Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL PENELITIAN

IDENTIFIKASI Candida albicans PADA URIN WANITA PENDERITA


DIABETES MELLITUS DENGAN METODE KULTUR

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

AGRIAN HI HAERUDDIN
17134530001

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

TERNATE

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Agrian Hi Haeruddin

NIM : 17134530001

Judul Penelitian : Identifikasi Candida Albicans Pada Urin Wanita


Penderita Diabetes Mellitus Dengan Metode Kultur

Telah diperiksa dengan teliti Usulan Proposal KTI yang diseminarkan


pada Selasa tanggal 25 Februari 2020, dan dinyatakan memenuhi
persyaratan untuk dilanjutkan pada tahap penelitian.

Ternate, 12 Maret 2020

Tim Penguji

Samad Hi Husen, SKM., M.Sc


Ketua

Erpi Nurdin, S.Si., M.Kes


Anggota

Febrianti Jakaria, S.ST., M.Kes


Anggota

Mengetahui
Ketua Prodi DIII Teknologi Laboratorium Medis
Poltekkes Kemenkes Ternate

Rony Puasa, SKM.,M.Kes


NIP. 196209181987031006

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

Proposal Penelitian ini dengan judul “Identifikasi Candida Albicans Pada

Urin Wanita Penderita Diabetes Mellitus Dengan Metode Kultur”.

Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini berbagai hambatan dan

keterbasan yang dihadapi oleh penulis, namun berkat bantuan, dukungan,

doa kerja sama dari beberapa pihak, maka hambatan dan kesulitan dapat

diatasi.

Untuk itu saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada

semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan Proposal

Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada :

1. Kedua Orang Tua saya yang selalu memberikan semangat, doa

dan dukungan kepada saya dalam menyusun Proposal Penelitian

ini.

2. Ibu Rusny Muhammad, S.Pd., M.Kes, selaku Direktur Poltekkes

Kemenkes Ternate

3. Ibu Fatmah M. Saleh, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua Jurusan

Teknologi Laboratorium Medis

4. Pak Rony Puasa, SKM., M.Kes, selaku Ketua Prodi DIII Teknologi

Laboratorium Medis

5. Ibu Erpi Nurdin, S.Si., M.Kes, sebagai Pembimbing I

iii
6. Ibu Febrianti Jakaria, S.ST., M.Kes, sebagai Pembimbing II

Saya berharap semoga Proposal ini bisa menambah

pengetahuan para pembaca. Akhir kata semoga kita selalu berada dalam

lindungan Allah SWT. Aamiin ya Rabbal Alamin.

Ternate, Maret 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii


KATA PENGANTAR ...................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................ viii
DAFTAR ISTILAH .......................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................... 5
1.3.1 Tujuan Khusus .................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................... 5
1.4.1 Akademik ............................................................ 5
1.4.2 Masyarakat ......................................................... 6
1.4.3 Peneliti ................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 7
2.1 Tinjauan Umum Diabetes Melitus (DM) .................. 7
2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus ................................. 7
2.1.2 Etiologi................................................................ 8
2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus ............................... 9
2.1.4 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus ................... 14
2.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus ............................... 15
2.1.6 Penanganan Diabetes Melitus .......................... 16
2.1.7 Faktor Resiko Diabetes Melitus ......................... 17
2.2 Saluran Kemih............................................................ 18
2.2.1 Defenisi Kandung Kemih ................................... 18
2.2.2 Proses Pembentukan Urine .............................. 19

v
2.3.Urine Dan Glukosa .................................................... 24
2.4.Candida albicans ....................................................... 27
2.4.1 Defenisi Candida albicans ................................. 27
2.4.2 Morfologi Candida albicans ............................... 28
2.4.3 Penggolongan jamur Candida albicans ............ 28
2.4.4 Struktur & Pertumbuhan Candida albicans ....... 28
2.4.5 Etiologi & Pathogenesis Candiduria .................. 29
2.5 Kerangka Teori .......................................................... 33
2.6 Kerangka Konsep .................................................... 34
2.7 Defenisi Operasional ............................................... 35
2.8 Variabel Penelitian .................................................... 36
2.8.1 Variabel Bebas .................................................. 36
2.8.2 Variabel Terikat .................................................. 36
BAB III METODOLOGI KERJA ..................................................... 37
3.1. Diagram Air ............................................................... 37
3.2. Studi Literatur ........................................................... 37
3.3. Pengumpulan Data .................................................. 38
3.4. Analisa ....................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses pembentukan Urine .................................... 20


Gambar 2.2 Ureter ...................................................................... 21
Gambar 2.3 Kandung Kemih ....................................................... 23
Gambar 2.4 Struktur & Pertumbuhan Candida albicans ............. 29
Gambar 2.5 Metode Kultur Sabouraud Dextrose Agar (SDA)..... 30
Gambar 2.6 Metode Kultur Potato Dextrose Agar (PDA) ........... 31
Gambar 2.7 Metode Langsung Pewarna KOH ........................... 32
Gambar 2.8 Kerangka Teori ........................................................ 33
Gambar 2.9 Kerangka Konsep .................................................... 34
Gambar 3.1 Diagram Air ............................................................. 37

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Ciri-Ciri Urine Normal ..................................................... 26

viii
DAFTAR ISTILAH
ADA : American Diabetes Association
DM : Diabetes Mellitus
GDP : Glukosa Darah Puasa
IDF : International Diabetes Federation
IMT : Indeks Masa Tubuh
ISK : Infeksi Saluran Kemih
KOH : Kalium Hidroksida
PDA : Potato Dextrose Agar
PTM : Penyakit Tidak Menular
SDA : Sabouraud Dextrose Agar
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Lembaran Persetujuan Seminar Proposal


Lampiran II : Lembar Informed Consent
Lampiran III : Lembar Penjelasan Subjek
Lampiran IV : Undangan Seminar Proposal
Lampiran V : Lembar Konsultasi Bimbingan Proposal

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang

ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal, yang

mengakibatkan terjadinya hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar

gula dalam darah, urine serta zat-zat kenton yang berlebih (Endang

Lanywati, 2011).

Saat ini, penderita DM diperkirakan sudah mencapai angka 9,1

juta orang penduduk. Data tersebut menjadikan Indonesia menduduki

peringkat ke-5 di dunia dengan penderita DM tertinggi pada tahun

2013 (IDF, 2014). Penyakit DM merupakan salah satu penyebab

utama penyakit tidak menular atau 2,1% dari seluruh kematian yang

terjadi. Kasus DM di dunia diperkirakan sebanyak 90% merupakan DM

Tipe II (Perkeni, 2010). Menurut Riskesdas (2013), Provinsi Jawa

Timur dengan prevelensi penderita DM sebesar 2,1% dengan

menempati urutan ke-9. Menurut penelitian Susilo (2012), sebanyak 38

responden (63,3%) penderita DM di Rumah Sakit Baptis Kediri

melakukan diet tepat jumlah, sebanyak 35 responden (58,3%)

melakukan diet tepat jenis, dan sebanyak 44 responden (73,3%) tidak

melakukan diet tepat jadwal (Susilo, 2012).

1
2

International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2015, memprediksi

untuk usia 20-79 tahun jumlah penderita diabetes di Indonesia dari 10

juta pada tahun 2015 menjadi 16,2 juta pada tahun 2040. Dengan

angka tersebut Indonesia menempati urutan ke-6 di dunia pada tahun

2040, atau naik satu peringkat disbanding data IDF pada tahun 2015

yang menempati peringkat ke-7 di dunia (IDF, 2015).

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik

yang ditandai dengan adanya peningkatan gula darah akibat

penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan

fungsi insulin (resistensi insulin). Insulin adalah hormon yang mengatur

keseimbangan kadar gula dalam darah. Akibatnya terjadi peningkatan

konsentrasi glukosa di dalam darah / hiperglikemia.

Berdasarkan survei rutin penyakit tidak menular (PTM) berbasis

Rumah Sakit di Provinsi Maluku Utara tahun 2008, Diabetes mellitus

merupakan urutan keempat (6,65%) setelah penyakit persediaan,

hipertensi dan stroke, dengan urutan ketiga penyebab kematian

(6,28%) setelah penyakit jantung dan hipetensi. Bahkan pada tahun

2010, diabetes mellitus menjadi penyebab kematian tertinggi di Maluku

Utara yaitu sebesar 31,56% (Dinkes Kota Ternate, 2015).

Penderita DM biasanya cenderung memiliki kandungan gula darah

yang tidak terkontrol (Susanto, 2013). Kadar gula darah akan

meningkat drastis setelah mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung karbohidrat dan/atau gula. Oleh karena itu, penderita DM


3

perlu menjaga pengaturan pola makan dalam rangka pengendalian

kadar gula darah sehingga kadar gula darahnya tetap terkontrol.

Kehadiran dari Candida dalam urin tidak selalu menandakan

infeksi saluran kemih jamur (ISK) dan mungkin berasal dari kolonisasi

atau kontaminasi sampel (Kauffman et al., 2011). Namun, candiduria

dapat dianggap sebagai petunjuk berharga untuk diagnosis dan

pengobatan jamur ISK, terutama pada pasien rawat inap berisiko

tinggi. Sejumlah penelitian dalam percobaan hewan dan pengamatan

klinis telah mengindikasikan bahwa ginjal secara konsisten bertindak

sebagai organ pembawa jamur utama selama infeksi candida.

Jamur Candida albicans merupakan penyebab yang sering

dijumpai pada genetalial dan daerah perigenital wanita. Beberapa

faktor predisposisi dapat mengubah sifat saprofit Candida albicans

menjadi patogen, antara lain yaitu Diabetes Mellitus, penyalahgunaan

antibiotik, penggunaan obat kortiokostreoid dan sitostatik, kehamilan,

penggunaan pil anti hamil, dan kelembapan yang tinggi (Koes Irianto,

2013).

Hubungan lama Diabetes Mellitus dengan infeksi jamur akan

menyebabkan penderita Diabetes Mellitus kemungkinan mengalami

kerusakan jangka panjang,disfungsi beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, saraf, jantung, pembuluh darah dan infeksi. Karena

mekanisme pertahanan alami tubuh pada orang yang menderita

diabetes rendah, tingginya kadar glukosa didalam darah, jaringan, dan


4

urine. Daerah genitalial wanita adalah tempat subur dan ideal untuk

pertumbuhan jamur sehingga pada urin penderita Diabetes Mellitus

kemungkinan besar ditemukan Candida albicans (Sri Indrayanti dkk.,

2018).

Pada wanita penderita Diabetes mellitus mempunyai gula ekstra

dalam dinding vagina, gula yang ada di urine tertumpuk pada vulva

sehingga menyediakan makanan untuk pertumbuhan jamur. Jamur

yang tumbuh dapat melakukan perjalanan dan akan naik dari rektum

atau vagina menuju uretra untuk memasuki ke kandung kemih

sehingga terjadinya infeksi. Penyakit ini lebih sering menyerang wanita

dibandingkan pria, dikarenakan oleh ukuran uretra (saluran urine ke

kandung kemih ke luar tubuh) yang lebih pendek dan jarak uretra yang

lebih dekat dengan anus.

Peneliti melakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode

kultur karena metode tersebut dapat melihat morfologi pertumbuhan

Candida albicans dan merupakan gold standar untuk pemeriksaan

Candida albicans.

Berdasarkan uraian latar belakang ini makanya peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang Identifikasi Candida albicans pada

urin wanita penderita diabetes mellitus dengan metode kultur.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahnnya sebagai berikut :

“Apakah terdapat jamur Candida alicans pada urine wanita penderita

Diabetes Mellitus?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui infeksi jamur Candida albicans pada

urine wanita penderita Diabetes Mellitus (DM).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Di identifikasinya jamur Candida alicans pada urine wanita

penderita Diabetes Mellitus

2. Di ketahuinya presentase jamur Candida alicans pada urine

wanita penderita Diabetes Mellitus

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Akademik

1. Dijadikan sebagai bahan referensi mahasiswa khususnya

mahasiswa Teknologi Laboratorium Medis Kemenkes

Ternate.

