Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KIMIA KLINIK

“GANGGUAN FUNGSI PANKREAS”

Disusun Oleh:

Kelompok 6 Tingkat 3A

Ermilian Hana Runtuwene (P07234016010)

Fenny Paradina Alydrus (P07234016012)

Husnul Lail (P07234016013)

Istiqomah Nabila Ainun Az Zahra (P07234016014)

Kenny Rizki Jannah (P07234016015)

Monica Pudji Astuti (P07234016017)

Nahria Bili (P07234016020)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR SEMESTER V JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
Rahmat dan Karunia-Nya kami telah menyelesaikan tugas Kimia Klinik dengan
materi “Gangguan Fungsi Pankreas”.

Terimakasih kepada bapak Mustaming, M. Kes dan teman-teman yang


telah turut membantu, membimbing, kerjasama, dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Semoga materi ini dapat bermanfaat menjadi sumbangan pemikiran bagi


pihak yang membutuhkan. Khususnya bagi penulis sehingga tujuannya yang
diharapkan dapat tercapai.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan


imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat
menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah. Aamiin.

Samarinda, 20 Agustus 2018

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii


DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................ 4
D. Manfaat .......................................................................................................................... 5
BAB II................................................................................................................................. 6
A. Anatomi Pankreas .......................................................................................................... 6
B. Fisiologi Pankreas .......................................................................................................... 9
C. Macam – Macam Gangguan Fungsi Pankreas ............................................................. 15
D. Gambaran Hasil Laboratorium pada Gangguan Pankreas ........................................... 23
BAB III ............................................................................................................................. 29
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 29
B. Saran ............................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pankreas merupakan salah satu organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin dan glukagon. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Sebagai salah satu kelenjar endokrin dan juga eksokrin, pankreas memiliki
peranan yang cukup besar terhadap pengaturan sistem hormonal tubuh, maka ketika
fungsi pankreas tidak lagi bekerja dengan baik, baik karena pola makan yang buruk
ataupun kelainan genetik, maka keseimbangan dalam tubuh pun ikut terganggu. Hal ini
dapat menyebabkan berbagai komplikasi penyakit, bahkan dapat menyebabkan
kematian. Maka dari itu kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana keadaan
pankreas secara anatomi fisiologi normalnya serta berbagai macam gangguan fungsi
pancreas dan gambaran hasil pemeriksaan laboratorium.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi pankreas?
2. Bagaimana metabolisme pankreas?
3. Apa saja gangguan fungsi pankreas?
4. Bagaimana gambaran hasil laboratorium terhadap indikasi gangguan fungsi
pankreas?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui anatomi pankreas


2. Untuk mengetahui fisiologi pankreas
3. Untuk mengetahui macam – macam gangguan fungsi pankreas
4. Untuk mengetahui gambaran hasil laboratorium terhadap indikasi gangguan fungsi
pankreas

4
D. Manfaat

1. Mengetahui anatomi pankreas


2. Mengetahui fisiologi pankreas
3. Mengetahui macam – macam gangguan fungsi pankreas
4. Mengetahui gambaran hasil laboratorium terhadap indikasi gangguan fungsi
pankreas
5. Mengetahui dasar – dasar pemeriksaan fungsi pancreas
6. Mengetahui makna hasil pemeriksaan fungsi pankreas

5
BAB II
ISI

A. Anatomi Pankreas

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah
lambung dalam abdomen. Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal
dengan panjang sekitar 12-15 cm (5-6 inchi) dan tebal 2,5 cm (1 inchi).
Pankreas berada di posterior kurvatura mayor lambung. Pankreas terdiri dari
kepala, badan, dan ekor dan biasanya terhubung ke duodenum oleh dua
saluran, yaitu duktus Santorini dan ampula Vateri. (“Anatomi Pankreas dan
Saluran-Salurannya,” 2015).
Pankreas merupakan suatu organ retroperitoneal berupa kelenjar dengan
panjang sekitar 15-20 cm pada manusia. Berat pankreas sekitar 75-100 g pada
dewasa, dan 80-90% terdiri dari jaringan asinar eksokrin. Pankreas terbentang
dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan
oleh dua saluran ke duodenum terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian
kecil kaudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya
lunak dan berlobulus.

Gambar 1.1 Anatomi Pankreas (“Pankreas,” 2013)

6
Gambar 1.2 Anatomi pankreas
(“Pankreas,” 2013) Pankreas dapat dibagi ke
dalam empat bagian :
a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam
bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di
belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan
Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis, merupakan bagian pankreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatic
terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat di
percabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis,berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah.
Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga
d. Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum
lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale.

