OBSTRUKSI JAUNDICE
Pembimbing
dr. Heru Seno W, Sp.B (K) BD
Oleh:
Jevera Joshua SIregar
201704200273
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
OBSTRUKSI JAUNDICE
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
5
2.4 Histologi Sistem Hepatobilier
6
Vesica biliaris merupakan organ kecil berongga yang melekat
pada permukaan bawah hepar. Empedu diproduksi oleh hepatosit dan
kemudian mengalir dan disimpan di dalam kandung empedu (vesica
biliaris). Empedu keluar dari kandung empedu memalui ductus cysticus
dan masuk ke duodenum melalui ductus biliaris komunis menembus
papilla duodeni mayor. Empedu dialirkan ke dalam saluran pencernaan
akibat rangsangan kuat hormon kolesistokinin dan secara kurang kuat
oleh serabut-serabut saraf yang menyekresikan asetilkolin dari system
saraf vagus dan enterik usus, yang meningkatkan motilitas dan sekresi
empedu.
7
biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan
hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.
2) Transport plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke
hepar melalui plasma, harus berikatan dengan albumin plasma
terlebih dahulu oleh karena sifatnya yang tidak larut dalam air.
Fase IntraHepatik
3) Pengambilan dari Hepar
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan
sinusoid hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit
melalui sistem transpor aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk
pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin
akan berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap larut
sebelum dikonjugasi.
4) Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hepar (bilirubin
tak terkonjugasi) akan mengalami konjugasi dengan asam
glukoronat yang dapat larut dalam air di reticulum endoplasma
dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl
transferase (UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga
mudah untuk diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
Fase Post Hepatik
5) Ekskresi bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu melalui proses mekanisme transport aktif yang
diperantarai oleh protein membran kanalikuli, dikenal sebagai
multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).
Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam
kandung empedu, bilirubin kemudian memasuki saluran cerna.
Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan colon,
glukoronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus, yaitu ß-
glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora feses
menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut
urobilinogen. Di ileum terminal dan colon, sebagian kecil
8
urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati
sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada
keadaan normal, urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di
kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi urobilin
(senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.
2.6 Etiologi
9
didapatkan secara kongenital dan didapat (acquired). Anemia hemolitik
secara kongenital termasuk kelainan genetik pada membran sel darah
merah (spherocytosis herediter dan eliptositosis), defek enzim
(defisiensi dehidrogenase glukosa-6-fosfat), dan defek pada struktur
hemoglobin (anemia sel sabit dan talasemia).
Anemia hemolitik secara acquired, dibagi lagi menjadi yang
dimediasi dengan imun dan yang dengan mediasi non imun. Anemia
hemolitik yang dimediasi dengan imun menghasilkan temuan positif
pada tes Coombs dan memiliki berbagai penyebab autoimun yang
diinduksi oleh obat. Sebaliknya, hasil tes Coombs adalah negatif pada
anemia hemolitik non-imun. Penyebab dalam kategori yang terakhir ini
bervariasi bisa termasuk obat-obatan yang secara langsung merusak
sel darah merah, trauma mekanis (katup jantung), mikroangiopati, dan
infeksi.
Disfungsi metabolisme bilirubin prehepatik juga dapat terjadi
akibat kegagalan transportasi bilirubin tak terkonjugasi ke hepar oleh
albumin dalam kondisi apa pun yang menyebabkan hilangnya protein
plasma. Keadaan gizi yang buruk atau kehilangan protein berlebih
seperti yang terlihat pada pasien luka bakar dapat menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi di dalam sirkulasi.
10
penyakit ini menghasilkan peningkatan ringan secara sementara pada
kadar bilirubin tak terkonjugasi dan jaundice selama episode puasa,
stress, atau mengalami sakit. Episode ini terbatas dan biasanya tidak
memerlukan perawatan lebih lanjut.
2.7 Patofisiologi
Sekitar 250 mg bilirubin per hari diproduksi oleh orang dewasa rata-
rata melalui katabolisme molekul heme. Heme dilepaskan selama proses
destruksi dari sel darah merah.
Pertama-tama dikonversi menjadi biliverdin dan kemudian menjadi
bilirubin tak terkonjugasi dalam makrofag di dalam sistem endotel reticular.
Bilirubin tak terkonjugasi adalah senyawa yang larut dalam lemak dan
mudah melewati membran sel untuk mengikat albumin dalam serum,
sedangkan bilirubin bebas (tidak terikat) diambil oleh hepatosit hepar dan
dikonversi menjadi bilirubin terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam
air dan diangkut dari hepatosit hepar ke sistem saluran empedu di mana ia
melewati usus dan diekskresikan ke dalam feses. Beberapa bilirubin
terkonjugasi diabsorpsi kembali dalam usus dan diekskresikan oleh ginjal
sebagai urobilinogen. Jaundice terjadi ketika ada gangguan di sepanjang
jalur metabolisme ini, menyebabkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi
(misal : Dari peningkatan destruksi sel darah merah atau gangguan
konjugasi bilirubin) atau bilirubin terkonjugasi (misal : Dari kerusakan
hepatoseluler atau obstruksi saluran empedu).
12
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesa
13
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Rutin
Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, apabila
jumlahnya meningkat, maka berarti terdapat infeksi
biasanya meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis.
Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan pada hasil
prothrombin time (PT) atau tidak, karena apabila
meningkat, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepar,
atau obstruksi bilier.
Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah
kecoklatan seperti teh secara makroskopis, serta terdapat
kandungan bilirubin dalam urin atau tidak. Apabila urin
berwarna gelap kecoklatan, perlu dicurigai adanya
peningkatan kadar bilirubin direk yang diekskresikan
melalui urin yang mengarah pada obstruktif jaundice.
Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul,
menandakan bahwa terdapatnya gangguan aliran
bilirubin direk ke dalam saluran intestinal akibat adanya
suatu sumbatan pada aliran empedu.
b) Tes Faal Hati
Albumin
Albumin membantu transport beberapa komponen darah,
seperti ion, bilirubin, hormone, enzim, dan obat. Apabila
nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya
gangguan fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites,
sirosis, serta perdarahan.
15
2) Pemeriksaan USG
Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm.
Apabila saluran empedu lebih dari 5 mm berarti terdapat
dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah sekitar
duktus biliaris, paling sering adalah pada bagian distal,
kemudian diikuti adanya pelebaran pada bagian proksimal.
Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intrahepatal dan
ekstrahepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak rendah
(distal).
Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang
mempunyai densitas tinggi disertai bayangan akustik
(acoustic shadow) dan ikut bergerak pada perubahan posisi,
hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor,
akan terlihat masa padat pada ujung saluran empedu dengan
densitas rendah dan heterogen.
Apabila terdapat kecurigaan penyebab obstruktif jaundice
16
karenakarsinoma pankreas, dapat terlihat adanya
pembesaran pankreas lokal maupun menyeluruh, perubahan
kontur pankreas,penurunan ekogenitas, serta dapat ditemuk
an adanya pelebaran duktus pankreatikus.
3) Pemeriksaan CT-SCAN
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya dilatasi
duktus intra hepatic yang disebabkan oleh oklusi ekstra
hepatic dan duktus koledokus akibat kolelitiasis atau tumor
pankreas.
19
duktus empedu untuk menyingkirkan koledokolitiasis atau
penyebab lain obstruksi, juga dapat memperlihatkan
perluasan dari proses inflamasi yang mengelilingi kandung
empedu.
Pemeriksaan yang membutuhkan kontras (melalui injeksi ke
pembuluh darah), umumnya menggunakan kontras
gadolinium dan tidak mengandung iodine, serta jarang
menimbulkan reaksi alergi. Pada pasien dengan riwayat
- Jaundice prehepatik
Infus imunoglobulin digunakan sebagai pengobatan utama
untuk jaundice prehepatik. Fototerapi dianggap sebagai pengobatan
efektif dengan kadar serum bilirubin yang tinggi pada jaundice
prehepatik. Bilirubin dengan cepat berkurang dalam dua jam
setelah dimulainya fototerapi. Namun durasi terapi dan kekuatan
pengobatan bergantung pada tingkat keparahan hiperbilirubinemia.
Metaloporphyrins juga dianggap sebagai kemungkinan pengobatan
jaundice prehepatik, karena metaloporphyrins ini menargetkan
enzim hemeoxygenase untuk membatasi produksi bilirubin.
- Jaundice intrahepatik
Perawatan dan Manajemen ikterus hati melibatkan :
21
• Fototerapi dapat digunakan untuk kasus jaundice
neonatorum.
• Fenobarbital dapat digunakan untuk pengobatan
pada kasus jaundice fisiologis neonatorum, tetapi tidak
sering digunakan karena dapat menyebabkan somnolen dan
kejang demam.
