Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

IKTERUS OBSTRUKTIF

oleh :
Fifin Fitriyani
1110103000053

Pembimbing :
dr. Taslim Poniman, SpB(K)BD

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUP FATMAWATI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus dengan judul “IKTERUS OBSTRUKTIF” yang diajukan oleh


Fifin Fitriyani (NIM : 1110103000053), telah diterima dan disetujui oleh pembimbing,
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah di RSUP
Fatmawati periode 6 agustus - 27 November 2015

Jakarta, 17 Oktober 2015

dr. Taslim Poniman, SpB(K)BD

2
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat kasih
sayang, kenikmatan, dankemudahan yang begitubesar. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan kasih
sayangnya yang tiada pernah pudar. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha
Besar sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “Ikterus
Obstruktif”.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada dr.Taslim,SpB(K)BD


selaku pembimbing yang telah sabar dalam membimbing dan selalu memacu saya untuk
segera menyelesaikan presentasi kasus ini. Rasa terima kasih juga saya sampaikan
kepada kedua orang tua saya yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang dan
doa yang tulus.

Jakarta, 17 Oktober 2015

Fifin Fitriyani

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PEMGESAHAN ………………………………………. 2


KATA PENGANTAR ............................................................. 3
DAFTAR ISI ............................................................. 4
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5
BAB 3 ILUSTRASI KASUS .............................................................. 21
BAB 4 ANALISA KASUS ............................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 32

4
BAB I

PENDAHULUAN

Ikterus adalah suatu keadaan dimana plasma, kulit dan selaput lendir menjadi
kuning diakibatkan pewarnaan berlebihan oleh pigmen empedu. Ikterus merupakan
gejala yang sering ditemukan dan timbul akibat gangguan ekskresi bilirubin.
Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus, perlu ditinjau kembali
patofisiologis terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk. Pada kebanyakan
pasien ikterus, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan
pemeriksaan labolatorium yang sederhana, diagnosis sudah dapat ditegakkan. Namun
tidak jarang diagnosis pasti sulit untuk ditetapkan, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti radiografi dan pemeriksaan lanjutan lainnya.
Pada saat ini ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna
dalam mendiagnosa pasien ikterus. Cara ini tidak invasif dan dapat dilakukan dengan
segera serta dapat membedakan ikterus karena sumbatan ekstrahepatik dengan ikterus
intrahepatik, yaitu dengan terlihatnya pelebaran saluran empedu. Pada obstruksi
ekstrahepatik pemeriksaan ultrasonografi dapat mendiagnosa letak sumbatan dan
sekitar 40% kasus dapat ditentukan penyebab sumbatan. Hal ini sebaiknya dilakukan
secepatnya agar jika diperlukan tindakan bedah dapat segera dilakukan tanpa menunggu
waktu lama.
Dengan organisasi yang baik dalam suatu rumah sakit dengan fasilitas
pemeriksaan yang cukup, waktu yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti
seyogyanya tidak melebihi satu minggu. Oleh karena itu perlu sekali suatu perencanaan
pemeriksaan yang terarah dan baik.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi sistem hepatobilier1


Hati, kandung empedu, dan percabangan bilier berasal dari tunas ventral
(diverticulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut
tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars
hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars
sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus.
Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya
membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk
duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.1
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik
dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar
peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris
intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik
(kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan
duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus
biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8
cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal,
retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki
dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-
2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal
duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris
komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama
duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula
Vater.2
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat panjang 4-6
cm berisi 30-60mL empedu. Kandung empedu seluruhnya tertutup oleh peritoneum
visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke empedu. Bagian
infundibulum dalam kantung dinamakan kantong Hartmann.1

6
Duktus sistikus memiliki panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm.
Dindingnya mengandung katup berbentuk spiral dandisebut Katup Heister yang
memudahkan cairan empedu mengalir ke kantung empedu. Traktus biliaris dialiri
vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier.Pembuluh
aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir ke
dalam sistem vena porta atau langsung ke dalam sinusoid hepatikum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah
arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung
empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier.1

1.1 Fisiologi 1
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Di luar
waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan
mengalami pemekatan. Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor :
a. Sekresi empedu di hati
b. Kontraksi kandung empedu
c. Tahanan sftinger koledokus

7
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke kantung
empedu. Setelah makan, Kandung empedu berkontraksi, sftinger berelaksasi,
empedu mengalir ke duodenum. Aliran tersebut disemprotkan intermitten karena
tekanan saluran empedu lebih besar dari tahanan sftinger. Kolesistokinin, hormon sel
dari mukosa usus halus dikeluarkan atas makanan berlemak. Hormon ini merangsang
nervus vagus sehingga menyebabkan kontraksi kantung empedu.1

2. Obstruksi Bilier

2.1 Definisi

Obstruksi bilier (kolestasis) merupakan suatu keadaan dimana terganggunya


aliran empedu dari hati ke kandung empedu atau dari kandung empedu ke usus halus.
Obstruksi ini dapat terjadi pada berbagai tingkatan dalam biliari sistem mulai dari
saluran empedu yang kecil (kanalikuli) sampai ampula Vateri. Penyebab obstruksi
bilier secara klinis terbagi dua yaitu intrahepatik (hepatoseluler) yaitu terjadi
gangguan pembentukan empedu dan ekstrahepatik (obstruktif) yaitu terjadi
hambatan aliran empedu. 1

2. 2 Epidemiologi

Angka kejadian obstruksi bilier (kolestasis) diperkirakan 5 kasus per 1000 orang
per tahun di AS. Angka kesakitan dan kematian akibat obstruksi bilier bergantung
pada penyebab terjadinya obstruksi. Mayoritas kasus yang terbanyak adalah
kolelitiasis (batu empedu). Di Amerika Serikat, 20% orang tua berusia ≥65 tahun
menderita kolelitiasis (batu empedu) dan 1 juta kasus baru batu empedu didiagnosa
setiap tahunnya. Resiko terjadinya kolelitiasis terkenal dengan kriteria 4F yaitu
female, fourty, fat, dan fertile. Resiko terjadinya batu empedu meningkat pada usia
>40 tahun. Insiden teringgi terjadi pada usia 50-60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin
wanita lebih sering terkena kolelitiasis dari pada pria. Hampir 25% wanita AS
menderita batu empedu dengan 50% diantaranya berusia 75 tahun, dan 20% pria
dengan usia yang sama menderita batu empedu. Rasio penderita wanita terhadap pria
yakni 3:1 pada kelompok usia dewasa masa reproduktif dan berkurang menjadi >2:1
pada usia di atas 70 tahun. Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain

8
obesitas terutama pada wanita, kehamilan, penurunan berat badan yang cepat,
kontrasepsi oral, dan diabetes mellitus.1,4,5,6

Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu yang dibuktikan
oleh prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara berbagai berbagai bangsa
dan kelompok etnik tertentu. Prevalensi paling menyolok pada suku Indian Pima di
Amerika Utara (>75%), Chili dan kaukasia di Amerika Serikat. Prevalensi terendah
pada orang Asia.4

Jenis batu empedu yang banyak ditemukan adalah batu kolesterol (75%),
berhubungan dengan obesitas terutama pada wanita. Pada penderita diabetes mellitus
paling banyak ditemukan mixed stones (80%), sedangkan batu kolesterol murni
hanya 10%. 25% dari batu empedu merupakan batu pigmen (bilirubin, kalsium, and
berbagai material organik lainnya) berhubungan dengan hemolisis dan sirosis.
Sedangkan batu pigmen hitam ditemukan pada kolelitiasis yang tidak sembuh
dengan medikamentosa.4

Batu kolesterol banyak ditemukan di negara barat (80-90%), sedangkan batu


pigmen sekitar 10%. Batu pigmen lebih banyak ditemukan di negara Asia dan
Afrika. Walaupun demikian akhir-akhir ini batu kolesterol meningkat di Asia dan
Afrika, terutama di Jepang ketika westernisasi pola diet dan gaya hidup.1

Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran empedu.
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam
saluran empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu
saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara Barat.3

2.3 Etiologi dan Patogénesis

Secara umum, obstruksi bilier menyebabkan terjadinya ikterus obtruktif. Ikterus


(jaundice) yaitu perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
kadarnya dalam darah. Bilirubin sebagai akibat pemecahan cincin heme dari
metabolisme sel darah merah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada

9
sklera mata, dan ini menunjukkan kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl,
sedangkan jika ikterus jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin diperkirakan
sudah mencapai 7 mg/dl. Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung melalui 3 fase
yaitu fase prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik, atau dikenal juga melalui
tahapan 5 fase yaitu (1) fase pembentukan bilirubin dan (2) transpor plasma, terjadi
pada fase prahepatik, (3) liver uptake dan (4) konyugasi, pada fase intrahepatik, serta
(5) ekskresi bilirubin pada fase ekstrahepatik.8

Gambar 3. Metabolisme Normal Bilirubin.8

Obstruksi bilier (kolestasis) secara etiologi dibedakan menjadi 2 bagian yaitu


intrahepatik dan ekstrahepatik, yaitu :1,7

1. Obstruksi bilier (kolestasis) intrahepatik


Kolestasis intrahepatik umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran
kanalikuli. Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah hepatitis, keracunan
obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang
kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma
metastatik, dan penyakit-penyakit lain yang jarang.

10
Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan
menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan
dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C
akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi dapat berjalan
kronik dan menahun, dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan
sudah menjadi sirosis hati. Alkohol dapat mempengaruhi gangguan pengambilan
empedu dan sekresinya, sehingga mengakibatkan kolestasis.

Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun. Dua penyakit autoimun
yang berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis
adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer
merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh
baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan
penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian.
Kolangitis sklerosis primer (Primary Sclerosing Cholangitis/PSC) merupakan
penyakit kolestatik lain, lebih sering pada laki-laki, dan sekitar 70% menderita
penyakit peradangan usus. PSC dapat mengarah pada kolangio karsinoma. Obat
seperti anabolik steroid dan klorpromazid sekarang diketahui merupakan penyebab
langsung dari kolestasis dengan mekanisme yang tidak diketahui. Golongan diuretik
tiazid dapat meningkatkan resiko terbentuknya batu empedu. Amoksisillin dengan
asam klavulanat (Augmentin) sering menyebabkan kolestasis akut yang menyerupai
keadaan obstruksi bilier. Drug induced jaundice memberikan gejala pruritus, namun
hanya terdapat pada sebagian pasien, dan gejala ini segera hilang apabila
penggunaan obat tersebut dihentikan.4

2. Obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik


Penyebab paling sering obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik adalah batu
duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif jarang adalah
striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus
koledokus, pankreatitis, dan kolangitis sklerosing, AIDS-related cholangiopathy,
TB bilier, dan infeksi parasit (Ascaris lumbricoides). Kolestasis mencermin
kegagalan seksresi empedu.

11
2.4 Gejala Klinis

Karakteristik dari kolestasis yaitu ikterus (jaundice), perubahan warna urin


menjadi lebih kuning gelap karena eksresi bilirubin melalui ginjal meningkat, tinja
pucat akibat terhambatnya aliran bilirubin ke usus halus dan berbau busuk serta
mengandung banyak lemak (steatorrhea) karena aliran empedu terhambat ke usus
halus sehingga absorpsi lemak terganggu, dan gatal (pruritus) yang menyeluruh
akibat retensi empedu di kulit. Kolestasis kronik dapat menimbulkan pigmentasi
kulit kehitaman, ekskoriasi karena pruritus, sakit tulang karena\ absorpsi kalsium dan
vitamin D berkurang sehingga lama kelamaan jaringan tulang berkurang, perdarahan
intestinal karena absorpsi vitamin K terganggu dan endapan lemak kulit (xantelasma
atau xantoma). Gambaran keluhan seperti yang disebutkan tidak tergantung
penyebabnya. Selain itu dapat disertai keluhan sakit perut, dan gejala sistemik
(seperti anoreksia, muntah, demam), atau tambahan gejala lain yang tergantung pada
penyebab terjadinya obstruksi bilier.7,9

Pasien dengan obstruksi bilier karena batu empedu dapat dibagi menjadi tiga
keompok yaitu pasien dengan batu asimtomatik, simtomatik, dan dengan komplikasi
batu empedu (kolesistitis akut, kolangitis, dan pankreatitis). Sebagian besar (80%)
pasien dengan batu empedu tanpa gejala. Gejala batu empedu yang dapat dipercaya

12
adalah kolik bilier yaitu nyeri diperut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan
kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut kanan atas atau epigastrium yang
dapat menjalar ke punggung bagian kanan atau bahu kanan. Nyeri ini bersifat
episodik dan dapat dicetuskan oleh makan makanan berlemak atau dapat juga tanpa
suatu pencetus dan sering timbul malam hari. Terkadang nyeri dapat dirasakan di
daerah substernal atau prekordial atau di kuadran kiri atas abdomen. Batu kandung
pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik.5.6

Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya kandung empedu teraba


(Courvoisier sign). Jika sumbatan karena keganasan kaput pankreas sering timbul
kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang-
kadang apabila kadar bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi sering warna
kuning sklera mata memberi kesan berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan
kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan
(yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.1,3

2.4 Batu Empedu ( Kolelithiasis )


Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang terletak di
dalam kandung empedu, saluran empedu, maupun kedua-duanya. Kolelitiasis lebih
sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita
dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan
genetik. Batu empedu secara umum ditemukan di dalam kandung empedu namun
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus menjadi batu saluran empedu atau disebut
batu saluran empedu sekunder.
Di Negara Barat, 10-15% batu kandung empedu juga disertai batu saluran
empedu. 2Pada beberapa keadaan batu saluran empedu dapat terbentuk sendiri tanpa
melibatkan kandung empedu hal ini dinamakan batu saluran empedu primer.
Komplikasi batu saluran empedu sekunder ini seringkali lebih berat daripada batu
saluran empedu primer.

13
2.3.1 Patofisiologi dan Tipe Batu1,3
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:3
a. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%
b. Batu pigmen coklat dimana mengandung calcium bilirubinate sebagai
komponen utama.
c. Batu pigmen hitam dimana kaya akan residu hitam tak terekstrasi
Pembentukan batu kolesterol melewati empat fase yaitu penjenuhan empedu
oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristaliasi, dan pertumbuhan baru. Batu pigmen
dalam beberapa kasus dikaitkan dengan infeksi bakteri gram negative yaitu E.Coli.1

Gambar 2. Jenis-Jenis Batu Empedu

Pada masyarakat barat, didapatkan bahwa batu kolesterol menjadi penyebab


tersering batu empedu. Sedangkan di Indonesia, didapatkan batu pigmen sebesar
73%. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pathogenesis batu kolesterol yaitu
hipersaturasi kolesterol saluran empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
dan gangguan motilitas pada empedu dan usus

2.3.2 Gejala batu kandung empedu1,3


Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

14
a. Pasien dengan batu asimtomatik
b. Pasien dengan batu simtomatik
c. Pasien dengan komplikasi batu empedu
Sebagian besar pasien (80%) dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu
diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien
didapatkan 50% asimtomatik, 30% kolik biler, 20% mengalami komplikasi.
Gejala Kolik Bilier:
 Nyeri di perut atas lebih dari 30 menit kurang dari 12 jam
 Lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi biasa juga di kanan atas
 Dipicu saat berubah posisi
 Kadang disertai intoleransi makanan berlemak.
Pada koledokolitiasis, terdapat riwayat nyeri kolik yang hilang timbul, serta
disertai demam dan mengigil bila terjadi kolangitis. Selain itu, muncul ikterus dan
buang air kecil gelap seperti teh.