Pembuluh limfatik pancreas mengikuti pembuluh darah. Sebagian


besar pembuluh darah beerakhir pada nadi lymphatici
pancreaticosplenici, yang terletak disepanjang arteria lienalis.
Beberapa pembulih darah berakhir pada nadi lymphatici pylorici.
Pembuluh eferen dari nodus-nodus tersebut bermuara ke dalam nadi
lymphaciti mesenterici superior atau ke nadi lymphaciti celiaci melalui
nadi lymphaciti hepatici.

Cairan enzim pankreatik dibawa oleh saluran-saluran kecil yang

7
kemudian bersatu membentuk saluran yang lebih besar, dan akhirnya
masuk ke dalam duktus pankreatikus mayor. Duktus tambahan juga
bisa muncul. Duktus pankreatikus mayor bisa muncul dari sisi medial
pankreas dan bergabung dengan duktus koledokus komunis untuk
kemudian menuju ke duodenum.

Dan komponen endokrin pankreas tersebar di seluruh organ berupa


pulau sel endokrin yang disebut insula pancreatica (pulau
Langerhans). Pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas dan
tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat
dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76×175 mm dan
berdiameter 20-300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun
lebih banyak ditemukan di kauda daripada kaput dan korpus pankreas.
Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari
empat macam:
a. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Glukagon
meningkatkan kadar glukosa darah dengan mempercepat
perubahan glikogen, asam amino, dan asam lemak di hepatosit
menjadi glukosa.
b. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Insulin
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
transpor membran glukosa ke dalam hepatosit, otot, dan sel
adiposa.
c. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Hormon ini
menurunkan dan menghambat aktivitas sekretorik sel alfa dan
sel beta melalui pengaruh lokal di dalam insula pankreatika.

d. Sel F, Mensekresi polipeptida pankreas yang


menghambat pembentukan enzim pankreas dan sekresi alkali.
(“Pankreas,” 2013).

8
Gambar 1.3. Bagian pulau Langerhans. (“Anatomi Pankreas dan
Saluran- Salurannya,” 2015)

B. Fisiologi Pankreas

Pankreas memiliki 2 fungsi yaitu :


1. Eksokrin, mensekresi enzim-enzim dan ion-ion yang digunakan untuk
proses pencernaan ke dalam duodenum seperti enzim amilase
pankreas, enzim proteolitik dll
2. Endokrin, terdiri dari pulau-pulau Langerhans yang menghasilkan
beberapa hormone seperti insuli, glukagon, somatosin dan polipeptida
pankreas.
Lihat tabel di bawah
Tipe sel Jumlah Relatif Hormon yg
diproduksi
A (atau α) 25% Glucagon
B (atau β) 70% Insulin
D (atau δ) < 5% Somatostatin
F Sangat kecil Polipeptida pankreas
Tabel 1. Tipe sel dan sekresi dari pulau Langerhans

9
1. Eksokrin
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan
ketiga jenis makanan utama : protein, karbohidrat, dan lemak. Ia juga
mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan
penting dalam menetralkan kimus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke
dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin,
karboksipeptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease. Tiga enzim petama
memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernakan,
sedangkan neklease memecahkan kedua jenis asam nukleat : asam
ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas,
yang menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain
kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim
untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas, yang menghidrolisis
lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase, yang
menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
Enzim-enzim proteolitik waktu disintesis dalam sel-sel pankreas
berada dalam bentuk tidak aktif ; tripsinogen, kimotripsinogen, dan
prokarboksipeptidase, yang semuanya secara enzimtik tidak aktif. Zat-zat
ini hanya menjadi aktif setelah mereka disekresi ke dalam saluran cerna.
Tripsinogen diaktifkan oleh suatu enzim yang dinamakan enterokinase,
yang disekresi oleh mukosa usus ketike kimus mengadakan kontak dengan
mukosa. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh tripsin yang telah
dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi kimotripsin,
dan prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara yang sama.
Penting bagi enzim-enzim proteolitik getah pankreas tidak
diaktifkan sampai mereka disekresi ke dalam usus halus, karena tripsin dan
enzim-enzim lain akan mencernakan pankreas sendiri. Sel-sel yang sama,
yang mensekresi enzim-enzim proteolitik ke dalam asinus pankreas
serentak juga mensekresikan tripsin inhibitor. Zat ini disimpan dalam

