringan dan self limiting
dalam beberapa hari (Vanwoerkom and Adler, 2009).
Pankreatitis akut memiliki mortalitas mencapai 5%. Sekitar 15% pasien dengan
pankreatitis berkembang menjadi nekrosis pankreas atau ekstrapankreas, yang
berkaitan dengan kejadian rawat inap yang sering terjadi selama beberapa bulan. Pasien
dengan penyakit seperti ini memiliki resiko komplikasi yang tinggi seperti kegagalan
organ atau nekrosis yang terinfeksi dengan mortalitas sekitar 35% untuk kegagalan
organ dan 20% untuk nekrosis yang terinfeksi.(Schepers et al., 2013)
6
2.2.2. Klasifikasi Pankreatitis akut
Berdasarkan revisi klasifikasi Atlanta 2012, terdapat bentuk-bentuk dari
pankreatitis akut, yaitu:
1. Interstitial edematous pancreatitis
Mayoritas pasien dengan pankreatitis akut (80%-90%) mengalami interstitial
edematous pancreatitis, yang merupakan bentuk lebih ringan. Pada bentuk ini tidak
ada nekrosis parenkim atau nekrosis peripankreatik pada pencitraan. Biasanya jelas
terdapat perluasan pankreas yang sekunder akibat edema inflamasi, dan juga terdapat
cairan pankreas.
2. Necrotizing pancreatitis.
Adanya nekrosis jaringan, baik pada parenkim pankreatik atau pada jaringan
peripankreatik. Bentuk yang lebih agresif ini paling umum meliputi baik parenkim
pankreatik dan peripankreatik, atau bisa hanya parenkim pankreatik (kurang umum),
dan yang lebih jarang nekrotik terbatas hanya pada parenkim peripankreatik.
Keberadaan nekrosis parenkim pankreatik merupakan penyakit yang lebih berat jika
dibandingkan dengan hanya terdapat nekrotik peripankreatik saja.
Pankreatitis akut dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase awal dan fase
lanjutan. Selama fase awal, yang terjadi dalam 1 minggu, manifestasi sistemik
berkaitan dengan respon host terhadap kaskade sitokin, yang bermanifestasi sebagai
SIRS dan atau compensatory anti-inflammatory syndrome (CARS). Ketika SIRS dan
CARS menetap, dapat terjadi kegagalan organ. Fase lanjutan dapat menetap selama
berminggu-minggu sampai bulan, dikarakteristikan dengan tanda sistemik inflamasi
yang sedang berlangsung, dan atau kegagalan organ sementara atau menetap. Fase
lanjut pankreatitis akut ini didefinisikan sebagai pankreatitis akut yang agak berat atau
berat. Tiga derajat keparahan dari pankretaitis akut yang berkaitan dengan mortalitas
dan morbiditas yaitu:
1. Pankreatitis akut ringan, yang mana dengan ketiadaan komplikasi sistemik atau lokal.
Pankreatitis membaik dengan cepat, mortalitas jarang, pencitraan pankreas sering tidak
dibutuhkan, dan pasien biasanya rawat jalan dalam minggu pertama.
7
2. Pankreatitis akut agak berat, memiliki kegagalan organ yang sementara, komplikasi
lokal, dan atau komplikasi sistemik tetapi kegagalan organ tidak menetap (<48 jam).
Morbiditasnya meningkat, seperti mortalitasnya (<8%) jika dibandingkan dengan
pankreatitis akut ringan. Pasien dapat rawat jalan pada minggu kedua atau ketiga dan
membutuhkan tambahan rawat inap karena terjadi komplikasi lokal atau sistemik
3. Pankreatitis akut berat didefinisikan sebagai kegagalan organ, baik pada awal atau fase
lanjutan dari penyakit. Pasien biasanya memiliki satu atau lebih komplikasi sistemik
atau lokal. Pasien pankreatitis akut berat yang berkembang pada fase awal
meningkatkan risiko kematian 30-50%. (Sarr, 2013).
8
enzim digestif) dalam sel-sel sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang
interstisial. Gangguan sel asini pankreas dapat terjadi karena (Wang et al., 2009):
1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil
(microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah plug protein (stone
protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol.
2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim pankreas.
Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia),
dapat juga karena alkohol.
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat
terjadi pada prosedur operatif atau karena atherosklerosis pada arteri di pankreas.
Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas,
yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel
endotel, dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating
factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF-, IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan
intercellular adhesive molecules (ICAM 1) serta vascular adhesive molecules (VCAM)
sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya sistem
komplemen dan ketidakseimbangan sistem trombo-fibrinolitik. Kondisi tersebut
akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia
dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi
dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan
komplikasi lokal maupun sistemik. Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari
respons inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin
proinflammatory dan antiinflammatory, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun
sistemik. Pada keadaan dimana sitokin proinflammatory lebih dominan daripada
sitokin antiinflammatory (IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra) dan soluble TNF
receptor (sTNFR) maka akan terjadi pankreatitis akut berat (Wang et al., 2009)
9
Gambar.4 Patofisiologi pankreatitis akut (Sonenday, 2017)
10
pankreas yang membengkak dan adanya infiltrat radang di sekitar pankreas. Ikterus
ditemukan pada sebagian kasus, kadang-kadang asites yang berwarna dan mengandung
konsentrasi amilase yang tinggi dan efusi pleura terutama sisi kiri.