2.3.4 Komplikasi batu kandung empedu


Kolesistitis Akut1,3
Kurang dari 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis akut.
Kolesistis ini dapat pula terjadi tanpa pembentukan batu dinamakan kolesistitis
akalkulus akut. Gejala meliputi nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual,
muntah dan panas.

Gambar 3. Kolesistitis.

15
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada kanan atas, icterus, teraba
kandung empedu membesar, dan tanda-tanda peritonitis. Di samping itu terdapat
murphy sign (+) yaitu nyeri tekan bertambah saat penderita menarik napas panjang.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, Peningkatan enzim hati, serta
kenaikan ringan bilirubin. Hal ini terjadi karena tertutupnya duktus sistikus akibat
batu, kemudian terjadi hidrops kandung empedu dan menyebabkan iskemia yang
dapat berkembang ke nekrosis dan perforasi. Hal ini diperberat dengan adanya
pelepasan enzim fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu menjadi
lisolesitin yang merupakan senyawa toksik dan mempercepat peradangan. Selain itu,
terjadi peningkatan alkali fosfatase dan GGT.

Kolesistitis akalkulus akut1


Kurang lebih 5-10% kolestitis akut dapat terjadi tanpa batu. Kelainan ini
sering ditemukan pada kasus trauma multiple, pasca bedah berat, sepsis, dan
keracunan obat, Penyebab lain adalah pasien dipuasakan lama atau dalam nutrisi
parenteral dalam waktu yang lama. Kelainan ini disebabkan adanya stasis lumpur
empedu. Lumpur empedu mengandung kalsium bilirubinat. Penyebab lain juga
adalah infeksi bakteri secara primer yaitu Salmonella thyphi, E.Coli, Clostridium.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


USG (Ultra Sonografi)1,4
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang
pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya.
Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar,
adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada
sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu,
pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-
tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh
sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat
diagnosis ikterus obstruktif. kwguNA
penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai kelainan organ yang
berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan ginjal, aman dan
tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi.

16
Gambar 4. Posterior Accoustic Shadow
Pemeriksaan Radiologi1
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian
besar batu empedu radiolusen. Kurang lebih hanya 10-15% batu yang menimbulkan
gambaran radioopak. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus
karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography).Dengan
bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran
empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus
dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau
adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah
bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. Adanya sumbatan di saluran empedu
bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat divisualisasikan dengan
pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini
dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arahhilus
hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini
berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan
radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati
dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat.
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan
dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak
dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat
menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu.

17
3.3Tatalaksana
Penatalaksanaan batu kandung empedu1,2,3
Penanganan batu untuk profilaksis tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien
yang asimtomatik tidak mengalami keluhan di masa mendatang. Sebagian kecil akan
menimbulkan komplikasi.
Pada batu empedu simptomatik, teknik kolesistektomi laparoskopi
diperkenalkan akhir 1980 mengantikan teknik kolesistektomi terbuka.
Kolesistektomi terbuka masih dibutuhkan apabila teknik kolestektomi laparoskopi
gagal atau tidak memungkinkan, misalkan apabila batu terletak pada lokasi yang sulit
dijangkau dengan teknik laparoskopi. Selain itu pada keadaan infeksi juga sebaiknya
menggunakan kolesistektomi terbuka. Kekurangan dari metode kolisistektomi
terbuka adalah luka penyembuhan yang lama.
Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di
dalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, system
endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa kamera dan kontak
langsung dengan saluran empedu. Tindakan bedah ini makin sering dilakukan.
Tindakan ini memakan waktu kurang lebih 30-70 menit. Biasanya penderita dapat
dipulangkan 1 hari setelah operasi. Morbiditas kurang dari 10%. Kesulitan teknis
adalah adhesi pada 5% operasi.
Kolesistektomi laparoskopi membutuhkan beberapa sayatan kecil di perut
untuk memungkinkan membuat akses operasi, tabung silinder kecil sekitar 5 sampai
10 mm, di mana instrumen bedah dan kamera video yang ditempatkan ke dalam
rongga perut. Kamera menerangi bagian dalam abdomen dan mengirimkan gambar
diperbesar dari dalam tubuh untuk monitor video, memberikan ahli bedah tampilan
close- up dari organ dan jaringan. Dokter bedah mengamati monitor dan melakukan
operasi dengan memanipulasi instrumen bedah melalui akses operasi.
Pasien ditempatkan dalam posisi terlentang di meja operasi dan dibius.
Sebuah pisau bedah digunakan untuk membuat sayatan kecil di umbilicus. Rongga
perut kemudian dieksplorasi dengan menggunakan jarum Veress atau teknik Hasson.
Kemudian dokter menggunakan karbon dioksida untuk menambah ruang pada
rongga abdomen. Kemudian akses kemudian dibuka di bawah tulang rusuk
epigastrium. Kemudian bagian fundus dari infundibulum ditarik ke superior untuk
memberikan gambaran segitiga calot yaitu arteri sistik, dukstus sistikus, dan
common bile duct. Kemudian pada segitiga ini dilakukan reseksi pada lapisan

18
peritonium yang melapisi untuk mendapat sudut pandang pada struktur di bawahnya.
Duktus sistikus dan arteri sistikus kemudian diidentifikasikan, kemudian diberi klep
dan dipotong, kemudian kandung empedu dipotong dan dikeluarkan pada 1 port atau
akses.

Gambar 5. Kolesistektomi Laparaskopi.

Penatalaksanaan batu saluran empedu.5


Prosedur terapetik yang bertujuan untuk mengangkat batu CBD ada dua cara,
pertama operasi dengan melakukan sayatan pada CBD (koledekotomi), atau melalui
duktus sistikus (transistik), dengan metode konvensional operasi terbuka (Open
Common Bile Duct Exploration) melalui laparoskopi yang disebut Laparascopic
Common Bile Duct Exploration (CBDE). Sedangkan cara yang kedua adalah dengan
menggunakan endoskopi, yaitu Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
(ERCP) yang diikuti sfingterotomi endoskopik (ES) dan dilakukan ekstraksi batu.
Ekstraksi batu dapat dilakukan dengan atau tanpa sfingterotomi, apabila sebelumnya
telah dilakukan dilatasi sfingter dengan balon. Laparoskopi kolesistektomi saat ini
memang lebih banyak disukai dan sudah menjadi terapi standar. Walaupun
eksplorasi CBD juga dapat dilakukan melalui teknik laparoskopi pada sebagian besar
kasus.
ERCP terapeutik dengan melakukan sftingereotomi endoskopik dilakukan
tanpa operasi pertama kali tahun 1974. Sejak itu, terapi ini berkembang pesat sebagai
terapi standar baku non operatif untuk saluran empedu. Selanjutnya, batu di dalam
saluran empedu dikeluarkan melalui balon ekstrasi melalui muara yang sudah besar

19
menuju lumen duodenum sehingga keluar bersama tinja atau dikeluarkan mulut
bersama skopnya.
Tingkat keberhasilan terapi ini adalah 80-90%, komplikasi dini 7-10%, angka
mortalitas 1-2%. Komplikasi tindakan ini meliputi pankreatitis akut, perdarahan dan
perforasi.

Pengobatan Paliatif Batu Empedu


Pengobatan paliatif pada pasien batu empedu adalah dengan menghindari
makanan yang dapat memicu antara lain makanan berlemak. Selain itu penggunaan
obat ati nyeri berupa antispasmolitik dapat mengurangi nyeri. Demam pada pasien
dapat diberikan zat antipiretik misalnya paracetamol. Pada beberapa kasus yang
disertai infeksi, dapat diberikan antibiotik.

20
BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. SI

No RM : 01386254

Usia : 43 tahun

Jenis kelamin : Laki laki

Alamat : Kp Cirarak Rt 06/ Rw 05Bogor

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Kawin

Pendidikan : Tamat SLTP

II. ANAMNESIS

Anamnesis didapatkan berdasarkan autoanamnesis.

Keluhan utama :

Pasien mengeluh kuning di seluruh tubuh sejak 1 bulan SMRS

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh, termasuk pada pada
dan telapak tangan yang semakin lama semakin terlihat jelas. Keluhan disertai rasa tidak
nyaman di perut terutama pada daerah perut kanan atas yang terasa nyeri seperti
ditusuk- tusuk, bersifat hilang timbul. Nyeri dipengaruhi oleh perubahan posisi serta
nyeri dirasakan bertambah berat setelah pasien makn makanan yang banyak minyak,
misalnya gorengan. Seluruh tubuh pasien terasa gatal. Keluhan demam diakui pasien
sejak satu minggu terakhir. Keluhan mual dirasakan pasien, namun tidak seberapa,
muntah disangkal. Nafsu makan menurun disertai dengan penurunan berat badan.

21
Pasien juga mengeluh BAB berwarna dempul serta warna air seni seperti teh botol,
jumlah banyak seperti biasa.

Sejak satu minggu terakhir, pasien tampak semakin lemas sampai akhirnya pasien
dibawa ke puskesmas setempat kemudian dirujuk ke RSUP Fatmawati.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat keluhan yang sama (sakit kuning) seperti saat ini tidak ada sebelumnya. Pasien
menyangkal adanya riwayat hepatitis, keganasan, kelainan darah, alergi makanan atau
obat-obatan, kencing manis dan darah tinggi.

Riwayat penyakit keluarga :

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan sakit kuning seperti pasien saat ini.
Di keluarga pasien, tidak ada yang memiliki riwayat keganasan, alergi obat, kencing
manis dan darah tinggi.

