Anda di halaman 1dari 3

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap

pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal
yang cenderung residif dan menjadi kronis. Dermatitis kontak adalah dermatitis yang
disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi yang dapat bersifat akut
maupun kronis. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik,
yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan/sensitasi. Sebaliknya,
dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitasi terhadap suatu
bahan penyebab/alergen. Dalam praktek klinis, kedua respon ini (antara iritan dan alergi)
mungkin sulit untuk membedakan. Banyak bahan kimia dapat bertindak baik sebagai iritan
maupun alergen. DKA adalah salah satu masalah dermatologi yang cukup sering,
menjengkelkan, dan menghabiskan biaya. Perlu dicatat bahwa 80% dari dermatitis kontak
akibat kerja (Occupational Contact Dermatitis) adalah iritan dan 20% alergi. Namun, data
terakhir dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa persentase dermatitis kontak
akibat kerja karena alergi mungkin jauh lebih tinggi, berkisar antara 50 dan 60 persen, sehingga
meningkatkan dampak ekonomi dari kerja DKA2,3 Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan,
insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu. Dalam data
terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan memiliki DKA dibandingkan laki-laki
(11,5%). Namun, harus dipahami bahwa angka ini mengacu pada prevalensi DKA dalam
populasi (yaitu, jumlah individu yang potensial menderita DKA bila terkena alergen), dan ini
bukan merupakan angka insiden (yaitu, jumlah individu yang menderita DKA setelah jangka
waktu tertentu).3 Tidak ada data yang cukup tentang epidemiologi dermatitis kontak alergi di
Indonesia, namun berdasarkan penelitian pada penata rias di Denpasar, sekitar 27,6 persen
memiliki efek samping kosmetik, dimana 25, 4 persen dari angka itu menderita DKA.4
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (< 1000
dalton), disebut dengan hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum
korneum dan mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian DKA adalah potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas
daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, pH,
faktor individu dan status imun.1
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, atau
reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi
dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat mengalami DKA.
Fase sensitisasi merupakan fase mulai dari hapten yang masuk ke dalam epidermis yang
memicu serangkaian proses imunologik berupa pelepasan sitokin proinflamasi, aktivasi sel-T
hingga pembentukan sel-T memori yang beredar keseluruh tubuh. Proses sensitisasi ini rata-
rata berlangsung 2-3 minggu. Sedangkan fase elisitasi merupakan fase yang lebih singkat, yang
berlangsung antara 24-48 jam dimulai dari pajanan ulang alergen (hapten) yang serupa dan
memicu aktivasi sel-T memori dan pada akhirnya aktivasi sel mast yang melepas histamin dan
berbagai faktor kemotaktik. Gejala klinis biasanya adalah keluhan gatal. Keluhan kulit
bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya. Pada stadium akut dimulai
dengan bercak eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menyebabkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di
tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, dan skrotum lebih didominasi oleh eritema dan
edema. Pada DKA kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga
fisur, berbatas tidak tegas. Kelaianan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;
dengan kemungkinan penyebab campuran.1
Berbagai lokasi kejadian DKA1
1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, mungkin
karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja sepertiga atau lebih mengenai tangan.
Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada pasien. Pada pekerjaan yang basah (‘wet
work’), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di salon,
angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi. Contoh bahan yang dapat menyebabkan
dermatitis tangan, misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen dan pestisida.
2. Lengan
Alergen penyebab umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. DKA di ketiak dapat
disebabkan oleh deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian.
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons (karet),
obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kaca mata). Semua alergen
yang berkontak dengan tangan dapat mengenai wajah, kelopak mata dan leher,
misalnya pada waktu menyeka keringat. Bila terjadi di bibir atau sekitarnya mungkin
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata
dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata dan
salap mata.
4. Telinga
Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel, dapat menjadi penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat
rambut, hearing aids, dan ganggang telepon.
5. Leher
Sebagai penyebab antara lain kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara, dan zat pewarna pakaian.
6. Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat pewarna, kancing logam,
karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.
7. Genitalia
Penyebab antara lain antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, alergen
yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai daerah anal,
mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.
8. Tungkai atas dan bawah
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki
nilon, obat topikal, semen, maupun sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh
deterjen, dan bahan pembersih lantai.
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang
teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai berdasarkan pada kelaianan kulit yang
ditemukan. Misalnya, pada kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, perlu ditanyakan apakah pasien memakai
kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal
dari anamnesis juga meiputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat
sistemik, kosmetika, berbagai bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang
pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya. Pemeriksaan
fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat
diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan
tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan
di tempat yang cukup terang, pada seluruh permukaan kulit untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit karena berbagai sebab endogen. Kelainan kulit pada DKA sering tidak
menunjukkan gambaran morfologik yang khas. Gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis
atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik atau psoriasis. Diagnosis banding yang
terutama ialah DKI. Pada keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk
menentukan, apakah dermatitis tersebut merupakan dermatitis kontak alergik.1
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan pajanan ulang dengan alergen penyebab. Umumnya kelainan kulit akan mereda
dalam beberapa hari. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada DKA aut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula, serta
eksudatif (madidans), misalnya pemberian prednison 30 mg/hari. Untuk topikal cukup
dikompres dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000, atau pemberian
kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal.1
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh dapat menghindari bahan penyebabnya.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersaamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau sulit menghindari
alergen penyebab, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di
lingkungan pasien.1

DAFTAR PUSTAKA
[1]. I Made W, Emmy SSD, Sri LM. Kusta. Dalam : Sri Linuwih SW Menaldi, editor.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7(cetakan Keenam). Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2019. h.87-102
[2]. Marks JG, Elsner P, Deleo VA. Contact & Occupational Dermatology. 3rd ed.USA:
Mosby Inc; 2002. h. 3-33.
[3]. Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 6th ed. New York: The McGraw-Hill; 2003. h. 1164-1179.
[4]. Fransisca SK, Kurniawan DS, Suryawati N, Sumedha P, Wardhana M. Efek
Samping Kosmetika Pada Pekerja Salon Di Denpasar. Denpasar: 2012 [Diakses
November 2012] Diunduh dari: http://madewardhana.com/artikel/efek-
sampingkosmetika-pada-pekerja-salon-kecantikan-di-denpasar.html

Anda mungkin juga menyukai