2. Diharapkan dapat menambah ragam penelitian dibidang

ilmu mikologi.
6

1.4.2 Masyarakat (Pasien)

Sebagai sarana edukasi masyarakat khususnya menderita

diabetes mellitus agar lebih waspada pada infeksi jamur

Candida albicans yang dapat menyebabkan Candidiasis

urinaria. Maka dari itu untuk penderita diabetes selalu menjaga

kebersihan dan selalu kontrol kadar glukosa darahnya.

1.4.3 Peneliti

Dapat menambah keterampilan dan ketelitian dalam melakukan

pemeriksaan mikologi serta menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan tentang pemeriksaan jamur Candida albicans

melalui sampel urine wanita penderita Diabetes mellitus.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Diabetes Mellitus (DM)

2.1.1 Defenisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemi kronik

yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan

hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada

mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Rendi clevo, 2012).

Diabetes mellitus masuk dalam kelompok gangguan

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Hiperglikemia kronik tersebut berhubungan dengan kerusakan

jangka panjang, disfungsi beberapa organ tubuh terutama mata,

ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus bukan

kelainan tunggal, melainkan sekelompok gangguan metabolik

dengan ciri- ciri hiperglikemia pada kelainan tersebut. Kelainan

tersebut berupa gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein dengan komplikasi jangka panjang yang mengenai

pembuluh darah, mata, serta syaraf.

Dari beberapa penjelasan diatas dapat di simpulkan, bahwa

Diabetes mellitus bukan kelainan tunggal, melainkan sekelompok

gangguan metabolisme yang memiliki ciri meningkatnya kadar


8

glukosa darah atau hiperglikemia yang sama pada kelainan

tersebut yang menimbulkan efek berupa gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein dengan komplikasi jangka

panjang yang mengenai pembuluh darah, mata ginjal dan saraf

(Wijaya, dkk., 2013).

2.1.2 Etiologi

a. DM tipe 1

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan

penghancuran sel- sel beta pancreas yang disebabkan oleh:

1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi Diabetes tipe itu

sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau

kecendrungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1

2) Faktor imunologi (autoimun).

3) Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.

Destruksi sel beta, pada umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolute.

b. DM tipe II

Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi

insulin. faktor resiko yang berhubungan dengan proses

terjadinya diabetes tipe II :usia, obesitas, riwayat dan

keluarga.
9

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca

pembedahan di bagi menjadi 3 yaitu:

1) 200 mg/dL = normal

2) 140-200 mg/dL = toleransi glukosa terganggu

3) >200 mg/dL = diabete

c. DM tipe lain

1) Defek genetik fungsi sel beta

2) Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A,

leprechaunisme, sindrom rabson mendenhall.

3) Penyakit eksokrin pancreas: pancreatitis.

Trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik.

4) Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing,

feokromositoma

5) Obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, tiazid.

6) Infeksi: rubella congenital

7) Imunologi (jarang) : sindrom stiff-man, anti bodi anti

reseptor insulin

8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh Perkumpulan

Endrokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah yang sesuai dengan


10

anjuran klasifikasi DM American Diabetes Assocation. Klasifikasi

etiologi diabetes mellitus adalah sebagai berikut :

1) Diabetes Mellitus Tipe I

Nama lain dari diabetes tipe I adalah insulin dependent

Diabetes, yaitu Diabetes yang bergantung pada insulin.

Diabetes tipe I adalah penyakit Diabetes yang terjadi karena

adanya gangguan pada pankreas, menyebabkan pankreas

tidak mampu memproduksi insulin dengan optimal. Kita tahu

bahwa pankreas berperan penting dalam keseimbangan

kadar gula darah. Pada Diabetes tipe I, pankreas

memproduksi insulin dengan kadar yang sedikit sehingga

tidak mencukupi kebutuhan untuk mengatur kadar gula

darah dengan tepat. Pada perkembangan selanjutnya,

pankreas bahkan menjadi tidak mampu lagi memproduksi

insulin. Akibatnya, penderita Diabetes tipe I harus

mendapatkan injeksi insulin dari luar, ini biasa disebut

dengan insulin dependent (Sutanto, 2013).

Kurangnya atau tidak adanya produksi insulin oleh

pankreas, menyebabkan glukosa dalam pembuluh darah

tidak dapat diserap sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai

bahan bakar. Akibat dari itu, glukosa yang tidak bisa dipakai

oleh sel-sel tubuh akan menumpuk dalam aliran darah. Pada

gilirannya, hal ini kemudian menyebabkan rasa kelaparan


11

yang tinggi pada penderita karena sel-sel tidak mendapat

energi dari glukosa. Inilah ironi pada penyakit Diabetes tipe I,

glukosa melimpah dalam pembuluh darah tapi sel-sel tubuh

tidak bisa meggunakannya sebagai energi. Selain itu,

tinggnya tingkat glukosa dalam darah menyebabkan

penderita sering buang air kecil, yang pada gilirannya juga

menyebabkan rasa haus yang berlebihan (Sutanto, 2013).

2) Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes mellitus tipe II atau disebut juga dengan non

insulin dependent diabetes, diabetes yang tidak bergantung

pada insulin. Ini merupakan perbedaan Diabetes tipe I

dengan Diabetes tipe II. Pada Diabetes tipe I penderita

memiliki ketergantungan pada injeksi insulin, hal ini

dikarenakan organ pankreas penderita tidak mampu

memproduksi insulin dengan jumlah yang cukup bahkan

tidak memproduksi sama sekali. Tapi pada Diabetes tipe II,

organ pankreas penderita mampu memproduksi insulin

dengan jumlah yang cukup namun sel-sel tubuh tidak

merespon insulin yang ada dengan benar (Sutanto, 2013).

Jika didefenisikan, Diabetes tipe II adalah penyakit

Diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh tidak

menggunakan insulin sebagai sumber energi atau sel-sel


12

tubuh tidak merespon insulin yang dilepaskan pankreas,

inilah yang disebut dengan resistensi insulin (Sutanto, 2013).