Riwayat sosial dan kebiasaan:

Pasien makan makanan yang dimasak sendiri oleh istrinya di rumah, jarang membeli
makanan diluar. Pasien seorang perokok, merokok 1/2 bungkus dalam sehari sejak 10
tahun yang lalu. Riwayat minum alkohol pada pasien tidak ada. Riwayat menggunakan
narkoba atau obat-obatan lain dengan jarum suntik disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 86x/menit

Suhu : 37,2°C RR : 22x/menit

BB : 53 kg TB : 165 cm IMT : 19.4 (normal)

22
Kepala : bentuk normal, rambut berwarna hitam sedikit putih, terdistribusi
merata, dan tidak mudah dicabut.

Mata: bentuk normal, kedudukan bola mata simetris, pupil bulat isokor,
conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik kuning kehijauan (+/+), RCL +/+,
RCTL +/+.

Hidung: bentuk normal, tidak ada deviasi septum, secret -/-.

Telinga: Normotia, liang telinga lapang, serumen -/-

Mulut : bentuk normal, bibir agak kering, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.

Leher : JVP 5-2 cmH2O, trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar.

Paru : I : bentuk normal, dada tampak simetris statis dan dinamis,


retraksi (-), scar (-), spider nevi (-)

P : vocal fremitus kanan kiri sama kuat

P : sonor pada kedua lapang paru

A : suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung : I : ictus cordis tak tampak

P : ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra

P : pinggang jantung ICS II parasternal sinistra, batas kanan:


ICS V parasternal dekstra, batas kiri: ICS V midclavicula sinistra

A : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I : terlihat benjolan di hipokondrium kanan

A : bising usus (+) normal

P : massa tidak ada, nyeri tekan (+) pada regio kanan atas,
murphy sign (+) hepar dan lien tidak teraba.

P : shifting dulnes (-), ascites (-)

Ekstremitas : Bentuk normal, oedema -/- dan akral hangat +/+, CRT < 3 detik.

23
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Pemeriksaan laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.9 g/dl 13.2 – 17.3
Hematokrit 42 % 33 – 45
Leukosit 9.8 Ribu/ul 5.0 – 10.0
Trombosit 445 Ribu/ul 150 – 440
Eritrosit 4.48 Juta/ul 4.40 – 5.90
VER 93.6 fl 80 – 100
HER 31.0 pg 26 – 34
KHER 33.2 g/dl 32 – 36
RDW 17.9 % 11.5 – 14.5
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 1 % 1–3
Neutrofil 73 % 50 – 70
Limfosit 15 % 20 – 40
Monosit 8 % 2–8
Luc 3 % < 4.5
HEMOSTASIS
APTT 29.1 detik 26.3 – 40.3
Kontrol APTT 30.7 detik
PT 12.1 detik 11.5 – 14.5
Kontrol PT 13.6 detik
INR 0.87
FUNGSI HATI
SGOT 37 U/I 0 – 34
SGPT 52 U/I 0 – 40
Albumin 3.80 g/dl 3.40 – 4.80
Billirubin total 19.10 mg/dl 0.10 – 1.00
Billirubin direk 17.20 mg/dl < 0.2

24
Billirubin indirek 1.90 mg/dl < 0.5
FUNGSI GINJAL
Ureum 15 mg/dl 20 – 40
Creainin 0.9 mg/dl 0.6 – 1.5
DIABETES
Gula darah sewaktu 93 mg/dl 70 – 140
ELEKTROLIT
DARAH
Natrium 140 Mmol/l 135 – 147
Kalium 4.11 Mmol/l 3.10 – 5.10
Klorida 104 Mmol/l 95 – 108
SERO-IMUNOLOGI
Golongan darah o/rhesus (+)

o Pemeriksaan USG

Telah dilakukan ultrasonografi whole abdomen dengan hasil sebagai berikut :

- Hepar : besar bentuk normal, tepi tajam, homogeny, massa/sol (-)


tampak pelebaran EHBD /IHBD sampai CBD distal oleh karena batu
dengan ukuran 1,75 cm.

- GB : besar bentuk normal,penebalan dinding (-), massa/batu (-)

- Pankreas : besar bentuk normal, intensitas echo parenkim normal, tak


tampak massa, kista dan klasifikasi.

- Limpa :besar bentuk normal, intensitas echo parenkim normal,


massa/nodul (-)

- Ginjal kanan : besar bentuk normal, intensitas echo parenkim normal,


batas sinus cortex jelas, tak tampak ektasis pada pelvicocalyceal system,
tak tampak massa/batu/kalsifikasi.

25
- Ginjal kiri : besar bentuk normal, intensitas echo parenkim normal, batas
sinus cortex jelas, tak tampak ektasis pada pelvicocalyceal system, tak
tampak massa/batu/kalsifikasi.

- Buli : terisi echo cairan optimum, penebalan dinding (-), massa/batu (-)

Kesan hasil pemeriksaan USG abdomen :

Batu CBD yang menyebabkan pelebaran IHBD dan CBD, GB/


Pankreas/ lien/ ginjal kiri dan kanan/ buli tidak tampak kelainan.

