Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

SINDROM MIRIZZI

Disusun oleh :
Shinta Ismaharani Pelamonia Saing
1261050117

Pembimbing :
dr. E. Surya D. Pohan, Sp.B-KBD, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PERIODE 8 MEI – 22 JULI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Mirizzi Syndrome.

Penyusunan referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir

Kepaniteran Stase Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Dalam penulisan

referat ini tentunya penulis menerima banyak bimbingan, bantuan dan dukungan baik moril

maupun materi sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. E. Surya D. Pohan, Sp.B-KBD selaku dokter pembimbing referat, penulis

berterimakasih atas bimbingannya dan saran yang membangun selama proses penulisan

referat.

2. Seluruh dosen pembimbing stase bedah di FK UKI

Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan masukan dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Semoga referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, serta dapat menjadi acuan

untuk penulisan selanjutnya.

Jakarta, Juni 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................I

DAFTAR ISI..............................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3

2.1 Mirizzi Syndrome.....................................................................................3

2.1.1 Anatomi Kandung Empedu.............................................................3

2.1.2 Fisiologi Kandung Empedu.............................................................4

2.1.3 Definisi Mirizzi Syndrome...............................................................5

2.1.4 Epidemiologi Mirizzi Syndrome......................................................5

2.1.5 Klasifikasi Mirizzi Syndrome..........................................................6

2.1.6 Keadaan Klinis Mirizzi Syndrome...................................................7

2.1.7 Faktor Resiko Mirizzi Syndrome.....................................................7

2.1.8 Patofisiologi Mirizzi Syndrome.......................................................8

2.1.9 Diagnosis Mirizzi Syndrome...........................................................9

2.1.10 Diagnosis Banding Mirizzi Syndrome...........................................13

2.1.11 Penatalaksanaan Mirizzi Syndrome...............................................14

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MIRIZZI SYNDROME

2.1.1 ANATOMI KANDUNG EMPEDU7,8

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang terletak
pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri,
yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada orang
dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL. Kandung
empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar , yang mengandung vena dan
saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati.
Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi:
 fundus,
 korpus,
 infundibulum,
 kolum.
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke
duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri,
yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus sistika
dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka terbentuklah
duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm
dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian
menuju ampula.
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang berasal
dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap tiap orang,
namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan.
Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena
kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan
bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju
vena portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan
limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke
sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan
masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf
simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf preganglionik
simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik simpatetik berasal dari pleksus
seliaka dan berjalan bersama dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung
empedu. Saraf parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus.

2.1.2 FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU8


Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:

1. Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati di antara dua
periode makan.

2. Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan

kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin, ke duodenum sehingga membantu


proses pencernaan lemak.

Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri dari air,
elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan senyawa 6 organik terlarut
lainnya. Kandung empedu bertugas menyimpan dan menkonsentrasikan empedu pada
saat puasa. Kira-kira 90 % air dan elektrolit diresorbsi oleh epitel kandung empedu, yang
menyebabkan empedu kaya akan konstituen organik.

Di antara waktu makan, empedu akan disimpan di kandung empedu dan


dipekatkan. Selama makan, ketika kimus mencapai usus halus, keberadaan makanan
terutama produk lemak akan memicu pengeluaran kolesistokinin (CCK). Hormon ini
merangsang kontraksi dari kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi, sehingga
empedu dikeluarkan ke duodenum dan membantu pencernaan dan penyerapan lemak.
Garam empedu secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya disekresikan
bersama dengan konstituen empedu lainnya ke dalam duodenum. Setelah berperan serta
dalam pencernaan lemak, garam empedu diresorpsi ke dalam darah dengan mekanisme
transport aktif khusus di ileum terminal. Dari sini garam empedu akan kembali ke sistem
porta hepatika lalu ke hati, yang kembali mensekresikan mereka ke kandung empedu.
Proses pendaurulangan antara usus halus dan hati ini disebut sebagai sirkulasi
enterohepatik. Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi dengan baik,
garam empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatik sebagian besar akan disimpan
di usus halus.

2.1.3 DEFINISI MIRIZZI SYNDROME1


Mirizzi syndrome (MS) adalah obstruksi mekanik bilier yang disebabkan
kompresi ektrinsik common hepatic duct (CHD) oleh batu empedu yang besar atau
beberapa batu kecil di duktus sistikus atau kantong Hartmann’s. Hal ini terjadi, duktus
sistikus umumnya berjalan paralel dengan duktus bilier ekstrahepatik.

2.1.4 EPIDEMIOLOGI MIRIZZI SYNDROME3

Pasien dengan Mirizzi syndrome hadir dengan rata-rata usia bervariasi 53-70
tahun, dan perempuan dengan frekuensi sekitar 70% dari semua kasus. Tidak ada bukti
ras memiliki hubungan apapun pada epidemiologi

Mirizzi syndrome, jarang terjadi di negara maju barat dengan insiden kurang dari
1% pertahun. Komplikasi ini terjadi 1% sampai 2% pada pasien dengan gejala
cholelithiasis. Akan Tetapi, di negara-negara terbelakang; khususnya di Amerika latin
dilaporkan berkisar antara 4,7% sampai 5,7%.

2.1.5 KLASIFIKASI MIRIZZI SYNDROME3,4

Dalam perjalanannya, ada dua pembagian klasifikasi mirizzi syndrome yang


dipakai secara internasional. Yang pertama adalah klasifikasi menurut Csendes, dimana
Mirizzi Syndrome dibagi menjadi 5 klasifikasi, dan yang kedua adalah klasifikasi
menurut Mcsherry dimana Mirizzi Syndrome dibagi menjadi 2 klasifikasi.
Csendes tipe pertama sesuai dengan Mc Sherry kemudian Pada tahun 2007, Csendes
menambahkan satu lagi tipe klasifikasi yang kemudian disahkan oleh Beltran dan Csendes
pada tahun 2008

1. Tipe pertama, kompresi eksternal duktus bilier oleh batu empedu di infundibulum
kandung empedu atau duktus sistikus.
2. Tipe kedua terdiri dari cholecystobiliary fistula akibat erosi dinding duktus bilier oleh
batu empedu, fistula harus melibatkan kurang dari sepertiga dari keliling duktus bilier.
3. Tipe ke tiga terdiri dari cholecystobiliary fistula melibatkan hingga dua-pertiga dari
lingkar duktus bilier.
4. Tipe ke empat adalah cholecystobiliary fistula dengan kerusakan total dinding duktus
bilier dengan penyatuan total kantong empedu dengan duktus bilier membentuk struktur
tunggal dengan tidak ada bidang diseksi antara kedua struktur percabangan bilier.
5. Tipe ke lima, yang mencakup kehadiran cholecystoenteric fistula.
- Mirizzi tipe lima A termasuk cholecystoenteric fistula tanpa ileus batu empedu
- Mirizzi tipe lima B mengacu cholecystoenteric fistula komplikasi dengan ileus batu
empedu.

Gambar

Klasifikasi Mirizi Syndrome menurut Csendes


2.1.6 KEADAAN KLINIS MIRIZZI SYNDROME6

Mirizzi syndrome sering terlihat dalam keadaan akut. Namun, keadaan kronis
adalah sama atau bahkan keadaan yang lebih umum dari presentasi. Meskipun presentasi
klinis Mirizzi syndrome adalah tidak spesifik, keadaan yang paling umum dari presentasi
klinis Mirizzi syndrome adalah ikterus obstruktif (60% -100%), disertai nyeri perut atas
kuadran perut kanan atas (50% -100%), dan demam. Pada mirizzi syndrome tidak
didapatkan gejala nyeri spesifik pada kuadran kanan atas perutnya, tetapi didapatkan
gejala mual dan muntah, serta demam yang tidak terlalu tinggi selama satu bulan terakhir.
Biasanya Pasien juga menyadari adanya gejala ikterus obstruktif antara lain mata dan
kulit yang menjadi kuning, gatal - gatal pada kulit, serta buang air kecil coklat seperti teh
dan buang air besar seperti dempul. Laboratorium paling umum pada pasien dengan
mirizzi syndrome yaitu menemukan adanya hiperbilirubinemia.