10
sitoplasma sl-sel kelenjar sekitar granula-granula enzim, dan mencegah
pengaktifan tripsin di dalam sel sekretoris dan dalam asinus dan duktus
pankreas.
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus
kelenjar pankreas. Namun dua unsur getah pankreas lainnya, air dan ion
bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil
yang terletak di depan asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila
pankreas dirangsang untuk mengsekresi getah pankreas dalam jumlah
besar – yaitu air dan ion bikarbonat dalam jumlah besar – konsentrasi ion
bikarbonat dapat meningkat sampai 145 mEq/liter.
Setiap hari pankreas menghasilkan 1200-1500 ml pancreatic juice,
cairan jernih yang tidak berwarna. Pancreatic juice paling banyak
mengandung air, beberapa garam, sodium bikarbonat, dan enzim-enzim.
Sodium bikarbonat memberi sedikit pH alkalin (7,1-8,2) pada pancreatic
juice sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan
lingkungan yang sesuai bagi enzim-enzim dalam usus halus.
Enzim-enzim dalam pancreatic juice termasuk enzim pencernaan
karbohidrat bernama pankreatik amilase; beberapa enzim pencernaan
protein dinamakan tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase; enzim
pencernaan lemak yang utama dalam tubuh orang dewasa dinamakan
pankreatik lipase; enzim pencernaan asam nukleat dinamakan ribonuklease
dan deoksiribonuklease.
Seperti pepsin yang diproduksikan dalam perut dengan bentuk
inaktifnya atau pepsinogen, begitu pula enzim pencernaan protein dari
pankreas. Hal ini mencegah enzim-enzim dari sel-sel pencernaan pankreas.
Enzim tripsin yang aktif disekresikan dalam bentuk inaktif
dinamakan tripsinogen. Aktivasinya untuk tripsin diselesaikan dalam usus
halus oleh suatu enzim yang disekresikan oleh mukosa usus halus ketika
bubur chyme ini tiba dalam kontak dengan mukosa. Enzim aktivasi
dinamakan enterokinase. Kimotripsin diaktivasi dalam usus halus oleh
tripsin dari bentuk inaktifnya, kimotripsinogen. Karboksipeptidase juga

11
diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin. Bentuk inaktifnya dinamakan
prokarboksipeptidase.
2. Endokrin
Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok
kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah
pulau-pulau kecil/ kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk
organ endokrin.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah :
a. Insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam
amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan
kecil dalam komposisi asam amino molekul dari satu spesies ke
12
spesies lain. Perbedaan ini biasanya tidak cukup besar untuk dapat
mempengaruhi aktivitas biologi suatu insulin pada spesies heterolog
tetapi cukup besar untuk menyebabkan insulin bersifat antigenik.
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian
dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan
dalam granula-granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak
ke dinding sel melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan
membran granula berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin
ke eksterior melalui eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina
basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai
aliran darah.
Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5
menit. Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami
internalisasi. Insulin dirusak dalam endosom yang terbentuk melalui
proses endositosis. Enzim utama yang berperan adalah insulin
protease, suatu enzim di membran sel yang mengalami internalisasi
bersama insulin.
Efek insulin pada berbagai jaringan:
1) Jaringan Adiposa

12
 Meningkatkan masuknya glukosa
 Meningkatkan sintesis asam lemak
 Meningkatkan sintesis gliserol fospat
 Menungkatkan pengendapan trigliserida
 Mengaktifkan lipoprotein lipase
 Menghambat lipase peka hormone
 Meningkatkan ambilan K+
2) Otot
 Meningkatkan masuknya glukosa
 Meningkatkan sintesis glikogen
 Meningkatkan ambilan asam amino
 Meningkatkan sintesis protein di ribosom
 Menurunkan katabolisme protein
 Menurunkan pelepasanasam-asam amino
glukoneogenik
 Meningkatkan ambilan keton
 Meningkatkan ambilan K+
3) Hati
 Menurunkan ketogenesis
 Meningkatkan sintesis protein
 Meningkatkan sintesis lemak
 Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan
glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glukosa
b. Glukagon
Molekul glukagon adalah polipeptida rantai lurus yang
mengandung 29n residu asam amino dan memiliki molekul 3485.
Glukagon merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip
aktivitas fisiologis meningkatkan kadar glukosa darah. Glukagon
melakukan hal ini dengan mempercepat konversi dari glikogen dalam
hati dari nutrisi-nutrisi lain, seperti asam amino, gliserol, dan asam
laktat, menjadi glukosa (glukoneogenesis). Kemudian hati

13
mengeluarkan glukosa ke dalam darah, dan kadar gula darah
meningkat.
Sekresi dari glukagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula
darah melalui sistem feed-back negative. Ketika kadar gula darah
menurun sampai di bawah normal, sensor-sensor kimia dalam sel-sel
alfa dari pulau Langerhans merangsang sel-sel untuk mensekresikan
glukagon. Ketika gula darah meningkat, tidak lama lagi sel-sel akan
dirangsang dan produksinya diperlambat.
Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal dan
sel-sel alfa mensekresikan glukagon secara berkelanjutan,
hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) bisa terjadi. Olahraga dan
konsumsi makanan yang mengandung protein bisa meningkatkan
kadar asam amino darah juga menyebabkan peningkatan sekresi
glukagon. Sekresi glukagon dihambat oleh GHIH (somatostatin).
Glukagon kehilangan aktivitas biologiknya apabila diperfusi
14
melewati hati atau apabila diinkubasi dengan ekstrak hati, ginjal atau
otot. Glukagon juga diinaktifkan oleh inkubasi dengan darah.
Indikasinya ialah bahwa glukagon dihancurkan oleh sistem enzim yang
sama dengan sistem yang menghancurkan insulin dan protein-protein
lain.

14
Gambar 2.1 Regulasi Insulin dan Glukagon
c. Somatostatin
Somatostatin dijumpai di sel D pulau langerhans pankreas.
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida
pankreas dan mungkin bekerja lokal di dalam pulau-pulau pankreas.
Penderita tumor pankreas somatostatin mengalami hiperglikemia dan
gejala-gejala diabetes lain yang menghilang setelah tumor diangkat.
Para pasien tersebut juga mengalami dispepsia akibat lambatnya
pengosongan lambung dan penurunan sekresi asam lambung, dan batu
empedu, yang tercetus oleh penurunan kontraksi kandung empedu.
Sekresi somatostatin pankreas meningkat oleh beberapa
rangsangan yang juga merangsang sekresi insulin, yakni glukosa dan
asam amino, terutama arginin dan leusin. Sekresi juga ditingkatkan
oleh CCK. Somatostatin dikeluarkan dari pankreas dan saluran cerna
ke dalam darah perifer.
d. Polipeptida pancreas
15
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear
yang dibentuk oleh sel F pulau langerhans. Hormon ini berkaitan erat
dengan polipeptida YY (PYY), yang ditemukan di usus dan mungkin
hormon saluran cerna; dan neuropeptida Y, yang ditemukan di otak
dan sistem saraf otonom.
Sekresi polipeptida ini meningkat oleh makanan yang mengandung
protein, puasa, olahraga, dan hipoglikemia akut. Sekresinya menurun
oleh somatostatin dan glukosa intravena. Pemberian infus leusin,
arginin, dan alanin tidak mempengaruhinya, sehingga efek stimulasi
makanan berprotein mungkin diperantarai secara tidak langsung. Pada
manusia, polipeptida pankreas memperlambat penyerapan makanan,
dan hormon ini mungkin memperkecil fluktuasi dalam penyerapan.
Namun, fungsi faal sebenarnya masih belum diketahui.
C. Macam – Macam Gangguan Fungsi Pankreas

1. Pankreatitis

15
Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang
identik menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya
sebagai kelenjar eksokrin, (meskipun pada akhirnya fungsi sebagai
kelenjar endokrin juga terganggu akibat kerusakan organ
pankreas). The Second International Symposium on The
Classification of Pancreatitis, (Marseille,1980) membuat
klasifikasi sebagai berikut:
a. Pankreatitis akut
Pankreatitis akut adalah pengerusakan pancreas olen enzim
secara mendadak dan difus, yang diduga di sebabkan oleh enzim-
enzim pancreas yang bersifat litik aktif kedalam parenkim
kelenjar ini. Diduga bahwa ada kebocoran yang menyebabkan zat
toksik masuk kedalam darah, rongga peritoneum, atau keduanya
sehingga mengakibatkan renjatan, kolaps, sirkulasi bahkan
kematian (Ranson, 1980).
Panreatitis akut terjadi kira-kira pada satu diantara setiap
500 hingga 600 penderita yang masuk rumah sakit. Penyakit ini
paling sering di jumpai pada usisa setengah baya dan sering kali
dikaitkan dengan penyakit saluran empedu dan alkoholisme.
Pankreatitis yang berkaitan dengan penyakit saluran empedu
lebih sering terjadi pada wanita, yang berhubungan dengan
alkoholisme lebih sering dijumpai pada laki-laki.

Pankreatitis akut yang dihubungkan dengan batu empedu


menyebabkan mortalitas yang bermakna, tetapi prognosisnya baik
kalau serangan-serangan berikutnya dapat dihindarkan dengan
tindakan bedah. Pankreatitis alkoholik menyebabkan mortalitas
yang lebih rendah tetapi saying sekali indeks kekambuhan
serangan kaut atau progresinya kearah pankreatitis kronik cukup
tinggi. Mortalitas pankreatitis akut secara keseluruhan adalah
sekitar 10 %.

16
Penyebab lain pankreatitis akut yang sering adalah trauma.,
perluasan radang dari tukak peptic atau infeksi abdomen di
dekatnya, infeksi bacterial yang disebabkan lewat darah, infeksi-
infeksi virus, seperti parotitis, thrombosis dan emboli vaskuler,
polyarteritis nodosa, hipotermia, obat-obat tertentu,
hyperlipoproteinemia, hiperparatiroidi, dan keadaan-keadaan
hiperkalsemia.

Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti


di dalam kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor
dari enzim digestif) dalam sel-sel sekretor pankreas (asinar),
sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan sel asini pankreas
dapat terjadi karena beberapa sebab:

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering


obstruksi adalah batu empedu kecil (microlithiasis) yang
terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug
protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada
kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol,
2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan
mengaktivasi enzim pankreas. Hormon CCK terstimulasi
akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia)
dapat juga karena alkohol,
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim
pankreas. Keadaan ini dapat terjadi pada prosedur operatif
atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas.
Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan
pelepasan enzim pankreas, yang selanjutnya akan merangsang
sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel, dsb)
untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet
activating factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF-,
IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular adhesive molecules

17
(ICAM 1) dan vascular adhesive molecules (VCAM) sehingga
menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya
sistem komplemen dan ketidakseimbangan sistem trombo-
fibrinolitik. Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya
gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan
nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi
lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital
lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun
sistemik.
Dengan kata lain pankreatitis akut dimulai oleh adanya
keadian yang menginisiasi luka kemudian diikuti kejadian
selanjutnya memperberat luka. Secara ringkas progresi
pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu:
1. inflamasi lokal pankreas,

2. peradangan sistemik (systemic inflammatory response


syndrome [SIRS]),

3. disfungsi multi organ (multiorgan dysfunctions [MODS]).

Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons


inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin
proinflammatory dan antiinflammatory, dan ada tidaknya
infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan dimana
sitokin proinflammatory lebih dominan daripada sitokin
antiinflammatory (IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra) dan
soluble TNF receptor (sTNFR) keadaan yang terjadi adalah
pankreatitis akut berat.

b. Pankreatitis Kronis

Pankreatitis kronis adalah suatu proses destruktif


peradangan pankreas yang sering ditandai dengan kambuh-
ulang pankreatitis akut tipe ringan atau sub klinis. Pulau-pulau

18
mendapat perlindungan secara sensitif. Penyakit ini terjadi pada
tipe pasien sama seperti halnya mereka yang mengandung
resiko menderita pankreatitis akut, khususnya pasien-pasien
yang minum alkohol berlebihan atau pasien dengan penyakit
saluran empedu. Etiologi pastinya tidak jelas. Meskipun bukan
merupakan penyakit yang serong terkjadi, pankreatitis kronis
penting karena dapat menyebabkan nyeri yang menusuk dan
berakhir dengan insufisiensi pankreas dan sindrom malabsorbsi
(Sarles, 1974, Strum dan Spiro, 1971).

Patogenesis pankreatitis kronis tidak jelas. Karena sekresi


lipase dan enzim-enzim proteolitik menurun, terdapat gangguan
pencernaan lemak dan protein secara progresif dengan
peningkatan jumlah lemak dan nitrogen protein di dalam tinja (
Balart dan Ferrasle, 1982 ). Azotore dan steatore baru timbul
setelah terjadi penurunan sekresi lipase dan tripsin pankreas
sebesar 90% ( Di Magno, 1979 ). Intoleransi glukosa dengan
diabetes mellitus yang bergantung pada insulin merupakan
manifestasi lanjut.

2. Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang ditandai oleh


defisiensi insulin relatif atau absolut, yang menyebabkan
intoleransi glukosa. Penyakit ini diderita oleh 4 sampai 5 juta
orang di USA ( sekitar 2% populasi ).

Diabetes mellitus disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau


absolut. Pada diabetes primer ( 95% kasus ), tidak terdapat proses
penyakit yang mendasari defisiensi insulin. Terdapat dua tipe
diabetes primer, yaitu tipe I dan II. Sisa 5% kasus diabetes
sekunder yang terjadi karena kerusakan pankreas atau kenaikan
kadar hormon yang bekerja antagonis terhadap insulin.

19
Pada diabetes primer tipe I terdapat defisiensi insulin absolut,
demikian pula pada diabetes sekunder karena kerusakan pankreas.
Pada diabetes primer tipe II – dan pada peningkatan kadar hormon
antagonis – defisiensi insulin bersifat relatif, dan kadar insulin
serum biasanya normal atau mungkin bahkan meningkat.

a. Diabetes mellitus tipe I : Diabetes mellitus tipe I ( diabetes


mellitus bergantung – insulin, IDDM ) disebabkan oleh
kerusakan sel beta pankreas. Kadar insulin plasma sangat
rendah, dan terjadi ketoasidosis jika pasien tidak mendapat
insulin exogen. Terkadang, pada stadium awal diabetes tipe I
masih terdapat insulin yang cukup untuk mencegah
ketoasidosis dan penderita tidak bergantung insulin ( kadang
dikenal sebagai “diabetes tipe I dalam evolusi” ). Penyakit ini
mengenai pasien muda (diabetes melitus awitan juvenile).
Paling sering berumur kurang dari 30 tahun, dan terdapat
hubungan bermakna dengan HLA-BS, -B15, -DR3, dan DR4
Lokus HLA-D berkaitan erat dengan gen yang menimbulkan
peningkatan kerentanan terhadap diabetes tipe I. 95% pasien
diabetes tipe I mengekpresikan keadaan DR3, DR4 atau
heterozigot DR3/DR4.