26
o Foto thorax AP

Trakea relatif di tengah, Mediastinum superior, tidak melebar

Jantung kesan tidak membesar, Aorta baik

Pulmo : kedua hilus tidak menebal. Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
Tidak tampak infiltras/nodul, Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma baik.
Tulang-tulang kesan intak

Kesan hasil pemeriksaan rontgen thoraks: Jantung dan paru dalam batas normal

o CT Scan

Telah dilakukan pemeriksaan MRCP tanpa kontras potongan axial coronal dan
rekonstruksi sistem billier intra dan ekstra hepatik dengan hasil sebagai berikut:

- Hepar: tampak besar, bentuk normal, sistem billier intra hepatik melebar,
tak tampak lesi hypo/ hyperdens pada T1/T2

27
- KE: tampak besar, bentuk normal, sistem billier intra hepatik melebar,
tak tampak lesi hypo/ hyperdens pada T2 FS

- CBD: tampak membesar dan tampak lesi hypointens distal CBD

- Pankreas: tampak besar, bentuk normal, tak tampak bayangan massa dan
tampak ductus pancreaticus dilatasi ringan

- Lien: dalam batas normal

28
29
30
- MRCP: tampak KE membesar, bentuk normal, tak tampak lesi hypo/
hyperdens di KE. Ductus cysticus dilatasi reguler

Tampak CBD dilatasi dari distal sampai proksimal fusiform intra- extra
hepatik ec tampak bayangan hypointens (batu) pada CBD. Tak tampak
massa yang mencurigakan di pancreas. Tampak ductus pancreaticus
dilatasi ringan.

31
Kesan:

- Batu pada distal CBD menyebabkan CBD dilatasi fusiform sampai


proksimal bilier intra hepatik kanan – kiri dd/ choledochal cyst tipe IV

- Tak tampak massa mencurigakan di pancreas

- KE dalam batas normal.

V. RESUME

Pasien dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh disertai rasa tidak nyaman
di perut daerah kanan atas hilang timbul, dipengaruhi posisi. Seluruh tubuh
pasien terasa gatal, demam. Mual, Nafsu makan menurun disertai penurunan
berat badan. Pasien mengeluh BAB berwarna dempul serta warna air seni
seperti teh botol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,


sklera mata ikterik serta ikterik pada kulit diseluruh tubuh. Pada
pemeriksaan abdomen murphy sign (+). Pada pemeriksaan laboratorium
billirubin total 19.10, direk 17.20 dan indirek 1,90. Selain itu pemeriksaan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang lainnya pada pemeriksaan
USG amdomen didapatkan Batu CBD yang menyebabkan pelebaran IHBD
dan CBD. Sedangkan pada pemeriksaan MRCP didapatkan kesan Batu pada
distal CBD menyebabkan CBD dilatasi fusiform sampai proksimal bilier
intra hepatik kanan – kiri dd/ choledochal cyst tipe IV. Pemeriksaan lainnya
didapatkan hasil dalam batas normal

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Diangnosis Pre Operasi: Ikterus Obstruktif et causa Choledocolithiasis

- Diangnosis Post Operasi: Ikterus obstruktif e.c. Choledocolithiasis pasca


laparotomi eksplorasi CBD, Laparoscopic radical cholecystectomy and
Roux-en-Y Choledochojejunostomy.

32
VII. PENATALAKSANAAN

- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit

- Injeksi ceftriaxon 1gr/ 8 jam

- Injeksi ranitidin 1gr/12 jam

- Domperidon 3x1 tablet

- Sistenol 3x1 tablet

- Curcuma 3x1 tab

VIII. PROGNOSIS

 Ad vitam : dubia ad bonam

 Ad fungsionam : dubia ad bonam

 Ad sanationam : dubia ad bonam

33
BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, Tn. SI 43 tahun dengan keluhan kuning pada


seluruh tubuh disertai rasa tidak nyaman di perut daerah kanan atas hilang timbul,
dipengaruhi posisi. Seluruh tubuh pasien terasa gatal, demam. Mual, Nafsu makan
menurun disertai penurunan berat badan. Pasien mengeluh BAB berwarna dempul serta
warna air seni seperti teh botol. Hal tersebut sesuai dengan literatur berdasarkan
epidemiologi bahwa insiden kolelitiasis paling tinggi ditemukan pada usia diatas 40
tahun dengan faktor resiko kriteria 4F yaitu female, fourty, fat, dan fertile dan yang lain
diantaranya adalah obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetic, penggunaan
kontrasepsi hormonal. Dari keseluruhan, batu terbentuk dari kolestrol yang paling
sering di temukan.

