Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Batu Empedu

Disusun oleh:
Thurain Leo
406192117

Pembimbing:
dr. Jeffrey, Sp.B, KBD

Bagian Ilmu Bedah


Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta
Periode 22 Maret – 15 Mei 2021
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Thurain Leo

NIM : 406192117

Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Bagian : Ilmu Bedah

Periode : 22 Maret – 15 Mei 2021

Judul : Batu Empedu

Diajukan :

Pembimbing : dr. Jeffrey, Sp.B, KBD

Telah diperiksa dan diajukan tanggal


...........................................................

Pembimbing

dr. Jeffrey, Sp.B, KBD

2
Universitas Tarumanagara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan referat dengan baik. Referat ini merupakan salah satu prasyarat
agar dapat dinyatakan lulus dari kepaniteraan bagian ilmu bedah.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Lisa Irawati, Sp. Rad yang telah membimbing dalam penyusunan referat
mengenau Batu Kandung Empedu dan Saluran Empedu.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, mengingat
terbatasnya waktu dan kemampuan yang tersedia. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang kiranya dapat membangun, demi
kesempurnaan referat ini. Saya berharap referat ini dapat berguna untuk kita
semua. Atas perhatian dan dukungan saya ucapkan terima kasih.

Jakarta,

Thurain Leo

3
Universitas Tarumanagara
DAFTAR ISI

BAB 1......................................................................................................................1
1.1 Pendahuluan..............................................................................................1
BAB 2......................................................................................................................2
2.1 Anatomi.....................................................................................................2
2.2 Fisiologi.....................................................................................................3
2.3 Batu Empedu.............................................................................................5
2.3.1 Definisi..................................................................................................5
2.3.2 Epidemiologi..........................................................................................5
2.3.3 Faktor Risiko.........................................................................................6
2.3.4 Patofisiologi...........................................................................................6
2.3.5 Manifestasi Klinis..................................................................................9
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................10
2.3.7 Tatalaksana..........................................................................................12
BAB 3....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

4
Universitas Tarumanagara
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju
dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya
keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan
sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di
negara-negara berkembang cenderung meningkat.1
Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu
empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu
empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi.2

1
Universitas Tarumanagara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak
tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung
empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu3.
Arteri Cysticus yang memperdarahi kandung empedu biasanya merupakan
cabang dari arteri hepatika kanan (>90%). Arteri Cyticus ketika mencapai leher
kandung emepdu akan bercabang menjadi dua yaitu divisi anterior dan posterior.
Pembuluh darah vena dari kandung empedu melalui vena cyticus dan dibawa
menuju vena porta. Saluran lymphaticus dibawa menuju nodus limfa di leher
kadnung emepdu. Persarafan kandung empedu berasal dari N.Vagus dan dari
capang simpatis yang menuju pleksus celiac (T8-T9). Rangsangan dari hati,
kandung empedu dan saluran empedu dilewati oleh serabut saraf aferen menuju
nervus splanchnic dan mediasi nyeri kolik biliaru. Cabang hepatik dari bervus
vagus memberikan rangsangan kolinergik pada kandunmg empedu, saluran
empedu dan hati.3
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus
hepatikus komunis (panjang 1-4 cm, diameter ± 4 mm). Duktus hepatikus
bergabung dengan duktus sistikus (panjang bervariasi) membentuk duktus
koledokus (panjang 7-11 cm, diameter 5-10 mm) 4. Duktus kolefuk akan berjalan
secara oblik menuju bawah hingga dinding duodeum, sepanjang 1-2 cm sebelum
pembukaan papila membran mukosa (ampulla vater), sekitar 10 cm distal dari
pyylorus. Sfingter oddi, merupakan otot polos yang teball, mengelilingi ampula
vater yang berfungsi untuk mengontrol aliran cairan empedu dan cairan pankreas
kedalam duodenum.3

2
Universitas Tarumanagara
Perdarahan arteri saluran empedu berasal dari arteri gastroduodenal dan
hepatika kanan, dengan serabut saraf dan ganglia semakin banyak pada sfingter
oddi, namun suplai saraf dan dari duktus koledokus dan sfingter oddi sama
dengan yang di kandung empedu.3

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu

Gambar 2.2. Sfingter Oddi


2.2 Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya
antara 600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml
empedu5. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam
kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer
dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang
terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%3.
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

3
Universitas Tarumanagara
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi
produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.

 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk


buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati.

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal


ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah
makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding
kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang
bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis
kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat
oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan
enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam
duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat
lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung
buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya
kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam5.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan7.

4
Universitas Tarumanagara
Gambar 2.3 Efek Kolesistokinin pada kandung empedu dan fingter oddi, a) ketika
puasa, dengan sfingter oddi berkontraksi dan pengisian kandung empedu, b)
ketika makan. Sfingter oddi relaksasi dan pengosongan kandung empedu.

2.3 Batu Empedu


2.3.1 Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya7.

Gambar 2.4 lokasi batu empedu


2.3.2 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka kejadian di
Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara. Peningkatan
insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut ”5

5
Universitas Tarumanagara
Fs” : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk),
fair, dan forty (empat puluh tahun)8.
2.3.3 Faktor Risiko
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu
empedu bisa berjalan dalam keluarga9. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai,
di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu
lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu
empedu juga sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia10.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan
semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu
empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga
orang11,12.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia
jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki9.
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang
lama9,13.

2.3.4 Patofisiologi
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna,
akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu
dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan

6
Universitas Tarumanagara
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus3.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-
garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak
yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat
diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu5.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut
dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus11.
Berdasarkan etiologi terdapat 3 jenis batu, yaitu:
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi
lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan
batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa
organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah
hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam
empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga (gambar 2.9), yang

7
Universitas Tarumanagara
koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan
kolesterol9.
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:
 Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
 Pembentukan nidus.
 Kristalisasi/presipitasi.
 Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika
Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu
kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel,
sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung
dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu
dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain.
Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60
% dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai
hitam9
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan
mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan
pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris
merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen (Sarr & Cameron, 1996).
Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik),
lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu
kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam
batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris
Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang dianggap
mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong
pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut14.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini
sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. Batu ini

8
Universitas Tarumanagara
bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran
mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol9.
2.3.5 Manifestasi Klinis
2.3.5.1 Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri
bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan
penyakit sampai 50% dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien
yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan
gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode wakti 5 tahun. Tidak ada
data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan
batu empedu asimtomatik3.
2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris3,11.
3. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita
usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa
serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah
epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan
pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung

9
Universitas Tarumanagara
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada
kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas
sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik3.
2.3.5.2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma11.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui
ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif9.
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium Darah
Ketika pasien dengan kecurigaan penyakit pada kandung empedy arau
saluran emepdu ekstrahepatik dapat dilakukan evaluasi pemeriksaan darah
lengkap dan pemeriksaan fungsi hati. Peningkatan leukosit dapat
menandakan terdapaat colesistitis. Jika disertai dengan peningkatan serum
bilirubin, Alkalin fosfatase, dan aminotransferase, cholangitis dapat
dicurigakan. Kolestasis, yang merupakan obstruksi aliran cairan empedu,

10
Universitas Tarumanagara
dikarakteristikan oleh peningkatan bilirubin (terkonjugasi) dan
peningkatan alkallin fosfatase. Serum aminotransferase dapat normal atay
sedikit meningkat. Pada pasien dengan nyeri kolik biliary atau kolesistitis
kronik, pemeriksaan darah biasanya dapat normal.
 Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasif, tidak nyeri, dan tanpa radiasi. Pasien obesitas,
ascites, dan pasien dengan distensi usu dapat sulit untuk dinilai.
Spesifisitas dan sesnitifitas >90%.

Gambar 2.5 Hasil USG batu empedu


 Cholecystografi Oral
Dilakukan dengan cara memberikan kontras radioopak yang diabsorbsi
dan dieksresikan opleh hati dan dikeluarkan kedalam kandung empedu.
Jika ada batu akan membtukgambaran filling defect. Pemeriksaan ini tidak
boleh diberikan pada orang dengan malabsorsbi,muntah, jaundice
obstruktif, dan gagal hepar.
 Ct-Scan

 Percutaneus Transhepatic Cholangiography

11
Universitas Tarumanagara
 Magnetic Resonance Imaging
 Endoscopic Retrograde Chalangiopancretography
 Endoscopic Ultrasound
2.3.7 Tatalaksana
Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan
umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam
ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu
pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.
Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 %
dalam 5 tahun1.
b). Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi2.
c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang
benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat9.

Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada
tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari

12
Universitas Tarumanagara
65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka
kematian mencapai 0,5 %3.
b). Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di
rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier
yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak
dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua
otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga14.
c). Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.

13
Universitas Tarumanagara
BAB 3
KESIMPULAN

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk


suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya. Terdapat tiga jenis batu yaitu batu kolestrol, pigmen dan
campuran. Gejala klinis beragam dari asimtomatik hingga simtomati. Pemeriksaan
laboratorium dan radiologi digunakan untuk menunjang diagnosis. Penatalaksaan
konservatif dan operasi menjadi pilihan untuk penatalaksanaan.

14
Universitas Tarumanagara
DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.380-
4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64
3. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States
America : McGraw Hill, 2005.826-42.
4. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
5. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
7. Reeves CJ. Penyakit Kandung Empedu dalam : Keperawatan Medika Bedah.
Edisi Ke-1. Jakarta : Salemba Medika, 2001. 149-51
8. Sarr MG, Cameron JL. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of
Surgery, edisis ke-2. Jakarta: EGC, 1996. 121-123
9. Garden Jet et al. Gallstone dalam: Principle and Practice of Surgery. China:
Elseiver, 2007. 23.
10. Bateson M. Batu Empedu dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan, 1991. 35-41.
11. Bhangu AA et al. Cholelitiasis and Cholesistitis dalam: Flesh and Bones of
Surgery. China: Elseiver, 2007. 123.
12. Kasper DL et al. Cholelitiasis, Cholesistitis, and Cholangitis dalam: Harrisons
Manual of Medicine, McGraw Hill, 2005, 751.
13. Nealon TF. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC, 1996. 394

15
Universitas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai