PENDAHULUAN
1
membahas tentang pemeriksaan pada fungsi ginjal yang mencakup ureum,
BUN, kreatinin, klirens kreatinin, dan asam urat
I.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
tubulus kontortus distalis dan duktus kolektivus, sehingga reabsorpsi
meningkat dan urin menjadi lebih pekat. Pada keadaan haus, ADH akan
disekresikan untuk meningkatkan reabsorpsi air. Pada keadaan dehidrasi,
tubulus ginjal akan memaksimalkan reabsorpsi air sehingga dihasilkan
sedikit urin dan sangat pekat dengan osmolalitas mencapai 1200 mOsmol/L.
Pada keadaan cairan berlebihan akan dihasilkan banyak urin dan encer
dengan osmolalitas menurun sampai dengan 50 mOsmol/L.
c. Pengaturan Keseimbangan Elektrolit
Beberapa elektrolit yang diatur keseimbangannya antara lain natrium,
kalium, klorida, fosfat, kalsium, dan magnesium.
d. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Setiap hari banyak diproduksi sisa metabolisme tubuh bersifat asam
seperti asam karbonat, asam laktat, keton, dan lainnya harus
diekskresikan.Ginjal mengatur keseimbangan asam basa melalui
pengaturan ion bikarbonat, dan pembuangan sisa metabolisme yang
bersifat asam.
e. Fungsi Endokrin
Ginjal juga berfungsi sebagai organ endokrin. Ginjal mensintesis renin,
eritropoietin, 1,25 dihydroxy vitamin D3, dan prostaglandin.
4
Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis gagal ginjal akut.
Klirens ureum merupakan indikator yang kurang baik karena sebagian besar
dipengaruhi diet. Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi fungsi ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen,
menilai progresivitas penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisis. Kadar urea
nitrogen dapat dikonversi menjadi ureum perhitungan perkalian 2,14 yang melalui
persamaan :
Metabolisme Ureum
Gugusan amino dilepas dari asam amino bila asam amino itu didaur ulang
menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh,
Aminotransferase (transaminase ) yang ada diberbagai jaringan mengkatalisis
pertukaran gugusan amino antara senyawa senyawa yang ikut serta dalam reaksi-
reaksi sintesis. Deaminasi oksidatif memisahkangugusan amino dari molekul
aslinya dan gugusan amino yang dilepaskan itu diubah menjadi amonia. Amonia
diantar ke hati dan dirubah menjadi reaksi - reaksi bersambung. Hampir seluruh
urea dibentuk didalam hati , dari katabolisme asam - asam amino dan merupakan
produk ekskresi metabolisme protein yang utama. Konsentrasi urea dalam plasma
darah terutama menggambarkan keseimbangan antara pembentukan urea dan
katabolisme protein serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea dimetabolisme
lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar ureum
serum, yang sering digunakan adalah metode enzimatik. Enzim urease
menghidrolisis ureum dalam sampel menghasilkan ion ammonium yang kemudian
diukur. Ada metode yang menggunakan dua enzim, yaitu enzim urease dan
glutamat dehidrogenase. Jumlah nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) yang
berkurang akan diukur pada panjang gelombang 340nm. Beberapa metode yang
digunakan untuk mengukur ureum antara lain dapat dilihat pada tabel 1. Ureum
dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum, ataupun urin. Jika bahan
plasma harus menghindari penggunaan antikoagulan natrium citrate dan natrium
5
fluoride, hal ini disebabkan karena citrate dan fluoride menghambat urease.
Ureum urin dapat dengan mudah terkontaminasi bakteri. Hal ini dapat diatasi
dengan menyimpan sampel di dalam refrigerator sebelum diperiksa. Peningkatan
ureum dalam darah disebut azotemia. Kondisi gagal ginjal yang ditandai dengan
kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah uremia. Keadaan ini
dapat berbahaya dan memerlukan hemodialisis atau tranplantasi ginjal.
Pengukuran kadar ureum juga dapat dilakukan menggunakan
perbandingan ureum/kreatinin. Nilai perbandingan normal berkisar antara 10:1
sampai dengan 20:1. Pada gangguan pra-renal ureum plasma cenderung
meningkat sedangkan kadar kreatinin plasma normal, sehingga perbandingan
ureum/kreatinin meningkat. Peningkatan perbandingan ureum/kreatinin dengan
peningkatan kadar kreatinin plasma dapat terjadi pada gangguan pasca-renal.
Penurunan perbandingan ureum/kreatinin terjadi pada kondisi penurunan produksi
ureum seperti asupan protein rendah, nekrosis tubuler, dan penyakit hati berat.
6
Tabel 3. Keadaan yang Mempengaruhi Ureum
Metode Pemeriksaan
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma
heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau
7
bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis.Centrifus darah kemudian
pisahkan serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk
puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk
mengurangi pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri
menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas
reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease
yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan
sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan
sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea,
sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi
BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Nialai Rujukan
Tinjauan Klinis
a. Urea Plasma Yang Tinggi (Azotemia)
Peningkatan ureum dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu
pra-renal, renal, dan pasca-renal. Azotemia pra-renal adalah keadaan
peningkatan kadar ureum yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke
ginjal. Berkurangnya darah di ginjal membuat ureum makin sedikit difi
ltrasi. Beberapa faktor penyebabnya yaitu penyakit jantung kongestif,
syok, perdarahan, dehidrasi, dan faktor lain yang menurunkan aliran darah
ginjal. Peningkatan ureum darah juga terjadi pada keadaan demam, diet
tinggi protein, terapi kortikosteroid, perdarahan gastrointestinal karena
peningkatan katabolisme protein. Penurunan fungsi ginjal juga
meningkatkan kadar urea plasma karena ekskresi urea dalam urin
8
menurun. Hal ini dapat terjadi pada gagal ginjal akut atau pun kronis,
glomerulonefritis, nekrosis tubuler, dan penyakit ginjal lainnya. Azotemia
pasca-renal ditemukan pada obstruksi aliran urin akibat batu ginjal, tumor
vesika urinaria, hiperplasia prostat, dan juga pada infeksi traktus urinarius
berat.
Urea plasma yang tinggi merupakan salah satu gambaran abnormal
yang utama dan penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut :
- Peningkatan katabolisme protein jaringan disertai dengan
keseimbangan nitrogen yang negatif. Misalnya terjadi demam,
penyakit yang menyebabkan atrofi, tirotoksikosis, koma diabetika
atau setelah trauma ataupun operasi besar. Karena sering kasus
peningkatan katabolisme protein kecil, dan tidak ada kerusakan
ginjal primer atau sekunder, maka ekskresi ke urin akan membuang
kelebihan urea dan tidak ada kenaikan bermakna dalam urea plasma.
- Pemecahan protein darah yang berlebihan Pada leukemia, pelepasan
protein lekosit menyokong urea plasma yang tinggi.
- Pengurangan ekskresi urea Merupakan penyebab utama dan
terpenting serta bisa prerenal, renal atau postrenal. Penurunan
tekanan darah perifer (seperti pada syok) atau bendungan vena
(seperti pada payah jantung kongestif) atau volume plasma yang
rendah dan hemokonsentrasi ( eperti pada deplesi natrium oleh sebab
apapun termasuk penyakit Addison), mengurangi aliran plasma
ginjal . Filtrasi glomerulus untuk urea turun dan terdapat
peningkatan urea plasma, pada kasus yang ringan, bila tak ada
kerusakan struktur ginjal yang permanen, maka urea plasma akan
kembali normal bila keadaan prerenal dipulihkan ke yang normal.
- Penyakit ginjal yang disertai dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus yang menyebabkan urea plasma menjadi tinggi.
- Obstruksi saluran keluar urin misalnya kelenjar prostat yang
membesar menyebabkan urea plasma menjadi tinggi.
b. Urea plasma yang rendah ( Uremia )
Uremia kadang-kadang terlihat pada akhir kehamilan, bisa karena
peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke foetus atau karena
retensi air.Pada nekrosis hepatik akuta, sering urea plasma rendah
9
karena asam-asam amino tak dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis
hepatis, urea plasma yang rendah sebagian disebabkan oleh
pengurangan sintesa sebagian karena retensi air, urea plasma yang
rendah disebabkan oleh kecepatan anabolisme protein yang tinggi, bisa
timbul selama pengobatan dengan androgen yang intensif misalnya
untuk karsinoma payudara, juga pada malnutrisi protein jangkapanjang.
10
kreatinin serum sudah banyak digunakan untuk mengukur fungsi ginjal melalui
pengukuran glomerulus fi ltration rate (GFR).
Peningkatan kadar kreatinin serum antara 1,22,5 mg/ dL berkorelasi
positif terhadap tingkat kematian pasien yang diteliti selama 96 bulan. Pada
beberapa penelitian mengevaluasi adanya hubungan positif antara penyakit
kardiovaskuler dengan peningkatan kadar kreatinin serum. Pasien dengan nilai
kreatinin 1,5 mg/dL atau memiliki faktor risiko dua kali lebih besar dibandingkan
pasien dengan nilai kreatinin kurang dari 1,5 mg/dL untuk mengalami gangguan
kardiovaskuler. Kadar kreatinin berada dalam keadaan relatif konstan, sehingga
menjadikannya sebagai penanda fi ltrasi ginjal yang baik. Kadar kreatinin yang
dipergunakan dalam persamaan perhitungan memberikan pengukuran fungsi
ginjal yang lebih baik, karena pengukuran klirens kreatinin memberikan informasi
mengenai GFR.
Metabolisme Kreatinin
Kreatinin adalah anhidrida dari kreatin, ia dibentuk sebagian besar dalam
otot dengan pembuangan air dari kreatinfosfat secara tak reversibel dan non
enzimatik. Kreatinin bebas terdapat dalam darah dan urin.Pembentukan kreatinin
rupanya adalah langkah permulaan yang diperlukan untuk ekskresi sebagian besar
kreatinin.