Keluhan kuning pada pasien terjadi akibat obstruksi yang dapat di bagi 3
berdasarkan lokasinya yaitu pre-hepatik, intrahepatik dan post hepatik. Untuk
membedakan diantara ketiganya perlu mengetahui penakit yang sering dijumpai dari
ketiga obstruksi tersebut. Pada obstruksi pre-hepatik biasanya disebabkan oleh
gangguan sel darah merah melalui proses hemolitik yang disebabkan oleh infeksi,
penggunaan obat-obatan ataupun karena destruksi sum-sum tulang akibat proses
keganasan. Hal tersebut mengakibatkan sel eritrosit banyak yang lisis sehingga produksi
billirubin meningkat dan terjadi akumulasi dalam jumlah yang banyak. Biasanya akan
ditemukan pada pemeriksaan laboratorium kadar billirubin indirek yang meningkat.

Pada ikterus intra hepatik terjadi karena kerusakan sel hepatosit itu sendiri akibat
infeksi, obat obatan ataupun penyakit autoimun. Fungsi hepar untuk mengkonjugasi
billirubin indirek menjadi billirubin direk terganggu. Sedangkan pada ikterus post-
hepatik penyebab paling sering adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas.
Penyebab lainnya yang relatif jarang adalah striktur jinak pada duktus koledokus,
karsinoma duktus koledokus, pankreatitis, dan kolangitis sklerosing, AIDS-related
cholangiopathy, TB bilier, dan infeksi parasit (Ascaris lumbricoides). Kolestasis
mencermin kegagalan seksresi empedu. Pada hasil laboratorium dapat ditemukan
peningkatan kadar billirubin indirek dan billirubin direk. Sumbatan pada ikterus post-
hepatik paling sering disebabkan akibat batu empedu yang tersusun dari batu kolesterol.

34
Adapun Karakteristik dari kolestasis yang dijumpai pada pasien diantaranya
ikterus (jaundice), perubahan warna urin menjadi lebih kuning gelap karena eksresi
bilirubin melalui ginjal meningkat, tinja pucat akibat terhambatnya aliran bilirubin
ke usus halus dan berbau busuk serta mengandung banyak lemak (steatorrhea)
karena aliran empedu terhambat ke usus halus sehingga absorpsi lemak terganggu,
dan gatal (pruritus) yang menyeluruh akibat retensi empedu di kulit. Kolestasis
kronik dapat menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena pruritus,
sakit tulang karena absorpsi kalsium dan vitamin D berkurang sehingga lama
kelamaan jaringan tulang berkurang, perdarahan intestinal karena absorpsi vitamin
K terganggu dan endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma). Gambaran keluhan
seperti yang disebutkan tidak tergantung penyebabnya. Selain itu dapat disertai
keluhan sakit perut, dan gejala sistemik (seperti anoreksia, muntah, demam), atau
tambahan gejala lain yang tergantung pada penyebab terjadinya obstruksi bilier.7,9

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,


tampak sakit sedang, sklera mata ikterik serta ikterik pada kulit diseluruh tubuh
akibat akumulasi kadar billirubin yang meningkat. Pada pemeriksaan abdomen
murphy sign (+).Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Kadang teraba hati
dan sklera ikterik.3,4

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan billirubin total 19.10, direk 17.20


dan indirek 1,90. Selain itu pemeriksaan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat
karena sebagian besar batu empedu radiolusen. Kurang lebih hanya 10-15% batu
yang menimbulkan gambaran radioopak. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada
pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit. Pada
pasien dilakukan pemeriksaan USG abdomen didapatkan Batu CBD yang
menyebabkan pelebaran IHBD dan CBD.
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography).Dengan
bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran
empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus
dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau

35
adanya penyempitan. Hasil pemeriksaan MRCP pada pasien didapatkan kesan Batu
pada distal CBD menyebabkan CBD dilatasi fusiform sampai proksimal bilier intra
hepatik kanan – kiri dd/ choledochal cyst tipe IV.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus
menunjukan bahwa ikterus obstruktif post-hepatik disebabkan karena adanya
sumbatan batu empedu. Adapun tata laksana yang dilakukan pada pasien adalah
eksplorasi CBD dengan Roux and Y Hepaticojejunostomy procedure. Prosedur
tersebut dilakukan dengan membuang sebagian dari jejunum dan membuat
anastomosis baru dari hepatic ke jejunum. Pada diagnosis pre-operatif dan post-
operatif didapatkan diagnosis yang sama yaitu Ikterus Obstruktif et causa
Choledocolithiasis.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. R . Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku – Ajar Ilmu Bedah. Ed ke- 3. Jakarta:


Penerbit EGC. 2013.
2. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar, TR, Dunn DL. Schwartz principles of
surgery. Ed ke-9. Philadelphia: McGraw-Hills. 2010.
3. Townsed, Beauchamp, Evers dan Mattox. Sabiston textbook of surgery. Ed ke-
18. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.
4. Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Ed ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2006.
5. Nuhadi M. Perbedaan Komposisi Batu Kandung Empedu Dengan Batu
Saluran Empedu pada Penderita yang dilakukan Eksplorasi Saluran Empedu.
Universitas Padjajaran. RS Hasan Sadikin Bandung. 2011.
6. Gumbs. A Andrew. hoffman, John P. Laparoscopic radical cholecystectomy
and Roux-en-Y Choledochojejunostomy for Gallbladder cancer. Departement
of Surgical Oncology. 2010.
7. California Pacific Medical Center. 2014

37

Anda mungkin juga menyukai