Dapat ditemukan Ecchymoses pada daerah pinggang, yang disebut Gray-
Turner’s sign yang mengindikasikan perdarahan retroperitoneal dari pankreatitis
hemoragik. Sementara ecchymoses di daerah periumbilikal disebut Cullen’s sign yang
mengindikasikan perdarahan intrabdomen (Thomasset and Carter, 2019)
11
pankreatitis akut. Berikut ini biomarker yang umum diterapkan dalam evaluasi
diagnosis pankreatitis akut (Maksymyuk et al., 2017):
1. Amilase
Amilase merupakan suatu glikosida hydrolase yang secara primer diproduksi di
pankreas dan kelenjar ludah, dan sejumlah kecil di jaringan lain. Pada pankreatitis akut,
kadar amilase di darah dengan cepat meningkat dalam 6 jam dari onset penyakit,
memperlihatkan waktu paruh 10-12 jam, dan tetap meningkat selama 3 sampai 5 hari,
dan akhirnya diekskresikan oleh ginjal. Meskipun serum amilase merupakan
pemeriksaan diagnostik yang sensitif namun hyperamilasemia memiliki spesifisitas
yang kurang baik. Banyak gangguan yang menyebabkan hyperamilasemia ringan
sampai sedang, namun peningkatan level amilase lebih dari tiga kali di atas normal
memiliki spesifisitas yang baik untuk pankreatitis.
Level serum amilase tidak sensitif pada 3 keadaan yang tidak umum yaitu:
Pada gambaran klinis yang lambat, karena serum amilase normal setelah beberapa hari
pankreatitis.
Pada pankreatitis akibat dari hipertriglideridemia, yang secara khas menghasilkan
peningkatan level serum amilase yang minimal atau ringan, mungkin karena efek dilusi
dari lipemia
Pada pankreatitis kronik eksarsebasi akut, dimana level amilase meningkat sedang
karena trauma pankreatik yang sebelumnya ada.
12
amilase untuk cut off 330 IU/L yaitu spesifisitas 92% dan sensitivitas 42%. Nilai Cut-
off 1000 IU/L, mempunyai sensitivitas sekitar 55-84% dan spesifisitas 95% (Matull,
Pereira and O’Donohue, 2006; Esmaili et al., 2017). Metode pemeriksaan amilase:
a. Turbidimetrik dan light scatter dengan pengukuran nefelometri baik secara kinetik atau
setelah interval waktu tetap dan perubahan dari turbidimetri atau scatter cahaya
proporsional dengan aktivitas amilase
b. Metode iodometric. Metode ini dikerjakan dengan penambahan reagen iodin berwarna
ke campuran sampel-substrat setelah periode inkubasi. Semakin banyak aktivitas
amilase, semakin terang warna dari solusio akhir.
c. Metode kolorimetrik. Metode Massion dan Seligson menjumlahkan asam lemak bebas
setelah 1 jam inkubasi dengan mengekstraksi dan terjadi perubahan warna dari
indikator methylred buffer
Sampel pemeriksaan amilase dapat menggunakan baik serum atau plasma heparin.
Karena amilase memiliki kebutuhan absolut untuk ion kalsium, antikoagulan seperti
sitrat, oksalat dan EDTA tidak dapat digunakan pada preparat plasma untuk
pengukuran amilase. Serum tidak kehilangan aktivitas amilase selama 4 hari pada suhu
ruangan, selama 2 minggu pada suhu 5oC, selama 1 tahun pada suhu -28oC, selama 5
tahun pada suhu -75oC.
Interference: pemeriksaan amilase umumnya tidak terganggu dengan hemoglobin
dan bilirubin. Pengumpulan sampel dengan sitrat, oksalat, EDTA dapat memberikan
hasil rendah palsu.
2. Lipase
Pemeriksaan Lipase memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 60%. Konsentrasi
serum lipase meningkat dalam 3 sampai 6 jam dari onset penyakit dan mencapai
puncak dalam 24 jam. Peningkatan level serum bertahan selama 7 sampai 14 hari
sebelum level tersebut kemudian turun pada level normal. Berbeda dengan amilase,
lipase diresorbsi di tubulus renalis dan bertahan lama pada konsentrasi yang lebih
tinggi, oleh karenanya memberikan sensitivitas yang lebih baik pada pasien dengan
gambaran penyakit yang terlambat. Lipase pankreatik 4 kali lebih aktif dibandingkan
amilase dan kurang dipengaruhi oleh defisiensi eksokrin pankreatik.
13
Hipertrigliseridemia tidak mempengaruhi pemeriksaan lipase seperti yang terjadi pada
amilase. Pasien dengan furosemide dapat memperlihatkan peningkatan aktivitas lipase.
Peningkatan level serum lipase dapat juga terlihat pada banyak kelainan intra-
abdominal termasuk kolesisititis, appendicitis, inflammatory bowel disease, iskemia,
obstruksi, perforasi intestinal, dan insufisiensi ginjal. Nilai range normal untuk
konsentrasi lipase yaitu 10-80 IU/L. Menurut guideline terbaru, serum lipase lebih
dipilih untuk diagnosis Pankreatitis akut melebihi amilase. Dari penelitian Ali heidar
dkk (2017) diperoleh nilai diagnostik lipase untuk cut off 80 IU/L, yaitu sensitivitas
80% tetapi spesifisitas 69%. Untuk cut off 240 IU/L, spesifisitas 88% namun
sensitivitas 57%. Sedangkan pada cut off 600 IU/L, kebanyakan penelitian melaporkan
spesifisitas di atas 95%, namun dengan sensitivitas yang terbatas yaitu antara 55-100%.
Seperti pada amilase, kebanyakan penelitian menhubungkan terbalik antara aktivitas
lipase dengan aktivitas penyakit (Tseng et al., 2011; Meher et al., 2015; Esmaili et al.,
2017). Metode pemeriksaan:
a. Metode titrimetric
Metode titrasi merupakan pemeriksaan praktis pertama. Teknik klasik dari Cherry dan
Grandall berdasarkan pada inkubasi serum 24 jam pada 37oC, dan 50% emulsi minyak
olive dan 5% gum acacia pada pH 7 buffer fosfat. Asam lemak yang bebas kemudian
dihitung dengan titrasi terhadap 0,05 M NaOH dengan suatu indikator phenolphthalein
yang digunakan. Teknik ini membutuhkan alat pengukuran pH yang sangat sensitif.
b. Metode kolorimetrik
Metode Massion dan Seligson menjumlahkan asam lemak bebas setelah 1 jam inkubasi
dengan mengekstraksi dan terjadi perubahan warna dari indicator methylred buffer.
c. Teknik immunological
Termasuk di dalamnya prosedur enzyme immunoassay dan prosedur lateks
semikuantitatif. Antibodi terhadap lipase diikat pada partikel lateks dan partikel ini
dicampur dengan sampel. Jika terdapat lipase, gumpalan partikel yang teraglutinasi
terlihat pada slide reaksi. Prosedur imunoaktivasi nonkompetitif menggunakan
fragmen antibody terhadap lipase pankreas yang berpasangan secara kovalen dengan
14
horseradish peroksidase. Pada keberadaan lipase, peroksidase mengkatalisis reaksi
yang menghasilkan warna, yang proporsional dengan konsentrasi lipase pada sampel.
d. Metode spectrofotometri
e. Metode turbidimetri
Sampel pemeriksaan: serum dan plasma, sampel stabil setidaknya 1 minggu pada suhu
ruangan, mencapai 3 minggu pada 4oC, dan untuk beberapa tahun pada suhu -20oC.
Pemanasan sampel dapat merusak aktivitas enzim. Pengulangan pembekuan dan
pencairan harus dicegah.
Interference: metode berbeda digunakan untuk pengukuran lipase memiliki
interferncenya sendiri. Sampel hemolysis tidak secara umum mengganggu metode
pemeriksaan di atas. Faktor rheumatoid mengganggu metode turbidimetri karena
agregasi dari komponen sampel. Penggunaan obat tertentu yang engandung gliserol
harus dicegah karena mengganggu pemeriksaan enzimatik.
3. Tripsinogen
Pro-enzim tripsinogen dipecah oleh enterokinase duodenal untuk menghasilkan
tripsin protease 24 kDa yang aktif dan peptide tripsinogen yang aktif (Trypsinogen
activated peptide). Secara normal sejumlah kecil tripsinogen disekresikan ke cairan
pankreas oleh sel asinar, masuk ke sirkulasi dan dieksresikan ke urin. Pada pankreatitis
sejumlah besar enzim ini masuk ke sirkulasi sistemik yang disebabkan karena
peningkatan permeabilitas dan terdapat konsekuensi peningkatan pembersihan di urin.
Inilah yang menjadi dasar penggunaan tripsinogen pada diagnosis dan penilaian
beratnya pankreatitis akut. Baik konsentrasi serum dan urin meningkat dalam beberapa
jam sejak onset penyakit dan menurun ke level normal dalam 3 sampai 5 hari. Metode
dipstick yang menggunakan tripsinogen-2 urin telah dipikirkan untuk deteksi cepat
pankreatitis akut. Kekurangan terbesar dari tripsinogen sebagai pemeriksaan diagnostik
karena pembersihannya yang cepat, sehingga hanya dapat digunakan pada kasus-kasus
yang awal. Karena rendahnya sensitivitas dan kurang tersedia, pemeriksaan ini jarang
digunakan secara rutin pada praktek klinis. Namun pemeriksaan ini berguna untuk
penampisan pankreatitis yang terinduksi ERCP, dengan sensitivitas 86% dan
spesifisitas 94%.(Tseng et al., 2011; Meher et al., 2015).
15
2.2.8 Peranan biomarker dalam prediksi pankreatitis akut yang berat
Penilaian beratnya penyakit pada pankreatitis akut pertama kali dimulai tahun
1974 oleh Ranson et al. Sejak saat itu sejumlah sistem skoring multifaktorial yang
menggunakan parameter biokimia dan parameter klinis telah digambarkan untuk
memprediksi beratnya penyakit. Skor Ranson, Glasgow merupakan sistem skor yang
jarang digunakan, karena keterbatasan dari sistem skoring ini, termasuk untuk
melengkapi penilaian skoring dibutuhkan waktu 48 jam. Sedangkan skor APACHE II
sangat tidak praktis dihitung. Kerugian ini membuat para peneliti mencari parameter
biokimia yang dapat secara akurat memprediksi beratnya pankreatitis akut lebih awal
pada perjalanan penyakit ini.(Meher et al., 2015).
Sensitivitas dan spesifisitas dari sistem skoring untuk memprediksi pankreatitis
akut berat berkisar antara 55% dan 90%, tergantung pada nilai cut off dan waktu
perhitungan skor. Nilai prediksi dari sistem skoring ini ditingkatkan dengan
penambahan informasi oleh CT abdomen.
16
Jiang et al menemukan sensitivitas 100% dan spesifisitas 89,7%. Dengan cut off yang
sama Khanna et al. juga menemukan sensitivitas 93,1% dan spesifisitas 96,8%. Namun
konsentrasi dari serum IL-6 menurun sangat cepat, serta penggunaannya pada praktek
klinik terbatas karena kendala biaya dan kompleksitas dari pemeriksaannya (Meher et
al., 2015).
2. C-Reactive Protein (CRP)
CRP merupakan suatu fase akut reaktan yang disintesa oleh hepatosit dan
biasanya meningkat pada kondisi inflamasi. Sitokin seperti IL-6 merupakan
penginduksi sintesis CRP yang poten di hati. Membutuhkan hampir 72 jam untuk
peningkatan puncak level CRP setelah onset dari gejala. Merupakan biomarker tunggal
yang paling sering digunakan untuk penilainya beratnya pankreatitis akut karena tidak
mahal, tersedia luas dan mudah diukur. Konsentrasi > 150 mg/dl sering diterima
sebagai prediktor beratnya pankreatitis akut. Pada level cut- off ini, CRP mmemeiliki
sensitivitas 80-86% dan spesifisitas 61-84% untuk mendiagnosa pankreatitis nekrotik
dalam 48 jam pertama dari onset gejala. Pada penelitiannya, Khanna et al menemukan
sensitivtas CRP 100% dan spesifisitas 81,4% untuk mendeteksi nekrotik pankreas.
Kekurangan CRP sebagai marker adalah keterlambatan puncaknya (48-72 jam) dan
ketidakspesifisikan sebagai marker inflamasi. Sebelum pengukuran CRP, kondisi
inflamasi lain harus disingkirkan (Meher et al., 2015).
3. Procalcitonin (PCT).
Merupakan propeptida 116 asam amino dari hormon calcitonin yang dilepaskan
oleh hepatosit dan sel-G dari kelenjar tiroid. PCT merupakan suatu reaktan fase akut
yang telah secara luas diinvestigasi sebagai marker awal pada infeksi bakteri sistemik,
sepsis dan kegagalan organ multipel. Karena pankreatitis berat berkaitan dengan sepsis,
nekrosis pankreatik yang terinfeksi, dan kegagalan multi organ, PCT dapat digunkan
sebagai marker yang berguna pada prediksi awal beratnya penyakit. Untuk hasil yang
cepat PCT dapat diukur menggunakan strip tes semikuantitatif dengan nilai cut- off 0,5
ng/ml, namun untuk hasil yang lebih akurat sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara
otomatisasi. Dengan nilai cut off 0,5 ng/ml, PCT dapat memprediksi beratnya
pankreatitis akut dengan sensitivitas 73% dan spesifisitas 87%, dengan area under
17
curve (AUC) 0,88. Pada penelitian yang dilakukan oleh Khanna et al, didapatkan
sensitivitas procalcitonin 100% untuk memprediksi kegagalan organ dan mortalitas,
dan sensitivitas 86,4% untuk memprediksi pankreatitis akut berat. Seperti IL-6,
pemeriksaan procalcitonin mahal dan itulah mengapa pemeriksaan ini tidak digunakan
pada praktek klinik rutin (Meher et al., 2015).