11
f. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada
orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita.
Metode Pemeriksaan
Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah
adalah :
a. Jaffereaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan
asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga.Menggunakan alat
photometer.
b. Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan
sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
c. EnzimatikDarah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan
12
enzim membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah Jaffe Reaction ,
dimana metode ini bisa menggunakan serum atau plasma yang telah
dideproteinasi dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan
dan kekurangan, salah satunya adalah untuk deproteinasi cukup banyak memakan
waktu yaitu sekitar 30 menit, sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan
waktu yang relatif singkat yaitu antara 2-3 menit.( pedoman kerja reagen
diagnostik ST. Reagen / Rajawali Nusindo diagnostik).
13
Keterangan
Ccr : klirens kreatinin
Ucr : kreatinin urin
Vur : volume urin dalam 24 jam
Pcr : kadar kreatinin serum
1,73/A : faktor luas permukaan tubuh
A : luas permukaan tubuh yang diukur dengan menggunakan tinggi dan berat
tubuh.
( 140Usia ) X weig h t ( kg )
GFR mL /min x (0,85 pada perempuan)
mg
72 X Scr ( )
dL
14
persamaan untuk mengukur GFR dengan meliputi empat variabel, yaitu kreatinin
plasma, usia, jenis kelamin, dan ras. Persamaan MDRD digunakan untuk
mengukur estimated glomerular fi ltration rate (eGFR), yaitu:
ml /menit/
eGFR 1,73m2))= 175(Scr)-1,54 x (Usia)-0,203 x (0,742 pada perempuan) x
Tabel 6. Tingkat kerusakan ginjal parah < 10 mL/menit, sedang 10-30 mL/menit, ringan
30-70 /menit
15
Umur Pria (mL/menit) Wanita (mL/menit)
0-6 bulan 40-60 40-60
7-12 bulan 50-75 50-75
13 bulan-4 tahun 60-100 60-100
5-8 tahun 65-110 65-110
9-12 tahun 70-120 70-120
13 tahun keatas 80-130 75-120
16
mempengaruhi kadar asam urat. Bahan pemeriksaan yang lipemik, ikterik,
hemolisis dapat menghambat kerja enzim, sehingga menurunkan kadar asam urat
pada pemeriksaan kadar asam urat yang menggunakan enzim.
17
Kandungan makanan tinggi purin karena meningkatkan produk asam
urat dan kandungan minuman tinggi fruktosa.
Ekskresi asam urat berkurang karena fungsi ginjal terganggu misalnya
kegagalan fungsi glomerulus atau adanya obstruksi sehingga kadar
asam urat dalam darah meningkat. Kondisi ini disebut hiperurikemia,
dan dapat membentuk kristal asam urat / batu ginjal yang akan
membentuk sumbatan pada ureter.
Penyakit tertentu seperti gout, Lesch-Nyhan syndrome, endogenous
nucleic acid metabolism, kanker, kadar abnormal eritrosit dalam darah
karena destruksi sel darah merah, polisitemia, anemia pernisiosa,
leukemia, gangguan genetik metabolisme purin, gangguan metabolik
asam urat bawaan (peningkatan sintesis asam urat endogen),
alkoholisme yang meningkatkan laktikasidemia, hipertrigliseridemia,
gangguan pada fungsi ginjal dan obesitas, asidosis ketotik, asidosis
laktat, ketoasidosis, laktosidosis, dan psoriasis.
Beberapa macam obat seperti obat pelancar kencing (diuretika
golongan tiazid), asetosal dosis rendah, fenilbutazon dan pirazinamid
dapat meningkatkan ekskresi cairan tubuh, namun menurunkan eksresi
asam urat pada tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan kadar asam
urat dalam darah.
Pada pemakaian hormonal untuk terapi seperti hormon
adrenokortikotropik dan kortikosteroid.
18
asam urat, cara kerja allopurinol merupakan struktur isomer dari
hipoxanthin dan merupakan penghambat enzim. Fungsi allopurinol
yaitu menempati sisi aktif pada enzim xanthine oxidase, yang biasa
ditempati oleh hypoxanthine. Allopurinol menghambat aktivitas
enzim secara irreversible dengan mengurangi bentuk xanthin
oxidase sehingga menghambat pembentukan asam urat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
19
Sangat perlu dilakukan pemerikksaan fungsi ginjal sejak dini, untuk
menghindari resiko terjadinya suatu penyakit yang parah.
DAFTAR PUSTAKA
20
dan Wilkins: Philadelphia, Baltimore, New York, London, Buenos Aires,
Hongkong, Sydney, Tokyo
Sacher, R, dkk. 2004 . Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11.
EGC: Jakarta
Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta
Speicher, E. Carl dan Smith, Jack W. 1994. Pemilihan Uji Laboratorium yang
Efektif: Choosing Effective Laboratory Tests. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta
21