Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah


Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan
untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP).17 Individu dengan sudut MP-
SN yang lebih besar akan cenderung memiliki wajah panjang karena rotasi mandibula
menjauhi maksila sehingga menghasilkan pertambahan panjang wajah secara vertikal.
Sebaliknya, individu dengan sudut MP-SN yang lebih kecil cenderung mempunyai
wajah yang lebih pendek karena rotasi mandibula mendekati maksila. Rotasi
mandibula dapat terjadi dalam dua arah, yaitu searah jarum jam atau berlawanan
jarum jam. Rotasi mandibula yang searah jarum jam mengarahkan pertumbuhan
mandibula ke bawah dan ke belakang.18 Rotasi ini menghasilkan pertumbuhan
mandibula ke arah yang lebih vertikal sehingga individu cenderung memiliki wajah
panjang atau gigitan maloklusi terbuka. Rotasi pertumbuhan mandibula yang
berlawanan jarum jam mengarahkan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan.
Hal ini menghasilkan pertumbuhan mandibula cenderung lebih horizontal, sehingga
membantu dalam memperbaiki gigitan kelas II dan menurunkan dimensi vertikal
anterior atau gigitan tertutup.5

2.1.1 Tipe Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah


Schudy membagi tipe pertumbuhan vertikal wajah menjadi dua, yaitu:5,10,19,20
a. Wajah Panjang (Hyperdivergent)
Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang panjang dan sempit. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan rahang atas yang berlebihan secara vertikal dan sudut
bidang mandibula yang lebih besar serta terkadang menyebabkan gigitan terbuka
(open bite). Pola pertumbuhan ini akan mengakibatkan lengkung dentoalveolar yang
panjang dan sempit pada lengkung rahang atas dan menghasilkan rotasi searah jarum
jam pada mandibula selama pertumbuhan.

Universitas Sumatera Utara


b. Wajah Pendek (Hypodivergent)
Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang pendek dan lebar, biasanya
terdapat sudut bidang mandibula datar dan sudut gonial yang tertutup. Gigitan dalam
(deep bite) sering dijumpai pada pasien dengan tipe wajah ini. Contoh dari tipe wajah
yang mempunyai kepala yang pendek dan lebar adalah maloklusi Klas II divisi 2.

A B C

Gambar 1. (A) Hyperdivergent (B) Normodivergent (C) Hypodivergent5

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah


A. Heriditer
Masalah genetik mungkin akan terlihat setelah lahir atau baru terlihat
beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial sebagai
penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari.6,7

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Sindroma malformasi yang berhubungan dengan defisiensi mandibula:
Sindroma Teacher Collin’s Acrofacial Dysostosis Symetrically
(Autosomal Dominant)

B. Lingkungan
Pengaruh lingkungan pada pertumbuhan dan perkembangan akan terus terjadi
selama individu yang sedang tumbuh dan berkembang. Terdapat beberapa pengaruh
lingkungan yang dapat menyebabkan kelainan pada pertumbuhan dan perkembangan
kraniofasial, yaitu:6
1. Kebiasaan buruk yang menimbulkan perubahan vertikal wajah
Kebiasaan abnormal mempengaruhi pola pertumbuhan fasial akan
mempengaruhi fungsi orofasial dan akan mempengaruhi pertumbuhan kraniofasial
dan fisiologi oklusal.6 Perkembangan dimensi vertikal ditentukan oleh keseimbangan
lidah, bibir, pipi, dan gigi yang berlawanan pada perkembangan kompleks dentofasial.
Keseimbangan ini secara biologis lebih banyak ditentukan oleh durasi kekuatan
daripada besar gaya otot.Otot-otot pengunyahan menghasilkan berat, kekuatan yang
intermittent, dan durasi singkat ketika mengunyah makanan.5

Universitas Sumatera Utara


a. Kebiasaan parafungsional
Tekanan oklusal berfungsi untuk menjaga keseimbangan dalam dimensi
vertikal kompleks orofasial, meskipun kebiasaan patologis/parafungsional seperti
mengepalkan (clenching), bruksism pada malam hari, atau otot yang hiperaktif waktu
mengunyah memiliki potensi untuk mempengaruhi keseimbangan vertikal. Kebiasaan
parafungsional mengakibatkan gigi posterior erupsi tidak sempurna dan penurunan
pengembangan vertikal dari maksilaris posterior serta menyebabkan prosessus
alveolar mandibula overbite anterior.5
b. Bernafas melalui mulut
Bernafas melalui mulut sering terjadi karena penyumbatan saluran pernafasan
atas sebagian dan total, misalnya pembesaran adenoid dan hipertrofi tonsil, rhinitis,
dan deviasi septum nasal. Bernafas melalui mulut dapat mengubah postur kepala,
rahang, dan lidah karena orang tersebut menurunkan mandibula dan lidah serta
ekstensi kepala. Jika keadaan ini tidak diperbaiki, tinggi wajah akan meningkat,
mandibula akan berotasi ke bawah dan belakang, terjadi gigitan anterior terbuka,
overjet meningkat, serta peningkatan tekanan otot buksinator yang akan
menyebabkan lengkung maksilla menjadi sempit dan individu mengelami cenderung
long face syndrome.7,21 Adaptasi kranioservikal menyebabkan postur kepala menjadi
lebih tegak untuk memudahkan proses pernafasan. Menurut Juliano dkk, pernafasan
mulut selama tahap pertumbuhan sering mengakibatkan perubahan pertumbuhan dan
kelainan perkembangan kranial dan maksilomandibula. Pernafasan melalui mulut
akan menyebabkan gigi posterior erupsi berlebih dan meningkatkan dimensi vertikal
wajah akibat keadaan mulut yang terbuka.5
c. Postur
Posisi tubuh akan mempengaruhi posisi mandibula. Seseorang dengan posisi
kepala mendongak akan menyebabkan posisi dagu ke depan. Posisi kepala menunduk
ini akan menghambat pertumbuhan mandibula.6

Universitas Sumatera Utara


2.2 Radiografi Sefalometri
Studi tentang sefalometri mulai dikembangkan oleh Ketcham dan Ellis, Percy
Brown dan Pacini. Pada tahun 1931, B. Holly Broadbent bersama dengan Hofrath
dari Jerman memperkenalkan penggunaan radiografi sefalometri untuk mendiagnosa
kelainan tulang rahang.22 B. Holly Broadbent memperkenalkan penggunaan
radiografi sefalometri untuk menganalisis pertumbuhan wajah, kemudian
dikembangkan oleh Higley, Margolis, Bolton, William Downs, Steiner, dan
Tweed.2,23

A B

Gambar 3. Foto sefalometri (A) frontal (B) lateral1

Menurut analisisnya sefalometri dibagi atas dua jenis, antara lain:


1. Foto sefalomatri frontal yaitu gambaran frontal atau anteroposterior dari
tengkorak kepala (Gambar 3A). Salah satu analisis sefalometri yang menggunakan
sefalometri frontal adalah Analisis Mesh.
2. Foto sefalometri lateral yaitu gambaran lateral dari tengkorak kepala dan
digunakan untuk analisis profil jaringan lunak secara lateral (Gambar 3B).
Sefalometri mempunyai beberapa kegunaan yaitu:2,23
1. Mempelajari pertumbuhan kraniofasial.
2. Menegakkan diagnosa atau analisis kelainan kraniofasial.

Universitas Sumatera Utara


3. Mempelajari tipe wajah.
4. Merencanakan perawatan ortodonti.
5. Mengevaluasi kasus yang telah dirawat.
6. Menganalisis secara fungsional.
7. Melakukan riset.

2.2.1 Teknik Tracing Sefalometri


Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil tracing sefalometri.
Acetate matte tracing paper (kertas asetat) dengan sebesar tebal 0,003 inci dan
ukuran 8x10 inci digunakan untuk tracing sefalometri. Kertas asetat dilekatkan pada
tepi atas sefalometri dengan Scotch tape agar dapat dibuka apabila diperlukan
kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope). Penggunaan pensil keras (4H)
dianjurkan untuk tracing agar diperoleh garis-garis yang cermat dan tipis. Bagian-
bagian yang perlu di-tracing pada sefalometri lateral antara lain:1,2
Bagian 1:
• Profil jaringan lunak
• Kontur eksternal kranium
• Vertebra servikalis pertama dan kedua
Bagian 2:
• Kontur internal kranium
• Atap orbita
• Sella turcica atau fossa pituitari
• Ear rod
Bagian 3:
• Tulang nasal dan sutura frontonasalis
• Rigi infraorbital
• Fisura pterigomaksilaris
• Anterior Nasal Spine
• Posterior Nasal Spine
• Molar pertama atas dan insisivus sentralis atas

