Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PRAKTIKUM URINALISIS 1
(Organoleptis Urine Manual, Organoleptis Urine Carik
Celup, Pemeriksaan Glukosa Urine)

OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK 1

KADEK NADIA MARTHA DEWI (1708551001)


NI KADEK RIA PRATIWI (1708551002)
KOMANG DIRGA MEGA BUANA (1708551003)
DWI MEGA PERMATAHATI (1708551004)
LUH PRATIWI DIVA YANTI (1708551006)
PUTU VELLINA DAMAYANTI (1708551007)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
LAPORAN PRAKTIKUM URINALISIS 1
(Organoleptis Urine Manual, Organoleptis Urine Carik Celup, Pemeriksaan
Glukosa Urine)

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sifat organoleptis di dalam sampel urin yang diperiksa dilihat
dari warna, bau, volume, buih serta kekeruhan urin.
2. Untuk mengetahui kandungan glukosa, protein, bilirubin, uribilinogen, pH,
berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit di dalam sampel urin dengan
metode carik celup.
3. Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urin dengan
metode Fehling.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pemeriksaan Organoleptis Urine Manual
Urinalisis merupakan istilah asing yang merupakan gabungan dari kata
urine dan analysis. Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin secara fisik,
kimia, dan mikroskopik. Urinalisis atau pemeriksaan sampel urine dilakukan
untuk tujuan skrining maupun diagnosis berbagai penyakit ginjal, memantau
perkembangan penyakit lainnya seperti diabetes mellitus dan hipertensi serta
untuk mengetahui kesehatan umum (Hendry, 2000).
Parameter yang diamati pada pemeriksaan organoleptis urine secara
manual, yaitu warna urine, bau urine, volume urine, buih pada urine, dan
kekeruhan pada urine.
1) Warna urine
Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin.
Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi urin. Urin encer hampir tidak
berwarna, urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kelainan
pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria),
penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan
tertentu dapat mengubah warna urin. Beberapa keadaan yang
menyebabkan warna pada urin adalah:
- Merah:
Adanya hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab
nonpatologiknya banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab
(kelembak), dan senna.
- Oranye:

1
Adanya pigmen empedu. Penyebab nonpatologiknya obat untuk infeksi
saluran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
- Kuning:
Urin yang sangat pekat, adanya bilirubin, urobilin. Penyebab
nonpatologik: wortel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
- Hijau:
Adanya biliverdin dan bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab
nonpatologiknya preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
- Biru:
Menandakan tidak ada penyebab patologik dan dapat disebabkan karena
pengaruh obat diuretik dan nitrofuran.
- Coklat:
Adanya hematin asam, mioglobin, dan pigmen empedu. Dapat juga
disebabkan karena pengaruh obat levodopa, nitrofuran, dan beberapa obat
sulfa.
- Hitam atau hitam kecoklatan:
Adanya melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen,
methemoglobin. Disebabkan juga karena pengaruh obat levodopa,
cascara, kompleks besi, fenol.
2) Bau Urine
Urine baru pada umumnya tidak berbau keras. Baunya disebut
pesing, disebabkan karena adanya asam-asam yang mudah menguap. Bau
urine dapat dipengaruhi oleh makanan/minuman yang dikonsumsi.
Apabila urine dibiarkan lama, maka akan timbul bau amonia, sebagai hasil
pemecahan ureum. Aceton memberikan bau manis dan adanya kuman
akan memberikan bau busuk pada urine.
3) Volume Urine
Pada orang dewasa, normal produksi urine sekitar 1,5 L dalam 24
jam. Jumlah ini bervariasi tergantung pada luas permukaan tubuh,
konsumsi cairan, dan kelembaban udara/penguapan. Adapun volume urin
yang bersifat abnormal, yaitu sebagai berikut:
- Poliure. Yaitu kondisi volume urine meningkat, dijumpai pada keadaan
seperti diabetes, nefritis kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang
mulai pulih.
- Oliguria. Yaitu volume urine berkurang, dapat dijumpai pada keadaan
seperti penyakit ginjal, dehidrasi, sirosis hati.
- Anuria. Yaitu tidak ada produksi urine, dapat terjadi pada keadaan-
keadaan seperti circulatory collaps (sistolik < 70 mmHg), acute renal
failure, keracunan sublimat, dll.

2
- Residual urine (urine sisa). Yaitu volume urine yang diperoleh dari
kateterisasi setelah sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-puasnya.
4) Buih pada Urine
Bila urine dikocok akan timbul buih, bila buih berwarna kuning,
dapat disebabkan oleh pigmen empedu (bilirubin), atau
phenylazodiamino-pyridine. Adanya buih juga dapat disebabkan karena
adanya sejumlah besar protein dalam urin (proteinuria).
5) Kekeruhan pada Urine
Urine baru dan normal pada umumnya jernih. Kekeruhan biasanya
terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin asam) atau
fosfat (dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan
selular berlebihan atau protein dalam urin. Adanya kekeruhan pada urine
umumnya disebabkan karena:
- Fosfat amorf, ditandai warna putih, hilang bila diberi asam, terdapat pada
urine yang alkalis.
- Urat amorf, ditandai warna kuning coklat, hilang bila dipanaskan, terdapat
pada urine yang asam.
- Darah, ditandai warna merah sampai coklat.
- Pus, terlihat seperti susu, menjadi jernih setelah disaring.
- Kuman. Pada umumnya akan tetap keruh setelah disaring ataupun
dipusingkan dan pada urethritis terlihat benang-benang halus.
(Santhi, 2020).
2.2 Pemeriksaan Organoleptis Urine Carik Celup
Pemeriksaan organoleptis urine dengan menggunakan metode carik celup.
Dipstick atau tes carik celup adalah strip reagen berupa strip plastic tipis yang
ditempeli seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis
parameter yang diperiksakan. Perubahan warna akan dibandingkan dengan
skala warna rujukan yang ditempel pada wadah atau botol reagen strip
(Pusdiklatkes, 2000).
Prinsip pemeriksaan urine dengan carik celup yaitu strip reagen yang
dicelupkan dalam urine, warna strip akan berubah untuk setiap kategori sesuai
kandungan zat yang akan diperiksa pada sampel urine. Menunjukan ada atau
tidaknya zat tersebut dalam urine yang diperiksa dan tinggi rendahnya
kandungan zat tersebut dalam sampel urine. Pemeriksaan urinalisis yang
biasadilakukan dengan carik celup antara lain: pH, berat jenis urin, glukosa,
keton,protein, darah, urobilinogen, bilirubin, leukosit, eritrosit, dan nitrit
(Indranila dan Puspito, 2012).
Parameter uji kimia yang tersedia pada reagen strip atau carik celup
umumnya adalah glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis,
darah, keton, nitrit, dan leukosit.

3
1) Glukosa
Untuk pengukuran glukosa urin, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase
(GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.
2) Protein
Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna bromphenol biru,
yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin,
protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
3) Bilirubin
Berdasarkan reaksi diazo antara bilirubin dengan garam diazonium dalam
suasana asam membentuk warna azobilirubin
4) Urobilinogen
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat
mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
5) pH
Berdasarkan prinsip double indikator yang mengandung metal merah,
PP,dan BTB sehingga memungkinkan perubahan warna dari jingga, hijau
sampai biru pada daerah 5-9.
6) Berat jenis
Berdasarkan pada perubahan warna reagen dari biru hijau ke hijau
kekuningan tergantung pada konsentrasi ion dalam urin.
7) Darah
Berdasarkan aktivitas pseudoperoxidatif hemoglobin yang mana katalisis
reaksi dari disopropil benzene dihidroperoksid dan 33’55’-
tetrametilbenzidin, hasilnya mulai dari orange sampai hijau.
8) Keton
Pemeriksaan keton dengan pereaksi nitroprussida berdasarkan prinsip tes
lugol, yaitu dalam suasana basa, asam asetoasetat akan bereaksi dengan Na.
nitroprussida menghasilkan warna ungu.
9) Nitrit
Berdasarkan reaksi griess, nitrit bereaksi dengan sulfonamide aromatic
membentuk garam diazonium membentuk zat warna azo.
10) Leukosit
Berdasarkan prinsip leukosit esterase dalam Urin yang dapat menghidrolisa
suatu ester (indoxyl ester) menjadi alkohol dan asam.
(Santhi, 2020).
2.3 Pemeriksaan Glukosa pada Urin dengan Metode Fehling
Pemeriksaan adanya glukosa pada urine menggunakan metode fehling A
danfehling B merupakan jenis pemeriksaan semi-kuantitatif. Dicampurkan
pada sampel urin serta dilakukan pemanasan dan diamati perubahan warna

4
yang terjadi.Warna urine dibandingkan dengan warna pustaka yang
menyatakan nilai positif (+) maupun nilai negatif (-). Berikut reaksi dan
interpretasi hasil berdasarkan perubahan warna yang terjadi.

Gambar 1. Reaksi Glukosa dan reagen Fehling (Pearce, 2006).


Prinsip pemeriksaan glukosa pada urine yaitu dalam suasana alkali,
glukosaakan mereduksi ion cupri menjadi cupro dan mengendap dalam bentuk
merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai gugusan aldehid atau keton
bebasakan memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na karbonat (basa yang
tidakbegitu kuat) berguna untuk mencegah pengendapan Cu++. Sukrosa
memberikanreaksi negative karena tidak mempunyai gugusan aktif
(aldehid/keton bebas).Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah
yang terbentuk darikarbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen
di hati dan ototrangka (Pearce, 2006).
Nilai normal yang digunakan sebagai parameter pada pemeriksaan glukosa
urin menggunakan metode Fehling adalah sebagai berikut:
(-) : biru / hijau keruh
(+) : keruh dan warna hijau agak kuning
( ++ ) : kuning kehijauan dengan endapan kuning
( +++ ) : kuning kemerahan dengan endapan kuning merah
( ++++ ) : larutan merah bata / merah jingga
(Santhi, 2020).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
a) Pot urine/ beaker glass 50ml
b) Tabung Reaksi
c) Indikator Carik Celup
d) Rak Tabung
e) Api Bunsen
f) Pipet Ukur
g) Ball Filler
h) Penjepit Buaya

5
3.2 Bahan
a) Sampel Urine
b) Reagen Carik Celup
c) Reagen Fehling A dan B

IV. CARA KERJA


4.1 Organoleptis Urine Manual
Sampel urine dimasukkan ke dalam beaker glass

Dilakukan pengamatan terhadap warna, bau, volume, buih dan


kekeruhan dari sampel urine

Dicatat hasil pengamatan

4.2 Organoleptis Carik Celup

Ambil sejumlah trip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup
kembali wadah

Celupkan strip reagen seperlunya kedalam urine selama dua detik

Hilangkan kelebihan urin dengan menyentuhkan strip di tepi wadah


specimen atau dengan meletakkan strip diatas secarik kertas tisu

Celupkan strip reagen seperlunya kedalam urine selama dua detik

Celupkan strip reagen seperlunya kedalam urine selama dua detik

4.3 Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Fehling

Diambil 2 mL larutan Fehling A dan 2 mL larutan Fehling B

6
Larutan dihomogenkan

Dilakukan uji terhadap masing-masing urine. Dimana 1 mL


campuran Fehling A dan Fehling B dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan sampel urine sebanyak 0,5 mL

Larutan dicampur

Dipanaskan dengan api Bunsen hingga mendidih

Perubahan warna yang terjadi diamati

V. HASIL DAN PENGAMATAN


5.1 Organoleptis Urine Manual
Sampel Sampel Rumah
Parameter Dokumentasi
Mahasiswa Sakit

Warna kuning merah

Bau pesing Pesing kuat


a) Sampel mahasiswa
Hilang setelah Tidak hilang
Buih
didiamkan setelah didiamkan

Kekeruhan Jernih Keruh

Volume 90 mL 30 mL b) Sampel Ruma Sakit

7
5.2 Organoleptis Carik Celup
Sampel Sampel Rumah
Parameter Dokumentasi
Mahasiswa Sakit
Leu 125 ++ 15 ±