2.1.7 FAKTOR RESIKO MIRIZZI SYNDROME5

Faktor resiko Mirizzi syndrome mencakup duktus sistikus intra-mural panjang,


berkelok kelok; sejajar dengan saluran empedu fibrosis dan insersi bagian bawah dari
duktus sistikus communis ke duktus bilier.

Faktor resiko jenis kelamin dan usia. Pada negara terbelakang, perbandingan laki-
laki dengan perempuan adalah 1 : 4,8. Tetapi pada pasien usia <30 tahun laki-laki :
perempuan adalah 3: 2, tapi untuk usia pasien > 40 tahun laki-laki : perempuan rasio
adalah 1: 13. Temuan ini berbeda dengan di negara maju di mana, pada usia lanjut
kejadian pada laki-laki menyamai perempuan. Mungkin bahwa asupan lemak yang lebih
tinggi dengan usia lanjut.

Obesitas dan kondisi yang sama biasanya teridentifikasi sebagai faktor resiko.
BMI, juga dikenal sebagai Indeks Quetelet, adalah jauh lebih umum digunakan untuk
mendefinisikan obesitas dan telah ditemukan erat berkorelasi dengan tingkat lemak tubuh
di sebagian besar pengaturan. Sementara beberapa klasifikasi diterima dan definisi yang
ada untuk tingkat obesitas, yang paling banyak diterima adalah kriteria World Health
Organization (WHO) berdasarkan BMI.

2.1.8 PATOFISIOLOGI MIRIZZI SYNDROME1,4,5

Konsep Mirizzi syndrome, termasuk kompresi eksternal duktus bilier dan


perkembangan selanjutnya fistula cholecystobiliary dan cholecystoenteric dengan tahap
yang berbeda dari proses penyakit yang sama. Mirizzi syndrome dapat disebabkan oleh
kondisi inflamasi sekunder akut atau kronis dengan batu empedu tunggal yang besar atau
beberapa batu empedu kecil pada Hartmann pouch atau dalam infundibulum kandung
empedu dan duktus sistikus. Duktus sistikus panjang; sejajar dengan saluran empedu, dan
insersi bagian bawah duktus sistikus ke saluran empedu, telah dianggap sebagai faktor
predisposisi terjadinya Mirizzi syndrome. Kekambuhan impaksi batu empedu akan
menyebabkan episode berulang kolesistitis akut dan akan membuat awal pembesaran
kantong empedu dengan dinding inflamasi tebal. Akhirnya kandung empedu akan
kontraksi dan atrofi, memiliki dinding fibrotik tebal jika kontraksi. Ketika kantong empedu
menjadi atropi, itu akan mengalami degenerasi dinding atrofi menjadi tebal atau tipis; dan
dalam beberapa kasus dinding akan berhubungan melekat dengan batu-batu empedu
didalamnya. Di proximal dari inflamasi akut atau kronis kandung empedu ke duktus bilier
akhirnya bisa mengawali terjadinya fusi dinding tersebut dengan jaringan inflamasi yang
edema dalam waktu tersebut akan menjadi kontribusi fibrosis ke kompresi eksternal duktus
bilier dan mengarah pada karakteristik ikterus obstruktif terlihat dalam kondisi ini, proses
akhir ini bisa menjadi akut atau kronis.

Fistula cholecystobiliary telah dijelaskan dalam dua mekanisme. Mekanisme


pertama, dijelaskan bahwa penekanan batu empedu dan proses inflamasi sekunder akan
menyebabkan obliterasi total duktus sistikus, penekanan batu empedu berusaha untuk
masuk ke dalam duktus bilier akan menyebabkan penekanan ulkus yang pada akhirnya
akan mengikis dinding kandung empedu dan dinding duktus bilier membentuk hubungan
antara kedua lumen. Mekanisme kedua dijelaskan bahwa penekanan batu empedu pada
infundibulum kantong empedu semakin melebarkan duktus sistikus, menyebabkan
pemendekan, kontraksi dan fibrosis duktus tersebut dan akhirnya membentuk hubungan
yang besar antara kantong empedu dan duktus bilier dan bahkan bersatu kandung empedu
dengan duktus bilier yang berdekatan. Jika proses inflamasi berlanjut atau jika proses
inflamasi kronis terjadi, batu empedu akan menyebabkan penekanan ulkus dan nekrosis,
mengikis ke dalam duktus bilier dan menyebabkan fistula cholecystobiliary . Dalam
beberapa kasus, batu empedu juga akan menyebabkan penekanan ulkus lainnya dan
bersamaan dengan fistula cholecystobiliary fistula cholecystoenteric akan terbentuk.

2.1.9 DIAGNOSIS MIRIZZI SYNDROME8

Lebih dari 50% pasien dengan Mirizzi syndrome didiagnosis selama operasi.
Karakteristik bedah termasuk kehadiran kandung empedu yang mengerut dengan anatomi
terdistorsi atau kandung empedu melebar dengan dinding tebal dan batu besar, atau
beberapa batu empedu, menekan pada leher kandung empedu atau infundibulum,
obliterasi Calot’s triangle, massa fibrotik padat di Calot’s triangle, dan adhesi padat di
daerah subhepatic. Intraoperative cholangiography dapat berguna dan membantu untuk
mengkonfirmasi diagnosis, menentukan lokasi dan ukuran fistula, mendeteksi batu bilier,
dan mendeteksi apakah ada kehilangan integritas dinding duktus bilier. Namun,
intraoperative cholangiography mungkin sulit untuk dilakukan dan diseksi persisten di
daerah Calot’s triangle mungkin mengakibatkan cidera duktus bilier. Intraoperative
ultrasonografi telah dilaporkan menjadi alat yang berguna untuk mengidentifikasi
anatomi percabangan bilier dan terbantu dengan diseksi akurat dari duktus bilier di
daerah inflamasi

Untuk diagnosis pre-operasi,diperlukan bantuan pemeriksaan penunjang selain


daripada gejala klinis yang ada. Pemeriksaan penunjang itu umum dipakai adalah sebagai
berikut :

 Ultrasonografi
Temuan diagnosis khas Mirrizi syndrome dengan ultrasonografi adalah
kontraksi kandung empedu dengan dinding yang tebal atau sangat tipis dengan
satu batu empedu besar atau beberapa batu empedu kecil menekan pada
infundibulum. Duktus hepatikus akan melebar sangat lebar dan bagian
intrahepatik diatas tingkat lokasi obstruksi, dan duktus bilier communis dalam
keadaan ukuran normal di bawah tingkat obstruksi. Batu duktus sistikus
mungkin dikelirukan dengan gas usus. Dilaporkan akurasi diagnostik dengan
ultrasonografi dengan Mirizzi syndrome adalah 29% , dengan sensitivitas yang
dilaporkan bervariasi dari 8,3% sampai 27%.

Gambar 3.
Gambaran USG pada mirizzi syndrome yang menunjukan ada tekanan di duktus sistikus
oleh panah putih

 ComputedTomography
Computed tomography (CT) abdominal dapat mengidentifikasi kandung
empedu dan mengukur ketebalan dinding dan dilatasi duktus bilier. Computed
tomography yang memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (42%) dibandingkan
USG. Temuan diagnostik khas Mirizzi syndrome dengan CT adalah sebagai
berikut : Dilatasi sistem bilier, termasuk CHD tersebut, bagian distal neck
kandung empedu. Kalkulus berdampak pada leher kandung empedu. Kantong
empedu kontraksi. Diameter normal CBD di bawah letak batu. Tanda-tanda
cholecystitis atau pericholecystitis juga mungkin ada, tetapi tidak spesifik.
Namun, tampilan inflamasi periductal bisa disalahartikan sebagai kanker
kandung empedu. Tanda-tanda radiologis dihasilkan oleh CT tidak spesifik.
Kegunaan utama CT akan menjadi pengecualian keganasan di daerah porta
hepatis atau hati meluas ke sistem bilier.
 Magnetic Resonance Imaging
Cholangioresonance atau magnetic resonance cholangiopancreatography
(MRCP) adalah alat yang berguna untuk menunjukkan kompresi ekstrinsik
dari duktus bilier dan untuk menentukan apakah fistula ada atau tidak. Selain
itu, berguna untuk menyingkirkan choledocholithiasis dan penyebab lain dari
obstruksi traktus bilier. Beberapa gambaran khas Mirizzi syndrome dapat
ditunjukkan dengan MRCP seperti penyempitan ekstrinsik duktus hepatikus
communis, batu empedu di duktus sistikus, dilatasi intrahepatik dan duktus
hepatikus communis, dan choledochus normal. Magnetic resonance imaging
juga dapat menunjukkan sejauh mana proses inflamasi disekitar kantong
empedu dan memiliki keuntungan untuk menghindari komplikasi yang terkait
dengan endoscopic cholangiography. Urutan tambahan harus digunakan untuk
menyingkirkan adanya keganasan. Akurasi diagnostic MRCP adalah 50%

Gambar
Pada pemeriksaan MRI terlihat penekanan oleh batu di leher atau Hartmann’s Pouch

 Endoscopic retrograde cholangiopancreatography


Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan
prosedur invasif tidak hanya berguna untuk mengkonfirmasi kehadiran
Mirizzi syndrome dengan atau tanpa cholecystobiliary atau cholecystoenteric
fistulae, tetapi juga untuk terapi yang memungkinkan pengambilan batu,
penempatan stent dan prosedur lainnya . Akurasi diagnostik Mirizzi syndrome
dengan metode ini mencapai sekitar 55% sampai 90% , dengan tingkat
kegagalan berkisar antara 5% sampai 10% . Kelebihan dari ERCP pada
Mirizzi syndrome termasuk kompresi ekstrinsik menyempit atau melengkung
yang melibatkan bagian lateral dari distal duktus hepatikus communis dengan
proksimal duktus dilatasi dan kaliber distal normal. Selain itu, temuan
menarik yang menunjukkan selama ERCP adalah kenyataan bahwa dilatasi
percabangan bilier dapat mereda ketika pasien ditempatkan dalam posisi anti-
trendelenburg

Gambar
Menunjukan terdapat batu yang menekan duktus sistikus.

 Cholescintigraphy
Menyediakan informasi fungsional tentang patensi duktus sistikus.
Hepatobiliary iminodiacetic acid–diisopropyl iminodiacetic acid (HIDA-DISIDA)
scintigraphy mungkin berguna dalam mendiagnosis sindrom Mirizzi. Tiga tanda yang
sangat sensitif dan spesifik memperhatikan kandung empedu yang tidak tervisualisasi,
dilatasi moderat common hepatic duct (CHD), dan ekskresi yang tertunda ke duodenum.

 Angiography
Percutaneous transhepatik cholangiography (PTC) menemukan sebagai
berikut: Kalkulus impaksi pada Hartmann pouch atau neck kandung empedu,
CHD menyempit pada lokasi impaksi, dilatasi distal CHD sampai ke lokasi
impaksi kalkulus, kaliber normal CBD proksimal sampai impaksi kalkulus.

Gambar
Fistula duktus sistikus-duodenal. Gambar PTC memperlihatkan fistula (panah)
memanjang dari duktus sistikus (kepala panah) ke bulbus duodenal (d)

2.1.10 DIAGNOSIS BANDING MIRIZZI SYNDROME9


I. Keterlibatan neoplasma dengan duktus sistikus
Duktus sistikus dapat menunjukkan keterlibatan neoplastik langsung sebagai tumor
primer yang timbul di duktus sistikus atau dekat kandung empedu. Karsinoma duktus
bilier kurang umum daripada karsinoma kandung empedu. Namun, jika asal karsinoma
duktus bilier berdekatan dengan asal duktus sistikus, duktus sistikus dapat tersumbat
oleh tumor atau penyebaran lansung dari neoplasma duktus bilier. Tumor duktus bilier
lebih sering melibatkan proksimal duktus bilier dan lebih jarang berada di tengah-
tengah atau distal duktus bilier ekstrahepatik yang mana duktus sistikus biasanya
masuk. Duktus sistikus mungkin terkena atau terkompresi tumor hati primer atau
sekunder atau, lebih jarang, berbatasan dengan neoplasma kepala pankreas.
bagaimanapun asalnya, tumor yang mempengaruhi duktus sistikus biasanya terlihat di
pencitraan CT,US atau MRI.
II. Karsinoma kandung empedu
Telah dilaporkan bahwa 6% sampai 28% dari pasien dengan diagnosis preoperatif
Mirizzi syndrome benar-benar memiliki karsinoma kandung empedu. Karsinoma kandung
empedu telah dikaitkan dengan berbagai tipe Mirizzi syndrome dengan kejadian
bervariasi antara 5,3% dan 28% dari pasien. Ditemukan terutama pada pasien dengan
Mirizzi syndrome tipe kedua atau lebih tinggi. Selain itu, pasien dengan Mirizzi syndrome
dan biliary-enteric fistula (Mirizzi tipe Va) terkait dengan karsinoma kandung empedu
dilaporkan. Pasien dengan karsinoma kandung empedu adalah satu dekade lebih tua dari
pasien dengan Mirizzi syndrome. Pengukuran penanda tumor, CA19-9, bisa membantu
untuk membedakan antara Mirizzi syndrome dan karsinoma kandung empedu, meskipun
CA19-9 yang cukup meningkat pada penyakit jinak terkait dengan ikterus obstruktif
termasuk Mirizzi syndrome, penanda tersebut ternyata meningkat dengan tingkat lebih
dari 800 UI / mL pada pasien dengan karsinoma kandung empedu . Pasien yang diduga
Mirizzi syndrome harus menjalani pemeriksaan pra operasi yang luas dengan CT dan
magnetic resonance cholangiography untuk menyingkirkan karsinoma kantong empedu.
Temuan tomografi menunjukkan kanker kandung empedu dan bukan Mirizzi syndrome
dengan adanya massa yang mengisi atau mengganti kantong empedu yang terlihat dalam
40% sampai 60% dari pasien, dengan keterlibatan hati terlokalisir, dan fokus penonjolan
hati permukaan anterior. Diagnosis kanker kandung empedu harus dikesampingkan
sebelum atau selama operasi dan tepat saat operasi dilakukan karena operasi kedua untuk
melakukan operasi onkologi memiliki prognosis dan hasil yang lebih buruk pada operasi
radikal satu tahap.

2.1.11 PENATALAKSANAAN MIRIZZI SYNDROME9,10


Pasien dengan Mirizzi syndrome merupakan tantangan yang berat dan pengobatan
bedah sebagai tes untuk kemampuan dan ketangkasan setiap ahli bedah. Pengobatan
Mirizzi syndrome yang paling efektif adalah bedah. Laparoskopi tidak dianggap sebagai
pilihan pertama karena proses inflamasi yang intens disebabkan oleh penyakit, bahkan
dianggap kontraindikasi untuk pengobatan invasif minimal Mirizzi syndrome penting
untuk ahli bedah karena diagnosis pra operasi tidak selalu terdeteksi dan karena
pengobatan bedah kondisi tersebut dikaitkan dengan peningkatan risiko yang signifikan
dari cidera duktus bilier. Selain itu, proses inflamasi berat dengan adhesi keras padat
tebal dan terkait jaringan edema di daerah subhepatic yang sangat umum dan hampir
selalu melibatkan ligamen hepatoduodenal dan mendistorsi anatomi dan proporsional
yang normal.