Universitas Sumatera Utara


Bagian 4:
• Simfisis mandibula
• Tepi inferior mandibula
• Kondilus mandibula
• Mandibula notch dan prosesus koronoideus
• Molar pertama bawah dan insisivus sentralis bawah

2.2.2 Referensi Sefalometri Radiografik


1. Titik-titik antropometri
Tanda penting pada sefalometri radiografik adalah titik-titik yang dapat
digunakan sebagai petunjuk dalam pengukuran atau untuk membentuk suatu bidang.
Titik-titik tersebut antara lain:2,22,24
• Nasion (Na/N) : Titik paling anterior sutura frontonasalis pada
bidang tengah sagital.
• Anterior Nasal Spine (ANS) : Ujung tulang anterior nasal spine pada bidang
tengah.
• Subspinale (A) : Titik paling dalam antara anterior nasal spine
dan prosthion.
• Prosthion (Pr) : Titik paling bawah dan paling anterior prosessus
alveolaris maksila pada bidang tengah antara gigi
insisivus sentralis atas.
• Insisif superior (Is) : Ujung mahkota paling anterior gigi insisivus
sentralis atas.
• Insisif inferior (Ii) : Ujung mahkota paling anterior gigi insisivus
sentralis bawah.
• Infradentale (Id) : Titik paling tinggi dan paling anterior prosessus
alveolaris mandibula pada bidang tengah antara
gigi insisivus sentralis bawah.
• Supramentale (B) : Titik paling dalam antara infradentale dan
pogonion.

Universitas Sumatera Utara


• Pogonion (Pog/Pg) : Titik paling anterior tulang dagu pada bidang
tengah.
• Gnathion (Gn) : Titik paling anterior dan paling inferior pada dagu.
• Menton (Me) : Titik paling inferior dari simfisis atau titik paling
bawah dari mandibula.
• Sella turcica (S) : Titik tengah fossa hipofisial.
• Posterior Nasal Spine (PNS) : Titik perpotongan dari perpanjangan dinding
anterior fossa pterigopalatina dan dasar hidung.
• Orbitale (Or) : Titik paling bawah pada tepi bawah tulang orbita.
• Gonion (Go) : Titik perpotongan garis singgung margin posterior
ramus assenden dan basis mandibula.
• Porion (Po) : Titik paling luar dan paling superior ear rod.

2. Garis dan bidang referensi


Menurut Krogman dan Sassouni, garis adalah hubungan antara dua titik,
sedangkan bidang adalah hubungan antara 3 titik.
• Sella-Nasion (S-N) : Garis yang menghubungkan Sella turcica (S)
dengan Nasion (N) merupakan garis
perpanjangan dari basis kranial anterior.
• Nasion-Pogonion (N-Pg) : Garis yang menghubungkan Nasion (N)
dengan Pogonion (Pg) merupakan garis
fasial.
• Y-Axis : Garis yang menghubungkan Sella turcica (S)
dengan Gnathion (Gn) dan digunakan untuk
mengetahui arah pertumbuhan mandibula.
• Frankfort Horizontal Plane (FHP) : Bidang yang melalui kedua Porion (Po) dan
titik Orbitale (O), merupakan bidang
horizontal.
• Bidang Palatal (Bispinal) : Bidang antara Anterior Nasal Spine (ANS)
dan Posterior Nasal Spine (PNS).