Resistensi insulin ini menyebabkan glukosa yang tidak

dimanfaatkan sel akan tetap berada di dalam darah,

semakin lama semakin menumpuk. Pada saat yang sama,

terjadinya resistensi insulin membuat pankreas

memproduksi insulin yang berlebihan, lama kelamaan,

dalam kondisi yang tidak terkontrol pankreas akan

mengurangi jumlah produksi insulin. Orang yang kelebihan

berat badan memiliki resiko lebih tinggi mengalami resistensi

insulin, karena lemak menggangu kemampuan sel-sel tubuh

untuk menggunakan insulin. Tapi tidak menutup

kemungkinan orang orang yang berbadan kurus juga bisa

terserang Diabetes tipe ini (Sutanto, 2013).

Secara umum ada dua penyebab utama terjadinya

penyakit Diabetes tipe II ini, yaitu faktor genetik (keturunan)

dan hiperglikemia (tingginya kadar gula darah). Faktor

keturunan sangat berpengaruh dalam Diabetes tipe II. Jika

orang tua menderita Diabetes, maka kemungkinan besar

anaknya juga menderita Diabetes. Diabetes karena

keturunan ini akan aktif dengan sendirinya manakala dipicu

dengan rendahnya tingkat aktifitas sehari-hari, kurang olah

raga, pola makan yang salah, gaya hidup yang kurang sehat
13

dan kelebihan berat badan terutama disekitar pinggang

(Sutanto, 2013).

Saat ini, Diabetes tipe II merupakan jenis Diabetes yang

paling banyak diderita dan meyerang orang dari segala usia.

Jumlah penderitanya jauh lebih banyak dibandingkan

dengan Diabetes tipe I. Pada umumnya, Diabetes tipe II

terjadi secara bertahap. Perkembangan gejala terjadi

bertahap selama beberapa minggu atau bulan, dan tidak

cukup jelas pada awalnya, sehingga banyak orang yang

tidak menyadari dirinya telah mengalami penyakit Diabetes.

Oleh karena itu, mencermati gejala-gejala dari Diabetes tipe

ini menjadi sangat penting. Deteksi dini penyakit Diabetes

bermanfaat untuk menghindari akibat-akibat yang lebih

parah (Sutanto, 2013).

3) Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah Diabetes yang disebabkan

karena kondisi kehamilan. Pada Diabetes gestasional,

pankreas penderita tidak dapat menghasilkan insulin yang

cukup untuk mengontrol gula darah pada tingkat yang aman

bagi si ibu dan janin (Sutanto, 2013).

Diabetes tipe ini menjangkit wanita yang tengah hamil.

Lebih sering menjangkit di bulan ke enam masa kehamilan.

Resiko neonatal yang terjadi keanehan sejak lahir seperti


14

berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat,

dan menjadi sebab bentuk cacat otot atau jika atau jika

diabetes gestasional tidak bisa dikendalikan bayi yang lahir

tidak normal yakni besar atau disebutnya makrosomia yaitu

berat badan bayi diatas 4 kg. Untuk mengendalikannya

harus mendapatkan pengawasan semasa hamil, sekitar 20-

25% dari wanita penderita Diabetes gestasional dapat

bertahan hidup (Novitasari, 2012).

2.1.4 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Gejala klinis DM adalah rasa haus yang berlebihan

(polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama pada malam hari,

dan sering merasa lapar (polifagi). DM juga dapat tidak bergejala

(asimtomatis). Dan gejala DM yang lain adalah berat badan yang

turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan

kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit

sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur dibawah lipatan

kulit, perubahan tingkah laku, menurunnya status kongnitif atau

kemampuan fungsional (antara lain: delirium, demensia, depresi,

agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin), dan pada ibu-ibu

sering melahirkan bayi besar dengan berat badan > 4 kg

(Kemenkes, 2013; Kurniawan, 2010).


15

2.1.5 Diagnosis Diabetes Mellitus

Menurut pedoman American Diabetes Association (ADA)

2011 dan konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(PERKENI) 2011 untuk pencegahan dan pengelolaan DM tipe II,

kriteria diagnostik DM dapat ditegakan bila : (1) glukosa plasma

sewaktu ≥200 mg/dl bila terdapat keluhan klasik DM penyerta,

seperti banyak kencing (poliuri), banyak minum (polidipsi),

banyak makan (polifagi), dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya, (2) glukosa plasma puasa ≥126

mg/dl dengan gejala klasik penyerta, (3) glukosa 2 jam pasca

pembebanan ≥200 mg/dl (Kemenkes, 2013). Dipihak lain

seseorang dengan kadar glukosa darah diatas normal, tetapi

belum memenuhi kriteria diabetes dianggap mengalami keadaan

pradiabetes yang berisiko berkembang menjadi DM tipe II.

Keadaan pradiabetes tersebut meliputi glukosa darah puasa

(GDP) terganggu dan toleransi glukosa terganggu (TGT).

Menurut ADA 2011, kriteria GDP terganggu adalah bila kadar

glukosa darah puasa seseorang berada dalam rentang 100-125

mg/dl, sedangkan kriteria TGT ditegakkan bila hasil glukosa

darah 2 jam pasca pembebanan berada dalam kisaran 140-199

mg/dl. Kadar gula darah puasa dikumpulkan setelah responden

menjalani puasa makan dan minum selama 10-12 jam sebelum

pemeriksaan darah, sedangkan nilai TGT diambil dari hasil


16

glukosa darah 2 jam pasca pembebanan 75 gram glukosa

anhidrat (Kemenkes, 2013).

Studi epidemiologi menunjukan bahwa prevalensi DM

maupun TGT meningkat seiring dengan pertambahan usia,

menetap sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan

bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah

akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik

sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan

(Kurniawan, 2010).

2.1.6 Penanganan Diabetes Mellitus

Telah disepakati bahwa DM tidak dapat disembuhkan, tetapi

kadar gula darah dapat dikendalikan. Penderita DM sebaiknya

melaksanakan 4 pilar pengelolaan DM yaitu edukasi, terapi gizi

medis, latihan jasmani, dan intervesi farmakologis. Untuk dapat

mencegah terjadinya komplikasi kronis, diperlukan pengendalian

DM yang baik yang mempunyai sasaran dengan kriteria nilai

baik, diantara gula darah puasa 80-100 mg/dl, gula darah 2 jam

sesudah makan 80-144 mg/dl, HbA1C <6,5%, kolesterol total

<200 mg/dl, trigliserida <150 mg/dl, Indeks Masa Tubuh (IMT)

18,5-22,9 kg/m2 dan tekanan darah <130/80 mmHg (Utomo dkk.,

2012).
17

Latihan jasmani secara teratur dapat menurunkan kadar gula

darah. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga

dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, berenang,

dan senam diabetes (Utomo, 2012).