Kehadiran cholecystobiliary fistula lanjut meningkatkan risiko cidera duktus


bilier. Selama operasi, diseksi Calot’s triangle mungkin menyebabkan cidera duktus
bilier atau perdarahan yang berlebihan yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas
lainnya seperti sepsis, striktur duktus bilier yang lama, dan cirrhosis bilier sekunder.
Pengobatan bedah sindrom Mirizzi menghindari pendekatan standar dan harus tergantung
pada individual dengan tingkatan penyakit dan keahlian dari tim bedah. Namun, beberapa
guidelines dapat ditarik dan telah digunakan selama beberapa tahun terakhir.

Sindrom Mirizzi Tipe I bisa diselesaikan hanya dengan kolesistektomi klasik.


Kasus-kasus kronis yang luas atau peradangan akut Calot’s Triangle bisa dengan aman
dilakukan kolesistektomi subtotal dengan hasil yang sangat baik. Kolesistektomi subtotal
dimulai dengan memilih tempat yang mudah, lebih sering di daerah fundus, atau pada
beberapa kasus pada Hartmann’s Pouch atau bahkan di atas batu empedu yang
menempel, untuk membuka dinding kandung empedu. Batu empedu kemudian
dikosongkan dan kandung empedu mulai didiseksi pada bagian fundus. Terkadang, batu
empedu menempel erat pada dinding kandung empedu dan harus diekstraksi dengan
mukosa atau seluruh dindingnya, tetapi kadang pada kasus lain batu empedu cukup
longgar melekat pada dinding dan mudah diambil. Duktus sistikus bisa diidentifikasi dari
dalam kandung empedu yang terbuka dan dieksplorasi mencari batu empedu yang tersisa.
Dalam beberapa kasus, duktus sistikus akan menutup dan tidak bisa dibuka. Jika saluran
empedu akan dieksplorasi, hal ini harus dilakukan melalui sayatan terpisah dan dilindungi
oleh tabung Kehr.2,3,9 Pada pasien ini, yang merupakan Sindrom Mirizzi Tipe I,
dilakukan penatalaksanaan kolesistektomi klasik seperti penatalaksanaan pilihan dari
Sindrom Mirizzi Tipe I.

Sindrom Mirizzi Tipe II ditatalaksana dengan pendekatan awal kolesistektomi


subtotal pada pasien dengan fistula kolesistobilier, dilakukan diseksi dari fundus kandung
empedu menuju Hartmann’s Pouch. Kebanyakan fistula kolesistobilier terdiagnosis
selama operasi, dan tidak ditemukan pada pemeriksaan preoperasi. Kandung empedu
harus diangkat meninggalkan sisa berukuran sekitar 5 mm di sekitar fistula kolesistobilier
untuk membantu penutupan dari saluran empedu yang rusak. Sindrom Mirizzi tipe II
dapat berhasil ditangani dengan teknik ini. Eksplorasi saluran empedu harus selalu
dilakukan menggunakan sayatan terpisah di distal fistula, dan dilindungi oleh tabung
Kehr. Menempatkan tabung Kehr melalui fistula meningkatkan risiko kebocoran empedu
dan terbentuknya striktur saluran empedu.

Sindrom Mirizzi Tipe III dapat ditangani dengan kolesistektomi subtotal dengan
meninggalkan flap dinding kandung empedu berukuran minimal 1 cm untuk
memperbaiki saluran empedu. Namun, beberapa kasus dengan peradangan dinding
kandung empedu yang signifikan, akan membutuhkan prosedur lain seperti anastomosis
bilioenterik ke duodenum atau hepatiko-jejunostomi en-Y-de-Roux.