Universitas Sumatera Utara


• Bidang Orbital (dari Simon) : Bidang vertikal antara titik orbital yang
tegak lurus dengan Frankfort Horizontal
Plane (FHP).
• Bidang Oklusal (Occlusal Plane) dibagi menjadi dua definisi, yaitu:
 Garis yang membagi dua tonjol gigi molar
pertama yang overlapping dengan insisal
overbite (Downs).
 Garis yang membagi gigi molar pertama
yang overlapping dengan gigi premolar
pertama (Steiner).
• Ada 3 cara untuk menghasilkan Bidang mandibula (Mandibular Plane/MP):
 Bidang antara Gonion (Go) dan Gnathion
(Gn) (Steiner).
 Bidang antara Gonion (Go) dan Menton
(Me).
 Bidang yang menyinggung tepi bawah
mandibula dan Menton (Me) (Downs).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Titik antropometri, garis dan bidang referensi2

2.3 Analisis Radiografi


Banyak analisis sefalometri yang telah ditemukan. Setiap analisis menjelaskan
bagaimana posisi skeletal dan fasial yang benar sehingga terlihat lebih estetis.
Analisis sefalometri dipopulerkan sejak perang dunia kedua, yaitu dimulai dari
analisis Down dan dikembangkan menjadi analisis lain seperti analisis Steiner,
Sassouni, Harvold, Wits, McNamara, Tweed, dan Jefferson.2,4 Tujuan awal dari
radiografi sefalometri adalah untuk meneliti pola pertumbuhan kraniofasial.4,24

2.3.1 Analisis Jefferson


Analisis Jefferson merupakan modifikasi dari analisis Sassouni dan dikenal
juga sebagai analisis arkial skeletal.4,7,12 Analisis Sassouni merupakan metode
sefalometri pertama yang menekankan hubungan vertikal dan horizontal serta

Universitas Sumatera Utara


hubungan antara proporsi vertikal dan horizontal. Sassouni menyimpulkan bahwa
bidang anatomi horizontal (inklinasi basis kranial anterior, bidang Frankfort, bidang
palatal, bidang oklusal, dan bidang mandibula) cenderung bertemu pada satu titik
pada bagian wajah. Analisis Jefferson ditemukan oleh Yosh Jefferson pada bulan
Maret tahun 1990. Jefferson menyatakan bahwa analisis ini sangat baik untuk
menganalisis dan mengevaluasi jaringan keras pada profil lateral. Analisis ini lebih
praktis dan cepat karena mudah untuk di-tracing dan diagnosa, efisien, akurat, dan
universal.4 Analisis ini menafsirkan posisi anteroposterior maksila dan mandibula
serta juga tinggi vertikal wajah.12 Batas anatomi pada analisis ini hampir sama dengan
analisis Steiner, namun, analisis Jefferson mempunyai beberapa landmark tambahan
yaitu: Clivus, Roof of orbit, Basisphenoid, Greater wing of sphenoid, Ethmoid
cribiform plate dan Lateral wall of orbit.

Ethmoid Cribiform Plate


Roof of orbit

Lateral
Wall of Orbit
Clivus
Greater Wing
Sphenoid
Basisphenoid

Posterior Border
of Ramus

Lower Border of
Corpus

Gambar 5. Titik referensi pada analisis Jefferson4

Universitas Sumatera Utara


Setelah seluruh batas/landmarks anatomi telah digambar kemudian diplotkan
titik-titik referensi sefalometri yang digunakan pada analisis Jefferson. Titik-titik
referensi yang digunakan dapat dilihat pada (Gambar 5).
1. SOr (Supra Orbitale) : Titik paling anterior dari perpotongan bayangan
atap dengan kontur orbital lateral.
2. SI (Sella Inferior) : Titik paling bawah dari sella turcica.
3. N (Nasion) : Titik paling superior sutura frontonasal pada
cekungan batang hidung.
4. ANS (Anterior Nasal Spine) : Titik paling anterior dari maksila.
5. PNS (Posterior Nasal Spine) : Titik paling posterior dari maksila pada dataran
sagital.
6. P (Pogonion) : Bagian paling anterior dari dagu.
7. M (Menton) : Titik paling inferior dari dagu.
8. CG (Constructed Gonion) : Perpotongan antara dua garis yaitu garis dari
artikular yang sejajar dengan tangen posterior
ramus dan garis dari menton yang sejajar dengan
tangen batas bawah korpus.

Anterior Arc
Dataran Kranial
Dataran Palatal
Titik
tengah “O”
Dataran Oklusal

Dataran Mandibula Age4vertical arc


Age18vertical arc

Gambar 6. Tiga busur referensi empat dataran pada analisis Jefferson4,9,12

Universitas Sumatera Utara


Analisis Jefferson menggunakan empat dataran sebagai patokan pengukuran
dan sama dengan analisis Sassouni. Sassouni menyimpulkan bahwa bidang anatomi
horizontal (inklinasi basis kranial anterior, bidang Frankfort, bidang palatal, bidang
oklusal, bidang mandibular). Perbedaan analisis Sassouni dengan Jefferson adalah
analisis Jefferson tidak menggunakan dataran paralel, tetapi menggunakan dataran
kranial dan tidak menggunakan dataran Frankfort. Empat dataran yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 6, yaitu:4
1. Dataran kranial : Garis yang ditarik dari SOr menuju SI.
2. Dataran palatal : Garis yang ditarik dari ANS menuju PNS.
3. Dataran oklusal : Garis yang ditarik dari dataran oklusal fungsional melalui
premolar dan molar.
4. Dataran mandibula : Garis yang ditarik dari menton melalui tangen batas bawah
korpus dan melalui Constructed Gonion.
Tiga busur (arc) referensi dan empat dataran yang digunakan dalam analisis
Jefferson dapat dilihat pada Gambar 6. Analisis Jefferson menggunakan tiga busur
referensi untuk menentukan disharmoni hubungan skeletal dan wajah. Tiga busur
tersebut adalah anteriorarc, age 4 vertical arc, dan age 18 vertical arc. Anteriorarc
digunakan untuk menilai posisi anteroposterior maksila dan mandibula. Age 4
vertical arc menggambarkan tinggi vertikal wajah bagian bawah dari mandibula pada
umur 4 tahun. Age 18 vertical arc menggambarkan tinggi vertikal wajah bagian
bawah dari mandibula pada umur 18 tahun atau 18 tahun ke atas.4
Lokasi titik tengah “O” ditentukan dari empat dataran yang merupakan
perpanjangan keempat garis dataran tersebut. Titik tengah “O” diperoleh dengan
menentukan jarak vertikal yang paling dekat antara garis superior dan inferior yang
dibentuk dari keempat dataran tersebut. Titik tengah dari jarak vertikal yang telah
ditentukan tersebut adalah titik tengah “O”. Anterior arc diperoleh dengan bantuan
jangka yaitu meletakkan bagian tajam jangka pada titik tengah “O” dan bagian pensil
pada nasion kemudian rotasikan jangka sampai melewati dagu.4
Jefferson menggunakan age 4 vertical arc dan age 18 vertical arc dalam
menganalisis dari arah vertikal. Pertumbuhan vertikal wajah dimulai dari umur 4

Universitas Sumatera Utara


tahun, dimana terjadi kenaikan tinggi wajah bagian bawah sebesar 0,75 mm setiap
tahunnya dan berhenti pada saat umur 18 tahun.4,7Age 4 vertical arc diperoleh dengan
meletakkan bagian metal jangka pada titik ANS dan bagian pensil jangka pada titik
SOr, kemudian rotasikan jangka ke bagian menton dan buat garis arc. Age 18 vertical
arc diperoleh dengan menambahkan jarak 10 mm dari age 4 vertical arc.4 Interpretasi
vertikal dari analisis Jefferson adalah tinggi vertikal wajah dikatakan ideal apabila
menton berada pada age 4 vertical arc ketika pasien berumur 4 tahun. Ketika pasien
berumur 18 tahun atau 18 tahun ke atas, menton berada pada age 18 vertical arc.7,12
Jefferson membagi tipe vertikal wajah pada pasien berumur 18 tahun ke atas dalam 3
kategori, yaitu:4
1. Tipe pendek/hypodivergent : Apabila menton berada di atas age 18 vertical arc
dengan jarak >2mm.
2. Tipe normal/normodivergent : Apabila menton berada tepat atau masih dalam
rentang jarak ± 2mm terhadap age 18 vertical arc.
3. Tipe panjang/hyperdivergent : Apabila menton berada di bawah age 18 vertical
arc dengan jarak >2mm.

A B

Gambar 7. (A) Wajah yang pendek, (B) wajah yang panjang4

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Tipe Relasi Rahang menurut Analisis Steiner
Relasi rahang adalah hubungan antara maksila dan mandibula yang bersifat
skeletal dan dapat dilihat dengan mengukur sudut ANB. Sudut ANB merupakan
selisih dari sudut SNA dan SNB.25
Pada analisis ini, Steiner membagi relasi rahang menjadi tiga kelas, yaitu:25
1. Klas I Skeletal
Klas I mempunyai nilai ANB normal 2° ± 2° (0° - 4°) dan profil wajah
cembung. Nilai ANB yang normal juga dapat diperoleh bila keadaan kedua skeletal
rahang mengalami prognati ataupun retrognati.
2. Klas II Skeletal
Klas II mempunyai nilai ANB lebih besar dari nilai normal (ANB > 4°) dan
profil wajah cembung. Nilai ANB yang lebih besar ini dapat disebabkan oleh tiga hal,
yaitu maksila yang mengalami prognati, mandibula yang mengalami retrognati dan
kombinasi keduanya.
3. Klas III Skeletal
Klas III mempunyai nilai ANB lebih kecil dari nilai normal (ANB < 0°) dan
profil wajah cekung. Nilai ANB yang lebih kecil ini dapat disebabkan oleh tiga hal,
yaitu maksila yang mengalami retrognati, mandibula yang mengalami prognati, dan
kombinasi keduanya.

`
Gambar 8. Sudut ANB25

Universitas Sumatera Utara


2.4 Suku Batak
Pola struktur wajah dapat dibedakan dalam tingkat umur, jenis kelamin dan
populasi. Masing-masing dapat berbeda norma ukuran pada bagian yang menyusun
wajah, baik jaringan lunak maupun jaringan keras. Setiap populasi etnik memiliki
ukuran tersendiri dan berbeda dengan populasi etnik lainnya. Bangsa Indonesia terdiri
atas melayu mongoloid (Pleomongoloid) yang terbagi menjadi dua yakni Proto-
Melayu (Melayu Tua) dan Deutro-Melayu (Melayu Muda).24 Kelompok Proto-
Melayu datang ke Indonesia pada 2000 S.M., sedangkan Deutro-Melayu pada 1500
S.M.25Kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara (Batak),
Kalimantan Barat (Dayak) dan Sulawesi Barat (Toraja) kemudian pindah ke
pedalaman karena terdesak oleh kelompok Deutro Melayu. Suku yang termasuk
kelompok ras Deutro-Melayu adalah Aceh, Minangkabau, Lampung, Rejang Lebong,
Jawa, Madura, Bali, Makasar, Melayu, Bugis, Betawi, Manado dan Sunda.25,26
Bangsa Melayu Tua/Proto Melayu merupakan ras mongoloid yang memiliki
ciri-ciri antara lain kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk
mulut dan hidung sedang. Sifat dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam
Splendid isolation di lembah-lembah sungai dan puncak pegunungan. Suku Batak
memiliki enam divisi suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu dengan
lainnya, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak
Angkola, dan Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas
budaya yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya, akar budaya mereka sama, yakni
budaya Batak.24,26
Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau
Sumatera. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), suku Batak merupakan suku
terbesar yang terdapat di Sumatera Utara dengan persentase sebesar 44,75%.26 Oleh
karena itu, pengambilan sampel dalam penelitian ini ditujukan pada suku Batak.

Universitas Sumatera Utara


2.5 Kerangka Teori

Suku Batak

Tipe
Sefalometri

Sefalometri Frontal Sefalometri Lateral

Analisis
Sefalometri
Morfologi
Skeletal

Tranversal Vertikal Sagital

Analisis Jefferson

Age 18 Vertical Arc


Faktor yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan Vertikal
Tipe Vertikal Skeletal Wajah :
Skeletal 1. Heriditer
Wajah 2. Lingkungan

Panjang Normal Pendek


(Hyperdivergent) (Normodivergent) (Hypodivergent)

Universitas Sumatera Utara


2.6 Kerangka Konsep

Radiografi Sefalometri
Lateral

Relasi Rahang

Klas I Klas II Klas III

Jarak Vertikal arc


terhadap Menton
(18 age vertical
arc)

Tipe Vertikal Skeletal Wajah :


• Panjang / Hyperdivergent
• Normal / Normodivergent
• Pendek / Hypodivergent
(Analisis Jefferson)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai