Anda di halaman 1dari 26

Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis

Urine (Urinalisis)

Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin untuk tujuan skrining,


diagnosis evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu
ginjal, dan memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan
umum.

1. Organoleptis Urine

Warna Urine
Urin normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan
berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai
dengan konsentrasi urin; urin encer hampir tidak berwarna, urin pekat
berwarna kuning tua atau sawo matang.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit
hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu dapat
mengubah warna urin. Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urin
adalah :
- Merah: hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik: banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab
(kelembak), senna.
- Oranye: pigmen empedu.
Penyebab nonpatologik: obat untuk infeksi saliran kemih (piridium),
obat lain termasuk fenotiazin.
- Kuning: urin yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
Penyebab nonpatologik: wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
- Hijau: biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik: preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
- Biru: tidak ada penyebab
patologik. Pengaruh obat: diuretik,
nitrofuran.
- Coklat Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat: levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
- Hitam atau hitam kecoklatan: melanin, asam homogentisat, indikans,
urobilinogen, methemoglobin.
Pengaruh obat: levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.

Bau Urine
Urine baru, pada umumnya tidak berbau keras. Baunya disebut pesing,
disebabkan karena adanya asam-asam yang mudah menguap. Bau urine
dapat dipengaruhi oleh makanan/ minuman yanga dikonsumsi. Apabila urine
dibiarkan lama, maka akan timbul bau amonia, sebagai hasil pemecahan
ureum. Aceton memberikan bau manis dan adanya kuman akan memberikan
bau busuk pada urine.

Volume Urine
Pada orang dewasa, normal produksi urine sekitar 1,5 L dalam 24 jam.
Jumlah ini bervariasi tergantung pada : luas permukaan tubuh, konsumsi
cairan, dan kelembaban udara/ penguapan.
Volume Urine Abnormal
- Poliurea: volume urine menigkat, dijumpai pada keadaan seperti :
Diabetes, Nefritis kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang mulai
pulih.
- Oliguria: volume urine berkurang, dapat dijumpai pada keadaan seperti
penyakkit ginjal, dehidrasi, sirosis hati.
- Anuria: tidak ada produksi urine, dapat terjadi pada keadaan-keadaan
seperti circulatory collaps (sistolik < 70 mmHg), acute renal failure,
keracunan sublimat, dll.
- Residual urine (urine sisa): volume urine yang diperoleh dari kateterisasi
setelah sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-puasnya.

Buih pada Urine


Bila urine dikocok akan timbul buih, bila buih berwarna kuning, dapat
disebabkan oleh pigmen empedu (bilirubin), atau phenylazodiamino-pyridine.
Adanya buih juga dapat disebabkan karena adanya sejumlah besar protein
dalam urin (proteinuria).
Kekeruhan pada Urine
Urine baru dan normal pada umumnya jernih. Kekeruhan biasanya terjadi
karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin asam) atau fosfat
(dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular
berlebihan atau protein dalam urin.
Adanya kekeruhan pada urine umumnya disebabkan karena :
- Fosfat Amorf : warna putih, hilang bila diberi asam, terdapat pada urine
yang alkalis.
- Urat amorf : warna kuning coklat, hilang bila dipanaskan, terdapat pada
urine yang asam
- Darah : warna merah sampai coklat
- Pus : seperti susu, menjadi jernih setelah disaring
- Kuman : pada umumnya akan tetap keruh setelah disaring ataupun
dipusingkan. Pada Urethritis terlihat benang-benang halus.

2. Berat Jenis Urine

A. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis dari urine
B. Metode
Penentuan berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan urometer.
Urometer yang sudah ditera terhadap aquadest dimasukkan ke dalam
gelas ukur yang berisi ¾ bagian sampel urine (buih yang timbul
dihilangkan). Urometer dimasukkan dengan cara memutar sumbu
panjangnya sehingga menghindari kontak dengan dinding. Pembacaan
skala dilakukan pada meniskusnya di mana satu strip sama dengan
0,001. Kalibrasi terhadap suhu dilakukan pada urometer, dimana
kenaikan suhu 3oC hasil pembacaan ditambahkan dengan 0,001
(Oka,1998).
C. Prinsip Pemeriksaan
Pemeriksaan berat jenis urin berhubungan dengan faal pemekatan
ginjal. Semakin pekat urin semakin tinggi berat jenisnya dan begitupula
sebaliknya, semakin encer urin maka semakin rendah berat jenisnya.
Berat jenis urin normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis urin
berhubungan erat dengan diuresa, semakin besar diuresa semakin
rendah berat jenisnya dan begitupula sebaliknya, semakin kecil diuresa
semakin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin kurang dari 1,003 dapat
disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan
kegagalan ginjal kronik (Wirawan dkk., 1983). Sedangkan urin yang
mempunyai berat jenis 1,030 atau lebih, dapat dijumpai pada penderita
dengan proteinuria, diabetes mellitus (DM), dan dehidrasi (Oka, 1998).
D. Alat dan bahan
 Urometer
 Tabung reaksi
 Gelas ukur
 Sampel urin
 Sarung tangan
 Masker
 Tissue
E. Cara Kerja
1. Tera dahulu urometer terhadap aquadest (BJ 1,000)
2. Apabila pada pembacaan ini tidak sama dengan 1,000, misalnya
1,005 maka hasil pembacaan terakhir harus dikurangi dengan
0,005.
3. Gelas ukur diisi dengan ¾ bagian urin dan diletakkan pada tempat
datar
4. Buih dihilangkan agar tidak mengganggu pengukuran
5. Urometer dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan cara memutar
pada sumbu panjangnya. Jangan sampai urometer menyentuh
atau menempel pada dinding bagian dalam gelas ukur.
6. Diamati strip yang terangkat dipermukaan dan dibaca bagian
miniskusnya dimana 1 strip = 0,001
7. Dihitung Bj dari sampel urin

Ket.
FK = faktor koreksi
Tk = temperatur cairan yang diukur
Tp = temperatur peneraan (tetera di urometer)

Koreksi
 Terhadap temperatur/suhu
Setiap urometer ditera pada suhu tertentu (lihat urometer), dan
perhatikan suhu kamar pada saat saudara bekerja dan catat.
Setiap kenaikan suhu 3oC maka pembacaan hendaknya di tambah-kan
dengan 0,001.
 Terhadap Pengenceran
Apabila dilakukan pengenceran maka dua angka terakhir pada saat
pembacaan hendaknya dikalikan dengan angka pengenceran.
Pengenceran tidak boleh lebih dari 3 kali.
 Terhadap Protein dan Glukosa
Tiap g% protein maupun glukosa yang dikandung oleh urine maka
BJ terbaca harus dikurangi dengan 0,003.

F. Nilai normal
Berat jenis urin normal antara 1,003 - 1,030.

3. Pemeriksaan Protein Urine Kualitatif

A. Tujuan
Untuk mengetahui kadar protein dalam urine secara kualitatif
B. Metode
Untuk menguji secara kualitatif protein dalam urine dilakukan dengan
merebus urine dalam suasana asam menggunakan asam asetat 6%,
positif jika muncul endapan atau kekeruhan pada larutan uji
C. Prinsip Pemeriksaan
Protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan akan mengalami
denaturasi
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Asam asetat 6%
 Api Bunsen
 Sampel urine
 Penjepit kayu
 Spuite
E. Cara Kerja
1. Diambil urine sebanyak 5 cc dengan menggunakan spuite
2. Dimasukkan urine ke dalam tabung reaksi
3. Dipanaskan diatas api Bunsen dengan keadaan tabung reaksi
miring (untuk mencegah letupan) hingga mendidih.
4. Diamati perubahan warna yang terjadi
5. Dipanaskan kembali tabung reaksi tersebut setelah ditetesi asam
asetat 6%sebanyak 3 tetes hingga mendidih
6. Dibiarkan dingin dan dibaca hasilnya berdasarkan tabel dibawah ini
F. Nilai normal dan Interpretasi
- Tetap jernih dibandingkan urine kontrol
+1 Tampak kekeruhan minimal, dimana huruf cetak pada kertas
masih dapat terbaca, menembus kekeruhan ini
kuantitatif---------0,059%)
+2 Kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal dibaliknya
masih dapat terlihat
kuantitatif---------0,209%)
+3 Tampak gumpalan -gumpalan nyata
kuantitatif--------0,509%)
+4 Tampak gumpalan -gumpalan besar dan membeku
(kuantitatif > 0,059%)