Nit - -

Uro 0,2 (3,5) 0,2 (3,5)

Pro 15 (0,15) ± 100 (0,1) ++

a) Sampel mahasiswa
pH 6,5 6

Blo ++ +++

Sg 1,015 1,030

Ket - 5 (0,5) ±

Bil 1 (17) + 1 (17) +


b) Sampel RS
Glu - -

5.3 Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Fehling


Sampel Hasil Dokumentasi
Mahasiswa -
(P)
II +++

III ++

IV. PEMBAHASAN
6.1 Uji Organoleptis Urine Manual
Praktikum kali ini mengenai urinalisis meliputi pemeriksaan urin secara
organoleptis manual, tes carik celup urin, dan pemeriksaan glukosa urin dengan
metode Fehling. Urinalisis merupakan pemeriksaan sampel urin yang bertujuan
untuk skrining, diagnosis evaluasi berbagai penyakit ginjal, infeksi saluran kemih,
batu ginjal, dan memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan

8
tekanan darah tinggi (hipertensi), serta skrining terhadap status kesehatan umum
(Santhi, 2019). Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas.
Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa milimeter
pertama urin dan pasien membersihkan daerah genital sebelum mulai menampung
urin. Tes ini umumnya digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis,
mendapatkan informasi mengenai fungsi organ dan metabolisme tubuh, mendeteksi
kelainan asimptomatik, serta mengikuti perjalanan penyakit dan pengobatan (Naid
et al., 2014). Sampel yang digunakan dalam uji ini adalah sampel rumah sakit , dan
sampel urin mahasiswa pada pagi hari karena urin pagi lebih pekat daripada urin
yang dikeluarkan pada siang hari sehingga baik digunakan dalam pemeriksaan
sedimen, berat jenis, protein dan tes kehamilan (Gopala, 2016).
Praktikum ini diawali dengan pemeriksaan organoleptis urin secara manual
meliputi pengujian terhadap beberapa parameter seperti warna, bau, volume, buih,
dan kekeruhan. Pemeriksaan organoleptis urin secara manual dilakukan tanpa
menggunakan alat atau instrument dan mengandalkan indera yang kemudian
hasilnya dibandingkan dengan pustaka. Pemeriksaan warna urin dilakukan dengan
cara melihat warna urin pada beaker glass. Warna urin dapat dijadikan indikator
ada tidaknya implikasi klinik pada seorang pasien. Warna urin dipengaruhi oleh
konsentrasi, adanya obat, senyawa eksogen dan endogen, dan pH (Kemenkes RI,
2011). Urin normal memiliki warna jernih hingga berwarna kuning oleh pigmen
urokrom dan urobilin (Gandasoebrata, 2006). Sampel urin mahasiswa yang diamati
berwarna kuning pekat sedangkan sampel urin rumah sakit berwarna merah.
Interpretasi warna pada sampel urin mahasiswa ini menandakan kesehatan pada
organ dalam sedangkan pada sampel rumah sakit menandakan ketidaksehatan organ
didalam tubuh pasien. Ketika sampel urin berwarna merah maka menandakan
adanya suatu penyakit, baik itu penyakit hematuria (dimana penyakit ini merupakan
istilah medis yang menandakan adanya darah dalam urine), penyakit Infeksi
Saluran Kemih, ataupun penyakit ginjal. Warna urin dihasilkan oleh pigmen
urokrom yang merupakan hasil rombakan dari sel darah merah yang telah mati yang
sebelumnya telah diproses di hati untuk mengalami proses detoksifikasi, kemudian
disaring oleh ginjal dan akhirnya keluar bersama urin sekaligus mewarnai urin
tersebut (Sacher, 2002).
Parameter pemeriksaan organoleptis selanjutnya adalah bau urin.
Pemeriksaan bau urin berhubungan dengan kerusakan urin. Hasil pengamatan
terhadap bau sampel urin mahasiswa adalah berbau pesing sedangkan sampel urin
rumah sakit berbau sangat pesing dimana bau sangat pesing ini dikarnakan kondisi
urin yang rusak dan urin dihasilkan dari organ yang tidak sehat.. Bau ini berasal
dari asam organik yang mudah menguap (volatile), namun apabila dibiarkan lama
akan berbau seperti ammonia hasil pemecahan ureum Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan terhadap volume urin. Volume sampel urin mahasiswa pada

