PATOLOGI ULTRASONOGRAFI
KANDUNG EMPEDU
Pembimbing :
dr. Tri Haryanto Sp.Rad., M.Sc
DISUSUN OLEH :
Cristianto
13601050185
Ada tiga faktor yang meregulasi aliran empedu yaitu : sekresi hepatik, kontraksi vesica
fellea, dan tahanan spincter choledochal. Dalam keadaan puasa, tekanan di ductus choledocus
adalah 5-10 cm H2O dan empedu yang dihasilkan di hati disimpan di dalam vesica fellea.
Setelah makan, vesica fellea berkontraksi, spincter relaksasi dan empedu di alirkan ke dalam
duodenum dengan adanya tekanan di dalam duktus yang terjadi secara intermiten yang
melebihi tahanan spincter. Saat berkontraksi, tekanan di dalam vesica fellea mencapai 25 cm
H2O dan di dalam ductus choledocus mencapai 15-20 cm H2O. Cholecystokonin (CCK) adalah
stimulus utama untuk berkontraksinya vesica fellea dan relaksasi spincter. CCK dilepaskan ke
dalam aliran darah dari mukosa usus halus.3
Gambar 2.2 Fisiologi Pengeluaran Empedu3
Duktus Sistikus
Panjang ductus cysticus sekitar 1,5 inchi (4 cm) dan menghubungkan colum
vesica fellea dengan ductus hepatis comunis untuk membentuk ductus choledochus..
Biasanya ductus cysticus berbentuk huruf S dan berjalan turun dengan jarak yang
bervariasi pada pinggir bebas kanan omentum minus. Tunica mukosa ductus cysticus
menonjol untuk membentuk plica spiralis yang melanjutkan diri dengan plica yang
sama pada colum vesica fellea. Plica ini umumnya dikenal sebagi ”valvula spiralis”.
Fungsi valvula spiralis adalah untuk mempertahankan lumen terbuka secara
konstan.1
Duktus Koledokus
Panjang ductus choledochus sekitar 3 inchi (8 cm). Pada bagian
perjalanannya, ductus ini terletak pada pinggir bebas kanan omentum minus, di
depan foramen epiploicum. Di sini ductus choledochus terletak di depan pinggir
kanan venae portae bawah hepatis dan pada sisi kanan arteri hepatica. Pada bagian
kedua perjalanannya, ductus terletak di belakang pars duodenum di sebelah kanan
arteri gastroduodenalis. Pada bagian ketiga perjalanannya, ductus terletak di dalam
sulcus yang terdapat pada facies posterior caput pancreatis. Di sini ductus
choledochus bersatu dengan ductus pankreaticus.1
Gambar 2.3 Duktus koledokus (common bile duct) dan Sphincter of Oddi5
Ductus chodedochus berakhir di bawah dengan menembus dinding medial pars
descendens duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya ductus choledochus
bergabung dengan ductus pankreatikus, dan bersama-sama bermuara ke dalam ampula kecil di
dinding duodenum, yang disebut ampula hepatopankreatica (ampula vater). Ampula ini
bermuara pada lumen duodenum melalui sebuah papila kecil, yaitu papila duodeni major.
Bagian terminal kedua ductus beserta ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang disebut
musculus sphinter ampullae (sphincter oddi).1,5
2.2 Ultrasonografi
2.2.1 Pendahuluan
Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic (pencitraan
diagnostik) untuk pemeriksaan alat-alat tubuh, di mana kita dapat mempelajari bentuk,
ukuran anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan disekitarnya. Pemeriksaan
ini bersifat noninvasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan
dengan cepat, aman, dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi.
Tidak ada kontraindikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan
memperburuk penyakit penderita. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik
berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan yang penting
untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh.6
2.2.2 Sejarah
Pertama kali ultrasonik ini digunakan dalam bidang teknik untuk radar, yaitu
teknik SONAR (Soind Navigation and Ranging) oleh Langevin (1918), seorang
Perancis, pada waktu perang dunia ke I, untuk mengetahui adanya kapal selam lawan.