Penatalaksanaan Sindrom Mirizzi Tipe IV yang disertai kerusakan ekstensif dari


dinding saluran empedu adalah dengan anastomosis bilioenterik. Hepatikojejunostomi
en-Y-de-Roux biasanya juga dipilih.

Sindrom Mirizzi Tipe V dapat dikaitkan dengan kondisi serius akut atau kronis
dengan fistula bilioenterik aktif atau tidak aktif, akibatnya pengobatan berbeda sesuai
dengan tipe.

 Sindrom Mirizzi Tipe Va ditangani dengan penjahitan sederhana dengan benang


absorbable, pada fistula bilioenterik di atas viscera yang terlibat (duodenum,
perut, usus besar, atau usus kecil) dan kolesistektomi, baik total atau subtotal
menurut adanya fistula kolesistobilier atau kompresi eksternal sederhana dari
saluran empedu.
 Sindrom Mirizzi Tipe Vb masih merupakan kontroversi, namun tampaknya
disarankan untuk mengobati kondisi akut terlebih dahulu (ileus batu empedu) dan
setelah pasien pulih dari operasi (3 bulan atau lebih kemudian), penatalaksanaan
kandung empedu sesuai dengan ada atau tidak adanya kompresi eksternal dari
saluran empedu atau fistula kolesistobilier.3,4,9

Kolesistektomi laparoskopi dapat dilakukan dengan hati-hati pada pasien tertentu


dengan Sindrom Mirizzi Tipe I. Namun, tidak direkomendasikan untuk pasien dengan
Sindrom Mirizzi Tipe II atau lebih tinggi. Selain itu, keberhasilan kolesistektomi
laparoskopi pada pasien dapat diprediksi berdasarkan visualisasi duktus sistikus pada saat
diseksi awal di atas Calot’s Triangle. Serangkaian laporan kolesistektomi laparoskopi
pada Sindrom Mirizzi memiliki tingkat komplikasi dari 0% sampai 60%, cedera duktus
empedu dari 0% menjadi 22%, serta mortalitas berkisar antara 0% sampai 25%.

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) selain untuk


diagnostik, juga memungkinkan dilakukan sfingterotomi untuk ekstraksi batu dan
memfasilitasi intervensi lain seperti penempatan stent, atau tabung nasobilier, atau
prosedur lain. Pasien dengan kolangitis akan mendapatkan keuntungan dari drainase
bilier preoperasi sebagai tindakan sementara sebelum operasi definitif. Secara umum,
manajemen endoskopi meliputi, drainase empedu dan pengambilan batu, serta akhirnya
penyisipan stent. Teknik pengambilan batu standar biasanya digunakan, juga termasuk
fasilitasi balon, litotripsi mekanik, dan litotripsi elektrohidrolik. Namun, ERCP telah
dikenal morbiditas dan mortalitasnya, serta risiko yang harus ditimbang terhadap manfaat
pada pasien yang diduga mempunyai Sindrom Mirizzi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong de, Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC; 2011. h. 257-341.

3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Volume 1 dan 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003. h.
517-73.

4. Guyton dan Hall JE. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007. h. 107-87
5. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008. h. 533-621.
6. Paulesen F,J.Waschke. Sobotta Atlas Antomi Manusia. Edisi 23. Jilid II Jakarta : EGC ;
2010. h 6
7. Kelly D M, MS. Acute Mirizzi Syndrome. Journal of the Society of Laparoendoscopic
Surgeons. 2009 ;13:104–109
8. Milone et al. Acute acalculous cholecystitis determining Mirizzisyndrome: case report
and literature review. BMC Surgery 2014, 14:90
9. Kelly D M, MS. Acute Mirizzi Syndrome. Journal of the Society of Laparoendoscopic
Surgeons. 2009 ;13:104–109
10. Safioleas M et al. An alternative surgical approach to a difficult case of Mirizzi
syndrome: A case report and review of the literature. World J Gastroenterol .2006
September 14: 12(34): 5579-5581

Anda mungkin juga menyukai