4. Polymorphonuclear Elastease (PMN Elastase).
PMN Elastase merupakan protease yang dilepaskan oleh neutrophil yang
teraktivasi sebagai suatu pertahan lini pertama setelah trauma jaringan. Infiltrasi dan
aktivasi granulosit terjadi pada fase awal pankreatitis akut, sehingga PMN elastase
telah terbukti sebagai marker awal dari pankreatitis akut berat dalam 48 jam dari gejala
onset. Dengan cut off 110 µg/L, Domınguez-Mu˜noz et al, menemukan sensitivitas
92% dan spesifisitas 91% untuk deteksi pankreatitis akut dalam 48 jam dari gejala
onset. Dengan nilai prediksi positif 78% dan nilai prediksi negative 96%, serta ROC
0,956. Hasil yang sama juga diperoleh Grosset al. dan Wilson et al. Dom´ınguez-
Mu˜noz et al menemukan penjumlahan dari PMN Elastase plasma sebagai metode yang
sangat akurat untuk evaluasi prognostik awal dari pankreatitis akut dan menemukan
kegunaannya dalam aplikasi klinis (Meher et al., 2015).
5. Marker untuk aktivasi trypsinogen
Trypsin-Alpha-1-Protease Inhibitor Complex. Merupakan inhibitor protease yang
merupakan superfamily Serpin. Berperan melindungi jaringan dari enzim sel-sel
inflamasi seperti neutrophil elastase, dan memiliki nilai acuan di darah yaitu 1,5-3 g/L.
Banyak laporan telah menunjukan peranannya dalam prediksi pankreatitis akut berat.
Level serumnya biasanya meningkat awal dalam 48 jam dari perjalann penyakit.
Namun marker ini merupakan marker yang tidak spesifik karena dapat juga meningkat
pada penyakit gastrointestinal lain seperti ulkus yang perforasi (Meher et al., 2015)
Trypsin Activation Peptide (TAP). Merupakan peptide kecil yang dilepaskan selama
proses aktivasi trypsin menjadi trypsinogen. TAP telah terlihat menjadi marker yang
sempurna pada beratnya penyakit dari model eksperimen pankreatitis akut. Pada
manusia, TAP diekskresikan dalam jumlah besar di urin dan cairan peritoneal.
Aktivitas TAP meningkat awal dalam perjalan penyakit dan mencapai maksimal dalam
18
24-48 jam. Huang et al, melakukan meta analisa pada peranan TAP urin dalam prediksi
beratnya pankreatitis. Mereka menemukan sensitivitas 71% dan spesifisitas 75% pada
AUC 0,83 dengan nilai cut-off 35 nmol/L. Ini sebanding dengan sensitivitas dan
spesifistas CRP dan lebih baik dari skor APACHE II. Mereka menemukan bahwa TAP
urin mungkin dapat digunakan sebagai marker stratifikasi beratnya pankreatitis akut.
Carboxypeptidase B Activation Peptide (CAPAP). Merupakan aktivasi peptide
terbesar diantara proenzim pankreatik. Peptide ini sangat stabil di urin dan serum. Pada
penelitian dari 85 pasien dengan pankreatitis akut, nilai CAPAP berkorelasi baik
dengan akurasi 92%, dalam memprediksi perkembangan dari nekrosis pankreas. Baik
CAPAP dan TAP urin merupakan marker prognostik yang sempurna, meskipun TAP
adalah marker yang lebih baik pada hari masuk rawat inap (Meher et al., 2015)
Trypsinogen-2. Pada pankreatitis akut, nilai dari trypsinogen 2 meningkat lebih tinggi
dari trypsinogen-1 yang dapat ditemukan baik di serum ataupun di urin. Nilai serum
yang tinggi berkaitan dengan komplikasi dan beratnya penyakit yang mengikuti suatu
pankreatitis akut terinduksi ERCP. Nilai trypsinogen 2 urin yang tinggi digunakan
sebagai tes skrining untuk diagnosis pankreatitis akut. Suatu metode pemeriksaan rapid
telah dipikirkan untuk diagnosis cepat dari pankreatitis akut. Dengan nilai cut off 50
mcg/L, tripsinogen 2 urin memiliki sensitivitas 89,6%, dan spesifisitas 85,7% untuk
mendeteksi pankreatitis akut. Secara keseluruhan trypsinogen 2 terlihat lebih berguna
sebagai marker dignostik daripada sebagai prediksi beratnya pankreatitis akut (Tseng
et al., 2011; Meher et al., 2015).
19
Tabel 1. Sistem skoring untuk prediksi beratnya pankreatitis akut (Matull,
Pereira and O’Donohue, 2006)
Variabel Ranson Glasgow Apachee II (*) (pada
(pada jam ke 0 dan 48) (48 jam saat dirawat,
pertama) kemudian setiap hari)
Usia >55 tahun - +
- - Kondisi premorbid
Hitung leukosit >16 (pada saat dirawat) >15 +
(x109/L)
Glukosa darah >11,1 (pada saat dirawat) >10 -
(mmol/L)
AST (U/L) >250 (pada saat dirawat) >200 -
LDH (U/L) >350 (pada saat dirawat) >600 -
Serum urea >meningkat 1,8 (pada 48 >16 Kreatinin
(mmol/L) jam)
Serum kalsium < 2 (pada 48 jam) <2 -
(mmol/L)
Serum albumin <32 -
(g/L)
PaO2 (mmHg) <60 (pada 48 jam) <60 +
Defisi basa >4 (pada 48 jam) - pH arteri
Penyerapan >6000 ml (pada 48 jam) - -
cairan
Packed cell Turun ≥ 10 (pada 48 jam) - +
volume (%)
Serum sodium - - +
Serum potasium - - +
Suhu - - +
Tekanan darah - - +
arteri rata-rata
Denyut jantung - - +
Laju respirasi - - +
GCS - +
Jumlah cut off 11 kriteria; <3 kriteria 8 kriteria; ≥ 14 kriteria; ≥ 8 poin
yang disarankan mengindikasikan 3 kriteria (*) mengindikasikan
pankreatitis akut ringan mengindika pankreatitis akut
sikan AP berat
berat
Sistem poin per variable: bervariasi dari 0 (normal) sampai 4 (sangat abnormal); skor
total minum 0, skor total maksium 7
20
Tabel 2. Index berat pankreatitis akut dengan kriteria computed tomographic.
CT severity index (waktu tidak spesifik) Nilai
A. Pankreas normal 0
B. Perbesaran pankreas (edema) 1
C. Inflamasi pankreas dan/atau perubahan peripankreatik 2
D. Pengumpulan cairan peripankreatik tunggal 3
E. 2 atau lebih pengumpulan cairan dan/ atau udara retroperitoneal 4
(A- E adalah ekslusif)
Ditambah
Nekrosis (% dari parenkim pankreas)
0% 0
<30% 2
30-50% 4
>50% 6
Total
Skor minimum= 0, skor maksimum=10
21
karsinoma pankreas saat ini semakin meningkat dan diprediksi menjadi penyebab
utama kedua kematian akibat karsinoma di AS pada tahun 2030.
Insiden karsinoma pankreas berbeda antara jenis kelamin: insidensi 50% lebih
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Karsinoma pankreas sering terjadi pada
dewasa tua, dengan sebagian besar kasus terjadi pada pasien berusia antara 60 dan 80
tahun. Sekitar 10% kasus karsinoma pankreas memiliki dasar kekeluargaan, dan
riwayat keluarga karsinoma pankreas secara substansial meningkatkan risiko seseorang
terkena penyakit ini. Selain riwayat keluarga, faktor risiko karsinoma pankreas lain
adalah merokok, yang menyebabkan peningkatan risiko 75% yang bertahan setidaknya
10 tahun setelah berhenti merokok. Selain itu, pankreatitis kronis secara substansial
meningkatkan risiko karsinoma pankreas seumur hidup. Pasien dengan diabetes
memiliki 30% risiko lebih tinggi karsinoma pankreas, yang bertahan selama lebih dari
20 tahun setelah diagnosis awal diabetes, menunjukkan bahwa diabetes bukan sekadar
penanda disfungsi pankreas akibat neoplasia. Ada juga hubungan positif antara
karsinoma pankreas dan obesitas, indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi dan central
obese (Hidalgo, 2011).
22
etiologis untuk karsinoma pankreas, diabetes yang baru muncul dapat merupakan
manifestasi karsinoma pankreas. Ada sedikit peningkatan risiko karsinoma pankreas
pada pasien yang sudah lama menderita diabetes.
Metaanalisis terbaru dari 17 case–control dan 19 cohort (nested case– control)
yang diterbitkan tahun 1966 - 2005 mencatat bahwa odds ratio yang disesuaikan
berdasarkan usia dan jenis kelamin (OR) untuk karsinoma pankreas terkait diabetes
adalah 1.8 (95% CI 1.7–1.9) dan masih lebih rendah (OR 1.5) pada pasien dengan
diabetes selama 5 tahun atau lebih. Mengingat hubungan sederhana antara diabetes
lama dan karsinoma pankreas, rendahnya insiden karsinoma pankreas, dan fakta bahwa
diabetes lazim dalam populasi umum, skrining semua pasien dengan diabetes lama
untuk karsinoma pankreas tidak akan cost effective. Namun, new onset diabetes yang
disebabkan oleh karsinoma dapat menjadi penanda klinis dari karsinoma pankreas
asimptomatik. (Chari, 2014)
23
ringan dalam tes fungsi hati, hiperglikemia, dan anemia. Evaluasi pasien yang diduga
karsinoma pankreas harus fokus pada diagnosis dan penentuan stadium penyakit,
evaluasi survival, dan memperingan keluhan. Multiphase, multidetector helical
computed tomography (CT) dengan kontras intravena adalah prosedur pencitraan
pilihan untuk evaluasi awal. Ultrasonografi endoskopi bermanfaat pada pasien yang
diduga menderita karsinoma pankreas meskipun tidak ada massa yang dapat
diidentifikasi pada CT. (Hidalgo, 2011)
24
miRNA adalah RNA non-protein-coding kecil dengan panjang sekitar 22
nukleotida yang terlibat dalam regulasi sejumlah besar gen pada tingkat pasca
transkripsi. Penelitian dalam dekade terakhir telah mengungkapkan bahwa miRNA
memainkan peran penting dalam inisiasi, perkembangan dan metastasis karsinoma.
Selain itu, miRNA terlibat dalam mengendalikan pertumbuhan, proliferasi,
tumorigenesis, apoptosis dan kelangsungan hidup sel-sel tumor pankreas (Albulescu et
al.) Sampai saat ini, sekitar 900 gen miRNA yang berbeda telah ditemukan dalam
genom manusia dan perhitungan komputerisasi menunjukkan bahwa setiap miRNA
rata-rata mengenali sekitar 100 target mRNA yang berbeda. Mengingat fakta-fakta ini,
dapat berspekulasi bahwa setiap proses seluler diatur oleh RNA kecil yang tidak dikode
ini. Selain itu, pada karsinoma, telah diamati bahwa miRNA tidak hanya
mengendalikan ekspresi onkogen pengkode protein dan penekan tumor yang diketahui,
tetapi juga bertindak sebagai onkogen (disebut sebagai oncomir) dan penekan tumor.
Implikasi yang muncul dari miRNAs dalam diagnosis dan prognosis tumor
dapat dihargai dari pengamatan bahwa profiling 217 miRNAs diklasifikasikan berbagai
jenis karsinoma lebih bermanfaat dari 16.000 mRNA probe. Selain itu, ukurannya yang
kecil, stabilitas dan ekstraksi yang mudah dari jaringan yang terikat formalin, parafin
yang tertanam memungkinkan penerapan yang lebih baik untuk diagnosis dan
prognosis.
Profil ekspresi diferensial dari berbagai miRNA telah diamati di PC. Studi
tentang miRNA telah menyatakan bahwa miR-21, -34, -146a, -155, -196a-2, -200a / b,
-221, -181b, -100 dan -196a menunjukkan ekspresi yang jauh lebih tinggi di PC
dibandingkan dengan pankreas non-neoplastik; sebaliknya, miR-217 biasanya
ditemukan di pankreas, tetapi memiliki penurunan yang konsisten atau tidak terdeteksi
pada adenokarsinoma. Ren et al. mengevaluasi miRNA (miR-16, -21, -155, -181a, -
181b, -196a dan -210) dalam sampel tinja yang dikumpulkan dari pasien PC (n = 29)
dan CP (n = 22), dan kontrol sehat (n = 13). Di antaranya, PC miR-181b dan -210 yang
dibedakan dari individu normal dengan kurva ROC dan AUC masing-masing 0,745
dan 0,772, dan korelasi signifikan diamati antara diameter tumor dan ekspresi miR-
196a (Spearman correlation: 0,516; p = 0,041). (S. et al., 2012)
25
BAB III
KESIMPULAN
Pankreatitis akut merupakan suatu proses inflamasi yang diawali oleh aktivasi
enzim proteolitik pankreas intra-acinar, yang menyebabkan trauma autodigestive
glandula pankreas. Dipicu oleh sitokin dan mediator inflamasi lainnya, inflamasi
intrapankreas dan ekstrapankreas umumnya disertai dengan SIRS. Sebesar 75-80%
kasus pankreatitis akut dapat sembuh sendiri, dan tidak membutuhnya pengobatan
selain cairan infus parenteral, analgesik dan perawatan suportif. Sisanya mengalami
serangan yang berat, dengan mortalitas mencapai 30-50% kasus. Kelompok pasien ini
perlu diidentifikasi pada awal penyakit dan membutuhkan pengobatan agresif untuk
mencegah kematian. Oleh karenanya terus dilakukan penelitian untuk menemukan
marker diagnostik dalam mendiagnosis dan mengidentifikasi keparahan pankreatitis
akut di awal perjalanan penyakit. Diagnosis pankreatitis akut, sering digunakan
pemeriksaan serum amilase, namun sensitivitasnya dapat berkurang pada presentasi
penyakit yang terlambat, hipertrigliseridemia, dan alkoholik kronik. Meskipun IL-6
telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam penilainan keparahan penyakit,
penggunaannya pada klinis secara rutin terbatas karena harga dan kompleksitas
pemeriksaannya. Selanjutnya CRP dapat menjadi marker yang paling sering digunakan
untuk penilaian keparahan penyakit.(Meher et al., 2015; Maksymyuk et al., 2017)
Karsinoma pankreas merupakan salah satu karsinoma dengan nagka mortalitas
yang tinggi, sering kali pasien karsinoma pankreas baru terdiagnosa saat tahap akhir
penyakit. Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan untuk diagnose dan
monitoring terapi karsinoma pankreas adalah CA 19-9, tetapi tumor marker ini
memiliki beberapa kelemahan. microRNA merupakan salah satu biomarker terbaru
yang menjanjikan dalam diagnose karsinoma pankreas (S. et al., 2012)
Penelitian lebih lanjut perlu terus dikembangkan untuk memeperoleh
biomarker yang dapat berguna pada penegakan diagnosis dan penilaian keparahan
penyakit pankreatitis akut dan karsinoma pankreas.