• Terapi suportif seperti pemberian cairan, bedrest,
obat anti nyeri pada kasus Hepatitis A.
• Menghindari alkohol dan berhenti minum obat yang
menyebabkan disfungsi hepar.
• Steroid - untuk hepatitis autoimun.
• Imunosupresan - untuk hepatitis autoimun.
• Interferon - untuk hepatitis B dan C kronis
•Transplantasi hepar untuk hepatitis fulminan dan
gagal hepar stadium akhir.
- Jaundice post hepatik
• Tatalaksana kolelitiasis
Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan
operatif kolesistektomi, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung
empedu. Kolesistektomi dapat berupa kolesistektomi elektif
konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan laparaskopi.
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun
laparaskopik adalah adalah kolelitiasis asimptomatik pada penderita
diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut dapat menimbulkan
22
komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak
terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau
kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm
karena batu yang besar lebih sering menyebabkan kolesistitis akut
dibandingkan dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain adalah
kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian
karsinoma.
- Tatalaksana tumor saluran empedu
Tatalaksana terbaik adalah dengan pembedahan.
Adenokarsinoma saluran empedu yang baik untuk direseksi adalah
yang terdapat pada duktus koledokus bagian distal atau papilla Vater.
Pembedahan dilakukan dengan cara Whipple, yaitu pankreatiko-
duodenektomi.
- Tatalaksana atresia bilier
Tatalaksana atresia bilier posthepatik adalah dengan
pembedahan. Atresia bilier intrahepatik pada umumnya tidak
memerlukan pembedahan karena obstruksinya relatif bersifat ringan.
Jenis pembedahan atresia bilier posthepatik adalah portoenterostomi
teknik Kasai dan bedah transplantasi hepar.
a. Bedah dekompresi portoenterostomi
Langkah pertama bedah portoenterostomi adalah
membuka ligamentum hepatoduodenale untuk mencari sisa saluran
empedu posthepatik yang berupa jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik
ini diikuti terus kearah hilus hepar untuk menemukan ujung saluran
empedu yang terbuka di permukaan hepar. Rekonstruksi hubungan
saluran empedu di dalam hepar dengan saluran cerna dilakukan
dengan menjahitkan jejunum ke permukaan hilus hepar. Apabila
atresia hanya terbatas pada duktus hepatikus komunis, sedangkan
kandung empedu dan duktus sistikus serta duktus koledokus paten,
maka cukup kandung empedu saja yang disambung dengan
permukaan hepar di daerah hilus. Pada bayi dengan atresia saluran
empedu yang dapat dikoreksi langsung, harus dilakukan
anastomosis mukosa dengan mukosa antara sisa saluran empedu
dan duodenum atau jejunum.
23
Komplikasi pascabedah adalah kolangitis berulang
yang timbul pada 30-60% penderita yang dapat hidup lama.
Kolangitis umumnya mulai timbul 6-9 bulan setelah dibuat
anastomosis. Pengobatan kolangitis adalah dengan pemberian
antibiotik selama dua minggu. Jika dilakukan transplantasi hepar,
keberhasilan transplantasi hepar setelah satu tahun berkisar antara
65-80%. Indikasi transplantasi hepar adalah atresia bilier
intrahepatik yang disertai gagal hepar.
- Tatalaksana tumor kaput pankreas
Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum pasien
harus diperbaiki dengan memperbaiki nutrisi, anemia, dan dehidrasi.
Pada obstruksi jaundice total, dilakukan penyaliran empedu
transhepatik sekitar 1 minggu prabedah. Tindakan ini bermanfaat untuk
memperbaiki fungsi hepar.
Bedah kuratif yang mungkin berhasil adalah pankreatiko-
duodenektomi (operasi Whipple). Operasi Whipple ini dilakukan untuk
tumor yang masih terlokalisasi, yaitu pada karsinoma sekitar ampula
Vateri, duodenum, dan duktus koledokus distal.
Tumor dikeluarkan secara radikal en bloc, yaitu terdiri dari
kaput pankreas, korpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal
lambung, bagian distal duktus koledokus yang merupakan tempat asal
tumor, dan kelenjar limfe regional.
2.8.6 Prognosis
24
BAB III
PENUTUP
25
DAFTAR PUSTAKA
Murray RK, Granner DK. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC;
2005.p.285-300.
26