IKTERUS OBSTRUKTIF
oleh :
Fifin Fitriyani
1110103000053
Pembimbing :
dr. Taslim Poniman, SpB(K)BD
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat kasih
sayang, kenikmatan, dankemudahan yang begitubesar. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan kasih
sayangnya yang tiada pernah pudar. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha
Besar sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “Ikterus
Obstruktif”.
Fifin Fitriyani
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus adalah suatu keadaan dimana plasma, kulit dan selaput lendir menjadi
kuning diakibatkan pewarnaan berlebihan oleh pigmen empedu. Ikterus merupakan
gejala yang sering ditemukan dan timbul akibat gangguan ekskresi bilirubin.
Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus, perlu ditinjau kembali
patofisiologis terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk. Pada kebanyakan
pasien ikterus, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan
pemeriksaan labolatorium yang sederhana, diagnosis sudah dapat ditegakkan. Namun
tidak jarang diagnosis pasti sulit untuk ditetapkan, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti radiografi dan pemeriksaan lanjutan lainnya.
Pada saat ini ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna
dalam mendiagnosa pasien ikterus. Cara ini tidak invasif dan dapat dilakukan dengan
segera serta dapat membedakan ikterus karena sumbatan ekstrahepatik dengan ikterus
intrahepatik, yaitu dengan terlihatnya pelebaran saluran empedu. Pada obstruksi
ekstrahepatik pemeriksaan ultrasonografi dapat mendiagnosa letak sumbatan dan
sekitar 40% kasus dapat ditentukan penyebab sumbatan. Hal ini sebaiknya dilakukan
secepatnya agar jika diperlukan tindakan bedah dapat segera dilakukan tanpa menunggu
waktu lama.
Dengan organisasi yang baik dalam suatu rumah sakit dengan fasilitas
pemeriksaan yang cukup, waktu yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti
seyogyanya tidak melebihi satu minggu. Oleh karena itu perlu sekali suatu perencanaan
pemeriksaan yang terarah dan baik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Duktus sistikus memiliki panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm.
Dindingnya mengandung katup berbentuk spiral dandisebut Katup Heister yang
memudahkan cairan empedu mengalir ke kantung empedu. Traktus biliaris dialiri
vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier.Pembuluh
aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir ke
dalam sistem vena porta atau langsung ke dalam sinusoid hepatikum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah
arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung
empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus
1.1 Fisiologi 1
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Di luar
waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan
mengalami pemekatan. Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor :
a. Sekresi empedu di hati
b. Kontraksi kandung empedu
c. Tahanan sftinger koledokus
7
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke kantung
empedu. Setelah makan, Kandung empedu berkontraksi, sftinger berelaksasi,
empedu mengalir ke duodenum. Aliran tersebut disemprotkan intermitten karena
tekanan saluran empedu lebih besar dari tahanan sftinger. Kolesistokinin, hormon sel
dari mukosa usus halus dikeluarkan atas makanan berlemak. Hormon ini merangsang
nervus vagus sehingga menyebabkan kontraksi kantung empedu.1
2. Obstruksi Bilier
2.1 Definisi
2. 2 Epidemiologi
Angka kejadian obstruksi bilier (kolestasis) diperkirakan 5 kasus per 1000 orang
per tahun di AS. Angka kesakitan dan kematian akibat obstruksi bilier bergantung
pada penyebab terjadinya obstruksi. Mayoritas kasus yang terbanyak adalah
kolelitiasis (batu empedu). Di Amerika Serikat, 20% orang tua berusia ≥65 tahun
menderita kolelitiasis (batu empedu) dan 1 juta kasus baru batu empedu didiagnosa
setiap tahunnya. Resiko terjadinya kolelitiasis terkenal dengan kriteria 4F yaitu
female, fourty, fat, dan fertile. Resiko terjadinya batu empedu meningkat pada usia
>40 tahun. Insiden teringgi terjadi pada usia 50-60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin
wanita lebih sering terkena kolelitiasis dari pada pria. Hampir 25% wanita AS
menderita batu empedu dengan 50% diantaranya berusia 75 tahun, dan 20% pria
dengan usia yang sama menderita batu empedu. Rasio penderita wanita terhadap pria
yakni 3:1 pada kelompok usia dewasa masa reproduktif dan berkurang menjadi >2:1
pada usia di atas 70 tahun. Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain
8
obesitas terutama pada wanita, kehamilan, penurunan berat badan yang cepat,
kontrasepsi oral, dan diabetes mellitus.1,4,5,6
Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu yang dibuktikan
oleh prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara berbagai berbagai bangsa
dan kelompok etnik tertentu. Prevalensi paling menyolok pada suku Indian Pima di
Amerika Utara (>75%), Chili dan kaukasia di Amerika Serikat. Prevalensi terendah
pada orang Asia.4
Jenis batu empedu yang banyak ditemukan adalah batu kolesterol (75%),
berhubungan dengan obesitas terutama pada wanita. Pada penderita diabetes mellitus
paling banyak ditemukan mixed stones (80%), sedangkan batu kolesterol murni
hanya 10%. 25% dari batu empedu merupakan batu pigmen (bilirubin, kalsium, and
berbagai material organik lainnya) berhubungan dengan hemolisis dan sirosis.
Sedangkan batu pigmen hitam ditemukan pada kolelitiasis yang tidak sembuh
dengan medikamentosa.4
Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran empedu.
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam
saluran empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu
saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara Barat.3
9
sklera mata, dan ini menunjukkan kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl,
sedangkan jika ikterus jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin diperkirakan
sudah mencapai 7 mg/dl. Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung melalui 3 fase
yaitu fase prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik, atau dikenal juga melalui
tahapan 5 fase yaitu (1) fase pembentukan bilirubin dan (2) transpor plasma, terjadi
pada fase prahepatik, (3) liver uptake dan (4) konyugasi, pada fase intrahepatik, serta
(5) ekskresi bilirubin pada fase ekstrahepatik.8
10
Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan
menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan
dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C
akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi dapat berjalan
kronik dan menahun, dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan
sudah menjadi sirosis hati. Alkohol dapat mempengaruhi gangguan pengambilan
empedu dan sekresinya, sehingga mengakibatkan kolestasis.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun. Dua penyakit autoimun
yang berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis
adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer
merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh
baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan
penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian.
Kolangitis sklerosis primer (Primary Sclerosing Cholangitis/PSC) merupakan
penyakit kolestatik lain, lebih sering pada laki-laki, dan sekitar 70% menderita
penyakit peradangan usus. PSC dapat mengarah pada kolangio karsinoma. Obat
seperti anabolik steroid dan klorpromazid sekarang diketahui merupakan penyebab
langsung dari kolestasis dengan mekanisme yang tidak diketahui. Golongan diuretik
tiazid dapat meningkatkan resiko terbentuknya batu empedu. Amoksisillin dengan
asam klavulanat (Augmentin) sering menyebabkan kolestasis akut yang menyerupai
keadaan obstruksi bilier. Drug induced jaundice memberikan gejala pruritus, namun
hanya terdapat pada sebagian pasien, dan gejala ini segera hilang apabila
penggunaan obat tersebut dihentikan.4
11
2.4 Gejala Klinis
Pasien dengan obstruksi bilier karena batu empedu dapat dibagi menjadi tiga
keompok yaitu pasien dengan batu asimtomatik, simtomatik, dan dengan komplikasi
batu empedu (kolesistitis akut, kolangitis, dan pankreatitis). Sebagian besar (80%)
pasien dengan batu empedu tanpa gejala. Gejala batu empedu yang dapat dipercaya
12
adalah kolik bilier yaitu nyeri diperut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan
kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut kanan atas atau epigastrium yang
dapat menjalar ke punggung bagian kanan atau bahu kanan. Nyeri ini bersifat
episodik dan dapat dicetuskan oleh makan makanan berlemak atau dapat juga tanpa
suatu pencetus dan sering timbul malam hari. Terkadang nyeri dapat dirasakan di
daerah substernal atau prekordial atau di kuadran kiri atas abdomen. Batu kandung
pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik.5.6
13
2.3.1 Patofisiologi dan Tipe Batu1,3
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:3
a. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%
b. Batu pigmen coklat dimana mengandung calcium bilirubinate sebagai
komponen utama.
c. Batu pigmen hitam dimana kaya akan residu hitam tak terekstrasi
Pembentukan batu kolesterol melewati empat fase yaitu penjenuhan empedu
oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristaliasi, dan pertumbuhan baru. Batu pigmen
dalam beberapa kasus dikaitkan dengan infeksi bakteri gram negative yaitu E.Coli.1
14
a. Pasien dengan batu asimtomatik
b. Pasien dengan batu simtomatik
c. Pasien dengan komplikasi batu empedu
Sebagian besar pasien (80%) dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu
diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien
didapatkan 50% asimtomatik, 30% kolik biler, 20% mengalami komplikasi.
Gejala Kolik Bilier:
Nyeri di perut atas lebih dari 30 menit kurang dari 12 jam
Lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi biasa juga di kanan atas
Dipicu saat berubah posisi
Kadang disertai intoleransi makanan berlemak.
Pada koledokolitiasis, terdapat riwayat nyeri kolik yang hilang timbul, serta
disertai demam dan mengigil bila terjadi kolangitis. Selain itu, muncul ikterus dan
buang air kecil gelap seperti teh.
Gambar 3. Kolesistitis.
15
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada kanan atas, icterus, teraba
kandung empedu membesar, dan tanda-tanda peritonitis. Di samping itu terdapat
murphy sign (+) yaitu nyeri tekan bertambah saat penderita menarik napas panjang.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, Peningkatan enzim hati, serta
kenaikan ringan bilirubin. Hal ini terjadi karena tertutupnya duktus sistikus akibat
batu, kemudian terjadi hidrops kandung empedu dan menyebabkan iskemia yang
dapat berkembang ke nekrosis dan perforasi. Hal ini diperberat dengan adanya
pelepasan enzim fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu menjadi
lisolesitin yang merupakan senyawa toksik dan mempercepat peradangan. Selain itu,
terjadi peningkatan alkali fosfatase dan GGT.
16
Gambar 4. Posterior Accoustic Shadow
Pemeriksaan Radiologi1
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian
besar batu empedu radiolusen. Kurang lebih hanya 10-15% batu yang menimbulkan
gambaran radioopak. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus
karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography).Dengan
bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran
empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus
dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau
adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah
bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. Adanya sumbatan di saluran empedu
bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat divisualisasikan dengan
pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini
dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arahhilus
hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini
berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan
radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati
dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat.
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan
dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak
dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat
menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu.
17
3.3Tatalaksana
Penatalaksanaan batu kandung empedu1,2,3
Penanganan batu untuk profilaksis tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien
yang asimtomatik tidak mengalami keluhan di masa mendatang. Sebagian kecil akan
menimbulkan komplikasi.
Pada batu empedu simptomatik, teknik kolesistektomi laparoskopi
diperkenalkan akhir 1980 mengantikan teknik kolesistektomi terbuka.
Kolesistektomi terbuka masih dibutuhkan apabila teknik kolestektomi laparoskopi
gagal atau tidak memungkinkan, misalkan apabila batu terletak pada lokasi yang sulit
dijangkau dengan teknik laparoskopi. Selain itu pada keadaan infeksi juga sebaiknya
menggunakan kolesistektomi terbuka. Kekurangan dari metode kolisistektomi
terbuka adalah luka penyembuhan yang lama.
Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di
dalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, system
endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa kamera dan kontak
langsung dengan saluran empedu. Tindakan bedah ini makin sering dilakukan.
Tindakan ini memakan waktu kurang lebih 30-70 menit. Biasanya penderita dapat
dipulangkan 1 hari setelah operasi. Morbiditas kurang dari 10%. Kesulitan teknis
adalah adhesi pada 5% operasi.
Kolesistektomi laparoskopi membutuhkan beberapa sayatan kecil di perut
untuk memungkinkan membuat akses operasi, tabung silinder kecil sekitar 5 sampai
10 mm, di mana instrumen bedah dan kamera video yang ditempatkan ke dalam
rongga perut. Kamera menerangi bagian dalam abdomen dan mengirimkan gambar
diperbesar dari dalam tubuh untuk monitor video, memberikan ahli bedah tampilan
close- up dari organ dan jaringan. Dokter bedah mengamati monitor dan melakukan
operasi dengan memanipulasi instrumen bedah melalui akses operasi.
Pasien ditempatkan dalam posisi terlentang di meja operasi dan dibius.
Sebuah pisau bedah digunakan untuk membuat sayatan kecil di umbilicus. Rongga
perut kemudian dieksplorasi dengan menggunakan jarum Veress atau teknik Hasson.
Kemudian dokter menggunakan karbon dioksida untuk menambah ruang pada
rongga abdomen. Kemudian akses kemudian dibuka di bawah tulang rusuk
epigastrium. Kemudian bagian fundus dari infundibulum ditarik ke superior untuk
memberikan gambaran segitiga calot yaitu arteri sistik, dukstus sistikus, dan
common bile duct. Kemudian pada segitiga ini dilakukan reseksi pada lapisan
18
peritonium yang melapisi untuk mendapat sudut pandang pada struktur di bawahnya.
Duktus sistikus dan arteri sistikus kemudian diidentifikasikan, kemudian diberi klep
dan dipotong, kemudian kandung empedu dipotong dan dikeluarkan pada 1 port atau
akses.
19
menuju lumen duodenum sehingga keluar bersama tinja atau dikeluarkan mulut
bersama skopnya.
Tingkat keberhasilan terapi ini adalah 80-90%, komplikasi dini 7-10%, angka
mortalitas 1-2%. Komplikasi tindakan ini meliputi pankreatitis akut, perdarahan dan
perforasi.
20
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SI
No RM : 01386254
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Kawin
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh, termasuk pada pada
dan telapak tangan yang semakin lama semakin terlihat jelas. Keluhan disertai rasa tidak
nyaman di perut terutama pada daerah perut kanan atas yang terasa nyeri seperti
ditusuk- tusuk, bersifat hilang timbul. Nyeri dipengaruhi oleh perubahan posisi serta
nyeri dirasakan bertambah berat setelah pasien makn makanan yang banyak minyak,
misalnya gorengan. Seluruh tubuh pasien terasa gatal. Keluhan demam diakui pasien
sejak satu minggu terakhir. Keluhan mual dirasakan pasien, namun tidak seberapa,
muntah disangkal. Nafsu makan menurun disertai dengan penurunan berat badan.
21
Pasien juga mengeluh BAB berwarna dempul serta warna air seni seperti teh botol,
jumlah banyak seperti biasa.
Sejak satu minggu terakhir, pasien tampak semakin lemas sampai akhirnya pasien
dibawa ke puskesmas setempat kemudian dirujuk ke RSUP Fatmawati.
Riwayat keluhan yang sama (sakit kuning) seperti saat ini tidak ada sebelumnya. Pasien
menyangkal adanya riwayat hepatitis, keganasan, kelainan darah, alergi makanan atau
obat-obatan, kencing manis dan darah tinggi.
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan sakit kuning seperti pasien saat ini.
Di keluarga pasien, tidak ada yang memiliki riwayat keganasan, alergi obat, kencing
manis dan darah tinggi.
Pasien makan makanan yang dimasak sendiri oleh istrinya di rumah, jarang membeli
makanan diluar. Pasien seorang perokok, merokok 1/2 bungkus dalam sehari sejak 10
tahun yang lalu. Riwayat minum alkohol pada pasien tidak ada. Riwayat menggunakan
narkoba atau obat-obatan lain dengan jarum suntik disangkal.
Status generalis
22
Kepala : bentuk normal, rambut berwarna hitam sedikit putih, terdistribusi
merata, dan tidak mudah dicabut.
Mata: bentuk normal, kedudukan bola mata simetris, pupil bulat isokor,
conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik kuning kehijauan (+/+), RCL +/+,
RCTL +/+.
Mulut : bentuk normal, bibir agak kering, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.
Leher : JVP 5-2 cmH2O, trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar.
P : massa tidak ada, nyeri tekan (+) pada regio kanan atas,
murphy sign (+) hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas : Bentuk normal, oedema -/- dan akral hangat +/+, CRT < 3 detik.
23
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Pemeriksaan laboratorium
24
Billirubin indirek 1.90 mg/dl < 0.5
FUNGSI GINJAL
Ureum 15 mg/dl 20 – 40
Creainin 0.9 mg/dl 0.6 – 1.5
DIABETES
Gula darah sewaktu 93 mg/dl 70 – 140
ELEKTROLIT
DARAH
Natrium 140 Mmol/l 135 – 147
Kalium 4.11 Mmol/l 3.10 – 5.10
Klorida 104 Mmol/l 95 – 108
SERO-IMUNOLOGI
Golongan darah o/rhesus (+)
o Pemeriksaan USG
25
- Ginjal kiri : besar bentuk normal, intensitas echo parenkim normal, batas
sinus cortex jelas, tak tampak ektasis pada pelvicocalyceal system, tak
tampak massa/batu/kalsifikasi.
- Buli : terisi echo cairan optimum, penebalan dinding (-), massa/batu (-)
26
o Foto thorax AP
Pulmo : kedua hilus tidak menebal. Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
Tidak tampak infiltras/nodul, Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma baik.
Tulang-tulang kesan intak
Kesan hasil pemeriksaan rontgen thoraks: Jantung dan paru dalam batas normal
o CT Scan
Telah dilakukan pemeriksaan MRCP tanpa kontras potongan axial coronal dan
rekonstruksi sistem billier intra dan ekstra hepatik dengan hasil sebagai berikut:
- Hepar: tampak besar, bentuk normal, sistem billier intra hepatik melebar,
tak tampak lesi hypo/ hyperdens pada T1/T2
27
- KE: tampak besar, bentuk normal, sistem billier intra hepatik melebar,
tak tampak lesi hypo/ hyperdens pada T2 FS
- Pankreas: tampak besar, bentuk normal, tak tampak bayangan massa dan
tampak ductus pancreaticus dilatasi ringan
28
29
30
- MRCP: tampak KE membesar, bentuk normal, tak tampak lesi hypo/
hyperdens di KE. Ductus cysticus dilatasi reguler
Tampak CBD dilatasi dari distal sampai proksimal fusiform intra- extra
hepatik ec tampak bayangan hypointens (batu) pada CBD. Tak tampak
massa yang mencurigakan di pancreas. Tampak ductus pancreaticus
dilatasi ringan.
31
Kesan:
V. RESUME
Pasien dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh disertai rasa tidak nyaman
di perut daerah kanan atas hilang timbul, dipengaruhi posisi. Seluruh tubuh
pasien terasa gatal, demam. Mual, Nafsu makan menurun disertai penurunan
berat badan. Pasien mengeluh BAB berwarna dempul serta warna air seni
seperti teh botol.
32
VII. PENATALAKSANAAN
VIII. PROGNOSIS
33
BAB IV
ANALISA KASUS
Keluhan kuning pada pasien terjadi akibat obstruksi yang dapat di bagi 3
berdasarkan lokasinya yaitu pre-hepatik, intrahepatik dan post hepatik. Untuk
membedakan diantara ketiganya perlu mengetahui penakit yang sering dijumpai dari
ketiga obstruksi tersebut. Pada obstruksi pre-hepatik biasanya disebabkan oleh
gangguan sel darah merah melalui proses hemolitik yang disebabkan oleh infeksi,
penggunaan obat-obatan ataupun karena destruksi sum-sum tulang akibat proses
keganasan. Hal tersebut mengakibatkan sel eritrosit banyak yang lisis sehingga produksi
billirubin meningkat dan terjadi akumulasi dalam jumlah yang banyak. Biasanya akan
ditemukan pada pemeriksaan laboratorium kadar billirubin indirek yang meningkat.
Pada ikterus intra hepatik terjadi karena kerusakan sel hepatosit itu sendiri akibat
infeksi, obat obatan ataupun penyakit autoimun. Fungsi hepar untuk mengkonjugasi
billirubin indirek menjadi billirubin direk terganggu. Sedangkan pada ikterus post-
hepatik penyebab paling sering adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas.
Penyebab lainnya yang relatif jarang adalah striktur jinak pada duktus koledokus,
karsinoma duktus koledokus, pankreatitis, dan kolangitis sklerosing, AIDS-related
cholangiopathy, TB bilier, dan infeksi parasit (Ascaris lumbricoides). Kolestasis
mencermin kegagalan seksresi empedu. Pada hasil laboratorium dapat ditemukan
peningkatan kadar billirubin indirek dan billirubin direk. Sumbatan pada ikterus post-
hepatik paling sering disebabkan akibat batu empedu yang tersusun dari batu kolesterol.
34
Adapun Karakteristik dari kolestasis yang dijumpai pada pasien diantaranya
ikterus (jaundice), perubahan warna urin menjadi lebih kuning gelap karena eksresi
bilirubin melalui ginjal meningkat, tinja pucat akibat terhambatnya aliran bilirubin
ke usus halus dan berbau busuk serta mengandung banyak lemak (steatorrhea)
karena aliran empedu terhambat ke usus halus sehingga absorpsi lemak terganggu,
dan gatal (pruritus) yang menyeluruh akibat retensi empedu di kulit. Kolestasis
kronik dapat menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena pruritus,
sakit tulang karena absorpsi kalsium dan vitamin D berkurang sehingga lama
kelamaan jaringan tulang berkurang, perdarahan intestinal karena absorpsi vitamin
K terganggu dan endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma). Gambaran keluhan
seperti yang disebutkan tidak tergantung penyebabnya. Selain itu dapat disertai
keluhan sakit perut, dan gejala sistemik (seperti anoreksia, muntah, demam), atau
tambahan gejala lain yang tergantung pada penyebab terjadinya obstruksi bilier.7,9
35
adanya penyempitan. Hasil pemeriksaan MRCP pada pasien didapatkan kesan Batu
pada distal CBD menyebabkan CBD dilatasi fusiform sampai proksimal bilier intra
hepatik kanan – kiri dd/ choledochal cyst tipe IV.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus
menunjukan bahwa ikterus obstruktif post-hepatik disebabkan karena adanya
sumbatan batu empedu. Adapun tata laksana yang dilakukan pada pasien adalah
eksplorasi CBD dengan Roux and Y Hepaticojejunostomy procedure. Prosedur
tersebut dilakukan dengan membuang sebagian dari jejunum dan membuat
anastomosis baru dari hepatic ke jejunum. Pada diagnosis pre-operatif dan post-
operatif didapatkan diagnosis yang sama yaitu Ikterus Obstruktif et causa
Choledocolithiasis.
36
DAFTAR PUSTAKA
37