2.1.7 Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Tingginya prevalensi DM, yang sebagian besar adalah

tergolong dalam DM tipe II disebabkan oleh interaksi antara

faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap

lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat

meningkatkan faktor resiko DM tipe II adalah perubahan gaya

hidup seseorang, diantaranya adalah kebiasaan makan yang

tidak seimbang akan menyebabkan obesitas. Selain pola makan

yang tidak seimbang, kurangnya aktifitas fisik juga merupakan

faktor resiko dalam memicu terjadinya DM (Awad dkk., 2013).

Kelompok umur yang paling banyak menderita DM adalah

kelompok umur 45-52 tahun. Peningkatan resiko Diabetes

seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun,

disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan

intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan

berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi


18

insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat

penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal

ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot

sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin

(Trisnawati, 2013).

2.2 Saluran Kemih

2.2.1 Defenisi kandung kemih

Kandung kemih tempat penyimpanan urine sebelum dibuang

melalui uretra, gejala yang sering terjadi di saluran kemih yaitu

rasa nyeri, ketidaknyamanan, gatal di daerah kemaluan, rasa

panas saat berkemih dan alergi (bintik-bintik kemerahan). Infeksi

yang sering terjadi pada saluran kemih yaitu infeksi bakteri dan

infeksi jamur. Menurut Abhishek (2010) sebanyak 31% jamur

yang dapat tumbuh dalam dinding sel saruna kemih yaitu

Candida albicans (candiduria/kandidiasis urinaria) (Suryani,

2017)

Berdasarkan survei rutin penyakit Diabetes mellitus berbaris

RSUD Jenderal Ahamd Yani Kota Metro di Jakarta tahun 2008,

infeksi Candida albicans pada dinding sel saluran kemih bagian

bawah (candiduria/candidiasis urinaria) sering mengalami gejala

yang serupa dengn penderita kandidiasis vagina (vulvovaginitis)

yaitu merasa nyeri/sakit saat berkemih, alergi dan merasa gatal

didaeah kemaluan (Suryani, 2017).


19

Ditemukan Candida albicans dalam urin (candiduria) dapat

menunjukan adanya kontaminasi, kolonisasi (> 10 %), dan

infeksi. Kontaminasi dalam spesimen urine merupakan hal yang

umum, terutama jika spesimennya berasal dari pengumpulan

urine yang sub optimal dari penderia Diabetes mellitus, Candida

albicans dapat tumbuh di dinding sel epitel saluran kemih bagian

bawah pada penderita dengan gejala sering merasa nyeri/sakit

ketika saat berkemih dan rasa gatal (Pujiana, 2010).

Perlekatan Candida albicans di dinding saluran kemih

disebabkan karena penumpukan glukosa dalam urine di kandung

keemih dan peenderita sering menahan kencing dalam waktu

yang lama sehingga mempermudah pertumbuhan jamur tersebut

(Pujiana, 2010).

2.2.2 Proses Pembentukan Urine

Mula-mula darah yang mengandung air, garam, glukosa,

urea, asam amino, dan ammonia mengalir ke dalam glomerulus

untuk menjalani proses filtrasi. Proses ini terjadi karena adanya

tekanan darah akibat pengaruh dari mengembang dan

mengerutnya arteri yang memanjang menuju dan meninggalkan

glomerulus. Akhir filtrasi glomerulus atau urin primer secara

normal, setiap hari kapsul bownman dapat menghasilkan 180 L

filtrate glomerulus. Filtrate glomerulus atau urin primer masih

banyak mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh antara lain


20

glukosa, garam-garam dan asam amino. Filtrate glomerulus ini

kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus

kontortus proksimal zat- zat yang masih berguna direabsorpsi

seperti asam amino, vitamin dan beberapa ion yaitu Na +, Cl-,

HCO3-, dan K+ sebagai ion-ion ini diabsorpsi kembali secara

transport aktif dan sebagai yang lain secara difusi.

Gambar 2.1 Proses

reabsorpsi (Sumber : Suryani I, 2017 )

Proses reabsorpsi masih tetap berlanjut seiring dengan

mengalirnya filtrate menuju lengkung henle dan tubulus kontortus

distal. Pada umumnya, reabsorpsi zat-zat yang masih berguna

bagi tubuh seperti glukosa dan asam amino berlangsung di

tubulus renalis, akan tetapi apabila konsentrasi zat tersebut

dalam darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi


21

mengabsorpsi zat-zat tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka zat-

zat tersebut akan disekresikan bersama urin.

a. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang

berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam

kandung kemih (Muttaqin dkk, 2012). Ureter terdiri dari dua

buah saluran, masing-masing bersambung dari ginjal ke

kandung kemih (Vesica Urinaria), panjangnya 25-30 cm,

dengan penampang 0,5 cm, mempunyai 3 jepitan di

sepanjang jalan. Piala ginjal berhubungan dengan ureter

menjadi kaku ketika melewati tepi pelvis dan ureter

menembus kandung kemih (Syaifuddin, 2011). Tebal setiap

ureter kira-kira setebal tangkai bulu angsa (Pearce, 2010).

Gambar 2.2 Ureter (Sumber :

Muttaqin, 2012 )
22

Ureter Pada Pria Dan Wanita Ureter pada pria terdapat

didalam visura seminalis bagian atas dan disilang oleh

duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis.

Akhirnya ureter berjalan obliq sepanjang 2 cm di dalam

vesika urinaria pada sudut lateral dari trigonum vesika.

Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas dan

dinding bawah ureter akan tertutup pada waktu vesika

urinaria penuh, membentuk katup (valvula) dan mencegah

mengembalian urine dari vesika urinaria. Lateralis serviks

uteri bagian atas vagina untuk mencapai fundus vesika

urinaria. Dalam perjalanan ureter didampingi oleh arteri

uterina sepanjang 2,5 cm. selanjutnya arteri ini menyilang

ureter dan menuju keatas diantara lapisan ligamentum latum.

Ureter mempunyai jarak 2cm dari sisi serviks uteri

(Syaifuddin, 2011).

Ureter pada wanita terdapat dibelakang fossa ovarika,

berjalan kebagian medial dan kedepan bagian lateral serviks

uteri bagian atas vagina untuk mencapai fundus vesika

urinaria sepanjang 2,5 cm. selanjutnya arteri ini menyilang

ureter dan menuju keatas lapisan ligamentum latum. Ureter

menpunyai jarak 2 cm dari sisi serviks uteri.

b. Kandung kemih (Vesika urinaria )


23

Kandung kemih (vesika urinaria) di sebut juga

bladder.Vesika urinaria merupakan kantung berongga yang

dapat di regangkan dan volumenya dapat di sesuaikan

dengan mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya.

Secara berkala urin di kosongkan dari kandung kemih keluar

tubuh melalui uretra. Organ ini mempunyai fungsi sebagai

reservoir urin (200-400cc). Dindingnya mempunyai otot yang

kuat. Letaknya di belakang os pubis.Bentuk vesika urinaria

bila penuh seperti telur (ovoid).Apabila kosong seperti limas.

Apex (puncak) vesika urinaria terletak di belakang simphysis

pubis (Haryono, 2013). Kandung kemih memiliki 3 muara,

yaitu 2 muara ureter dan 1 muara uretra (Luklukaningsih,

2011).

Gambar 2.3 Vesica

Urinaria (Sumber :Muttaqin, 2012)

Vesika urinaria mempunyai dua fungsi yaitu:


24

1. Tempat penyimpanan urine sementara sebelum

meninggalkan tubuh.

2. Mendorong urine keluar tubuh dengan di bantu uretra

(Luklukaningsih, 2011).

c. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada

kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar

(Haryono, 2013). Uretra adalah saluran kecil dan dapat

mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai keluar

tubuh. Muara uretra keluar tubuh di sebut meatus urinarius

(Luklukaningsih, 2011).

Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui

tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa

yang menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya ±

20 cm. Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa

(lapisan paling dalam) dan lapisan submukosa. Uretra pada

laki-laki terdiri dari: 1. Uretra prostatia 2. Uretra membranosa

3. Uretra kavernosa (Haryono, 2013).

2.3 Urine Dan Glukosa

Urine berasal dari darah yang mengalami filtrasi di glomerulus

kemudian disekresi, diabsorpsi dan diekskresi melalui saluran kemih.

Tes urine dapat memberikan informasi mengenai kelainan organ

tubuh, selain itu juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis


25

dan memantau hasil pengobatan. Setiap menit kira-kira satu liter

darahyang mengandung 500 ml plasma mengalir melalui semua

glomeruli dan sekitar 100 ml dari itu disaring keluar. Plasma yang

berisi garam, glukosa, dan benda halus lainnya disaring. Sel dan

protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus filter atau

saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah (Irianto K, 2013).

a. Defenisi glukosa

Glukosa adalah produk akhir metabolisme karbohidrat serta

sumber energi utama pada organisme hidup dan penggunaannya

dikendalikan oleh insulin (Dorland, 2011). Penurunan kadar gula

darah (hipoglikemia) terjadi karena asupan makanan yang tidak

adekuat atau darah mengandung banyak insulin. Peningkatan

kadar gula darah (hiperglikemia) terjadi karena insulin yang

beredar tidak mencukupi, kondisi ini disebut sebagai penyakit

Diabetes melitus. Nilai rujukan kadar gula darah dalam serum atau

plasma 70-110 mg/dl, gula dua jam post pandial ≤140 mg/dl/2jam,

dan gula sewaktu ≤110 mg/dl (Joyce, 2013).

b. Ciri-ciri Urine Normal

Rata-rata jumlah urine normal adalah 1-2 L sehari, namun

jumlah yang di keluarkan berbeda setiap kalinya sesuai jumlah

cairan yang masuk. Warna urine yang normal adalah bening

oranye pucat tanpa endapan, berbau tajam, memiliki reaksi sedikit


26

asam dengan pH rata-rata 6, dan berat jenisnya berkisar antara

1010-1025 (Luklukaningsih, 2011).

Tabel 2.1 Ciri-ciri urine normal

Sumber : Haryono, 2013


UMUR JUMLAH Urine/HARI
c. 0-2 hari 15-60 ml

3-10 hari 100-300 ml

10 hari – 2 bulan 250-400 ml

2 bulan – 1 tahun 400-500 ml

1-3 tahun 500-600 ml

3-5 tahun 600-700 ml

5-8 tahun 700-1000 ml

8-14 tahun 800-1400 ml

14 tahun - dewasa ±1500 ml

Dewasa tua ≤1500 ml

Komposisi Urine Normal

Komposisi Urine Normal Urine terutama terdiri atas air, urea

dan natrium klorida. Ureum merupakan hasil akhir metabolisme

protein dan berasal dari asam amino dalam hati yang mencapai

ginjal. Kandungan ureum normal dalam darah sekitar 30-100 cc,

namun tergantung dari jumlah protein yang di makan dan fungsi


27

hati dalam pembentukan ureum. Kreatinin adalah hasil buangan

metabolisme protein dalam otot. Produk metabolisme mencakup

benda-benda purin, oksalat, fosfat dan sulfat. Elektrolit atau garam

seperti natrium dan kalium klorida diekskresikan untuk

mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut (Luklukaningsih,

2011).

2.4 Candida albicans

2.4.1 Defenisi Candida albicans

Candida albicans adalah flora normal pada membrane

mukosa rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan

dan organ genitalial perempuan. Candida albicans dikenal

sebagai mikroorganisme oportunistik pada tubuh manusia.

Disebut oportunis karena pada kondisi tertentu terutama pada

gangguan sistem imun jamur ini dapat menyebabkan infeksi dan

kerusakan jaringan melalui infeksi pada kulit, kuku, saluran

genitalial, mulut, pneumonia (paru) ddl (komariah, dkk., 2012).

Jamur Candida albicans merupakan penyebab yang sering

dijumpai pada genetalia dan daerah perigenital wanita. Beberapa

faktor predisposisi dapat mengubah sifat saprofit Candida

albicans menjadi patogen, antara lain : Diabetes Mellitus,

penyalahgunaan antibiotik, penggunaan obat kortiokostreoid dan

sitostatik, kehamilan, penggunaan pil anti hamil, dan kelembapan

yang tinggi (Koes Irianto, 2013).


28

2.4.2 Morfologi Candida albicans

Candida albicans secara mikroskopis berbentuk oval dengan

uuran 2-5 x 3-6 mikron. Biasanya diumpai clamydospora yang

tidak ditemukan pada spesies Candida albicans yang mampu

menghasilkan clamydospora yaitu spora yang dibentuk dengan

hifa, pada tempat-tempat tertentu membesar, membulat dan

dinding menebal, letaknya di terminal, lateral (Jawetz, 2010).

2.4.3 Penggolongan Jamur Candida albicans

Klasifikasi golongan jamur Candida albicans menurut

Komariah dkk, tahun 2012 terdiri dari :

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Saccharomycotina

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

2.4.4 Struktur Dan Pertumbuhan Candida albicans

Jamur Candida albicans tumbuh dengan cepat pada suhu 25-

37⁰C pada media perbenihan sederhana sebagai sel oval

dengan pemebentukan tunas untuk memperbanyak diri, dan

spora jamur disebut blastospora atau sel ragi/sel khamir.


29

Morfologi mikrokopis Candida albicans memperlihatkan

pseudohypae dengan cluster di sekitar blastokonidia bulat

bersepta panjang berukuran 3-7 × 3-14 µm. Jamur membentuk

hifa semu/pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian

blastopora struktur seperti akar yang sangat panjang/rhizoids

dan dapat memasuki saluran kemih melalui uretra (Vivi, 2016).

(1)

(2)

Gambar 2.4 (1) Struktur dinding C. albicans (2) Bentuk mikroskopis C. albicans.

(Sumber : Vivi K.M, 2016)

2.4.5 Etiologi Dan Pathogenesis Candiduria Pada Penderita DM

Infeksi Candida albicans pada penderita Diabetes mellitus

dapat dipengaruhi oleh gejala klins seperti rasa ketidaknyamana,

nyeri/sakit ketika berkemih, rasa gatal di daerah uretra, alergi

dibagian luar uretra dekat anus (bintik kemerahan), dan rasa

panas ketika berkemih (Pujiana, 2010).

Faktor yang dapat mendukung pertumbuhan jamur candida

albicans pada dinding sel saluran kemih bagian bawah yaitu

cebok yang kurang bersih, pemakaian pakaian dalan yang kotor


30

berulang kali, dan pemakaian air yang kurang bersih (Pujiana,

2010).

a. Metode kultur dengan Sabouraud Dextrose Agar (SDA)

(1) (2)

(1)

Pertumbuhan C. albicans dan C. dublinensis pada SDB. (2) Pertumbuhan C.


albicans pada SDA berbentuk krim berwarna putih, licin disertai bau yang
khas

Gambar 2.5 (Sumber : Vivi K. M, 2016)

b. Metode Kultur dengan Potato Dextrose Agar

Metode Potato Dextrose Agar (PDA) menunjukan hasil

terbaik daripada media alternatife, karena PDA merupakan

salah satu media kultur yang paling umum digunakan karena

formulasinya yang sederhana dan merupakan media terbaik

karena kemampuannya dalam mendukung pertumbuhan pada

berbagai jamur (Rizky, dkk., 2016).

Sebanyak 9,75 gram PDA dilarutkan dengan aquades

sebanyak 250 mL, kemudian disterilisasi menggunakan

autoclave pada tekanan 1 atm selama 15 menit. Selanjutnya


31

medium dituang kedalam cawan petri secara aseptis, ditunggu

hingga membeku dan siap untuk digunakan (Rizky, dkk.,

2016).

Kultur murni Candida albicans diambil 1 sengkelit

menggunakan ose bulat. Selanjutnya ose yang berisi Candida

albicans digoreskan pada medium PDA yang telah dibuat.

Medium tersebut diinkubasi selama 2 X 24 jam pada suhu 25-

37⁰C (Rizky, ddk., 2016).

Pada media PDA pertumbuhan Candida albicans memiliki

jumlah populasi koloni sebesar 3,0 X 10 8 CFU/mL dengan ciri

koloni yaitu koloni kecil (lebih besar dari pada media

alternatif), bulat, lembab, putih, dengan tepian halus dan rata

(Cappucino, 2013).

Gambar 2.6. Pertumbuhan Candida albicans pada medium PDA

(Sumber : Vivi, 2016)

c. Metode langsung dengan pewarnaan KOH


32

Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan KOH dapat

berhasil bila jumlah jamur cukup banyak. Keuntungan

pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, dan

terlihat hubungan anatara jumlah den bentuk jamur dengan

reaksi jaringan. Pemeriksaan langsung harus segera

dilakukan setelah bahan klinis diperoleh sebab Candida

albicans berkembang cepat dalam suhu kamar sehingga

dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai dengan

keadaan klinis. Gambaran pseudohyfa pada sediaan

langsung/apus dikonfirmasi melalui pemeriksaan kultur,

merupakan pilihan untuk menegakkan diagnosis pada

pewarnaan KOH (Vivi, 2016).

Gambar 2.7 a) Pseudohifa pada pewarnaan KOH (mata anak panah), b) Budding yeast
cells (anan panah). (Sumber : Vivi, 2016)
33

2.5 Kerangka Teori

Menderita Diabetes
Mellitus

Faktor yang mempengaruhi Patogenesis C.albicans pada


terjadinya DM : penderita DM :

“Tubuh kekurangan sekresi Penderita DM mempunyai gula


insulin (hiperglikemia). ekstra dalam dinding vagina. gula
yang ada di urine tertumpuk pada
vulva sehingga menyediakan
makanan untuk pertumbuhan
jamur. Jamur yang tumbuh naik
menginfeksi saluran kemih.
Identifikasi Candida albicans
pada urine wanita penderita
Diabetes Mellits

Gambar 2.8 Skema kerangka teori

(Sumber : Sri Indrayanti, 2018)

2.6 Kerangka Konsep

Wanita Menderita Diabetes Mellitus


34

Darah Swab Vagina


Urine

Metode kultur

Identifikasi Candida
albicans

Hifa dan spora

Kesimpulan

Gambar 2.9 Skema kerangka konsep

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

2.7 Definisi Operasional

1. Menderita Diabetes Mellitus adalah subjek penelitian, seseorang

dengan penyakit Diabetes dengan tingginya kadar glukosa arah


35

menyebabkan meningkatnya kadar glukosa dalam urine sehingga

mempermudah timbulnya infeksi jamur.