4. Pemeriksaan Protein Urine Kuantitatif (Esbach)

A. Tujuan
Untuk menguji kadar protein dalam urin secara kuantitatif
B. Metode
Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein dalam
urine (proteinuria). Pada uji ini, pemeriksaan urine dengan cara
mencapurkan larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat
2% dalam air dengan urine. Asam sitat ini hanya digunakan untuk
menjaga keasaman cairan. Hasil positif dilihat dengan adanya
kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan jumlah protein
(Kurniati,2010)
C. Prinsip Pemeriksaan
Asam pikrat dapat mengandapkan protein dan endapan ini dapat diukur
secara kuantitatif.
D. Alat dan bahan
 Tabung Esbach
 Sampel Urine 24 jam
 Reagent esbach :
Asam Pikrat 10
Asam Sitrat 10
Aquadest 1 Lt
E. Cara Kerja
1. Dilakukan pengukuran pH urine dengan menggunakan kertas
lakmus merah pada urine
2. Jika diketahui urine sudah bersifat asam (kertas lakmus merah
tidak berubah warna) maka tidak perlu penambahan asam asetat
6%.
3. Diisi tabung Esbach dengan urine sampai tanda U dan reagen
esbach sampai tanda R
4. Tutup tabung Esbach dengan gabus penutupnya, bolak balik
beberapa kali agar urine dan reagen Esbach tercampur baik,
biarkan pada suhu kamar selama 24 jam.
5. Baca tingginya endapan yang terjadi setelah 24 jam dalam satuan
g/L, misalnya a g/L.
6. Pada praktikum biasanya ditambahkan serbuk Barium Sulfat
(untuk mempercepat pengendapan) ditutup tabung dan kocok
kembali. Ditunggu 30 menit hingga terbentuk endapan dan diukur
tinggi endapan
Perhitungan Protein Loss
Volume urine : V L/24 jam
Tinggi endapan : a g/L
Jadi protein loss = a g/L X V L/24 jam
= aV g/24 jam.
5. Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Fehling A dan Fehling B

A. Tujuan
Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine
B. Metode
Tes glukosa urine dilakukan dengan menggunakan metode fehling
C. Prinsip Pemeriksaan
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian
membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas
warna merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam
urine yang diperiksa
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Api bunsen
 Pipet ukur
 Ball filler
 Reagen Fehling A dan Fehling B
 Sampel urine
E. Cara Kerja
1. Diambil 2 mL larutan Fehling A dan 2 mL larutan Fehling B
2. Larutan dihomogenkan
3. Dilakukan uji terhadap masing-masing urin dimana 1 mL campuran
Fehling A dan Fehling B dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan sampel urin sebanyak 0,5 mL
4. Larutan dicampur
5. Dipanaskan dengan api bunsen hingga mendidih
6. Perubahan warna yang terjadi diamati
F. Nilai normal dan Interpretasi
(-) : biru / hijau keruh
(+) : keruh dan warna hijau agak kuning
( ++ ) : kuning kehijauan dengan endapan kuning
( +++ ) : kuning kemerahan dengan endapan kuning merah
( ++++ ) : larutan merah bata / merah jingga
6. Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Benedict

A. Tujuan
Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine
B. Metode
Tes glukosa urine dilakukan dengan menggunakan metode benedict
C. Prinsip Pemeriksaan
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian
membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas
warna merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam
urine yang diperiksa
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Api bunsen
 Reagen Benedict dengan komposisi:
CuSO4 17,3
Na Citrate 173
Na Carbonat 100
Aquadest ad 1.000 ml
 Sampel urine
E. Cara Kerja
1. Masukkan 5 ml reagen Benedict dan 8 tetes urine (2,5 ml reagen
Benedict dengan 4 tetes urine) ke dlam tabung reaksi
2. Kocok, kemudian dipanaskan sampai mendidih di atas api Bunsen
3. Atau dapat dimasukkan ke dalam penangas air dengan air yang
telah mendidih selama 5 menit
4. Biarkan dingin, amati perubahan warna yang terjadi
F. Nilai normal dan Interpretasi
(-) : Tetap biru atau hijau keruh
(+) : Keruh, warna hijau agak kuning
( ++ ) : Kuning kehijauan dengan endapan kuning
( +++ ) : Kuning kemerahan, dengan endapan kuning merah
( ++++ ) : Merah jingga sampai merah bata
7. Pemeriksaan Aseton Dalam Urine

Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk


menghasilkan energi yang disebabkan oleh gangguan metabolisme
karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan
karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah
karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau
gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam
lemak untuk dibakar. Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam
aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat, yang merupakan produk
metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Asam asetoasetat dan
asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber
energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila
kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan
diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi
keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Peningkatan kadar
keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan
cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan
asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai
lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat
diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak
pada plasma atau serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin)
terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah
aseton dan asam asetoasetat. Benda keton yang dijumpai di urine terutama
adalah aseton dan asam asetoasetat. Ketonuria disebabkan oleh kurangnya
intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan
rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan
gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes),
sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.
a. Tujuan
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksaan aseton urine
dengan metode rothera
Tujuan Instruksional Khusus
Untuk dapat mengetahui kandungan aseton pada sampel urine yang
diperiksa
b. Metode
Metode Rothera
c. Prinsip
Aseton yang terdapat dalam sampel urine bereaksi dengan Na-Nitroferry
cyanide dalam suasana basa menghasilkan cincin berwarna ungu. Makin
cepat terjadi warna ungu dan makin tua warnanya menggambarkan
makin tinggi konsentrasi keton dalam urine.
d. Alat & Bahan
Alat :
 Beaker glass
 Pipet ukur
 Pipet tetes
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Container urine
 Ball pipet
 Botol semprot
Bahan :
 Sampel urine
 Amonia pekat
 Bubuk ammonium sulfat
 Na nitropruside 20%
e. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dipipet 5 ml urine ke dalam tabung reaksi
3. Bubuk ammonium sulfat ditambahkan untuk mengasamkan,
dikocok tabung beberapa kali
4. Ditambahkan 2-3 tetes larutan Na-Nitroferry cyanide
5. Dituangkan Amonia pekat lewat dinding tabung sehingga
terbentuk suatu lapisan dengan campuran isi tabung sebelumnya
6. Dibiarkan tabung reaksi tegak selama 5 menit
7. Dibaca hasilnya.
f. Interpretasi Hasil
 Jika urine mengandung aseton, maka antara perbatasan kedua
lapisan akan terbentuk cincin berwarna unggu
 Derajat positivitasnya tergantung kepada kecepatan terbentuknya
cincin unggu tadi.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
 Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan
temuan positif palsu
 Obat tertentu
 Sampel urin yang diperiksa haruslah urine yang segar . Urin
disimpan pada temperature ruangan dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan hasil uji negaif palsu.
 Kualitas ammonia pekat yang digunakan harus baik, dan saat
penambahannya harus melalui dinding tabung.
 Sesaat setelah penambahan ammonia pekat, sampel tidak boleh
dikocok agar lapisan yang terbentuk tidak pecah, selain itu sampel
yang telah ditambahkan ammonia pekat dibiarkan tegak selama 5
menit agar terbentuk cincin ungu yang stabil.
 Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam
asetoasetat
 Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada
penderita dewasa.

8. Pemeriksaan Billirubin Urine Cara Harrison

A. Prinsip:
Bilirubin dapat mereduksi feri klorida menjadi senyawa yang berwarna
hijau. Sebelumnya bilirubin diabsorpsikan pada endapan BaCl2 dalam
urine.
B. Alat & Bahan :
 Tabung reaksi
 Kertas saring
 Pipet Pasteur
 BaCl2 10%
 Reagen Fouchet, dengan komposisi :
C. Cara Kerja :
Trichloro acetic acid Larutan feri klorida 10 ml
(TCA) (10 g FeCl3 dalam 100 ml aquadest)
Aquadest ad
1. Ambil 3 ml urine dan campur dengan larutan BaCl2 10% dengan
volume yang sama banyak
2. Saring
3. Filtratnya disimpan untuk percobaan urobilin
4. Residunya yang berada pada kertas saring kemudian ditetesi
dengan reagen Fouchet 1-2 tetes dan perhatikan perubahan warna
yang terjadi
D. Interpretasi Hasil :
 Negatif : tidak terjadi perubahan warna atau agak coklat
 Positif : terbentuk warna hijau yang makin lama makin jelas

9. Pemeriksaan Urobilin Urine Cara Schlezinger

A. Prinsip
Urobilin + Zinc Acetat dalam alkohol  fluoresensi warna hijau
B. Alat dan Bahan
 Tabung reaksi
 Kertas saring
 Reagen Schlezinger yang terdiri dari:
Suspensi jenuh zinc acetat dalam alkohol (Reagen
Schlezinger)
Ammonia liquidum
Tinctura iodii sipirit 1%
C. Cara Kerja
1. Ambil filtrat dari reaksi Harrison sebanyak 3 ml
2. Tambahkan reagen Schlezinger dalam jumlah yang sama
3. Kemudian tetesi dengan 1-2 tetes ammonia
4. Kocok, lalu saring sampai jernih
5. Filtrat yang diperoleh amati dengan sinar tidak langsung dalam
kotak urobilin
D. Interpretasi
Positif (+) : fluoresensi berwarna hijau

CATATAN
- Urobilin setelah dioksidasi akan menajdi urobilin sehingga juga
akan memberikan reaksi positif. Oleh karena itu setelah ditetesi
iodium seringkali akan tampak lebih jelas warna hijaunya.
- Untuk pemeriksaan urobilinogen tes hendaknya segera dikerjakan,
paling tidak 30 menit setelah sampling.
- Garam-garam empedu sering akan mengganggu reaksi ini.
Dengan penambahan BaCl2 maka akan terjadi endapan yang
mengabsorpsi garam ini
- Forfobilinogen juga memberikan reaksi positif
Tambahkan 2 ml khloroform lalu kocok.
Bila warna merah pindah dibagian bawah khloroform berarti
urobilinogen. Tetapi bila tetap dibagian atas berarti forfobilinogen.

10. Pemeriksaan Urobilinogen Urine Cara Ehrlich

A. Prinsip
Urobilinogen + paradimethyl aminobenzaldehyde dalam HCl  warna
merah
B. Alat dan Bahan
Tabung reaksi
Reagen Ehrlich (paradimethyl aminobenzaldehyde 2% dalam HCL 50%)
C. Cara kerja
1. Ambil sebanyak 5 ml urine, masukkan ke dalam sebuah tabung
reaksi
2. Tambahkan ke dalamnya 10-12 tetes reagen Ehrlich
3. Kocok, tunggu selama 5 menit
D. Interpretasi
Positif (+) : terbentuk warna merah
11. Pemeriksaan Sedimen Urine

A. Tujuan
Menemukan adanya unsur - unsur organik dan anorganik dalam urine
secara mikroskopis
B. Metode
Pemeriksaan secara mikroskopik
C. Prinsip Pemeriksaan
urine mengandung elemen - elemen sisa hasil metabolisme didalam
tubuh, elemen tersebut ada yang secara normal dikeluarkan secara
bersama - sama urine tetapi ada pula dikeluarkan pada keadaan
tertentu. Elemen - elemen tersebut dapat dipisahkan dari urine dengan
jalan dicentrifuge. Elemen akan mengendap dan endapan dilihat
dibawah mikroskop
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Object glass
 Cover glass
 Mikroskop
 Centrifuge (+ tabung centrifuge)
 Sampel urine
E. Cara Kerja
1. Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam
tabung centrifuge sebanyak 10 ml.
2. Centrifuge dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500 - 2000
rpm) selama 5 menit.
3. Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuang
supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml.
4. Endapan diteteskan ke gelas obyek dan ditutup dengan cover
glass.
5. Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran rendah menggunakan lensa obyektif 10X, disebut
lapang pandang lemah (LPL) atau low power field (LPF) untuk
mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan kristal.
6. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi
menggunakan lensa obyektif 40X, disebut lapang pandang kuat
(LPK) atau high power field (HPF) untuk mengidentifikasi sel
(eritrosit, lekosit, epitel), ragi, bakteri, Trichomonas, filamen
lendir, sel sperma. Jika identifikasi silinder atau kristal belum
jelas, pengamatan dengan lapang pandang kuat juga dapat
dilakukan.
F. Nilai normal dan Interpretasi
Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++
Eritrosit/LPK 0-3 4-8 8-30 lebih dari 30 penuh
Leukosit/LPK 0-4 5-20 20-50 lebih dari 50 penuh
Silinder/Kristal/LPL 0-1 1-5 5-10 10-30 lebih dari 30
Keterangan :
Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan normal; ++ dan
+++ sudah dinyatakan abnormal.

Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis


Cairan Semen

Pemeriksaan sperma (lebih tepatnya analisis semen) adalah


pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur jumlah serta kualitas semen
dan sperma seorang pria. Pengertian semen berbeda dengan sperma. Secara
keseluruhan, cairan putih dan kental yang keluar dari alat kelamin pria saat
ejakulasi disebut semen. Sedangkan 'makhluk' kecil yang berenang-renang di
dalam semen disebut sperma.
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk
memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa
tersebut mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk
menjelaskan cara pengeluaran dan penampungan sperma tersebut.
Penerangan mengenai cara pengeluaran, penampungan dan pengiriman
sperma ke laboratorium. Sebelum pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien
dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Melakukan abstinensia selama 3 – 5 hari, paling lama selama 7 hari.
Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus
dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di
laboratorium paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan.
2. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang
bersih dan steril ( jangan sampai tumpah ), kemudian botol ditutup
rapat-rapat dan diberi nama yang bersangkutan.
3. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di
serahkan pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus
diperiksa sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2
minggu. Analisis sperma sekali saja tidak cukup karena sering didapati
variasi antara produksi sperma dalam satu individu.
4. Sperma dikeluarkan dengan cara rangsangan tangan
(onani/masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan
senggama terputus (koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.
5. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau
kondom.
Pelaksanaan Analisa Sperma
Spermiogram memuat data-data tentang:
1. Volume sperma
2. Bau
3. pH
4. Warna
5. Liquefaction
6. Viskositas
7. Aglutinasi
8. Jumlah sperma per - lapangan pandang
9. Pergerakan spermatozoa
10. Leucocyte
11. Fruktosa

Analisa sperma Secara Makroskopis


Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau
koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal
gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20
menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction).
Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi
oleh kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim.
Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi:
1. Pengukuran Volume
Dilakukan setelah sperma mencair
Cara kerja:
Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut
lebar untuk sekali ejakulasi
Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1
ml.
 Baca hasil
Volume normal sperma, tergantung ras. Bagi orang indonesia volume
yang normal 2 – 3 ml. Volume yang lebih dari 8 ml disebut
Hyperspermia, sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia.
Hypospermia disebabkan oleh:
 Ejakulasi yang berturut-turut
 Vesica seminalis kecil
 Penampung sperma tidak sempurna
Hyperspermia disebabkan oleh:
 Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat
 Obat perangsang hormon laki – laki
2. PH
Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk
mengukur pH cukup dengan menggunakan kertas pH kecuali dalam
satu penelitian dapat digunakan pH meter.
Cara kerja:
 Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat
dalam botol penampung
 baca hasil
Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 –
7,8. Pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma
mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena
sperma terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak
dihasilkan amoniak (terinfeksi oleh kuman gram negatif (-), mungkin
juga karena kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya.
pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar
prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil,
buntu dan rusak.
3. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik,
untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai
pengalaman untuk membaui sperma. Baunya sperma yang khas
tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang
dikeluarkan oleh kelenjar prostat.
Cara kerja:
 Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya
 Dalam laporan bau dilaporkan: khas/ tidak khas
Dalam keadaan infeksi, sperma berbau busuk/ amis. Secara biokimia
sperma mempunyai bau seperti klor/ kaporit.
4. Warna sperma
Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan. Sperma yang
normal biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang
agak keabu-abuan. Adanya lekosit yang disebabkan oleh infeksi traktus
genitalia dapat menyebabkan warna sperma menjadi putih kekuningan.
Adanya perdarahan menyebabkan sperma berwarna kemerahan.
Cara kerja:
 Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan
latar belakang warna putih menggunakan penerangan yang cukup
5. Liquefaction
Liquefaction diperiksa 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan).
Dapat dilihat dengan jalan melihat coagulumnya.Bila setelah 20 menit
belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan (semininnya
jelek).
Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin tak mempunyai
coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau
memang tak mempunyai vesika seminalis.
6. Viskositas (Kekentalan)
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi
sperma sempurna.
Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara:
 Cara subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang
pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang
panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang yang terjadi makin
tinggi viskositasnya.
 Cara Pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus
kering. Cara kerja:
 Pipet cairan sperma sampai angka 0,1
 Tutup bagian atas pipet dengan jari
 Arahkan pipet tegak lurus
 Jalankan stopwath
 Jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan hitung
waktunya dengan detik
Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin kental sperma
tersebut semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan
karena:
 Spermatozoa terlalu banyak
 Cairannya sedikit
 Gangguan liquedaction
 Perubahan komposisi plasma sperma
 Pengaruh obat-obatan tertentu
7. Fruktosa Kualitatif
Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemeriksaan rutin
pada sperma azoospermia. Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica
seminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam sperma, hal ini dapat
disebabkan karena:
 Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens
 Kedua duktus ejakulatorius tersumbat
 Kelainan pada kelenjar vesika seminalis Cara
pemeriksaan fruktosa:
 0.05 ml sperma ditambah 2 ml larutan resolsinol (0.5 % dalam
alkohol 96% ), campur sampai rata
 Panaskan dalam air mendidih 5 menit
 Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas menjadi
merah coklat atau merah jingga
 Bila tidak ada fruktosa maka tidak menjadi perubahan warna

Analisa Sperma Secara Mikroskopik


Sebelum pemeriksaan mikroskopik, sperma tersebut harus diaduk
dengan baik.
1. Jumlah Sperma Per-lapang Pandang/ Perkiraan densitas sperma
Sebelum menentukan atau menghitung konsentrasi sperma perlu
dilakukan perkiraan kasar jumlah sperma agar dapat menentukan
prosedur pengenceran yang akan digunakan dan untuk mempersiapkan
sediaan apus untuk analisis morfologi.
Carakerja:
 Diaduk sperma hingga homogen
 Diambil 1 – 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass lalu
ditutup dengan cover glass
 Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X
 Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang pandang
Misalnya, dihitung berturut-turut lapang pandang:
I= 10 Spermatozoa
II = 5 Spermatozoa
III = 7 Spermatozoa
IV = 8 Spermatozoa
Dalam laporan dituliskan terdapat 5 – 10 spermatozoa perlapang
pandang. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 10 6
berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 5 – 10 juta/ml
Jika jumlah spermatozoa banyak dihitung perkwadran (1/4 lapang
pandang)
Misalnya ¼ Lapang pandang = 50 spermatozoa, jadi perlapang
pandang 200 spermatozoa. Perkiraan konsentrasi spermatozoa
dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa
adalah200 juta/ml. Jika perlapang pandang didapatkan nol
spermatozoa maka tidak usah dilakukan pemeriksaan konsentrasi
disebut Azoospermia.
2. Pergerakan Sperma
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (20 0C –
250C).Dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa
setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental
sehingga spermatozoa mudah bergerak akan tetapi jangan lebih dari 60
menit setelah ejakulasi sebab dengan bertambahnya waktu maka
spermatozoa akan memburuk pergerakannya serta pH dan bau mungkin
akan berubah. Gerak spermatozoa yang baik adalah gerak kedepan dan
arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-zag, berputar-
putar dan lain-lain.
Catatan:
Jangan sekali-kali menyebut spermatozoa mati, yang benar adalah
spermatozoa tidak bergerak
Perhitungan:
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang
bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik misal:
 yang tidak bergerak = 25%
 yang bergerak kurang baik = 50%
 yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya
kelipatan 5 misalnya: 10%,15%, 20%).
Jika sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya
sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang tidak bergerakpun
kemungkinan masih hidup.
Sebab menurunnya motilitas spermatozoa:
 Dilakukan pemeriksaan yang terlalu lama sejak sperma dikeluarkan
 Cara penyimpanan sampel yang kurang baik
3. Perhitungan Jumlah Sperma
Jumlah spermatozoa total ialah jumlah spermatozoa dalam
ejakulat.Sedangkan konsentrasi sperma adalah jumlah spermatozoa/ml
sperma.Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan
mengunakan metode hemositometer atau ”electronic coulter counter”.
Metode hemositometer lebih sering digunakan untuk sperma yang
mempunyai perkiraan spermatozoa yang sangat rendah (misalnya 10
juta/ml) atau pemeriksaan sperma yang memerlukan penentuan jumlah
dengan segera.
Cara kerja:
 Siapkan pengencer berisi 50 gr NaHCO 3, 10 ml 35% formalin, 5 ml
cairan gentian violet pekat dan aquadestilita sampai 1000 ml.
 Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1:10 atau 1:20
tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang telah dilakukan
sebelumnya (gunakan pipet thoma untuk leukosit)
 Segera pindahkan ke hemositometer (kamar hitung Neubauer) yang
telah ditutup dengan gelas penutup.
 Biarkan hemositometer selama 15 menit sampai 20 menit agar
semua sel mengendap
 Hitung dibawah mikroskop pembesaran 40X untuk spermatozoa (sel
benih yang matang yang mempunyai ekor yang dihitung).
Perhitungan:
Hitung jumlah sperma dengan objek 40x pada daerah leukosit pada 4
bidang.
Perhitungan:
Luas = 1 mm2
Tinggi = 0,1 mm
Vol = 0,1 mm3
Jumlah sperma = 1/0.1 X 4 X pengenceran X N
4. Morfologi
Pemeriksaan morfologi berdasarkan kepala dari spematozoa dapat
dilakukan dengan cara membuat preparat hapusan diatas obyek glass,
kemudian dikeringkan selama 5 menit, lalu di fixasi dengan larutan
metilalkohol selama 5 menit, kemudian selanjutnya dilakukan
pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat warna yang lain.
Bentuk Normal:
 Bentuk oval
Bentuk spermatozoa abnormal:
 Bentuk Pir (seperti buah pir)
 Bentuk Terato (tidak beraturan dan berukuran besar)
 Bentuk Lepto (ceking)
 Bentuk Mikro (kepala seperti jarum pentul)
 Bentuk Strongyle (seperti larva stongyloides)
 Bentuk Lose Hezel (tanpa kepala)
 Bentuk Immature (spermatozoa belum dewasa, terdapat
cytoplasmic)
5. Lekosit
Leukosit di laporkan per-lapang pandang seperti halnya dalam sedimen
urin, misalnya 3 – 8 perlapang pandang. Jumlah lekosit yang besar erat
hubunganya dengan infeksi organ – organ spermiogenesis.

Interprestasi Hasil Analisa Sperma


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan nilai acuan untuk
analisa sperma yang normal, sebagai berikut:
1. Volume total cairan lebih dari 2 ml
2. Konsentrasi sperma paling sedikit 20 juta sperma/ml
3. Morfologinya paling sedikit 15% berbentuk normal
4. Pergerakan sperma lebih dari 50% bergerak kedepan, atau 25%
bergerak secara acak kurang dari 1 jam setelah ejakulasi
5. Adanya sel darah putih kurang dari 1 juta/ml
6. Analisa lebih lanjut (tes reaksi antiglobulin menunjukkan partikel ikutan
yang ada kurang dari 10 % dari jumlah sperma)

No Istilah Jumlah MotilNormal MorfologiNormal


Spermatozoa (%) (%)
(juta/ml)
1 Normozoospermia > 20 > 80 > 50
2 Oligozoospermia < 20 > 50 > 50
3 Ekstrim < 50 > 50 > 50
Oligozoospermia
4 Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50
5 Teratozoospermia > 20 > 50 < 50
6 Oligo < 20 < 50 > 50
Asthenozoospermia
7 Oligi Astheno < 20 < 50 < 50
Teratozoospermia
8 Oligo < 20 > 50 < 50
Teratozoospermia
9 Astheno > 20 < 50 < 50
Teratozoospermia
10 Polizoospermia > 250 > 50 > 50
11 Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan sperma
12 Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13 Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat
ejakulasi
Noimaf
Sper sperm Normal Abnormal forward Abnormal
m ‹ount sperm sperm progress on motilit
count

Sperm count Sperm morphology Sperm motility

fdj

Anda mungkin juga menyukai