Kemudian digunakan dalam pelayaran untuk menentukan kedalaman laut. Menjelang
Perang dunia ke II (1937), teknik ini digunakan pertama kali untuk pemeriksaan
jaringan tubuh, tetapi hasilnya belum memuaskan. Berkat kemajuan teknologi yang
pesat, setelah perang dunia ke II, USG berhasil digunakan untuk pemeriksaan alat-alat
tubuh. 6
Hoery dan Bliss pada tahun 1952, telah melakukan pemeriksaan USG pada
beberapa organ, misalnya hepar dan ginjal. Sekarang USG merupakan alat praktis
dengan pemakaian klinis yang luas. 6
2.2.3 Prinsip USG
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada
kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama
sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekuensi antara 20 – 20.000
Cpd (Cicles per detik = Hz). Pemeriksaan USG ini menggunakan gelombang suara
yang frekuensinya 1-10 MHz (1-10 juta Hz). 6
Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang
terdapat dalam suatu alat yang disebut transduser ( Gamba.XVI.1.1). Perubahan bentuk
akibat gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini
disebut efek piezo-electric, yang merupakan dasar perkembangan USG selanjutnya.
Bentuk kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan
polaritas medan listrik yang melaluinya, kristal akan mengembang dan mengkerut,
maka akan dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi. 6
Gambar 2.4 Penampakan sonografi dari kandung empedu dan dimensinya (panjang dan
lebar pada a, tebal pada b). A irisan intercostal. B irisan right subcostal oblique. GB : kandung
empedu, L = Hepar7
Tabel 2.2 Perubahan pada ukuran, bentuk dan lokasi dari kandung empedu
Gallbladder diverticulum : protursi dinding yang anechoic dengan leher yang bisa
dilihat.
Siphon gallbladder : kandung empedu berliku-liku yang membentuk huruf S
Phrygian cap : variasi anatomis dimana fundus dari kandung empedu berbellit/terlipat.
Atypical location : posisi intrahepatic atau menempati posisi bawah/lateral
Gambar 2.6 Perubahan pada bentuk dan lokasi kandung empedu. A. Gallbladder (GB)
diverticulum (D). B kinked (berbelit) Gallbladder (GB). L = Hepar. 7
Kolesistitis Akut
Tanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan
dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kadang terlihat eko cairan di
sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesistitis atau perforasi. Sering diikuti
rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai morgan sign positif
atau positif transducersign. 6
Diagnosa banding dari kolesistitis akut meliputi kolesistitis kronik, penebalan
dinding akibat adenomiomatosis, scirrhous carcinoma, limfoma maligna , hepatitis
akut, pankreatitis, sirosis hepatis dengan asites. 7
Gambar 2.8 a. Gambaran dinding berlapis yang hipoechoic, tidak ada tanda-tanda batu,
kandung empedu hidrops dan mulainya sedimentasi. b. Gambaran dinding yang sangat
hipoechoic dengan free fluid minimal. c. CDS : Peningkatan vaskularisasi pada area
perikolesistik dari edem avaskular7
Gambar 2.9 . Kolesititis akut dengan hidrops dengan diameter panjang > 8 cm, ketebalan dan
lebar > 4 cm, dengan gambaran dinding yang jernih. Nyeri tekan lokal (murphy’s sign),
adanya batu yang menyumbat pada infundibulum, mengkonfirmasi adanya hydrops. S =
acoustic shadows. 7
Gambar 2.10 Diagnosa banding dari peningkatan ketebatan dinding kandung
empedu : a. Penebalan dinding (krusor) pada sirosis hepatis decompensated. b. Pada
hepatitis akut dan AIDS. c. Pada trauma kandung empedu : edema dinding kandung
empedu massive dengan lumen yang tidak terlihat. LE = Liver, GB = Gallbladder, PV
= Portal vein7
Edem dinding kandung empedu : bisa disebabkan oleh gagal jantung kanan, asites
pada sirosis hepatis, dan hipoalbuminemia. Tidak ditemukan pada asites malignant.