26
DAFTAR PUSTAKA
Cappell, M. S. (2008) ‘Acute Pancreatitis: Etiology, Clinical Presentation, Diagnosis,
and Therapy’, Medical Clinics of North America, 92(4), pp. 889–923. doi:
10.1016/j.mcna.2008.04.013.
Chari, S. T. (2014) ‘New-onset diabetes: A clue to the early diagnosis of pancreatic
cancer’, Journal of the Pancreas. Elsevier Ltd, 15(5), p. 529. doi: 10.6092/1590-
8577%2F2778.
Esmaili, H. A. et al. (2017) ‘Diagnostic value of amylase and lipase in diagnosis of
acute pancreatitis’, Biomedical and Pharmacology Journal, 10(1), pp. 389–394. doi:
10.13005/bpj/1120.
Hand, F. and Conlon, K. C. (2019) ‘Pancreatic cancer’, Surgery (United Kingdom).
Elsevier Ltd, 37(6), pp. 319–326. doi: 10.1016/j.mpsur.2019.03.005.
Hidalgo, M. (2011) ‘Pancreatic Cancer : Pancreatic Cancer : Overview’, Lancet,
378(9791), pp. 1605–1617. doi: 10.1016/S0140-6736(10)62307-0.Pancreatic.
Holly, E. A. et al. (2004) ‘Signs and symptoms of pancreatic cancer: A population-
based case-control study in the San Francisco Bay area’, Clinical Gastroenterology
and Hepatology, 2(6), pp. 510–517. doi: 10.1016/S1542-3565(04)00171-5.
Maksymyuk, V. V. et al. (2017) ‘Prognostic markers in acute pancreatitis’, Archives
of the Balkan Medical Union, 52(3), pp. 263–271.
Matull, W. R., Pereira, S. P. and O’Donohue, J. W. (2006) ‘Biochemical markers of
acute pancreatitis’, Journal of Clinical Pathology, 59(4), pp. 340–344. doi:
10.1136/jcp.2002.002923.
Meher, S. et al. (2015) ‘Role of Biomarkers in Diagnosis and Prognostic Evaluation
of Acute Pancreatitis’, Journal of Biomarkers, 2015(July), pp. 1–13. doi:
10.1155/2015/519534.
S., K. et al. (2012) ‘Early diagnosis of pancreatic cancer: Challenges and new
developments’, Biomarkers in Medicine, 6(5), pp. 597–612. doi: 10.2217/bmm.12.69.
Sarr, M. G. (2013) ‘2012 revision of the Atlanta classifcation of acute pancreatitis’,
Polskie Archiwum Medycyny Wewnetrznej, 123(3), pp. 118–124.
Schepers, N. J. et al. (2013) ‘Early management of acute pancreatitis’, Best Practice
27
and Research: Clinical Gastroenterology. Elsevier Ltd, 27(5), pp. 727–743. doi:
10.1016/j.bpg.2013.08.007.
Stimac, D. et al. (2013) ‘Epidemiology of acute pancreatitis in the north adriatic
region of croatia during the last ten years’, Gastroenterology Research and Practice,
2013. doi: 10.1155/2013/956149.
Thomasset, S. C. and Carter, C. R. (2019a) ‘Acute pancreatitis’, Surgery (United
Kingdom). Elsevier Ltd, 37(6), pp. 327–335. doi: 10.1016/j.mpsur.2019.03.007.
Thomasset, S. C. and Carter, C. R. (2019b) ‘Acute pancreatitis’, Surgery (United
Kingdom), 37(6), pp. 327–335. doi: 10.1016/j.mpsur.2019.03.007.
Tseng, C. W. et al. (2011) ‘Rapid urinary trypsinogen-2 test strip in the diagnosis of
pancreatitis after endoscopic retrograde cholangiopancreatography’, Pancreas, 40(8),
pp. 1211–1214. doi: 10.1097/MPA.0b013e31821fcdcf.
Vanwoerkom, R. and Adler, D. G. (2009) ‘Acute Pancreatitis: Review and Clinical
Update’, Hospital physician, 45(1), pp. 9–19.
Wang, G.-J. et al. (2009) ‘Acute pancreatitis: etiology and common pathogenesis.’,
World journal of gastroenterology, 15(12), pp. 1427–30. doi: 10.3748/wjg.15.1427.
Tortora & Derrickson, 2012: Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition
Georg Paul. “Acute Pancreatitis”. 13 Maret 2017.
http://www.thelancet.com/clinical/diseases/acute-pancreatitis
Ming Jin. The pankreas: Function and chemical pathology.5th ed. Kaplan;2010.
28