Anda di halaman 1dari 19

URINALISA

A. Tujuan 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah urin 2. Mengetahui cara yang tepat dalam mengukur jumlah urin 3. Mengukur jumlah urin pada orang normal maupun urin diabetes 4. Mengetahui jumlah urin normal pada orang dewasa 24 jam 5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin 6. Mengetahui cara yang tepat untuk menentukan berat jenis urin 7. Menentukan berat jenis urin pada OP 8. Mengetahui berat jenis pada polpulasi kelas dan membandingkan dengan pengamatan kelompok 9. Mengetahui berat jenis urin normal orang dewasa 10. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi derajat keasaman urin 11. Mengetahui beberapa cara sederhana untuk menentukan derajat keasaman urin 12. Menentukan derajat keasaman urin serta mengetahui derajat keasaman urin normal pada orang dewasa 13. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bau, warna dan kejernihan urin 14. Mengetahui cara yang tepat untuk menentukan bau, warna dan kejernihan urin 15. Menentukan bau, warna dan kejernihan urin 16. Mengetahui beberapa cara sederhana untuk menguji protei urin 17. Menguji protein urin 18. Mengetahui cara melakukan uji kandungan glukosa pada urin 19. Mengetahui peran reagen benedict pada urinalisa 20. Mengetahui perbedaan uji glukosa dan proten pada penderita diabetes dan orang normal

B. Landasan Teori 1. Volume Urin Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.

Sistem ekskresi merupakan sistem pembuangan zat-zat sisa pada makhluk hidup seperti karbon dioksida, urea, racun dan lainnya.Ginjal merupakan alat pengeluaran sisa metabolisme dalam bentuk urine yang di dalamnya mengandung air, amoniak (NH3), ureum, asam urat dan garam mineral tertentu. Penderita diabetes miletus urinenyaakan mengandung glukosa(Yatim, 1984) Proses eksresi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak dipergunakan lagi. Zat ini berbentuk cairan contohnya urin, keringat dan air. Fungsi utama organ eksresi adalah menjaga konsentrasi ion (Na+, K+, Cl-, Ca++ dan H+), menjaga volume cairan tubuh (kandungan air), menjga konsentrasi kandungan osmotik, membuang hasil akhir metabolism (urea, asam urat) dan mengeluarkan substansi asing atau produk metabolismnya (Dahelmi, 1991). Sistem ekskresi membantu memelihara homeostasis dengan tiga cara, yaitu melakukan osmoregulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, dan mengatur konsentrasi sebagian besar penyusun cairan tubuh.Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Kimball, 1991). Sistem urin terdiri dari ginjal, ureter, kantong kemih dan uretra dengan menghasilkan urin yang membawa serta berbagai produk sisa metabolisme untuk dibuang. Ginjal juga berfungsi dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh dan merupakan tempat pembuangan hormon renin dan eritropitin. Renin ikut berperan dalam pengaturan tekanan darah dan eritropitin berperan dalam merangsang produksi sel darah merah. Urin juga dihasilkan oleh ginjal berjalan melalui ureter ke kantung kemih melalui uretra (Juncquiera, 1997).Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk satu mili liter urin per menit. (R. Wirawan, S. Immanuel, R. Dharma, 2008). Pemeriksaan urin lengkap di laboratorium akan melihat warna urin, kepekatannya, pH, berat jenis, sel darah putih, sel darah merah, sedimen, sel epitelial, bakteri, kristal, glukosa, protein, keton, bilirubin, darah samar, nitrit, dan urobilinogen. Pada dasarnya Diabetes Mellitus disebabkan oleh hormon insulin penderita yang tidak mencukupi atau tidak efektif sehingga tidak dapat bekerja secara normal. Padahal, insulin mempunyai peran utama mengatur kadar glukosa dalam darah, yaitu sekitar 6- = 120 mg/dl waktu puasa, dan di bawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan (pada orang normal). Sejak ditemukan insulin pada tahun 1921 oleh Banting dan Best di Canada, angka kematian dan keguguran ibu-ibu yang

hamil semakin berkurang. Sejak penemuan itu penanganan Diabetes jauh lebih efektif diabnding sebelumnya. Dewasa ini, dengan perawatan yang intensif, hampir semua pasien Diabetes bisa kembali ke kehidupannya yang normal dan produktif (Wilson, 1979). Faktor yang mempengaruhi urin adalah: 1) jumlah air yang diminum, 2) sistem saraf, 3) hormon ADH, 4)banyak garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan osmosis tetap, 5)pada penderita diabetes mellitus, pengeluaran glukosa diikuti oleh kenaikan volume urin (Thenawijaya, 1995). Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat. 2. Berat Jenis Urin Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai 1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine. BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa. 3. Derajat Keasaman Urin Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asambasa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obatobatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH urine (library.med.utah.edu)Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :

pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.

pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.

4. Bau, warna dan kejernihan urin Cairan ekstrasel mengakibatkan perubahan cairan dalam sel dan dengan demikian juga perubahan fungsi sel, maka penting untuk fungsi normal sel-sel agar susunan cairan ini relatif konstan. Ginjal yang mempertahankan susunan optimal kimia cairan tubuh. Ginjal adalah suatu organ yang tidak hanya membuang sampah metabolisme tetapi sebenarnya melakukan fungsi homeostatik yang sangat penting. Ginjal juga memiliki kapasitas metabolik yang besar. Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan protein ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri. Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh,

bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.

(Hidayat, dkk. 2006) disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik. Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih. 5. Uji protein Penetapan kadar protein dalam urin biasanya dinyatakan berdasarkan timbulnya kekeruhan pada urin. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat yang penting. Salah satu uji protein urin yang cukup peka adalah dengan melalui pemanasan urin dengan asam asetat. Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein, sedangkan pemanasan bertujuan untuk denaturasi sehingga terjadilah presipitasi. Proses presipitasi dibantu oleh adanya garam garam yang telah ada dalam urin atau yang sengaja ditambahkan kedalam urin. Asam asetat yang dipakai tidak penting konsentrasinya, konsentrasi antara 3 6 % boleh dipakai, yang penting ialah pH yang dicapai melalui pemberian asam asetat. Urin encer yang mempunyai berat jenis rendah tidak baik digunakan untuk percobaan ini. Hasil terbaik pada percobaan ini diperoleh dengan penggunaan urin asam. Untuk menguji adanya kekeruhan, periksalah tabung dengan cahaya berpantul dan dengan latar belakang yang hitam. Cara penilaian uji protein urin adalah sebagai berikut : NILAI Negatif Positif + SIMBOL 1+ DESKRIPSI Tidak ada kekeruhan sedikitpun Kekeruhan ringan tanpa butir butir, kadar protein kira-kira

Positif ++

2+

Positif +++

3+

Positif ++++

4+

0,01 0,05 % Kekeruhan mudah terlihat dan Nampak butir butir dalam kekeruhan tersebut; kadar protein kira kira 0,05 0,2 %. Jelas keruh dengan kepingan kepingan ; kadar protein kira kira 0,02 0,05 % Sangat keruh dengan kepingan kepingan besar atau bergumpal gumpal atau memadat : kadar protein kira kira lebih dari 0,05%. Jika terdapat lebih dari 3 % protein akan membeku.

(Tri murtiati, 2010) Sebagian kecil protein plasma disaring diglomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan kedalam urin. Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetesmellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit

tubulointerstitiel. Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya cukup besar. Pada Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari. Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh. (Anonim, 2011) 6. Uji glukosa Dengan menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi, adanya glukosa dalam urin dapat ditentukan. Pada tes ini, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan reagens tertentu yang mengandung suatu zat yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Jenis reagen yang mengandung garam cupri adalah jenis yang paling banyak digunakan untuk menyatakan adanya reduksi dan diantara jenis reagen yang mengandung garam cupri, reagen

benedict adalah jenis terbaik. Hasil pemeriksaan reduksi disebut cara semikuantitatif dengan cara : NILAI Negatif SIMBOL DESKRIPSI Warna tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak keruh Positif + 1+ Hijau kekuning-kuningan dan keruh; kadar glukosa antara 0,5 1 % Positif ++ Positif +++ 2+ 3+ Kuning keruh; kadar glukosa antara 1 1,5 % Jingga atau warna lumpur keruh; kadar glukosa antara 2 3,5 % Positif ++++ 4+ Merah keruh; kadar glukosa lebih dari 3,5 % (Tri Murtiati, 2010)

C. Alat dan Bahan Volume berat jenis, derajat keasaman ALAT DAN BAHAN 1. Gelas ukur 2. Urin 24 jam 3. Urinometer 4. Gelas urinometer 5. Kertas lakmus 6. wadahurin Bau , warna dan kejernihan urin ALAT DAN BAHAN 1. Tabung reaksi 2. Pen light 3. Urin segar tanpa pengawet Uji Protein ALAT DAN BAHAN 1. Tabung reaksi 2. Penjepit tabung 3. Senter 4. Urin sewaktu 6. Alat pembakar (Bunsen) 7. Pipet 8. Karton hitam 9. Paraffin

5. Asam asetat Uji Glukosa ALAT DAN BAHAN 1. Tabung reaksi 2. Penjepit tabung 3. Senter 4. Reagen benedict 5. Alat pembakar (Bunsen) 6. Pipet 7. Urin sewaktu

D. Cara Kerja A. Pemeriksaan volume urin a. Tampung urin selama 24 jam perhatikan jumlah urin 24 jam. Catat hasil pengukuran B. Menetapkan berat jenis urin a. Tuang urin ke dalam urinometer b. Masukan urinometer dalam gelas. Agar urinometer bisa terapung pada waktu membaca maka harus banyak urin dalam gelas tsb. Bila urin terlalu sedikit encerkanlah dengan aquades sejumlah banyaknya urin. c. Sebelum membaca berat jenis pada tangkai urinometer, alat tersebut harus terapung lepas dari dinding gelas, untuk melepaskannya putarlah dengan ibu jari telunjuk d. Bacalah berat jenis tanpa paralax setinggi miniskus bawah e. Catat hasil pengukuran C. Menetapkan derajat keasaman a. Basahi sepotong kertas lakmus biru dan merah dengan urin yang diperiksa. Tunggu hingga beberapa menit b. Perhatikan perubahan warna yang terjadi. c. Catat hasil pengukuran D. Pemeriksaan Bau Urin a. Memasukkan urin segar ke dalam wadah dan menyegerakan identifikasi bau yang keluar dari urin tersebut b. Mencatat hasil pemeriksaan E. Pemeriksaan Warna Urin a. Menuang urin ke dalam tabung reaksi hingga terisi bagian tabung. Kemudian tabung dimiringkan

b. Memberikan penyinaran terhadap tabung tersebut c. Menentukan warna urin dengan pernyataan: tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah bercampur kuning, dll. d. Mencatat hasil pemeriksaan F. Menetukan Kejernihan Urin a. Menuang urin ke dalam tabung reaksi hingga terisi bagian tabung. Kemudian tabung dimiringkan b. Memberikan penyinaran kepada tabung tersebut c. Menentukan kejernihan urin dengan pernyataan: jernih, agak jernih, keruh dan sangat keruh d. Mencatat hasil pengamatan E. Uji Protein a. Masukan urin kedalam tabung reaksi hingga mengisi 2/3 tabung b. jepit tabung pada bagian bawa, miringkan tabung sekitar 45o sehingga bagian atas tabung dapat dipanasi di atas nyala api sampai mendidih selama 30'. c. berikan penyinaran pada tabung sehingga sinar berpantul dari baghian berlatar karton berwarna hitam d. perhatikan terjadinya kekeruhan. bandingkan kejernihan urin yang tidak dipanasi. teteskan 3 - 5 tetes asam asetat 3-6% F. Uji Glukosa a. Masukkan 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi b. Teteskan sebanyak 5-8 tetes urin ke dalam tabung c. Panaskan tabung hingga isinya mendidih secara perlahan-lahan selama 2 menit d. Angkat tabung, kocok isinya dan baca hasil reduksinya dengan cara member penyinaran pada tabung sehingga sinar berpantul dari bagian berlatar karton berwarna hitam e. Perhatikan kekeruhan yang terjadi f. Catat hasil pengamatan

