Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PERCOBAAN 1
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA

Disusun oleh :
Kelompok 5
Shift F

Risa Apriani Hilyah 10060316203


Miranda Dwi Putri 10060316204
Diah Rohaeni 10060316208
Dwina Syafira Arzi 10060316210

Asisten : Lutfi Ashri Khoirunnisa N, S. Farm. Apt.


Tanggal Praktikum : 25 September 2019
Tanggal Pengumpulan : 2 Oktober 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
1440 H/ 2019 M
PERCOBAAN 1
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Melakukan penetapan kadar glukosa dalam sampel
2. Melakukan metode penentuan kadar glukosa
3. Mengetahui peranan pemeriksaan kadar glukosa dalam menegakan
diagnosis kondisi patologis
II. TEORI DASAR
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang mengandung atom C, H dan
O. Karbon dimetabolisme menjadi monosakarida dalam tubuh, dimana
monosakarida adalah karbohidrat paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis
menjadi karbohidrat bentuk lain. Terdapat 3 macam monosakarida dari hasil
metabolism yaitu fruktosa, glukosa dan galaktosa yang memiliki jumlah atom yang
sama (6 atom karbon, 12 atom hidrogen dan 6 atom oksigen(Nugraha, 2015).
Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa dalam
darah yang konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui
darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh (Murray, 2014). Kadar gula
darah diatur oleh hormon melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan
keseimbangan di dalam tubuh. Sel- α pankreas melepaskan glukagon yang
akan mengubah glikogen menjadi glukosa shingga meningkatkan kadar gula
darah. Apabila kadar gula darah meningkat, sel β pankreas melepaskan insulin
yang mengubah glukosa menjadi glikogen, yang mengurangi kadar gula darah.
Hormon lain yang berpengaruh terhadap kadar glukosa darah antara lain
glukokortikoid (bekerja secara antagonistik terhadap insulin), epinefrin
(menghaambat sekresi insulin), dan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid
(Price, 2006)
Kadar glukosa darah yang tidak normal dapat menimbulkan kelainan pada
tubuh, diantaranya seperti Diabetes Melitus. Diabetes Melitus adalah penyakit
metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang
diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan resistensi insulin atau keduanya
(Suastika et al, 2011).
Menurut Gibney et al. (2009), patofisiologi Diabetes Melitus akan
ditemukan dengan berbagai gejala, seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia
(banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan.
Diabetes Melitus dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu DM tipe I dan DM tipe II.
Pada DM tipe I terjadi kerusakan dari sel β pankreas ang umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut sehingga glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran
darah. Sedangkan pada DM tipe II tidak adekuatnya sekresi Insulin (defisiensi
insulin relatif) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi
insulin) (Putri dan Isfandiari 2013).
Tabel 2.1. kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
diagnosis DM (mg/dL) (PERKENI, 2015).
Bukan
PraDM DM
DM
Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-199 ≥200
sewaktu (mg/dl) Darah Kapiler <90 90-199 ≥200
Plasma vena <100 100-125 ≥126
Kadar glukosa darah
puasa (mg/dl) Darah Kapiler <90 90-99 ≥100

Terapi farmakologis untuk DM tipe I biasanya harus langsung diberikan terapi


insulin (injeksi) yang dapat menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan
menghambat produksi glukosa hepatik. Sedangkan untuk DM II dapat diberikan
Obat hipoglikemik oral (OHO) antara lain (Katzung, 2001):
1. Sulfonilurea, merangsang sekresi insulin pada pankreas. Contoh: Klorpropamid,
glikazid, glibenklamid, glipizid, glikuidon, glimepirid, tolbutamid.
2. Biguanida, menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan
glukosa di jaringan. Contoh: Metformin hidroklorida
3. Tiazolidindion, meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adipose
dan menghambat glukoneogenesis. Contoh: pioglitazon, rosiglitazone
4. Penghambat alpha-glukosidase, menghambat alpha-glukosidase sehingga
mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus
dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat.
Contoh :akarbosa, miglitol.
Penentuan kadar glukosa darah dapat ditentukan dengan berbagai cara
baik secara kimiawi yaitu metode reduksi-oksidasi dan kondensasi maupun secara
enzimatik yaitu menggunakan enzim glukosa oksidase, heksokinase, dan glukosa
dehydrogenase. Prinsip metode enzimatik menggunakan enzim glukosa oksidase,
enzim glukosa oksidase mengkatalisis reaksi oksidasi glukosa menjadi asam
glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi
dengan phenol dan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase
menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat diukur dengan
spektofotometer pada panjang gelombang 546 nm. Intensitas warna yang terbentuk
setara dengan kadar glukosa darah yang terdapat dalam sampel. Jumlah produk
berwarna yang terbentuk sesuai dengan kadar glukosa darah (Kurniawan, 2014).
Prinsip reaksinya sebagai berikut :
glukosa oksidase
Glukosa + O2+ H2O asam glukanonat + H2O2
Peroksidase
2H2O2 + 4-aminoantipirin +fenol Quinoneimina + H2O
Prinsip kerja spektofotometri yaitu bila cahaya monokromatik (Io) melalui
suatu media (larutan), maka sebaguan cahaya tersebut akan diserap (Ia), sebagian
dipantulkan (Ir) dan sebagian lagi transmisikan (IT). Hukum lambert beer
mengatakan bahwa intensitas suatu cahaya yang diserap berbanding lurus dengan
konsentrasi senyawa ( Harvey, 2010).
III. ALAT DAN BAHAN
Bahan Alat
- Darah serum - Pipet 0,5 mL dan 1 mL
- Enzim (GOD, Peroksidase) - Mikropipet 10 μL dan 100 μL
- Pelarut (Aquadest) - Tabung reaksi
- Standar - Penangas 37oC
- Reagen warna (4- - Spektrofotometer dengan
Aminoantipirin) panjang gelombang 492 nm-
546 nm

IV. PROSEDUR
Enzim dilarutkan ke dalam aquadest sampai tercampur dengan baik (stabil
selama 30 hari pada suhu 2oC - 8 oC) kemudian ke dalam tabung uji dimasukan
specimen 10 μL dan regensia warna 100 μL, ke dalam tabung uji standard
dimasukan standard 10 μL dan regensia warna 100 μL dan pada tabung blangko
diisi dengan aquadest dan regensia warna 100 μL. Ketiga tabung reaksi tersebut
didiamkan selama 10 menit, setelah 10 menit larutan tes dan standard dibaca
absorbansinya terhadap blangko pada panjang gelombang 505 nm (492-546).
V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
5.1. Data Pengamatan
Diketahui :
kadar standar = 100 mg/mL
Absorbansi standar = 0,203
Absorbansi uji 1 = 0,386
Absorbansi uji 2 = 0,154
Absorbansi uji 3 = 0,190
Absorbansi uji 4 = 0,269
Absorbansi uji 5 = 0,180
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan larutan uji, standar dan blangko

Blangko Standard

Uji 1

sebelum sesudah

Uji 2

sebelum sesudah

Uji 4

sebelum Sesudah

Uji 5

sebelum sesudah
5.2. Perhitungan
5.2.1. Perhitungan Kadar Uji
0,386
Uji 1 = x 100 mg/mL = 190, 147 mg/mL
0,203
0,154
Uji 2 = x 100 mg/mL = 75,862 mg/mL
0,203
0,190
Uji 3 = x 100 mg/mL = 93,596 mg/mL
0,203
0,269
Uji 4 = x 100 mg/mL = 132,512 mg/mL
0,203
0,180
Uji 5 = x 100 mg/mL = 88,669 mg/mL
0,203

Rata-rata = 190, 147 mg/mL + 75,862 mg/mL + 93,596 mg/mL + 132,512 mg/mL
+ 88,669 mg/mL
= 116,157 mg/ mL
3.2.2. Perhitungan Standar Deviasi

∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖−𝑥̅ )
2
SD =√
n−1

𝑆𝐷 √l1190,147−116,157l²+ l75,862−116,157l²+ l93,596−116,157l²+ l132,512−116,157l²+l88,669−116,157l²


5−1

5474,520+1623,687+508,998+267,486+755,590
SD =√
4

8630,281
SD =√ = 46,449 mg/dL
4

SD
RSD = ̅
x 100%
X
mg
46,449
dL
= 𝑥 100% = 39,988 %
46,157
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pemeriksaan kadar glukosa
darah dalam serum. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar glukosa
dalam darah dengan metode enzimatik. Cara enzimatik dapat dilakukan dengan cara
otomatis seperti dengan GOD - PAP (Glukosa Oksidase Para Amino Phenazone)
dan cara Strip. Prinsip kerja metode ini adalah metode enzimatik dibantu enzim
peroksidase (reaksi trinder). Pereagen yang digunakan menggunakan pereagen
GOD-PAP. Absorbansi λ dan warna absorbansi metode enzimatik intensitasnya
pada λ 500 nm dengan warna merah (dari H2O2 yang terbentuk + peroksidase).
Dengan prinsip dasar glukosa dioksidasi oleh oksigen dengan katalis enzim glukosa
oksidase (GOD) akan membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida (H2O2).
Dengan adanya oksigen atau udara, glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam
glukuronat disertai pembentukan H2O2. Enzim peroksidase (POD) mengakibatkan
H2O2 membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta
memberikan warna yang sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan
intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri. Hidrogen peroksida
akan bereaksi dengan 4-aminoantipirin dan fenol dengan katalis peroksidase (POD)
membentuk quinoneimine dan air. Quinoneimine ini merupakan indikator yang
menunjukan kadar glukosa dalam darah. Pemeriksaan dengan metode GOD - PAP
memiliki kelebihan, yaitu presisi tinggi, akurasi tinggi, spesifik, relatif bebas dari
gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel, dan suhu). Di
samping itu, metode GOD - PAP juga memiliki kekurangan yaitu adanya
ketergantungan pada reagen, pemeliharaan alatnya susah, adanya efek steroid
namun sangat minim karena kadar yang sangat kecil, dan reagen yang
membutuhkan biaya yang cukup mahal (Chaplin, 1990).
Sampel yang diambil pada percobaan kali ini merupakan sampel gula darah
sewaktu yang diambil dari serum darah beberapa orang praktikan. Digunakan
serum karena memiliki lebih banyak air dari pada darah lengkap, sehingga serum
mengandung lebih banyak glukosa terlarut dari pada darah lengkap (Murray et al.,
2006).
Darah manusia normal mengandung glukosa dalam konsentrasi yang
konstan yaitu antara 70 – 100 mg/dL darah. Para penderita diabetes memiliki
jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg/dL. Diabetes sendiri terjadi jika
tubuh tidak menghasilkan insulin hormon yang memberikan sinyal agar gula darah
dalam tubuh diubah menjadi glikogen yang cukup untuk mempertahankan kadar
gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap
insulin (Adnan, 2013).
Dalam percobaan pengukuran kadar glukosa darah ini dibuat larutan standar
sebagai pembanding terhadap larutan uji, serta dibuat larutan blangko yang
digunakan untuk kalibrasi alat spektrofotometer UV - Vis. Tahap awal pengerjaan
ialah membuat larutan standar dengan mencampurkan standar dan reagen. Adapun
reagen yang digunakan ialah 4-aminoantipirin. Setelah dicampurkan, ditunggu
selama 10 menit agar senyawa fenol dalam air bereaksi dengan 4-aminoantipirin
pada pH 7,9 ± 0,1 sehingga membentuk warna merah kecoklatan dari antipirin.
Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan uji sebanyak 5 tabung. Larutan uji dibuat
dengan cara mencampurkan specimen (serum) dengan reagen. Adapun reagen yang
digunakan sama dengan reagen pada larutan standar yakni 4-aminoantipirin.
Setelah dicampurkan, larutan specimen dan reagen juga didiamkan selama 10 menit
sampai terbentuk warna merah kecoklatan dari antipirin. Warna yang terbentuk
pada larutan standar dan larutan uji diukur nilai absorbansinya menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 505 nm. Digunakan spektrofotometer
UV - Vis karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia
serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan
beberapa metode analisa. Spektrofotometri UV - Vis melibatkan energi elektronik
yang cukup besar saat analisis, sehingga spetrofotometer UV - Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif. Spektrofotometri UV - Vis
adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200 –350 nm) dan sinar
tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya UV atau cahaya
tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari
orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi
lebih tinggi. Dimana detektor dapat mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan
secara tidak langsung cahaya yang diabsorbsi. Tiap media akan menyerap cahaya
pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna yang
terbentuk (Rohman, 2007).
Setelah semua pengujian dilakukan didapatkan nilai absorbansi untuk
larutan standar adalah 0,203 nm. Adapun nilai absorbansi untuk larutan uji 1 sampai
dengan 5 secara berurutan ialah 0,386; 0,154; 0,196; 0,269; dan 0,180. Lalu
dilakukan pengolahan data dan didapatkan hasil kadar glukosa darah dengan rata-
rata 116,157 mg/dL. Kadar glukosa darah tersebut sesuai dengan kadar normal
glukosa darah sewaktu yang ditandai dengan gula darah dibawah 180 mg/dL.
Namun hasil yang diperoleh dari pengukuran glukosa darah tersebut tampaknya
kurang akurat. Kesalahan yang mungkin terjadi pada pengukuran kadar glukosa
darah dengan metode ini adalah peralatan pengukuran yang digunakan dan juga
terhadap waktu yang kurang tepat.
Pada data yang diperoleh juga dilakukan perhitungan standar deviasi untuk
mengetahui persen kesalahan percobaan. Setelah dilakukan pengolahan data,
diperoleh nilai standar deviasi sebanyak 46,449 mg/dL dengan persen kesalahan
sebesar 39,988%.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar glukosa darah sewaktu dalam sampel yang dilakukan dengan metode
enzimatik adalah 116,157 mg/dL dengan RSD sebesar 39,988% yang tidak
memenuhi syarat karena >2%.
2. Metode penetapan kadar glukosa yang diunakan adalah dengan cara
enzimatik menggunakan glukosa oksidase (GOD)
3. Kadar glukosa darah sewaktu yang diuji termasuk ke dalam kadar normal
karena <180 mg/dL
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Adnan, M., Mulyati, T., Isworo, J.T. 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2
Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang. Volume 2, Nomor 1.
Chaplin, M. F. dan Buckle C. (1990). Enzyme Technology. New York: Cambridge
University Press.
Gibney, M.J, et al, 2009, Gizi Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta.
Harvey, David, 2010, Modern Analytical Chemistry, Mc Graw-Hill Group, Nw
York.
Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, terjemahan D. Sjabana, dkk.
(Eds.), buku 1-3, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Kurniawan, Fajar, 2014, Kimia Klinik Analisis Kesehatan, EGC, Jakarta.
Nugraha, Gilang, 2015, Panduan Pemeriksaan Labiratorium Hematologi Dasar,
CV Trans info medika, Jakarta.
Murray, R.K, Bender D.A, Botham K.M, Kennelly P.J, Rodwell V.W, Weil P.A,
2014, Biokimia Harper edisi 29, terjemahan Manurung, L.R, dan Mandera
L.I, EGC, Jakarta.
Price, S.A, dan Wilson, L.M, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, edisi 6, vol 1 dan 2, terjemahan H. Hartanto dkk, EGC, Jakarta.
PERKENI, 2015, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia, PB. PERKENI, Jakarta.
Putri, N.H, dan Isfandiari M.A, 2013, Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM
Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemologi Vol
1, 6.
Suastika, K, et al, 2011, Relationship Between Age and Metabolic Disorders in The
Population of Bali, Journal of Clinical Gerontology and Geriatrics, 2(2), 47-
52.

Anda mungkin juga menyukai