Gambaran : hipoechoic, dinding berlapis, sering disertai kongesti kandung empedu.
Abses dinding kandung empedu : massa anechoic pada dinding berlapis, tanda dari
kolestitis akut.
Gambar 2.11 abses dinding kandung empedi pada kolesititis akut.
Dinding yang edem dengan abses (tanda panah).
Karsinoma yang menginfiltrasi dinding kandung empedu : Stage I jik masih di dalam
kandung empedu, Stage II ekstensi melewati batas kandung empedu, Stage III dengan
infiltrasi diluar kandung empedu
Gambar 2.12 a. karsinoma stage awal yang muncul dalam bentuk massa tumor
polypoid di dalam kandung empedu. b. Stage II –III karsinoma kandung empedu (T), sudah
menginfiltrasi dinding dan mulai menginfiltrasi hepar (tanda panah). Bantu dengan acoustic
shadow.
Perubahan dinding Echogenic7
Kandung empedu ganda (Duplicated gallbladder)
Echogenic, longitudinally oriented, septum-like compartementalizations
Kolesititis kronik
Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan
eko cairan lebih terlihat hiperekoik.Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut di
mana kandung empedu sudah mengisut (contracted gallblader). Kadang-kadang hanya
eko batunya saja yang terlihat pada fossa vesika felea. 6
Ditandai dengan penebalan dinding echogenic terbatas atau luas, sering
ditemukan batu, dan kandung empedu yang mengkerut (shrunken gallbladder)
Gambar 2.18 Kolesistitis kronik dengan serangan akut berulang akibat kolesistolithiasis
ditandai dengan dinding yang echogenic mencapai 9,8 mm. a. Irisan oblique longitudinal, b.
Irisan transversal. (S) = acoustic shadow yang incomplete dibelakang dinding yang
hiperekoik.
Penebalan dinding yang echogenic pada asites
Adanya “Blooming effect” pada asites massive (malignant) dengan acoustic
enhancement sepanjang dinding kandung empedu.
Porcelain gallbladder
Kalsifikasi sebagian atau komplit dari dinding kandung empedu.
Pertimbangkan lesi premalignant yang memerlukan operasi. Penampakan sonografi
sangat echogenic sebagai efek dari kalsifikasi disertai dengan complete/incomplete
distal acoustic shadowing.
Emphysematous cholecystitis
Sering ditemukan pada pasien dengan diabetes, membutuhkan tindakan operasi
segera. Penampakan sonografi dinding yang halus dengan high amplitude echoes akibat
pembentukan gas oleh bakteri. Reverberasi (+) dengan CDS, disertai dengan tanda-
tanda yang ditemukan pada batu kandung empedu. Mirip dengan pneumobilia atau
porcelain gallbladder. 7
Gambar 2.20 Emphysematous cholecystitis. Kandung empedu (GB) yang hidrops dan batu,
dan acoustic shadow (S). Reverberations (W) muncul akibat gelembung udara di dinding
anterior.
Lumpur (Sludge)
Selalu menempati bagian terendah dari kandung empedu dan sering bergerak
perlahan-lahan seuai dengan posisi pasien, jadi selalu membentuk lapisan permukaan
dan tidak memberikan bayangan akustik. Pada dasarnya lumpur empedu tersebut terdiri
atas granulae kalsium bilirubinat dan kristal-kristal kolesterol sehingga mempunyai
viskositas yang lebih tinggi daripada cairan empedu sendiri. 6
Sludge sering dijumpai pada penderita-penderita kekurangan gizi dan pada
pasien-pasien yang sakit berat dan lama serta akan menghilang bila keadaan pasien
membaik. Juga pada penderita alkoholisme sering ditemukan adanya lumpur tersebut
yang disebabkan adanya hipokinesia dan atonia kandung empedu. Keadaan yang sama
dijumpai pula pada obstruksi duktus koledokus dan penderita-penderita yang
mempunyai kelainan intrinsik kandung empedu. 6
Pembentukan lumpur oleh bilirubin dan kristal kolesterol (floating, polypoid,
tumor-like, bergantung pada grafitasi), sering ditemukan pada pasien yang sedang
intake makanan dengan parenteral, sering membentuk batu. Penampakan sonografi,
sedimen yang mengikuti perubahan posisi. Bila lumpur (sludge) mengisi penuh lumen
kandung empedu didapatkan penampakan echogenic (hiperekoik). 7
Gambar 2.22 Cholesterol pseudopolyps. a. Masa pada inding kandung empedu yang
echogenic. b. Polip sessile hipoekoik pada dinding kandung empedu. Harus dibedakan
dengan adenoma
Gallbladder adenoma
Tumor > 6 mm yang menempel pada dinding kandung empedu. Bila lesi > 10
mm perlu followup lebih lanjut, dan tindakan operasi mungkin sudah diperlukan. Lesi
> 15 mm harus diekstirpasi karena sering mengalami perubahan sifat menjadi ganas. 7
Gambar 2.23 Gallbladder Adenoma. a. Massa hiperekoik (P) pada kandung empedu (GB).
Tumor secara luas menempel pada dinding kandung empedu tapi tidak menginfiltrasi. b. CDS
: Spectral analysis mengidentifikasi adanya intratumoral vessel. Pada sonografi memberikan
gambaran bulat /berlobus, polypoid (papillomatous) tumor. Menempel pada dinding kandung
empedu dengan dasar yang luas, tidak menginfiltrasi dinding kandung empedu dan tidak
memberikan gambaran acoustic shadow. 7
Carcinoma
Keganasan pada kandung empedu sangat jarang. Terlihat sebagai massa dengan
batas tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati. 6
Massa polypoid yang menduduki seluruh isi lumen kandung empedu (lesi > 33
mm selalu merupakan kanker yang invasif), mottled hypoechoic structure. Sering
memberikan gambaran infiltratif pada hepar. Bisa disertai batu dan pada CDS
memberikan gambaran sparse vascularity.
Gambar 2.24 Karsinoma kandung empedu (T) : hipoekoik, massa inhomogen yang
mengisi seluruh lumen, dan batu pada bagian distal (S)
Batu (Kolelithiasis)
Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas pada
kandung empedu serta khas membentuk bayangan akustik dibawahnya. Batu yang kecil
dan tipis kadang-kadang tidak memperlihatkan bayangan akustik. Pada keadaan yang
meragukan, perubahan posisi penderita misalnya duduk sangat membantu. 6
Sangat echogenic disertai dengan acoustic shadow, batu bergerak pada
perubahan posisi, massa intraluminal. Komplikasi dapat berupa kolesititis, hidrops, dan
empiema7
Gambar 2.25 a. Batu empedu yang besar, soliter, dengan diameter 6,25 cm pada kandung
empedu dengan high-amplitude pada batu kalsium dan acoustic shadow. b. Batu kolesterol,
massa halus dan bulat intraluminal yang memberikan acoustic shadow incomplete
Pneumobilia
Pneumobilia sering terjadi setelah papillotomy. Lokasi tersering ditemukan di
belakang dinding anterior pada posisi supine, memperlihatkan pergerakan pada
perubahan posisi. 7
Problem Pemecahannya
Dugaan batu Scan dalam posisi duduk atau dekubitus, batu akan bergerak
Tabel 2.5 Beberapa problem pada USG kandung empedu serta pemecahannya6
Kandung empedu (-) disertai eko keras pembayangan akustik Batu serta contracted gallbladder
Tabel 2.6 Perbedaan pola ekodasar pada USG kandung empedu serta
kemungkinannya6
BAB III
KESIMPULAN