9
pemeriksaan diperoleh 90 mL sedangkan pada sampel urin rumah sakit diperoleh
30 mL. Volume urin normal pada orang dewasa adalah 1.500 mL dalam 24 jam,
tergantung dari jumlah masuknya (intake) cairan serta faktor lainnya seperti umur,
berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktifitas
seseorang yang bersangkutan (Syamsuri, 2004; Gandasoebrata, 2009). Pengukuran
volume urin bermanfaat untuk menentukan adanya gangguan fatal ginjal, kelainan
dalam keseimbangan cairan tubuh, dan berguna untuk menafsirkan hasil
pemeriksaan kuantitatif dari urin (Gandasoebrata, 2009). Pemeriksaan buih urin
dilakukan dengan cara mengocok sampel urin pada tabung reaksi kemudian diamati
buih yang terbentuk. Ketika urine dikocok akan terjadi buih akibat adanya protein
yang akan mempermudah terbentuknya buih. Urin yang berbusa disebabkan karena
mengandung protein atau asam empedu (Kemenkes RI, 2011). Buih pada urin
normal berwarna putih, sedangkan buih warna kuning disebabkan oleh karena
adanya pigmen empedu (bilirubin) atau phenylazodiaminopyridin. Dalam
pemeriksaan sampel urin mahasiswa terbentuk buih berwarna putih yang
menandakan urin normal dan buih hilang setelah didiamkan sedangkan pada sampel
urin rumah sakit buih tidak hilang setelah didiamkan. Pengujian parameter
kekeruhan urin dilakukan dengan cara mengamati pada tabung reaksi. Urin yang
keruh merupakan tanda adanya urat, fosfat atau sel darah putih (pyuria),
polymorphonuclear (PMNs), bakteriuria, obat kontras radiografi (Kemenkes RI,
2011). Sampel urin mahasiswa menunjukkan bahwa hasil sampel urin jernih yang
menandakan bahwa urin tersebut normal sedangkan sampel urin pasien rumah sakit
menunjukkan hasil sampel urin keruh yang menandakan bahwa urin tersebut tidak
normal atau diduga mengandung adanya urat, fosfat atau sel darah putih.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari pemeriksaan organoleptis urin secara
manual didapatkan hasil bahwa sampel urin mahasiswa menunjukkan hasil yang
normal sedangkan untuk sampel urin rumah sakit menunjukkan hasil yang tidak
normal.
6.2 Uji Organoleptis Urine Carik Celup
Uji selanjutnya dilakukan pemeriksaan organoleptis urine dengan metode
carik celup. Metode carik celup merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
untuk pemeriksaan urine yaitu pemeriksaan bobot jenis, glukosa. pH, nitrit, keton,
leukosit, protein, urobilinogen, bilirubin, dan darah. Pemeriksaan urine dengan
metode carik celup dilakukan dengan menggunakan Dipstik yang berupa strip
plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid dan mengandung bahan kimia tertentu
sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Cara pemeriksaan urine dengan metode
carik celup (dipstick) yaitu dengan mencelupkan strip kedalam urin dan kemudian
diamati perubahan warna strip pada setiap kategori.
Hasil yang diperoleh dari pengujian bobot jenis pada sampel urine
mahasiswa memiliki berat jenis sebesar 1,015, sedangkan pada sampel urine pasien

10
rumah sakit sebesar 1,030. Pemeriksaan berat jenis urine dapat digunakan untuk
mengevaluasi penyakit ginjal pasien. Berat jenis (specific gravity) normal adalah
1,001-1,030 dan menunjukkan kemampuan pemekatan yang baik. Hal ini
dipengaruhi oleh status hidrasi pasien dan konsentrasi urine. Sehingga pada kedua
sampel urine yang diujikan dikatakan memiliki berat jenis normal. Berat jenis urin
dapat meningkat pada kondisi diabetes (glukosuria), proteinuria (> 2g/24 jam),
radio kontras, manitol, dekstran, diuretik. Nilai berat jenis menurun dengan
meningkatnya umur (seiring dengan menurunnya kemampuan ginjal memekatkan
urin) dan preginjal azotemia (Kemenkes RI, 2011).
Pemeriksaan glukosa pada urine digunakan untuk mendeteksi dan
monitoring kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus. Dalam keadaan normal
hampir semua glukosa difiltrasi glomerulus dan diserap kembali oleh tubulus
proksimal. Biasanya glukosa pada urine terdeteksi jika kadar glukosa darah sudah
mencapai 160-180 mg/dL tetapi glukosa dalam urine juga dapat terdeteksi pada
urine normal. Umumnya gluoksuria (kelebihan gula dalam urine) menandakan
diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu glukosuria tidak selalu
dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus (Tarigan, 2018).
Pemeriksaan glukosa pada sampel urine mahasiswa dan sampel urine pasien rumah
sakit menunjukkan hasil yang negatif.
pH sampel urine yang diperiksa untuk sampel mahasiswa adalah 6,5
sedangkan untuk sampel pasien rumah sakit adalah 6 yang bersifat relatif asam
lemah. pH urine normal berkisar antara 5,0-7,5, sehingga sampel urin yang
diperiksa pada sampel mahasiswa dan sampel rumah sakit dikatakan memiliki pH
normal. Pada kondisi urine yang bersifat basa (alkali) dapat disebabkan karena
adanya organisme pengurai (Klebsiella atau E. coli) yang memproduksi protease
seperti proteus, ginjal tubular asidosis akibat terapi amfoterisin, penyakit ginjal
kronik, dan intoksikasi salisilat. Sedangkan urine yang bersifat asam dapat
disebabkan oleh emfisema pulmonal, diare, dehidrasi, kelaparan (starvation) dan
asidosis diabetik (Kemenkes RI, 2011).
Uji nitrit dengan metode carik celup digunakan untuk mengidentifikasi
adanya bakteri dengan jumlah signifikan dalam urine. Contoh bakteri yang terdapat
dalam urine adalah Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, dan
Proteus. Bakteri-bakteri memiliki enzim reduktase yang mampu mereduksi nitrat
menjadi nitrit (Tarigan, 2018). Pemeriksaan nitrit dengan metode carik celup pada
kedua sampel urin yang diteliti menunjukkan hasil yang negatif.
Pemeriksaan keton pada sampel pasien rumah sakit menunjukkan hasil
kandungan keton yaitu sebanyak 5(0,5)±. Hal ini dapat disebabkan adanya
kemungkinan pasien mengalami gangguan kondisi metabolik seperti ginjal,
glikosuria, peningkatan kondisi metabolik seperti hipertiroidisme, demam,

11
kehamilan, menyusui, malnutrisi, dan diet kaya lemak (Kemenkes RI, 2011).
Sedangkan hasil pemeriksaan pada sampel urine mahasiswa menujukkan hasil
negatif.
Pemeriksaan leukosit pada sampel urine mahasiswa sebesar 125++,
sedangkan pada sampel urine pasien rumah sakit sebesar 15+. Dimana keberadaan
leukosit pada urin >5/lpb disebut sebagai leukosituria. Sehingga pada kedua sampel
kemungkinan adanya gangguan yaitu leukosituria. Leukosituria mengindikasikan
adanya proses inflamasi yang terjadi pada saluran genitouria. Leukosituria biasanya
muncul bersamaan dengan infeksi saluran kemih walaupun tidak spesifik. Terdapat
beberapa kondisi yang dapat menyebabkan leukosituria antara lain demam,
glomerulonefritis, proses inflamasi lain baik di saluran kemih ataupun daerah pelvis
misalnya apendisitis (Putra, 2013).
Pemeriksaan protein dalam sampel urine mahasiswa yang diperiksa
diperoleh nilai sebesar 15(0,15)±, sedangkan pada sampel urine pasien rumah sakit
sebesar 100(0,1)++. Dimana pada nilai rujukan normal untuk protein seharusnya
tidak terdapat dalam urine. Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu
sehat karena perubahan fisiologis tubuh selama olah raga, stress atau diet yang tidak
seimbang dengan daging juga dapat menyebabkan protein dalam jumlah signifikan
muncul dalam urine.
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang terbentuk dari degradasi
hemoglobin. Adanya bilirubin pada urine dijumpai pada ikterus parenkim (hepatitis
infeksiosa dan toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), dan
penyakit hati kronis disertai ikterik. Uji dipstik untuk bilirubin urine adalah dengan
menggunakan reaksi diazo. Bilirubin akan bereaksi dengan garam diazonium (2,6-
diklorobenzendiazonium-tetrafluorobonate) pada suasana asam dan menghasilkan
azodye yang akan memperlihatkan perubahan warna dari reagen strip dari warna
merah muda sampai ungu. Bilirubin terkonjugasi yang masuk kedalam saluran
cerna akan berubah menjadi urobilogen dan sterkobilin dengan bantuan bakteri
yang ada di saluran cerna. Nilai rujukan kadar urobilinogen kurang dari 1 mg/dl
yang terdapat dalam urine masih terbilang normal. Peningkatan urobilinogen diatas
1 mg/dl memperlihatkan adanya penyakit hepar dan kelainan hemolitik (Tarigan,
2018). Pada pengujian urobilinogen pada kedua sampel urine yang diperiksa
menunjukkan hasil 0,2 (3,5) sehingga masih dikatakan dalam rentang normal.
Sedangkan pada pengujian bilirubin pada kedua sampel urine yang diperiksa
mendapatkan hasil 1(17)+, dimana dengan adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl dalam
urine akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati
atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat
mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu
dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium (Wilmar,
2000).

12
Kondisi ditemukannya darah dalam urin yang disebut hematuria sedangkan
produk dari sel darah merah yang hancur seperti hemoglogin yang disebut
hemoglobinuria. Darah dalam urin dapat dilihat dengan tanpa alat bantu jika
kadarnya tinggi. Biasanya hematuria akan tampak seperti urin merah berawan dan
hemoglobinuria tampak seperti merah jenih. Pemeriksaan urin dengan carik celup
akan memberi hasil positif jika terjadi hematuria, hemoglobinuria, dan
mioglobinuria. Hematuria berhubungan dengan kerusakan pada ginjal atau organ
genitourinari lainnya yang berdarah akibat trauma atau kerusakan organ lainnya.
Hematuria juga dapat disebabkan penyakit glomerulus, tumor, trauma, pielonefritis,
atau terapi antikoagulan (Tarigan, 2018).

6.3 Pemeriksaan Glukosa Urine dengan Metode Fehling


Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan adanya glukosa dalam urin
dengan menggunakan metode Fehling. Prinsip pada pemeriksaan glukosa ini
adalah, pereaksi Fehling yang ditambah karbohidrat pereduksi, kemudian
dipanaskan, akan terjadi perubahan warna dari biru, kemudian hijau, kuning,
kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk endapan merah bata kupro oksida bila
jumlah karbohidrat pereduksi banyak. Intensitas warna merah tersebut, secara kasar
menunjukkan kadar glukosa dalam urin yang diperiksa (Santhi, 2018; Sumardjo,
2008). Reaksi reagen Fehling terhadap gula pereduksi digambarkan sebagai berikut.

Gambar. Reaksi reagen Fehling dengan gula pereduksi (Sumardjo, 2008).

Pemeriksaan glukosa urin ini dilakukan terhadap 1 sampel urine mahasiswa


dan 2 sampel urin pasien yakni sampel urine pasie nomor II dan nomor III. Sampel
urine mahasiswa menghasilkan warna biru yang diinterpretasikan sebagai nilai (–)
dan menunjukkan bahwa tidak adanya gula pereduksi dalam sampel urine yang
dapat mereduksi kupri sehingga tidak terbentuknya Cu2O. Sampel urine pasien
nomor II menghasilkan warna kuning kemerahan dengan adanya endapan kuning
merah yang diinterpretasikan sebagai nilai (+++) dan sampel urine pasien nomor
III menghasilkan warna kuning kehijauan dengan endapan kuning yang
diinterpretasikan sebagai nilai (++) kedua hasil ini menginterpretasikan adanya
kandungan glukosa dalam sampel urin pasien (nomor II dan III) karena adanya gula
pereduksi dalam sampel yang dapat mereduksi kupri membentuk Cu2O, akan tetapi
jumlahnya yang tidak terlalu banyak menyebabkan endapan Cu2O yang terbentuk

13
tidak terlihat sempurna. Sehingga dapat dinyatakan bahwa urin mahasiswa negative
mengandung glukosa dan kedua urin pasien positif mengandung glukosa.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pada pemeriksaan organoleptis urin secara manual didapatkan hasil bahwa
sampel urin mahasiswa menunjukkan hasil yang normal sedangkan untuk
sampel urin rumah sakit menunjukkan hasil yang tidak normal.
2. Berdasarkan pemeriksaan urine dengan carik celup diperoleh hasil yang
berbeda diantara sampel urine mahasiswa dengan sampel urine pasien rumah
sakit, dimana dari kesepuluh parameter (glukosa, protein, bilirubin,
urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrin, dan leukosit) pada sampel
pasien rumah sakit lebih banyak yang mengindikasikan tidak normal
dibandingkan sampel mahasiswa.
3. Pemeriksaan glukosa pada urine dengan metode fehling pada sampel urine
mahasiswa menghasilkan negatif glukosa sedangkan pada dua sampel urin
pasien rumah sakit positif mengandung glukosa.

14
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta Timur: Dian
Rakyat.
Gopala, J. 2016. Pengaruh Kecepatan Sentrifugasi terhadap Hasil Pemeriksaan
Sedimen Urin Pagi Metode Konvensional. Skripsi. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
Hendry, J.B. 2000. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods:
Examination of Urine. New York: Saunders.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Naid. T., F. Mangerangi, dan H. Almahadaly. 2014. Pengaruh Penundaan Waktu
Terhadap Hasil Urinalisis Sedimen Urin. As-Syifaa 6(2): 212-129.
Pearce, E. C. 2006. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Pusdiklates. 2000. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Klinik. Edisi I. Jakarata:
Depress.
Putra, K. A. 2013. Gambaran Temuan Lekosituria pada Pasien Diabetes Melitus di
Rumah Sakit Umum Kota Tanggerang Selatan Periode Januari-Juni Tahun
2013. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universtisa Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sacher, R. A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Santhi, D. 2019. Diktat Praktikum Kimia Klinik Farmasi. Universitas Udayana:
Bagian Patologi Klinik PSPD Fakultas Kedokteran.
Syamsuri, I. 2004. Buku Kerja Ilmiah Biologi SMP IB. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Taringan, O. N. 2018. Perbedaan Hasil Urinalisis Metode Disptik pada Urin Segar,
Urin Simpan 4 Jam Suhu Ruangan, dan Urin Simpan 4 Jam Suhu 20C-80C.
Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Wilmar, M. 2000. Praktikum Urin, Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta: Widya
Medika.

15

Anda mungkin juga menyukai