Peningkatan kerentanan juga dikaitkan dengan (1)


Ketiadaan asam aspartat pada posisi 57 rantai DQ, dan (2)
Keberadaan alel DQw5. Predisposisi genetik terhadap diabetes
tipe 1 terlihat dari riwayat diabetes pada sekitar 20% kerabat
derajat pertama-tidak sekuat pada diabetes tipe II.

b. Diabetes melitus tipe II : Etiologi diabetes melitus tipe II ( yang


tidak bergantung insulin ) bahkan lebih sedikit yang dimengerti.
Dua faktor yang telah diidentifikasi :

1. Gangguan pelepasan insulin – sekresi basal insulin


seringkali normal, tetapi pelepasan cepat setelah makan

20
sangat terganggu sehingga terjadi kegagalan pengolahan
muatan karbohidrat. Sekresi insulin fase lambat juga
normal pada stadium awal, tetapi teganggu pada stadium
lanjut. Namun , masih ada insulin yang bertahan pada
kadar tertentu dalam sebagian besar pasien sehingga
kelainan metabolisme glukosa terbatas, dan ketoasidosis
jarang terjadi. Pada pasien-pasien ini sekresi insulin dapat
dirangsang dengan obat-obatan, seperti sulfonil urea dan
oleh karena itu, insulin eksogen tidak penting pada terapi.
Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe II mulai
menderita penyakit ini pada usia dewasa ( adult onset
diabetes ). Suatu sub grup diabetes tipe II dimulai pada
usia muda (maturity – onset diabetes of the young, MODY
). Pasien ini memiliki pola pewarisan gen tunggal
autosomal dominan.

Diperkirakan bahwa pewarisan pola sekresi insulin yang


cacat menyebabkan kecenderungan diabetes pada
keluarga. Mekanisme pewarisan ini sangat rumit dan
mungkin melibatkan gen-gen multiple, kecuali pada
MODY. Faktor genetik sangat kuat pada pasien diabetes
tipe II, dengan riwayat diabetes pada sekitar 50 persen
kerabat derajat pertama.

2. Resistensi insulin – kecacatan pada respons jaringan


terhadap insulin dipercaya berperan penting. Fenomena ini
disebut “resistensi insulin” dan disebabkan oleh kecacatan
insulin oleh sel target.

Resistensi insulin terjadi pada keadaan hamil dan


obesitas. Pada orang normla yang hamil atau obesitas, sel
B meningkatkan sekresi insulin sebagai kompensasi.
Pasien yang memiliki kerentanan genetik terhadap

21
diabetes tak dapat berkompensasi karena cacat warisan
pada sekresi insulin. Jadi,diabetes tipe II sering dipicu
oleh diabets dan kehamilan.

Pada beberapa pasien dengan resistensi insulin yang


ekstrem, antibodi terhadap reseptor insulin ditemukan di
dalam plasma. Antibodi ini sebagian besar berupa IgG
dan kerjanya dapat analog dengan antibodi reseptor anti
asetilkolin pada miastenia gravis. Pengurangan jumlah
reseptor insulin, kerusakan ikatan antara insulin dan
reseptor, dan kelainan pada proses selular setelah
terjadinya ikatan juga dipostulasikan sebagai penyebab
resistensi insulin.

Perhatikan bahwa bentuk lain “resistensi insulin” dapat


terjadi setelah pengobatan insulin, yang disebabkan oleh
adanya antibodi terhadap reparat insulin sapi atau babi.
Tipe “resisteni insulin” ini merujuk pada kebutuhan
peningkatan dosis insulin untuk mengendalikan diabetes
pada pasien yang diobati dengan insulin eksogen.

Perubahan patologi pulau Langerhanss pada diabetes melitus


bervariasi antar pasien, dan tidak spesifik untuk diabetes. Pada
diabetes tipe I, sering terdapat sebukan limfosit pada pulau
Langerhans pada fase awal diikuti pengurangan jumlah dan ukuran
pulau Langerhans karena kerusakan prograsif sel-sel B.

Perubahan pada diabetes tipe II seringkali minimal pada stadium


awal. Pada stadium lanjut, mungkin ditemukan fibrosis dan
deposisi amiloid pada pulau Langerhans pada diabetes, amiloid
timbul sebagai bagian dari presipitasi insulin. Perubahan serupa
pada pulau Langerhans kadang-kadang juga terjadi pada pasien
lanjut usia yang tidak menderita diabetes dan bukan merupakan
ciri diagnostik diabetes.

22
Gejala klasik diabetes melitus disebabkan kelainan metabolisme
glukosa. Kurangnya aktivitas insulin menyebabkan kegagalan
pemindahan glukosa dari plasmake dalam sel (“kelaparan pada
saat kelimpahan”). Tubuh berespons seakan dalam keadaan puasa
dengan stimulasi glikogenolisis, glukoneogenesis, dan lipolisis
yang menghasilkan badan keton.

Glukosa yang diserap ketika makan tidak dimetabolisme dengan


kecepatan normal sehingga terkumpul di dalam darah
(hiperglikemia) dan dieksresi ke dalam urine (glikosuria). Glukosa
di dalam urine menyebabkan diuresis osmotik sehingga
meningkatkan produksi urine (poliuria).

Kehilangan cairan dan hiperglikemia meningkatkan osmotiaritas


plasma, yang merangsang pusat rasa haus(polidipsia). Stimulasi
penguraian protein untuk menyediakan asam amino bagi
glukoneogenesis menyebabkan pengecilan otot dan penurunan
berat badan. Gejal kalsik hanya terjadi pada penderita defisiensi
insulin berat (paling sering pada diabetes tipe I).

Banyak pasien diabetes tipe II tidak menunjukkan gejala-gejala


ini dan yang tampak adalah salah satu komplikasi diabetes.
D. Gambaran Hasil Laboratorium pada Gangguan Pankreas

1. Pankreatitis

a) Akut

Dalam beberapa jam saja terjadi lonjakan kadar amilase serum,


sering hingga 10-20 kali batas atas nilai normal; kadar amilase kembali
normal dalam 2-3 hari. Kadar lipas serum kemudian menyusul naik
biasanya setelah 72 jam. Pada kasus berat, ditemukan hipokalsemia yang
menunjukkan prognosis yang buruk. Glikosuria sesaat akibat
terganggunya fungsi pulau-pulau Langerhans terjadi dalam fase akut

23
pada sekitar 10% kasus. Diabetes melitus permanen hampir tak pernah
terjadi setelah satu kali serangan pankreatitis akut.

Uji Laboratorium Nilai Faktor - Faktor Patofisiologi

Bilirubin total ↑ Pankreas yang bengkak dapat menyebabkan


ikterus obstruktif; batu empedu

Kalsium total ↑ Kalau pankreatitis ada hubungannya dengan


hiperparatiroid

↓ Dihubungkan dengan penurunan albumin


maupun kemungkinan hiperpartiroid,
meningkatnya tirokalsitonin, dan ikatannya
dengan asam-asam lemak di rongga
peritonial

Kolesterol ↑ Ada hubungan dengan penyakit hati yang


timbul bersamaan; serum yang keruh dengan
meningkatnya trigliserida

↓ Pada sekitar 40% pasien saat permulaan


masuk rumah sakit

Kreatinin fosfokinase ↑ Pada penyakit yang lebih berat atau


berlangsung lama, tetapi nilai diagnostiknya
kecil

Kreatinin ↑ Pada sekitar 40% pasien pada saat


permulaan masuk rumah sakit

Glukosa ↑ Sering ditemukan ada hubungan terkenanya


sel pulau dan stres

Protein Albumin ↓ Ada hubungannya dengan kehilangan ke

24
dalam rongga peritoneum; sintesis dapat
menurun karena penyakit hati yang timbul
bersamaan

Asam Urat ↑ Dari jaringan nekrotik pankreas

25
Tabel 2.1 Hasil-hasil Uji Laboratorium Umum pada Pankreatitis Akut

b) Kronis

Diagnosis pankreatitis kronis dibuat berdasarkan klinis. Tidak ada


uji laboratorium spesifik, tetapi temuan klasifikasi pada foto sinar X
menunjang diagnosis. Pada penyakit kronis, sisa jaringan pankreas yang
masih berfungsi mungkin tak cukup untuk meningkatkan kadar serum
amilase.

Uji Laboratorium Nilai Faktor - Faktor Patofisiologi

Bilirubin total ↑ Sesuai dengan penyakit hati

Kalsium total ↓ Ada hubungannya dengan menurunnya


albumin, malabsorpsi atau keduanya

Kolesterol ↑ Pada beberapa kasus

Glukosa ↑ Ada hubungannya dengan stress, kerusakan


sel pulau atau keduanya

Protein Albumin ↓ Sekitar 25% pasien pada saat awal masuk


rumah sakit, mungkin ada hubungannya
dengan penyakit hati

Tabel 2.2. Hasil-hasil Uji Laboratorium Umum pada Pankreatitis


Kronis

2. Diabetes Melitus

Diagnosis diabetes melitus yang paling pasti adalah bila terdapat


hiperglikemia pada keadaan puasa. Keadaan ini didefinisikan sebagai
kadar glukosa plasma > 7,8 mmol/L (>140 mg/dL) yang ditemukan
sedikitnya pada dua kali kesempatan setelah puasa semalam.

26
Pada kasus ringan, pasien menunjukkan kadar glukosa puasa pada
kisaran normal, dan kelainan terbatas pada gangguan penanganan beban
glukosa seperti yang dinilai pada uji toleransi glukosa oral 75g.
Diagnosis dengan tes ini ditegakkan bila kadar glukosa plasma > 11,1
mmol/l, (>200 mg/Dl) setelah dua jam dan >11,1 mmol/L, (>200 mg/dl)
pada sedikitnya satu kesempatan lain di antara 2 jam ini. Bila uji toleransi
glukosa negatif, diabetes disingkirkan. Penilaian uji yang positif harus
memperhitungkan kemungkinan positif palsu akibat epinefrin yang
dilepas karena stres yang terkait dengan uji ini.

Pasien dengan kadar glukosa plasma pada saat 2 jam berkisar


antara 7,8 dan 11,1 mmol/L (140-200 mg/ dl) dan satu nilai lain yang
>11,1 mmol/l (>200 mg/dl) di antara 2 jam ini, didiagnosis sebagai
gangguan toleransi glukosa. Sepuluh hingga 25% pasien dengan
gangguan toleransi glukosa akan berkembang menjadi diabetes yang
nyata.

Adanya glukosuria tidak bermakna pada diagnosis awal diabetes


karena terdapat banyak penyebab lain glukosuria selain diabetes tes.

Semua uji diatas memberikan informasi mengenai metabolisme


glukosa pasien hanya pada saat itu. Untuk memperkirakan derjat
pengendalian diabetes jangka panjang dipakai perkiraan kadar
Hemoglobin terglikolisasi (HbA1c) di dalam darah. Kadar HbA1c
bergantung pada kadar glukosa serum dan meningkat pada diabetes yang
tidak terkontrol. HbA1c sekali terbentuk, tetap berada di dalam eritrosit
selama 120 hari umur sel ; jadi, kadar HbA1c mengindikasikan
penigkatan kadar glukosa darah 2-3 bulan terakhir. HbA1c normal adalah
sekitar 4% hemoglobin total.

Tipe I Tipe II

Insidensi 15% 85%

27
Keperluan insulin pada Hampir selalu Kadang-kadang
pengobatan

Umur Di bawah 20 Di atas 40

Hubungan dengan Tak ada Ada


obesitas

Predisposisi genetik Lemah Kuat

Hubungannya dengan Ada, DR3, DR4 Tidak ada


sistem HLA

Intoleransi glukosa Berat Ringan

Ketoasidosis Sering Jarang

Koma hiperosmolar Jarang Sering

Jumlah sel B dalam pulau Berkurang Bervariasi


Langerhans

Kadar insulin serum Berkurang Normal atau tinggi

Gejala klasik poliuria, Sering Jarang


polidipsia, haus,
kehilangan berat badan

Penyebab dasar Destruksi sel B oleh Peningkatan resistensi


virus atau imun terhadap insulin

Tabel 2.3 Perbandingan Tipe Diabetes Melitus Primer

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pankreas merupakan suatu organ retroperitoneal berupa kelenjar
dengan panjang sekitar 15-20 cm pada manusia. Pankreas memiliki 2
fungsi yaitu Eksokrin dan Endokrin. Macam - macam gangguan pankreas
diantaranya pankreatitis akut, pankreatitis kronis, diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2.
B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,


kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat di pertanggungjawabkan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Banjarnahor Eka dan Wangko Sunny. 2012. Jurnal Biomedik Sel Beta Pankreas
Sintesis dan Sekresi Insulin. Manado: Universitas Sam Ratulangi

Baron, D.N. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi Ketiga. Jakarta: EGC

Chandrasoma, Parakrama dan Olive R. Taylor. 2005. Patologi Anatomi. Jakarta:


EGC

M. D, Carl E. Speicher dan Jack W. Smith. 1996. Pemilihan Uji Laboratorium


yang Efektif. Jakarta: EGC

Moore, Keith L dkk. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Edisi Kelima Jilid 1.
Jakarta: Erlangga

30

Anda mungkin juga menyukai