2. Urine adalah sampel penelitian yang diambil pada pagi hari

dengan urine porsi tengah yang ditampung secara aseptis

selanjutnya dilakukan prosedur metode kultur.

3. Metode kultur adalah metode yang digunakan utuk melihat ada

tidaknya spora. Hifa/pseudohifa yang dihasilkan Candida albicans

menggunakan media PDA.

4. Candida albicans adalah objek dari penelitian ini yang merupakan

salah satu jamur penyebab terjadinya penyakit

candiduria/candidiasis urinaria dalam urine.

5. Lama Diabetes mellitus dengan infeksi jamur akan menyebabkan

penderita Diabetes mellitus kemungkinan mengalami kerusakan

jangka panjang, beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,

saraf, jantung, pembuluh darah dan infeksi

2.8 Variabel Penelitian

2.8.1 Variabel Bebas

Urine wanita Diabetes mellitus pada jamur Candida albicans


36

2.8.2 Variabel Terikat

Identifikasi Candida albicans pada urine wanita penderita

Diabetes Mellitus
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Air

Studi literatur

Pengumpulan data

Candida albicans

Analisa

Kesimpulan dan saran

Gambar 3.1 Skema Diagram Air

3.2 Studi Literatur

Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi literatur. Metode

studi literatur adalah serangkaian penelitian yang persiapannya sama

dengan penelitian lainnya akan tetapi sumber dan metode

pengumpulan data dengan mengambil data dipustaka, membaca,

mencatat, dan mengolah bahan penelitian (Embun, 2012).


38

3.3 Pengumpulan Data

Data yang digunakan berasal dari journal, artikel ilmiah,

literature review yang berisikan tentang konsep yang diteliti.

3.4 Analisa

Analisis data secara deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi

jamur Candida alicans pada urin wanita penderita Diabetes Mellitus.


DAFTAR PUSTAKA

Awad N, Langi Y.A, Pandelaki K, 2013. Gambaran Faktor Resiko Pasien


Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik endokrin Bagian/SMF FK-
UNSRAT RSU Prof. Dr. R.D Kandou Manado Periode Mei 2011 –
Oktober 2011. Jurnal e- Biomedik (eBM), Vol. 1 No. 1.
Dinas Kesehatan. 2014. Literatur Urutan Penyakit dan laporan Restra
Dinkes. Ternate : Maluku Utara
Embun, B. (2012, April 17). Banjir Embun. Retrieved from Penelitian
Kepustakaan:http://banjirembun.blogspot.co.id/2012/04/penelitian-
kepustakaan.html.

Endang Lanywati, 2011, Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis,


Yogyakarta: Kasinus
Haryono, Rudy. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.
Yogyakarta : Rapha Publishing.
IDF. 2015. IDF Diabetes Atlas. International Diabetes Federation. Jurnal
International Diabetes Federation. doi:10.1289 image/ehp.v119.io3
Irianto, Koes, 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitology),
Bandung:Alfabeta
Jawetz, 2010. Morfologi Kandidiasis. Jakarta. Rineka Cipta
Joyce. 2013. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik Edisi 6.
Jakarta Egc.
Kauffman CA, Fisher JF, Sobel JD, Newman CA. 2011. Candida urinary
tract infections–diagnosis. Clinical Infectious Diseases 52(Suppl
6):S452–S456
Kemenkes, 2013. Riset kesehatan Dasar : Riskesdas 2013. Jakarta :
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.
Koes Irianto, 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitology),
Bandung:Alfabeta
40

Komariah, Ridhawati Sjam., Kolonisasi Candida dalam Rongga Mulut.


Departemen Parasitologi FK UI. Majalah Kedokteran FK UKI
2012 Vol XXVIII No.1
Kurniawan I, 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Majalah
Kedokteran Indonesia. Vol. 60 No. 12.
Luklukaningsih, Zuyina. 2011. Anatomi Dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Novitasari R, 2012. Diabetes Mellitus Dilengkapi Senam DM. Yogyakarta :
Penerbit Nuha Medika.
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis Cetaka
34. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rendy, M. Clevo. (2012). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Nuha Medika
Sri Indrayanti, Suraini, Melda Afriani. 2018. Gambarann Jamur Candida sp
Dalam Urine Penderita Diabetes Mellitus Di RSUD dr.Rasidin
Padang. Jurnal Kesehatan Perintis vol : 5 Nomor 1 tahun 2018.
Syaifuddin . 2011. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Suryani, I. 2017. Identifikasi Candida albicans Pada Urine Penderita
Diabetes Mellitus Di Puskesmas Kota Kecamatan Ternate Tengah.
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Ternate.
Sutanto, T. 2013. Diabetes, Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Jakarta:
Buku Pintar ISBN.
Susilo. (2012). Diet Diabetes!. Jakarta: Salemba Medika.
Trisnawati S, 2013. Resiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan. 2013; 5(1).
41

Utomo O.M, Azam M, Anggraini D.N, 2012. Pengaruh Senam Terhadap


Kadar Gula Darah Penderita Diabetes. Unnes Journal of Public
Health. 2012; 1(1)
Vivi Keumala Mutiawati. Pemeriksaan Mikrobiologi Candida albicans.
Jurnal Kedpkteran Syiah Kuala Vol 16 Nomor 1 Agustus 2016.
Wijaya, andra saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah 1. Yogyakarta:Nuha Medika.
Komariah, Ridhawati Sjam., Kolonisasi Candida dalam Rongga Mulut.
Departemen Parasitologi FK UI. Majalah Kedokteran FK UKI
2012 Vol XXVIII No.1. Januari – Maret.

Anda mungkin juga menyukai