G. Hasil Pengamatan Uji makroskopis no Nama OP 1 2 Riko Lailatul 20 20 L P Normal Normal Kuning Kuning muda 3 Rifka 20 P Normal Kuning muda Jernih Jernih epitel Agak jernih epitel 4 Priska 20 P Normal Kuning muda 5 BP 61 L Bau obat Kuning muda Agak jernih epitel 6 Putra 20 L Pesing Kuning muda 7 Suryo 23 L Bau Kuning Jernih 200* 1020 5 Jernih 550 1025 7 + 350* 1002 6 Jernih 1370 1007 6 + 352* 6 Usia JK Bau Warna Jernih Volume (ml) 764 + 1208 Berat jenis 1020 1012 6 6 pH

permen/gula tua Ket: *volume sewaktu Uji protein Nama OP Riko Lailatul Nilai Negatif Negatif Simbol Deskripsi Tidak keruh Agak keruh, tidak ada butir Rifka Negatif Keruh tapi tidak ada butir Priska BP Putra Suryo Negatif Positif+ Negatif Negatif Uji benedict Nama OP Nilai Simbol Deskripsi 1+ Terjadi gas Terdapat butir

Riko Lailatul Rifka Priska BP Putra Suryo

Negatif Negatif Positif+ Negatif Positif+ Positif+++ Positif+

1+ 1+ 3+ 1+

Tetap biru Tetap biru Warna hijau Warna hijau Warna biru keruh Warna jingga keruh Warna hijau keruh

Keterangan : OP Putra dengan volume benedict yang lebih sedikit

H. Pembahasan 1. Volume Urin Berdasarkan hasil pengamatan terhadap volume urin 24 jam untuk orang normal, artinya orang tersebut tidak mengalami gangguan atau tidak memiliki penyakit, seperti Diabetes Melitus maka untuk OP, yaitu Lailatul, memiliki volume urin yang normal (1208 ml). Karena menurut Ganong, 2003 bahwa Rata-rata didaerah tropic volume urin dalam 24 jam antara 800-1300 ml untuk orang dewasa. Volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alkohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi. Interpretasi warna urin dapat menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang. Sedangkan untuk OP riko mempunyai volume yang kurang dari normal, yaitu hanya berjumlah 764 ml, tetapi untuk OP Priska memiliki volume urin yang lebih sedikit dari normal, yaitu 1370 ml. Menurut analisa kelompok kami, pada OP Priska jumlah urin dipengaruhi oleh suhu lingkungan pada saat itu. keadaan musim saat itu sedang hujan, dan itu berarti bahwa suhu tubuh menjadi lebih rendah atau dingin, sehingga keinginan untuk buang air kecil juga meningkat. Karena menurut kemdiknas.go.id, dikatakan bahwa Ketika suhu panas atau banyak mengeluarkan keringat, konsentrasi air dalam darah turun mengakibatkan sekresi ADH meningkat sehingga urin yang di hasilkan sedikit. Sebaliknya jika suhu udara dingin konsentrasi air dalam darah naik sehingga menghalangi sekresi ADH maka produksi urin banyak. Keadaan seperti ini disebut sebagai poliurin. Poliurin disebabkan juga oleh jumlah minuman yang diminum ataupun minuman yang mempunyai efek diuretika. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus,

diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urin selama 24 jam 300-750 ml maka keadaanini dikatakan oliguri. Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, demanedema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. (Elistina, PTKMR-BATAN) Menurut kelompok kami, pada OP Riko volume yang kurang dari normal disebabkan oleh kurangnya jumlah cairan atau minuman yang masuk ke dalam tubuh atau kurang intake cairan ke tubuh OP. Sehinga jumlah urin yang terbentuk juga kurang dari normal. Jika dibandingkan dengan urin patologis, volume urin Rifka lebih banyak dari pada urin sesaat pada orang yang patologis. Sedangkan urin patologis 24 jam berjumlah 550 ml, padahal menurut Referensi dari Elistina, PTKMR-BATAN dikatakan bahwa Bila

didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Menurut kelompok kami, ini terjadi karena terjadi kesalahan dari pengukuran. Mungkin ada sebagian urin yang tidak terhitung, sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan pada volume urin. 2. Berat Jenis Urin Berat Jenis Urin untuk semua OP baik yang normal maupun yang patologis, menunjukkan hasil yang tepat, yaitu memiliki berat jenis 1003-1030, kecuali pada OP BP, yang memiliki berat jenis sebesar 1002. Menurut referensi yang berbeda dikatakan bahwa gravitasi spesifik (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan urin, atau kemampuan ginjal untuk berkonsentrasi atau encer urin atas bahwa plasma. Gravitasi spesifik antara 1.002 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap normal jika fungsi ginjal normal (library.med.utah.edu ). Jadi menurut kelompok kami perbedaan yang tidak terlalu signifikan itu tidak menjadi masalah, karena masih ada dalam batas kisaran normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin sama dengan yang mempengaruhi osmolalitas urin. Berat jenis urin mengevaluasi kemampuan ginjal untuk menampung atau mengekskresikan air. Berat jenis dipengaruhi oleh berat dan jenis zat terlarut. Terdapatnya zat-zat terlarut dalam urin, seperti glukosa, protein akan meningkatkan berat jenis (Herne, Mima .H. dan Swaringen, Pamela. 2000) 3. PH Urin Berdasarkan hasil pengukuran derajat keasaman pada semua OP, menunjukkan hasil bahwa semua OP memiliki kisaran derajat keasaman yang normal, yaitu antara 4,5-8,0. Pada

OP BP, yang dimana memiliki bau yang seperti aroma obat, tapi PH dari OP tersenut tetap normal. Untuk pemeriksaan derajat keasaman urine ini harus dipakai urine yang segar (baru). Karena urine yang telah lama derajad keasamannya akan berubah menjadi alkalis. Pada urine yang telah dikeluarkan dari tubuh, maka ammonium yang terkandung didalamnya akan diubah oleh bakteri dalam urine menjadi amoniak yang bersifat alkalis. 4. Bau, warna dan kejernihan urinz Dari data di atas didapatkan 5 orang yang memiliki bau urin normal yaitu berbau peing pada umumnya, bau khas aminiak. Karena di dalam urin terdapat zat-zat yang dapat cepat menguap jika bersentuhan dengan udara (Lehninger, Albert L. 1990). Sedangkan untuk kedua orang lainnya didapatkan satu orang dengan urin berbau obat dan yang lainnya berbau seperti permen. Urin yang berbau obat disebabkan karena orang tersebut sedang menkonsumsi obat dan zat-zat pada obat tersebut lolos saring di ginjal. Sedangkan untuk yang berbau permen dapat diindikasikan bahwa terdapat glukosa didalam urinnya hal ini dapat disebabkan karena terdapat kerusakan dalam sistem penyaringan di glomerulus ginjal dan tingginya kadar glukosa dalam darah. Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini. Ciri-ciri warna air seni yang tidak sehat yaitu: a. Merah muda, merah atau kecoklatan, hal ini karena terdapat darah dalam air seni yang diakibatkan infeksi, peradangan atau suatu pertumbuhan pada saluran kemih, serta bahan pewarna makanan juga bisa menyebabkan warna air seni lebih pekat dari biasanya. b. Kuning gelap atau oranye, hal ini disebbakan jika kekurangan air minum dan kekurangan cairan karena diare, muntah atau banyak keringat. c. Coklat bening dan gelap, hal ini terjadi karena penyakit kuning akibat gangguan pada hati atau empedu (Hepatitis).

d. Hijau atau biru, disebabkan sebagian besar akibat bahan pewarna makanan atau obat yang dikonsumsi, tetapi jika konsumsi terhadap makanan atu obat tersebut dikurangi, maka warna urine bisa kembali normal. Warna urin normal adalah dari kuning muda sampai kuning. Dari semua sample didapatkan seluruh urin dalam warna yang normal. Hanya satu yaitu pada Suryo yang urinnya berwarna kuning gelap atau oranye, seperti sebelumnya telah dijelaskan hal ini dapat diakibatkan karena kekurangan air minum dan kekurangan cairan karena diare, muntah atau banyak keringat. Urine atau air seni dihasilkan daalam proses penyaringan darah dan ginjal. Kandungan urine bergantung keadaan kesehatan daan makanan sehari-hari yang dikonsumsi oleh masing-masing individu.. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea. Percobaan berikutnya adalah uji kejernihan urin yang mengindikasikan ada tidaknya albumin dalam urin. Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya cukup besar. Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari (Ganong, W. F) Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh. Pada sample didapatkan seluruhnya berurin jernih dengan beberapa yang didalamnya terdapat partikel yang sangat halus yang diindikasikan bahwa itu adalah epitel yang ikut terbawa pada proses perjalanan urin yang kemungkinan besar adalah epitel de brisk yang berada pada saluran reproduksi. 5. Uji Protein

Pada Percobaan keenam dari analisis urine adalah uji albumin dalam urine atau uji protein. Pada Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari. Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh. Uji ini dilakukan dengan memanaskan terlebih dahulu sampel urine yang akan digunakan. Sebelum dipanaskan urine pada umumnya akan berwarna kuning dan setelah dipanaskan ketika dibandingkan dengan urin sebelum yang dipanaskan terjadi kekeruhan sedikit, hal ini dikarenakan adanya kandungan kalsium fosfat pada urine yang akan membentuk kalsium karbonat serta gas ketika dipanaskan. Setelah ditetesi dengan asam asetat, kekeruhan tersebut akan hilang karena adanya presipitasi pada urine dimana Pemberian asam asetat dilakukan untuk

mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein , menurut murtiati, 2010. meskipun telah ditambahkan asam asetat pada ketujuh OP tersebut tidak terjadi kekeruhan, tetapi hanya dapat terlihat gas pada urin tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dalam urine ketujuh OP adalah normal karena asam astat tidak bereaksi dengan protein yang ada pada urin. Sedangkan pada OP BP berbeda setelah pemanasan dan penetesan oleh asam asetat perbandingan oleh urine awal yang sebelumnya terdapat kekeruhan berupa butiran putih kecil yang jarang pada urinnya karena Pemberian asam asetat telah mencapai iso-elektrik protein dan akan menimbulkan respon berupa kekeruhan pada urin tersebut berdasarkan murtiati, 2010. Hal ini kami perkirakan adalah sejumlah albumin, Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya cincin putih berdasarkan Anonim, 2011. Karena Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya cukup besar maka dapat terlihat dengan cara mata telanjang dan membandingkan dengan urin awal sebelum pemanasan dan pentetesan asam asetat. dan karena butiran protein yang kami temukan terlihat jarang, kami menyimpulkan untuk memberikan symbol positif+ (1+) dengan keterangan berupa 0,01 0,05 %. Dan berdasarkan jurnal Anonim, Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari. Maka didapatkan bahwa Keberadaan albumin dalam urin tersebut dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh hal tersebut berdasarkan dari jurnal Anonim, 2011. 6. Uji Glukosa

Selanjutnya adalah melakukan uji Tes glukosa urine. Tes glukosa urin adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/tidaknya glukosa dalam urine (Anonim. 2012). Pada praktikum ini, menggunakan reagens berupa benedict. Reagen benedict digunakan karena jenis reagen ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan untuk menyatakan adanya reduksi dan mengandung garam cupri (Murtiati, Tri. 2010).

Prinsip dari tes Benedict adalah glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi, bila urine mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna seperti yang dijelaskan di atas. Namun, bila tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi dan warna dari benedict tidak akan berubah (Anonim. 2012). Self-testing of urine using Benedicts copper reagent required heat for colour development, which presented practical difficulties (Clarke & Foste, 2012). Bedasarkan hasil pengamatan didapatkan data dari 7 OP yang ada, 3 OP mendapatkan hasil yang negatif yaitu OP Riko, Lailatul dan Priska. Sedangkan 4 OP lainnya yaitu Rifka Positif +, BP Positif +, Putra Positif +++ dan Suryo Postif +. Menurut analisis, OP yang memiliki hasil negatif yaitu Riko, Lailatul dibuktikan dengan pada urine pada kedua OP ini memiliki warna setelah hasil pemanasan yaitu tetap biru. Sedangkan untuk OP Priska hasilnya tetap negatif karena urine yang telah tercampur dengan benedict akibat pemanasan ini memiliki warna sedikit kehijauan. Selanjutnya pada OP yang telah positif terindikasi memiliki penyakit Diabetes menunjukan hasil bahwa OP BP, Putra dan Suryo setelah dipanaskan urinnya menjadi berwarna biru keruh hingga jingga keruh. Glucose present in the urine was oxidised, and the blue cupric sulphate reduced, causing a change in colour from blue to green to yellow to orange (Clarke & Foste, 2012). Pada OP Putra yang memiliki nilai Positif +++ memiliki warna urin setelah dipanaskan menjadi jingga keruh ini berarti memiliki kadar glukosa antara 2 3,5 % dimana volume benedict yang lebih sedikit dibandingkan yang lainnya. OP Suryo yang mengandung warna hijau keruh saat urin yang dicampur benedict dipanaskan memiliki kadar glukosa 0,5 1 %. Sedangkan pada OP BP yang telah diketahui mengidap penyakit Diabetes memiliki warna urin biru keruh ini menunjukan ketidak sesuaian dengan teori yang ada. Seharusnya untuk urin yang berwarna biru keruh termasuk yang negatif penderita diabetes. Namun, kenyataannya tidak demikian. Begitu pula pada OP Rifka Nurhaqi yang memiliki positif + dengan warna urin hijau keruh. Rifka yang merupakan OP normal harusnya dengan warna urin hijau menunjukan bahwa ia negatif diabetes.Ketidaksesuaian data yang didapatkan dengan refrensi yang ada ini disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain urin yang digunakan 24 jam, seharusnya untuk menguji uji tes benedict menggunakan urin yang masih segar yaitu urin sewaktu. Selain penetesan urin yang beragam ada yang 5, 6 7 tetes ke dalam tabung yang telah berisi reagen benedict.

I. Kesimpulan 1. Faktor yang mempengaruhi urin adalah: jumlah air yang diminum, sistem saraf, hormon ADH, banyak garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan osmosis tetap, pada penderita diabetes mellitus, pengeluaran glukosa diikuti oleh kenaikan volume urin 2. Pengukuran jumlah urin yang tepat selama 24 jam adalah mengukur jumlah urin yang keluar dari waktu tertentu selama 24 jam tepat dari jam pertama OP mengukur. 3. Jumlah urin yang diperoleh dari kelompok kami, adalah 1208 ml, yaitu jumlah urin yang masih dalam kisaran batas normal 4. 5. Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Berat jenis dipengaruhi oleh berat dan jenis zat terlarut. Terdapatnya zat-zat terlarut dalam urin, seperti glukosa, protein akan meningkatkan berat jenis 6. 7. 8. 9. Alat yang digunakan untuk mengukur berat jenis urin adalah urinometer Berat jenis OP pada kelompok kami adalah 1012 Berat jenis dalam populasi kelas memiliki kisaran berat jenis normal Berat jenis orang normal dewasa antara 1.002 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap normal jika fungsi ginjal normal 10. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya 11. untuk mengukur derajat keasaman urin digunakan kertas lakmus universal 12. PH Urin OP pada kelompok adalah 6, dan untuk PH normal urin adlah berkisar antara 4,5 8,0. 13. Factor-faktor yang mempengaruhi bau, warna dan kejernihan urin adalah nutrisi, kemampuan penyaringan ginjal, aktivitas, jenis kelamin. 14. Cara yang tepat untuk mgetahui warna, bau dan kejernihan urin adalah dengan pengamatan secara makroskopik 15. Bau urin normal adalah berbau pesing hal ini karena menguapnya asam pada urin di udara dan aktivitas bakteri

16. Warna urin normal adalah kuning muda sampai kuning 17. Urin yang keruh menandakan adanya albumin di dalam urin yang menunjukan terdapatnya gangguan pada proses penyaringan di dalam ginjal 18. Cara menguji protein yang terdapat pada urine dapat menggunakan uji dengan menggunakan asam asetat, dan dapat menggunakan uji carik celup. 19. Terdapat 7 OP dengan tingkat protein yang normal dan 1 OP yang tidak cukup normal pada urin yang telah disekresikannya. 20. Tes glukosa urin adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/tidaknya glukosa dalam urine 21. Prinsip dari tes Benedict adalah glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut 22. Bedasarkan hasil pengamatan didapatkan data dari 7 OP yang ada, 3 OP mendapatkan hasil yang negatif yaitu OP Riko, Lailatul dan Priska. Sedangkan 4 OP lainnya yaitu Rifka Positif +, BP Positif +, Putra Positif +++ dan Suryo Postif +.

J. Daftar Pustaka Dahelmi. 1991. Fisiologi Hewan. UNAND. Padang. Juncquiera, L, Carlos dkk. 1997. Histologi Dasar. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran Kimball, Jonh W. 1991. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga: Jakarta Kimball, J.W. 1996. Biologi. Erlangga : Jakarta. Thenawijaya, M. 1995. Uji Biologi. Erlangga: Jakarta Wilson, J. A. 1979. Prinsiple of Animal Physiology. Collier Mc Millan. S Publisher:London Yatim, W.1984. Biologi. Tarsito : Bandung Herne, Mima .H. dan Swaringen, Pamela. 2000. Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa edisi 2. EGC: Jakarta Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 23, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto. Hidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi Industri.Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Lehninger, Albert L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga. Murtiati, Tri. 2010. Anatomi dan Fisiologi Manusia. UNJ. Jakarta

Clarke & Foste. Accepted: 6 March 2012. A history of blood glucose meters and their role in self-monitoring of diabetes mellitus. BRITISH JOURNAL OF BIOMEDICAL SCIENCE 2012 69 (2) Anonim. 2011.http://www.scribd.com/doc/49933718/JURNAL-PEMERIKSAAN-

URINE. Diunduh pada hari senin 26 november 2012 pukul 20.30 WIB. Anonim. 2012. Tes glukosa urin (tes reduksi/benedict).

http://catatanmahasiswafk.blogspot.com/2012/03/tes-glukosa-urine-tesreduksi-benedict.html. diunduh 26 November 2012 http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003587.htm diunduh pada tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15973-Chapter1-367022.pdf diunduh pada tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15973-Chapter1-367022.pdf diunduh pada tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB http://digilib.batan.go.id/eprosiding/File%20Prosiding/Kesehatan/PTKMR_2006/pros .pert.im.ptkmr%20des%272006/Elistina%20110.pdf diunduh pada tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB http://belajar.kemdiknas.go.id/index5.php?display=view&mod=script&cmd=Bahan% 20Belajar/Materi%20Pokok/SMA/view&id=302&uniq=2884 diunduh pada tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai